Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Suku Tamiang
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia
Dosen Pengampu : Dr. H. Muhammad Bahar Akkase Teng, LCP.,M.Hum

Oleh :

Muh. Agam Albari M


F081191057

FAKULTAS ILMU BUDAYA

PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG

UNIVERSITAS HASANUDDIN
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Bapak Muhammad
Bahar Akkase Teng mengenai suku-suku yang berada di Indonesia terkhusus suku
Tamiang dapat diselesaikan.

Adapun tujuan dari pembahasan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada mata kuliah Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai Suku Tamiang yang berada
di Pulau Sumatra

Saya menyadari, makalah yang saya kerjakan masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya terima demi pengetahuan
untuk penulisan makalah yang tepat.

Makassar, November 2019

Muh. Agam Albari M

2
ABSTRAK

Pembahasan makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan


mengenai salah satu dari sekian banyak suku yang berada di Indonesia, adapun yang
melatar belakangi pembahasan ini karena Indonesia merupakan negara yang
memiliki berbagai suku yang beraneka ragam dan saya di berikan tugas untuk
membahas salah satu suku yang berada di Indonesia yaitu suku Tamiang, dalam
pembahasan suku Tamiang dibahas mengenai Letak geografis suku Tamiang,
kondisi alam suku Tamiang dan membahas kebudayaan suku Tamiang secara
umum.

3
DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ................................................................................... 2
ABSTRAK ..................................................................................................... 3
DAFTAR ISI .................................................................................................. 4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 5
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 5
C. Batasan Masalah ............................................................................. 5
D. Tujuan Pembahasan ........................................................................ 6
E. Manfaat Pembahasan ...................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN
A. Letak geografis dan kondisi alam suku Tamiang ........................... 7
B. Kebudayaan suku Tamiang ............................................................ 8
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ......................................................................................... 12
B. Penutup ........................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 13

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia terkenal sebagai bangsa yang mempunyai beraneka ragam suku bangsa,
budaya, agama dan adat istiadat, ada lebih dari 300 suku bangsa di Indonesia, atau
tepatnya 1.340 suku bangsa menurut sensus BPS tahun 2010, apabila semua suku
bangsa di Indonesia dibahas dalam makalah ini akan membutuhkan waktu yang
sangat lama, jadi saya akan membahas salah satu dari sekian banyak suku di
Indonesia yaitu suku Tamiang

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana letak geografis dan kondisi alam suku Tamiang?


2. Bagaimana kebudayaan suku Tamiang?

C. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam pembahasan :
1. Letak geografis dan kondisi alam yang meliputi iklim dan wilayah suku
Tamiang
2. Kebudayaan suku Tamiang yang dibahas ialah bahasa dan tulisan, mata
pencaharian hidup, sistem kekerabatan, sistem kemasyarakatan, sistem
kepercayaan dan sistem kesenian
3. Untuk asal usul dan pengaruh budaya luar, belum ada kutipan yang pasti
mengenai suku Tamiang

5
D. Tujuan Pembahasan

Untuk mengetahui :
1. Letak geografis dan kondisi alam suku Tamiang
2. Kebudayaan suku Tamiang

E. Manfaat Pembahasan

Mengetahui di mana letak geografis, bagaimana kondisi alam suku Tamiang serta
mengetahui secara umum kebudayaan suku Tamiang

6
BAB II
PEMBAHASAN

Letak Geografis dan Kondisi Alam Suku Tamiang

1.1. Letak Geografis


Tamiang merupakan perbatasan antara Provinsi Aceh dengan Provinsi
Sumatra Utara. Secara geografisnya Kabupaten Aceh Tamiang terletak di
bagian timur Provinsi Aceh koordinat 03°53-04°32' LU dan 97°44'- 98°18' BT
dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
a. Di utara batas wilayahnya : Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa dan Selat
Malaka
b. Di timur batas wilayahnya : Kabupaten Langkat (provinsi Sumatra Utara)
dan Selat Malaka
c. Di Selatan batas wilayahnya : Kabupaten Langkat (provinsi Sumatra Utara)
dan Kabupaten Gayo Lues
d. Di Barat batas wilayahnya : Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Gayo
Lues

1.2. Wilayah
Wilayah Aceh Tamiang terbagi atas 12 Kecamatan yaitu :
1. Banda Mulia 7. Manyak Payed
2. Bandar Pusaka 8. Rantau
3. Bendahara 9. Sakerak
4. Karang Baru 10. Seruway
5. Kejuruan Muda 11. Tamian Hulu
6. Kota Kuala Simpang 12. Tenggulun

7
1.3. Iklim
Wilayah Tamiang berada pada ketinggian 0-25 meter dari permukaan laut.
pada kondisi normal, musim kemarau berlangsung dari bulan Maret sampai
Agustus dengan suhu sekitar 28oC, dan musim hujan berlangsung pada bulan
September sampai Februari dengan suhu 25oC sampai 29oC, kelembapan udara
rata-rata 55% - 70%

Kebudayaan Suku Tamiang

2.1. Bahasa dan Tulisan Suku Tamiang


Bahasa Tamiang masuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia atau
Austronesia. Dialeknya ditandai dengan pengucapan huruf r menjadi gh,
contohnya kata "orang" dibaca oghang. Dan sementara huruf t dibaca dengan c,
contohnya kata "tiada" dibaca dengan ciade.
Bahasa Tamiang terbagi dengan 2 macam bahasa yaitu :
Tamiang Hulu, Digunakan oleh penduduk di kawasan Kecamatan Tamiang
Hulu, Kejuruan Muda, Kota Kuala Simpang, dan sebagian Kecamatan Karang
Baru dan Rantau.
Tamiang Hilir, Digunakan oleh penduduk di kawasan Kecamatan Seruway,
Kecamatan Bendahara, dan sebagian kawasan Kecamatan Manyak Payed,
Karang Baru, dan Rantau.
Huruf khas kepunyaan suku Tamiang asli zaman dahulu tidak ada.
Tulisan-tulisan Tamiang menggunakan huruf Arab Melayu. Huruf ini dikenal
setelah datangnya agama Islam di Aceh, huruf-huruf ini yang banyak dijumpai
pada batu nisan raja-raja. Sampai saat ini tulisan inilah yang digunakan di
kalangan orang-orang tua. Bagi kalangan muda yang sebagian besar mengikuti
pendidikan modern maka huruf ini hampir dipandang memiliki hubungan
genelaogis secara umum sama pada awalnya. Kemudian mereka memiliki
bahasa dan kebudayaan yang sama sehingga, huruf Arab Melayu tidak dikenal
lagi, mereka mengenal huruf-huruf yang digunakan di sekolah yaitu huruf latin

8
2.2. Mata Pencaharian Hidup
Suku Tamiang umumnya hidup dari hasil sawah mereka, sawah ini dibentuk
berpetak-petak yang dipisah dengan batas (pematang). Pengairan disawah
sangat tergantung pada turunnya hujan. Sehingga tanaman padi hanya dapat
dilakukan satu kali dalam setahun. Sawah dibajak dengan memakai sapi atau
kerbau memakan waktu sampai satu bulan, sekarang telah banyak
menggunakan peralatan modern seperti traktor dan telah ada pengairan
(irigasi), serta dengan berbagai komoditas padi yang dibudidayakan sehingga
penanaman dapat dilakukan lebih dari satu kali setahun. Di samping berbelang
(sawah), suku Tamiang juga mengerjakan ladang, biasanya ladang mereka
agak jauh dengan desa tempat tinggal mereka. Ladang dikerjakan dengan
sistem menebang dan membakar hutan yang letaknya ada sebagian di lereng
bukit. Pekerjaan berladang ini merupakan pekerjaan sambilan yang dikerjakan
dengan mencangkul tanah, kemudian baru ditanam dengan berbagai macam
tanaman seperti padi darat, cabai, jagung, dan tanaman palawija serta sayur
sayuran lainnya. Nelayan merupakan mata pencaharian bagi suku perkauman
Tamiang yang bertempat tinggal di pinggiran sungai dan di muara-muara yang
menonjok ke arah laut. Tradisi nelayan yang sering dilakukan sangat
tradisional dengan memakai perahu dayung (sampan) cara menangkap ikan
udang dan kepiting dilakukan dengan berbagai cara.

2.3. Sistem kekerabatan


Bagi suku Tamiang perkawinan merupakan suatu keharusan yang ditetapkan
oleh agama, perkawinan dilaksanakan antara laki-laki dan perempuan yang
memenuhi syarat dalam hukum, oleh sebab itu setiap laki-laki dan wanita yang
telah aqil baligh diwajibkan mencari dan mendapatkan jodohnya. Bagi suku
Tamiang untuk mencari dan mendapatkan jodoh itu membutuhkan syarat
tertentu misalnya, yang mencari jodoh itu adalah orang tua dan
dipilih berdasarkan keturunan dan status sosial, dan juga sebagai upaya untuk
melanjutkan keturunan, oleh sebab itu pasangan dari anak mereka harus
diketahui dahulu asal usulnya sehingga keturunan yang dihasilkan juga
memiliki status yang jelas dalam suatu keturunan, misalnya anak keturunan
raja dengan anak yang mempunyai keturunan yang sama.

9
2.4. Sistem Kemasyarakatan
Adat di desa yang sudah ada dalam suku Tamiang berdasarkan kedudukan dan
fungsinya adalah
a. Urang tuhe kampong, sebagai penasehat gecik (kepala kampung)
b. Imam, yang mengurus masalah di desa
c. Ketue belang (tetuhe belang), yang mengurus masalah sistem persawahan.
d. Pawang laot, yang mengatur masalah nelayan dan peraturan-peraturan dilaut
yang berkenaan dengan penangkapan ikan dan areal atau tempat penangkapan
ikan serta sengketa bagi hasil.
e. Pawang rimbe, yang mengatur masalah ketentuan-ketentuan yang
berlaku dalam memasuki hutan, dan peraturan membuka area hutan.
f. Kepale pecan, yang mengatur ketertiban, keamanan, kebersihan dan
mengutip retribusi pasar (pecan).
g. Syahbandar, yang mengurus dan mengatur lalu lintas laut dan sungai serta
tambatan perahu dan sampan.

2.5. Sistem kepercayaan


Masyarakat ini menganut agama Islam, akan tetapi mereka juga masih
memiliki upacara-upacara tradisional yang berasal dari zaman sebelum Islam,
seperti kenduri blang, turun bibit, tulak bala dan sebagainya.
Pada awal mulanya di zaman sebelum Islam masuk ke Aceh, Orang Tamiang
memiliki kepercayaan animisme, yaitu kepercayaan kepada makhluk halus dan
roh merupakan asas kepercayaan agama yang mula-mula muncul di kalangan
manusia primitif. Kepercayaan animisme mempercayai bahwa setiap benda di
Bumi ini, (seperti kawasan tertentu, gua, pohon atau batu besar), mempunyai
jiwa yang mesti dihormati agar roh tersebut tidak mengganggu manusia, malah
membantu mereka dari roh jahat dalam kehidupan seharian mereka.

10
2.6. Sistem Kesenian
Dalam seni budaya suku Tamiang yang tradisional, sukar untuk menentukan
apakah tari mengikuti nyanyi atau nyanyi pengiring tari. Karena setiap tari di
daerah Tamiang selalu disertai dengan nyanyian berbentuk syair ataupun
berbalas pantun. Pola dasar dari gerak tari pada seni budaya suku Tamiang
adalah gerak melingkar atau saling memotong silih berganti, dengan hentakan
kaki sebagai irama dasar dan ditingkahi oleh suara gelang kaki. Setelah
berkembang barulah diikuti diiringi dengan instrumen yang sederhana seperti
gendang, seruling, dan biola. Namun di beberapa tempat yang terpencil tarian
ini hanya diiringi oleh irama lesung ataupun ketukan pada kayu yang disusun
pada unjuran kaki (terdiri dari tiga atau lima potong kayu). Tarian tradisional
yang telah digali dari masyarakat suku perkauman Tamiang yang dianggap seni
budaya tua disebut piasan. Seni budaya ini dapat di pagelaran tanpa musik,
baik dalam bentuk penyajian atau penampilan tarian maupun nyanyian. Oleh
sebab itulah dalam penyajian ini sekaligus diuraikan seni budaya tari dan
nyanyian, salah satu tarian dan nyanyian adalah tari Ula-ula Lembing, tarian ini
ditarikan oleh 12 orang atau lebih berputar-putar ke sekeliling panggung bagai
ular. Tarian ini harus dibawakan dengan penjiwaan yang lincah dan ceria.
Tarian Ula – ula Lembing ini termasuk tarian gembira yang biasanya di
gunakan dalam acara perkawinan, tetapi tarian ini bukan termasuk ritual adat
perkawinan Aceh Tamiang. Kesenian tari Ula – ula Lembing ini sendiri
memiliki arti – arti di setiap lirik dan pergerakannya, bermakna manusia harus
bekerja keras dan tidak cepat putus asa dalam mendapatkan pasangan
hidupnya.

11
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak pulau oleh karena itu
sudah sewajarnya memiliki berbagai suku yang tersebar di pulau-pulau
Indonesia, salah satunya ialah suku Tamiang yang dibahas pada makalah
ini, suku Tamiang merupakan suku yang berada di antara Provinsi Aceh
dan Provinsi Sumatra Utara serta memiliki kebudayaan-kebudayaan yang
mempunyai daya tariknya sendiri.

B. Saran

Sebagai warga Indonesia kita harus menjunjung tinggi semboyan bangsa


Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika apa bila diterjemahkan per kata,
kata bhinneka berarti beraneka ragam, kata tunggal berarti satu, kata ika
berarti itu, secara harfiah bhineka tunggal ika berarti beraneka itu satu
yang memiliki makna berbeda-beda tapi tetap satu meskipun Indonesia
memiliki berbagai suku namun kita tetap satu yaitu Indonesia

12
DAFTAR PUSTAKA

Setiawan, Samhis. “Suku Tamiang” Sejarah & (Mata Pencaharian –


Kekerabatan – Bahasa – Agama – Kepercayaan). Dikutip 03 November 2019 dari
gurupendidikan : https://www.gurupendidikan.co.id/suku-tamiang-sejarah-mata-
pencaharian-kekerabatan-bahasa-agama-kepercayaan/

Kabupaten Aceh Tamiang. Dikutip 03 November 2019 dari wikipedia :


https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Aceh_Tamiang

Daftar kecamatan dan gampong di Kabupaten Aceh Tamiang. Dikutip 03


November 2019 dari wikipedia :
https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kecamatan_dan_gampong_di_Kabupaten_Ac
eh_Tamiang

Suku Tamiang di Kabupaten Aceh Tamiang. Dikutip 03 November 2019 dari


repositoryusu :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/63055/Chapter%20II.pdf?
sequence=3&isAllowed=y

Bab I Pendahuluan. Dikutip 03 November 2019 dari elibunikom :


https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/459/jbptunikompp-gdl-muhammadre-22914-
5-unikom_m-i.pdf

13
PERTANYAAN MENGENAI SUKU TAMIANG
1. Di mana batas-batas wilayah suku Tamiang?
2. Apa mata pencaharian suku Tamiang?
3. Bagaimana sistem kekerabatan suku Tamiang?
4. Mengapa dalam sistem kepercayaan suku Tamiang mayoritas menganut
agama Islam?
5. Kapan tari ula-ula lembing ditampilkan
JAWABAN MENGENAI SUKU TAMIANG
1. Di utara batas wilayahnya : Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa dan
Selat Malaka. Di timur batas wilayahnya : Kabupaten Langkat (provinsi
Sumatra Utara) dan Selat Malaka. Di Selatan batas wilayahnya :
Kabupaten Langkat (provinsi Sumatra Utara) dan Kabupaten Gayo Lues.
Di Barat batas wilayahnya : Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Gayo
Lues.
2. Suku Tamiang umumnya hidup dari hasil sawah, ), suku Tamiang juga
mengerjakan ladang serta bagi masyarakat yang bertempat tinggal di
pinggiran sungai dan di muara-muara yang menonjok ke arah laut
berprofesi sebagai nelayan.
3. Hubungan kekerabatan dalam masyarakat ini disimpulkan dalam motto
yakni utang sama ditanggung, malu sama ditudung, baik pihak laki-laki
maupun pihak perempuan harus sama-sama menanggulangi beban
kekerabatan salah satu contohnya ialah dalam perkawinan yang
dijodohkan.
4. Daerah yang pertama kali didatangi Islam adalah pesisir Sumatera, dan
Islam tersebar di pulau Sumatra melalui perdagangan oleh karena itu, suku
Tamiang mayoritas memeluk agama Islam dipengaruhi sejarah masuknya
Islam di Indonesia
5. Tarian Ula – ula Lembing ini termasuk tarian gembira yang biasanya
digunakan dalam acara perkawinan, tetapi tarian ini bukan termasuk ritual
adat perkawinan Aceh Tamiang

14

Anda mungkin juga menyukai