Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persoalan pendidikan merupakan persoalan yang tidak pernah
berhenti dibincangkan, sebab pendidikan erat kaitannya dengan persoalan
manusia dalam rangka memberi makna dan arah normal kepada eksistensi
dirinya. Pendidikan juga bisa dikatakan suatu proses budaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat manusia, dan berlangsung sepanjang
hayat, yang dilaksanakan di lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Karena itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama
antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pendidikan dalam proses
mencapai tujuannya perlu dikelola dalam suatu sistem terpadu dan serasi.
Dalam kaitannya dengan nilai kebangsaan, pendidikan diartikan
sebagai perjuangan bangsa, yaitu pendidikan yang berakar pada
kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan UUD
1945, yang dalam pelaksanaannya diatur dalam sistem pendidikan
nasional. Sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar
1945, bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa. Ini berarti bahwa tujuan akhir pendidikan nasional adalah
mencipta manusia Indonesia seutuhnya atau yang dalam bahasa agamanya
disebut insan kamil, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan
mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Berkenaan dengan tujuan pendidikan nasional tersebut, Pendidikan
agama mempunyai peran penting dalam mengembangkan potensi peserta
didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia dan
kepribadian. Karena itu dalam undang-undang sisdiknas 2003, pendidikan
agama sebagai sumber nilai dan bagian dari pendidikan nasional.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Pendidikan Islam?
2. Apa pengertian Pendidikan Nasional?
3. Apa hubungan antara pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional?
4. Bagaimana kedudukan Pendidikan Islam dalam sistem Pendidikan
Nasional?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Islam


Pendidikan Islam menurut Zarkowi Soejoeti terbagi dalam tiga pengertian.
Pertama, “Pendidikan Islam” adalah jenis pendidikan yang pendirian dan
penyelenggaraannya didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk
menjewantahkan nilai-nilai Islam, baik yang tercermin dalam nama
lembaganya, maupun dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. Di sini
kata Islam ditempatkan sebagai sumber nilai yang akan diwujudkan dalam
seluruh kegiatan pendidikan. Kedua, jenis pendidikan yang memberikan
perhatian sekaligus menjadikan ajaran Islam sebagai pengetahuan untuk
program studi yang diselenggarakan. Di sini kata Islam ditempatkan
sebagai  bidang studi, sebagai ilmu, dan diperlakukan sebagai ilmu yang lain.
ketiga, jenis pendidikan yang mencakup kedua pengertian di atas. Di sini kata
Islam ditempatkan sebagai sumber nilai sekaligus sebagai bidang studi yang
ditawarkan melalui program studi yang diselenggarakan1.
Penulis Indonesia kontemporer berusaha menjelaskan definisi pendidikan
Islam engan melihat tiga kemungkinan hubungan antara konsep pendidikan
dan konsep Islam. Dilihat dari sudut pandang kita tentang Islam yang
berbeda-beda, istilah pendidikan Islam tersebut dapat dipahami sebagai :
1. Pendidikan (menurut) Islam
2. Pendidikan (dalam) Islam
3. Pendidikan (agama) Islam
Dalam hubungan yang pertama, pendidikan Islam bersifa normatif, sedang
dalam hubungan yang kedua, pendidikan Islam lebih bersifat sosiohistoris.
Adapun dalam hubungan yang ketiga, pendidikan Islam lebih bersifat proses-
operasional dalam usaha pendidikan ajaran-ajaran agam Islam. Dalam
kerangka akademik, pengertian yang pertama merupakan lahan filasafat
pendidikan Islam, pengertian Islam, dan pengertian yang ketiga merupakan
kawasan ilmu pendidikan Islam.

1 Abdullah Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006,
hlm. 47

3
B. Pengertian Pendidikan Nasional
Menurut Sunarya, Pendidikan nasional adalah sistem pendidikan yang
berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh falsafah hidup suatu bangsa dan
tujuannya bersifat mengabdi kepada kepentingan dan cita-cita nasional bangsa
tersebut.
Sementara itu, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, merumuskan
bahwa pendidikan nasional ialah suatu usaha yang membimbing para warga
negara Indonesia menjadi Pancasila, yang berpribadi, berdasarkan akan
Ketuhanan berkesadaran masyarakat dan mampu membudayakan alam sekitar.
Dalam Undang-undang RI No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Bab I Pasal 2 berbunyi: Pendidikan Nasional adalah pendidikan
yang berakar dari pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Dasar ini dapat dilihat dari Pembukaan UUD 1945
alinea 4 batang tubuh UUD 1945 Bab XIII Pasal 312.
Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap
terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem pendidikan nasional adalah
keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional.

C. Hubungan Antara Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional


Posisi pendidikan Islam dalam system pendidikan nasional secara normatif
dapat dilihat dari perkembangan kebijakan negara terhadap pendidikan Islam,
baik itu pendidikan di madrasah dan pondok pesantren, maupun pendidikan

2 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001. hlm. 10.

4
agama sebagai bagian kurikulum di sekolah umum. Secara normatif dapat
dilihat terjadi pergeseran posisi dan pengakuan terhadap pendidikan Islam
yang terus berlangsung sampai saat ini, yaitu dari posisi marjinal dan “kelas
dua” pada masa pemerintah colonial sampai mendapatkan pengakuan
eksistensi yang samadengan sekolah umum. Persamaan kedudukan madrasah
yang diakui pemerintah dalam pelaksanaan wajib belajar dengan sekolah
umum negeri memperlihatkan bahwa lembaga pendidikan Islam dipandang
dapat memenuhi kewajiban pelaksanaan wajib belajar bagi masyarakat.
Dari bunyi UU No. 2 tahun 1989 beserta peraturan yang menyertai jelas
bahwa pendidikan agama islam adalah kurikulum wajib bagi yang harus
diberikan. Jika pendidikan agama (Islam) tidak diberikan, berarti tujuan
pendidikan nasional tidak akan pernah tercapai secara maksimal, karena ada
sebagian siswa, khususnya yang berada pada satuan pendidikan tertentu tidak
mendapat pendidikan agam islam. Karena itu kehadiran guru pendidikan
agama islam yang prefesional sangat dibutuhkan.
Dan jika kita menengok kepada tujuan pendidikan sebagaimana tertuang
dalam tujuan pendidikan nasional ( pasal 4 UU no. 2 tahun 1989) yang
berbunyi “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan menusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan,kesehatan jasmani dan rohani kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”, maka
tegas sekali tercermin disana bahwa pendidikan agama menempati peran yang
sangat penting.
Antara pendidikan Islam dan pendidikan nasional ada tiga hal yang harus
ditelusuri. Pertama daari konsep penyusunan sistem pendidikan nasional
Indonesia itu sendiri. Kedua, dari hakikat pendidikan Islam dan kehidupan
beragama kaum muslimin di Indonesia. Ketiga, dari segi kedudukan
pendidikanislam dalam sistem pendidikan nasional.

  Posisi pesantren, khususnya pesantren salaf yang semata menjalankan


kurikulum ilmu keislaman yang belum diakui pemerintah, antara lain karena
pesantren salaf lazimnya tidak menerapkan ketentuan pemberian ijazah pada

5
para santri yang telah menyelesaikan pendidikan, berbeda dengan kedudukan
madrasah yang telah diakui pemerintah dan menjalankan kurikulum yang
ditetapkan pemerintah. Sampai akhir tahun 1990-an masih ada lulusan
pesantren, yang karena belum mendapatkan pengakuan pemerintah tidak dapat
melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi negeri keagamaan seperti
IAIN dan STAIN. Kendala lain dapat berupa tidak diakuinya pendidikan
mereka ketika mencari lapangan pekerjaan. Akibatnya, kebanyakan lulusan
pesantren seperti ini melanjutkan pendidikannya ke lembaga pendidikan tinggi
Islam yang ada di Timur Tengah, dan dalam bidang pekerjaan kebanyakan
masuk ke dalam sector informal. Akibat kendala yang dihadapi para lulusan
pesantren, terutama pesantren salaf, banyak dari lembaga pendidikan Islam
pola pesantren ini yang mengubah pendidikannya ke dalam bentuk madrasah
dan menerapakan kurikulumyang ditetapkan pemerintah maupun dari sektor
lain. Sebagian dari sistem pesantren salafiah yang masih eksis berada didaerah
pedesaan yang dalam hal lapangan penghidupan belum terintegrasi
sepenuhnya ke dalam sektor formal modern.

Secara formal, dilihat dari kontribusi pendidikan Islam dalam proses


pendidikan Islam dalam proses mencerdaskan kehidupan bangsa, posisi
lembaga pendidikan Islam pada dasarnya diakui sama dengan lembaga
pendidikan lain. Pendidikan Islam juga menjalankan misi pendidikan untuk
mencerdaskan bangsa. Lembaga pendidikan Islam yang sampai pelosok-
pelosok memberikan manfaat yang sangat berarti kepada masyarakat yang
tidak mampu menjangkau pendidikan formal disekolah umum. Karena itulah,
banyak lembaga pendidikan Islam yang tidak memedulikan pengakuan, karena
keyakinan para pengelolanya bahwa pendidikan yang mereka selenggarakan
telah ikut berperan dalam proses pendidikan kepada masyarakat agar
masyarakat melek huruf dan mempunyai bekal dalam menjalankan hidupnya
terutama bekal pengetahuan agama.

Berkaitan dengan pengakuan masyarakat terhadap lembaga pendidikan


Islam, mengingat pendidikan Islamlebih mengutamakan pengetahuan
keislaman dan lemah dalam pengetahuan umum terutama yang diarahkan pada
penguasaan sains dan teknologi, maka ada segmen masyarakat yang

6
memandang bahwa lembaga pendidikan Islam belum mampu menghasilkan
lulusan dengan kualitas yang sama dengan sekolah umum. Hal ini diperkuat
oleh fakta bahwa meskipun kurikulum madrasah telah disamakan dengan
kurikulum disekolah umum ternyata sedikit sekali dari lulusan madrasah
lanjutan yang lolos dalam seleksi penjaringan calon mahasiswa di perguruan
tinggi negeri, terutama perguruan tinggi berkualitas seperti UI, ITB, Gadjah
Mada, Airlangga, IPB, dan lainnya. Kebanyakan lulusan madrasah
melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi agama seperti IAIN< STAIN
atau perguruan tinggi swasta. Kenyataan seperti itu memperlihatkan bahwa di
satu sisi secara faktual keberadaan lembaga pendidikan Islam dipandang
memberikan manfaat dan arti penting bagi masyarakat untuk mendapat
pendidikan dan bekal pengetahuan agama bagi kehidupannya tanpa
memedulikan apakah pendidikannya mendapatkan pengakuan pemerintah atau
pengakuan berbagai segmen masyarakat. Di sisi lain, upaya normative dalam
bentuk ketentuan perundangan yang memberikan posisi yang sama antara
lembaga pendidikan Islam dengan sekolah umum dengan keharusan
menyelenggarakan kurikulum nasional, di dalam kenyataannya belum mampu
memberikan dorongan yang cukup kuat untuk mengangkat kualitas lulusan
madrasah agar sama dengan kualitas lulusan sekolah umum sehingga mampu
bersaing dalam memperebutkan berbagai kesempatan dan resources di bidang
sosial dan ekonomiseperti lapangan pekerjaan di berbagai sektor formal
modern. Sekolah unggulan Islam yang banyak bermunculan di Indonesia pada
akhir abad ke-20 dipandang sebagai jawaban untuk memenuhi keperluan
masyarakat muslim, yaitu basis keagamaan yang kuat yang diimbangi dengan
penguasaan sains dan tenologi.

D. Kedudukan Sistem Pendidikan Islam didalam Pendidikan Nasional


Undang-undang sistem pendidikan nasional no.20 tahun 2003 bab I
tentang ketentuan umum menyebutkan, bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

7
masyarakat, bangsa dan Negara. Sedangkan pendidikan nasional dalam
undang-undang tersebut diartikan sebagai pendidikan yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sementara sistem pendidikan
nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Yang dimaksud dengan tujuan pendidikan nasional dalam sisdiknas adalah
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab3. Dari pengertian pendidikan, pendidikan nasional, sistem
pendidikan nasional dan tujuan pendidikan nasional, sangat kental nuansa
nilai-nilai agamanya. Pada beberapa bab lainnya juga sangat tampak bahwa
kata agama dan nilai-nilai agama kerap mengikutinya. Misalnya, dalam bab III
tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan disebutkan bahwa pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,
dan kemajemukan bangsa. Begitupula dalam bab IX tentang kurikulum,
bahwa dalam penyusunannya diantaranya harus memperhatikan peningkatan
iman dan takwa serta peningkatan ahlak mulia.
Dari rumusan diatas menunjukkan bahwa agama menduduki posisi yang
sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam membangun manusia
Indonesia seutuhnya. Hal yang wajar jika pendidikan nasional berlandaskan
pada nilai-nilai agama, sebab bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
beragama. Agama bagi bangsa Indonesia adalah modal dasar yang menjadi
penggerak dalam kehidupan berbangsa. Agama mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia
dengan alam dan hubungan manusia dengan diri sendiri. Dengan demikian
terjadilah keserasian dan keseimbangan dalam hidup manusia baik sebagai
individu maupun sebagai anggota masyarakat. Jika hal tersebut dipahami,

3 Undang-undang sisdiknas tahun 2003 bab II pasal 2 tentang dasar fungsi dan tujuan.

8
diyakini dan diamalkan oleh manusia Indonesia dan menjadi dasar
kepribadian, maka manusia Indonesia akan menjadi manusia yang paripurna
atau insan kamil. Dengan dasar inilah agama menjadi bagian terpenting dari
pendidikan nasional yang berkenaan dengan aspek pembinaan sikap, moral,
kepribadian dan nilai-nilai ahlakul karimah.
Sejalan dengan hal tersebut, Prof. Mastuhu mengungkapkan bahwa
pendidikan islam di Indonesia harus benar-benar mampu menempatkan
dirinya sebagai suplemen dan komplemen bagi pendidikan nasional, sehingga
sistem pendidikan nasional mampu membawa cita-cita nasional, yakni bangsa
Indonesia yang modern dengan tetap berwajah iman dan takwa 4.Tidak jauh
beda dengan pendapat Mastuhu, guru besar Ilmu Pendidikan Islam  Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, DR. Ahmadi yang dikutip oleh Endin
Surya Solehudin, menyebutkan bahwa implikasi dari pemaknaan pendidikan
Islam adalah reposisi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional.
Mengenai reposisi pendidikan islam dalam pendidikan nasional, Ahmadi
mengemukakan tiga alasan, pertama,  nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila sebagai dasar pendidikan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam
(Tauhid); kedua, pandangan terhadap manusia sebagai makhluk jasmani-
rohani yang berpotensi untuk menjadi manusia bermartabat (makhluk paling
mulia); ketiga, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi (fitrah
dan sumber daya manusia) menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur (akhlak mulia), dan memiliki
kemampuan untuk memikul tanggung jawab sebagai individu dan anggota
masyarakat5.
Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada posisi konsep. Ditinjau
dari tataran universalitas konsep Pendidikan Islam lebih universal karena tidak
dibatasi negara dan bangsa, tetapi ditinjau dari posisinya dalam konteks
nasional, konsep pendidikan Islam menjadi subsistem pendidikan nasional.
Karena posisinya sebagai subsistem, kadangkala dalam penyelenggaraan
pendidikan hanya diposisikan sebagai suplemen. Mengingat bahwa secara
filosofis (ontologis dan aksiologis) pendidikan Islam relevan dan merupakan

4 Abudin Nata. Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia..hlm.291.


5 http://niendin.wordpress.com/2008/01/13/Merombak-pendidikan-agama-islam

9
bagian integral dari sistem pendidikan nasional, bahkan secara sosiologis
pendidikan Islam merupakan aset nasional, maka posisi pendidikan Islam
sebagai subsistem pendidikan nasional bukan sekadar berfungsi sebagai
suplemen, tetapi sebagai komponen substansial. Artinya, pendidikan Islam
merupakan komponen yang sangat menentukan perjalanan pendidikan
nasional.
Terlepas dari nilai-nilai agama yang menjadi dasar dari pendidikan
nasional, pendidikan agama sempat menjadi masalah ketika masuk dalam
sistem pendidikan nasional. Persoalan yang diperdebatkan adalah posisi
pendidikan agama tertentu dalam lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki
latar belakang pemihakan pada agama tertentu. Misalnya, pada lembaga
pendidikan muslim terdapat siswa yang bukan muslim, mungkinkah bisa
diajarkan pendidikan agama lain pada lembaga tersebut dan atau sebaliknya6 .
Persoalan ini sempat menyeruak ketika terjadi pengesahan undang-undang
sisdiknas no. 20 tahun 2003. Meski demikian, perdebatan yang menimbulkan
pro-kontra tersebut dapat terselesaikan dengan cara yang lebih demokratis,
realistik dan sesuai dengan kebebasan serta upaya menjunjung tinggi hak asasi
manusia.

6 Undang-undang Sisdiknas  tahun 2003 pasal 12 ayat 1a tentang peserta didik, “Setiap peserta didik
pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya
dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan merupakan bimbingan yang dilakukan secara sadar
oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Pembentukan kepribadian
yang utama tentunya tidak terlepas dari peran pendidikan agama. Oleh
karena itu pendidikan agama menempati posisi yang penting dalam
lingkup sistem pendidikan nasional.
Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional tahun 2003
disebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untukberkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Tentunya dari tujuan pendidikan nasional tersebut kita
dapat simpulkan bahwa pendidikan nasional berkehendak mencipta
manusia yang relegius dan nasionalis. Relegius berkorelasi dengan
penciptaan kepribadian mulia atau ahlak mulia, sedang nasionalis lebih
kepada rasa tanggung jawab sebagai putra bangsa.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem pendidikan
nasional sejalan dengan pendidikan Islam bahkan merupakan bagian
integral dari sistem pendidikan nasional.

B. Saran
Kami sangat yakin bahwa di dalam kepenulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT
dan kesalahan datangnya dari kami. Oleh karena itu, masukan yang
membangun dari semua teman dan para dosen sangat dibutuhkan dan
diperlukan untuk dapat menjadikan kami lebih lagi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan


Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Ciputat: PT. Logos Wacana
Ilmu, 2001
Undang-undang sisdiknas tahun 2003 bab II pasal 2 tentang dasar fungsi
dan tujuan.
http://niendin.wordpress.com/2008/01/13/Merombak-pendidikan-agama-
islam
Undang-undang Sisdiknas  tahun 2003 pasal 12 ayat 1a

12

Anda mungkin juga menyukai