Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL KALIMANTAN TIMUR

Disusun untuk memenuhi tugas Makalah Kelompok


Dalam mata kuliah Pendidikan Kebudayaan
Daerah

Dosen Pengampu : Melyani Sari Sitepu S.Sos., M.Pd

Disusun Oleh
Kelompok 4

Delia Kurniawan 1902090115


Khafifa Adha Yuni 1902090117
Rotua Simarmata 1902090118
Silvia 1902090145

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH

DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya Tim
Penulis dapat menyelesaikan Makalah Budaya dan Kearifan Lokal Kalimantan Timur ini
pada matakuliah “Pendidikan Kebudayaan Daerah” dalam keadaan sehat dan tepat waktu
tanpa hambatan suatu apapun.

Dan terimakasih penulis ucapkan kepada Dosen pengampu matakuliah Melyani Sari
Sitepu S.Sos., M.Pd yang telah mengarahkan dan membimbing Tim Penulis. Dan terimakasih
kepada rekan-rekan yang membantu menyelesaikan makalah ini dan juga beberapa sumber
referensi sehingga makalah ini selesai dengan tepat waktunya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan oleh sebab itu, penulis meminta kritik dan saran kepada pembaca untuk
memperbaiki makaalah ini agar menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua. Terimakasih.

Medan, Maret 2021

Tim Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang..............................................................................................4
Rumusan masalah.........................................................................................4
Tujuan 4

BAB 2 PEMBAHASAN

Unsur- unsur Budaya Kaltim........................................................................5


Kearifan lokal Kaltim...................................................................................7
Melestarikan Budaya Kaltim........................................................................8

BAB 3 PENUTUP

2
Kesimpulan........................................................................................12
Saran..................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kalimantan Timur (dan Kalimantan Utara) dapat dikatakan sebagai ladang bahasa dan
sastra lokal yang sangat subur. Bagaimana tidak, di wilayah yang memiliki luas 1,5 kali
Pulau Jawa dan Madura itu terdapat 42 bahasa daerah, baik bahasa daerah pribumi
(misalnya bahasa Paser, bahasa Kutai, bahasa Tidung, bahasa Ken yah, bahasa Lundayeh,
bahasa Benuaq, bahasa Punan Long Lancim, dan bahasa Long Pulung) maupun bahasa
daerah pendatang (misalnya bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa Bugis).
Berbeda dengan bahasa daerah pendatang yang ditangani oleh Balai Bahasa atau
Kantor Bahasa di daerah asalnya, bahasa daerah pribumi ditangani khusus oleh Kantor
Bahasa Provinsi Kalimantan Timur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang
pengkajian, pengembangan, pelindungan, pembinaan, dan pemasyarakatan terhadap
bahasa dan sastra, khususnya bahasa dan sastra daerah di wilayah Kalimantan Timur.
Salah satu alternatif penanganan.terhadap bahasa dan sastra daerah yang digiatkan oleh
Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur adalah mengadakan penelitian dan
pendokumentasian bahasa-bahasa daerah secara tuntas dan menyeluruh.
Pada masa sekarang kearifan lokal di sejumlah daerah mulai terkikis terutama di
kalangan generasi muda yang lebih berkiblat pada pola modernisasi. Pola modemisasi
lebih mengutamakan keuntungan ekonomi secara ins tan dan teknologi tanpa
mempertimbangkan kearifan lokal yang telah tumbuh dan berakar sebagai kekayaan
budaya warisan leluhur.

1.2 Rumusan Masalah


1. Unsur – unsur budaya apa saja yang ada di Kalimantan Timur ?
2. Jenis – jenis Kearifan Lokal apa saja yang terdapat di Kalimantan Timur ?
3. Bagaimana cara melestarikan kebudayaan di Kalimantan Timur?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Unsur-unsur budaya yang ada di Kalimantan Timur
2. Untuk mengetahui Jenis-jenis kearifan lokal yang terdapat di Kalimantan Timur
3. Untuk mengetahui cara melestarikan kebudayaan di Kalimantan Timur

4
BAB II
PEMBAHASA
N

2.1 Unsur – Unsur Budaya Kalimantan Timur

Wilayah Kalimantan Timur dahulu mayoritas adalah hutan hujan topis. Terdapat
beberapa kerajaan yang berada di Kalimantan Timur. Masyarakat asli Kalimantan Timur
adalah Suku Kutai dan Dayak. Dahulu kala, suku ini merupakan sebuah kesatuan masyarakat
yang hidup di pesisir sungai mahakam. Tetapi sejak masuknya agama islam ke Kalimantan
Timur, terjadi pro dan kontra sehingga masyarakat asli kalimantan timur terpecah menjadi
dua kubu yaitu masyarakat yang menerima islam dan menetap di pesisir (Kutai) dan
masyarakat yang pindah ke pedalaman dan mempertahankan kepercayaan lama mereka
(Dayak) Suku Kutai merupakan masyarakat asli Kalimantan Timur yang menetap di pesisir
dan terkena pengaruh agama islam. Akibatnya, suku bersifat lebih terbuka dan ramah
terhadap pendatang tetapi cukup individualis akibat pengaruh modernisme kota besar,
memiliki kepala suku yang berderajad tinggi dan penyederhanaan ornamen menjadi bentuk-
bentuk tanaman.
Suku Dayak adalah masyarakat Kalimantan Timur yang tetap mempertahankan
kebudayaan lama dan pindah ke pedalaman. Suku ini cukup sensitif terhadap pendatang
tetapi bila lebih mengenal, masyarakan dayak merupakan suku yang baik dan ramah,
memiliki Raja tetapi tidak terlihat perbedaan status dengan masyarakat biasa dan masih tetap
mempertahankan ornamen ornamen asli mereka yang bermotif manusia dan hewan.

1. Bahasa yang digunakan


Aspek budaya berupa dimensi bahasa menunjukkan beberapa temuan yang
khas Bahasa daerah digunakan hampir disegala aspek kegiatan seperti di rumah dan
ladang. Dalam penggunaan bahasa sehari-hari, ada suatu ciri khas yang mudah
dimengerti oleh orang-orang di luar pemakai bahasa dayak. Ciri-cirinya adalah
pemakaian kata ai dihampir setiap katanya. Seperti kata “Tuan” menjadi Tuai, “Ibu”
menjadi Inai, “Bapak” menjadi Apai.
Selain ciri khas tersebut, dalam bahasa dayak juga ditemukan tingkatan-
tingkatan dalam penggunaan bahasa, meskipun tidak serumit seperti dalam bahasa
Jawa. Ada kalanya seseorang harus menggunakan kata atau bahasa halus, seperti
apabila hendak berbicara dengan orang tua atau orang yang belum dikenal. Seperti
kata nuan yang artinya “kamu”, dipakai untuk berbicara dengan orang yang
dihormati, seperti kepada orang tua, kepala adat, tuan rumah, dan sebagainya. Namun,
apabila berbicara dengan kawan seusia atau orang yang lebih muda dan sudah akrab,
cukup menggunakan kata dek/dik atau kau yang artinya “kamu”.

2. Kepercayaan / Mitos
Pagi-pagi buta, Keling turun dari ruai. Menginjak anak tangga, ia dengar bunyi
burung ketupung. Tidak di kiri, tidak di kanan, sehingga ia bimbang apa arti tanda
burung. Peduli amat, pikirnya. “Yang penting, hari ini aku berhasil menangkap rusa
istimewa.” (Putra, 2015: 6-7) Kutipan tersebut menggambarkan bahwa masyarakat
5
dayak sangat percaya dan mahir membaca tanda-tanda burung. Jika bunyi yang
dihasilkan terdengar di sebelah kanan, dipercaya akan ada pertanda atau hal baik yang
menimpa orang tersebut. Namun apabila bunyi yang dihasilkan terdengar disebelah
kiri, maka akan ada musibah yang menimpa orang tersebut. Dalam aktivitas seperti
bercocok tanam, mengayau, berburu, masyarakat harus mendengarkan petunjuk suara
burung. Sebab ada tanda tertentu yang diberikan oleh burung dan memiliki makna
tersendiri.

3. Adat istiadat
Masyarakat Dayak ada yang sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun prinsip yang dianut Dayak adalah betungkat ke adat basa, bepegai ke
pengatur pekara yang berarti “menjunjung tinggi hukum adat, berpegang teguh pada
keadilan”. Adat istiadat adalah aturan yang lazim dituruti dan dilakukan sejak dahulu
kala yang mengatur tentang kehidupan manusia.
Sebagaimana remaja pada waktu itu, Kumang, Lulong, dan Inai Abang pun
berbicara tentang siapa yang akan menjadi pendamping masingmasing. Tentunya
idaman hati adalah bujang berani, yang selain sakti mandraguna juga tampan lagi baik
hati. Namun, karena di-umbung sampai datang haid, gadis-gadis itu belum pernah
mengenal laki-laki secara rinci (Putra, 2015: 10). Kutipan tersebut menggambarkan
bahwa adat atau kebiasaan Dayak terhadap gadis remaja pada waktu itu harus
diumbung.
Umbung adalah membatasi pergaulan antara gadis remaja Iban dan pria
hingga menemukan jodohnya.

4. Mata Pencaharian
Masyarakat suku dayak juga memiliki mata pencaharian yang menjadi pokok
penghidupan masyarakat. Berbagai sumber daya alam diberdayakan untuk memenuhi
kehidupan sehari-hari. Empat macam mata pencaharian yang menggambarkan
kehidupan masyarakatnya antara lain menganyam, berburu, berladang, dan
mengumpulkan hasil hutan.

5. Pengetahuan
Dimensi pengetahuan masyarakat meliputi sistem pengetahuan mengenai sistem
ruang konsep tempat tinggal, sistem pengobatan tradisional, dan sistem pertanian
dengan ladang berpindah.

6. Kesenian
Bentuk kesenian suku Dayak tidak bisa dilepaskan dari sejarah sosiologisnya.
Berawal dari masyarakat primitif yang menganut animisme dan dinamisme. Kesenian
yang menonjol dari suku Dayak adalah seni sastranya. Seperti sastra lisan yang
meliputi sabak, jaku entelah, jaku dalam, sampi, dan pelandai. Suku Dayak juga
terkenal dengan senjata tradisionalnya berupa sumpit dan mandau. Hasil kerajinan
tangan yang indah seperti tangkin, gerunong, lupong. Ada juga alat musik
tradisionalnya yang meliputi engkerumong dan kelontak.

6
2.2 Kearifan Lokal Kalimantan Timur

Terkait dengan relevansi kearifan lokal dan dinamika perilaku ekologis masyarakat
Dayak Benuaq dalam mengelola lingkungan hutan. Kepercayaan yang ada di masyarakat
Benuaq memandang hutan dan sungai sebagai “tetangga” yang merupakan tempat roh leluhur
tinggal sehingga keeratan hubungan yang selaras antara manusia dengan hutan dan sungai
adalah penting. Ada dewa penjaga hutan dan yang memberikan hutan pada mereka, sehingga
berakibat buruk jika seseorang menyakiti hutan.
Sebaliknya hutan akan memberikan kebaikan jika manusia menjaga hutan terutama
species tertentu dengan baik pula. Nilai (value) tentang hutan dan sungai didasarkan atas
fungsi hutan dan sungai dalam menjaga kualitas hidup masyarakat dalam bertahan hidup
(survival), keber-lanjutan tersedianya sumber daya (sustainable), fungsinya sebagai tempat
aktivitas spiritual dan perekat sosial. Hutan tidak dinilai dari nilai keuntungan ekonomis saja,
karena itu hutan dianggap bukanlah komoditas tapi merupakan bagian integral dari siklus
hidup mereka. Karakteristik hutan tropis Kalimantan dahulu menurut para tetua, memiliki
vegetasi yang rapat dan bervariasi dengan sungai-sungai yang melintasi pulau ini.
Menurut sebagai besar narasumber menyatakan bahwa keberadaan kebudayaan Dayak
Benuaq setidaknya sangat dekat dengan irama kehidupan hutan dan sungai dan erat kaitannya
dengan kayu Ulin. Selain keyakinan bahwa kayu ulin merupakan vegetasi yang baik bagi
resapan air di hutan. Species kayu ulin yang dahulu sangat banyak didapati di hutan
Kalimantan, kini adalah species langka yang sulit diperoleh masyarakat Benuaq yang
menjadikan kayu tersebut sebagai bagian penting upacara adat. Pengalihan fungsi hutan dan
semakin menyempitnya akses pemeliharaan hutan bagi mereka. Berkurangnya persediaan
kayu ulin yang berkesinambungan menurut beberapa nara sumber adalah seperti kehilangan
simbol eksistensi ritual religius karena kerajinan dan perlengkapan dari kayu ulin (patung,
pakaian kayu, senjata) digunakan sebagai bagian dari upacara keagamaan, adat dan
pemujaan.
Berkurangnya lahan hutan dan rusaknya ekosistem hutan salah satunya terjadi karena
yang dipicu aktivitas perusahaan konsesi di luar komunitas benuaq. Perusahaan tersebut
menurut pandangan tetua telah mengambil ulin skala besar dan turut mencabut tanaman
belukar/bawah lain di luar itu, sehingga sumber makanan bagi manusia dan hewan ikut
hilang, termasuk tanaman makanan hewan liar dan sagu hutan yang turut musnah. Temuan
dalam pengamatan tercatat bahwa di daerah Jahab dan Pondok Labu di Kutai Kertanegara,
pemukiman komunitas Dayak Benuaq adalah desa sederhana dengan rumah semi permanen
yang terbuat dari sebatang kayu ulin untuk satu rumah selama beberapa generasi.
Meskipun kini rumah lebih dibuat untuk keluarga tunggal, maka rumah lamin
semakin jarang. Rumah panjang/Lamin adalah rumah adat keluarga besar. Sirap (atap)
berasal dari batang pohon ulin, yang menjaga sirkulasi udara dengan baik. Kayu diambil dari
hutan seperlunya dalam skala terbatas. Penghormatan untuk kayu ulin adalah penghormatan
atas leluhur. Tekstur yang bervariasi dan kekuatannya membuat kayu ulin sangat bernilai.
Pohon ulin hanya hidup di lingkungan yang terjaga baik, hutan yang lebat dengan vegetasi
rapat, kelembaban sepanjang musim dan butuh ratusan tahun untuk memperoleh bentuk dan

7
ketinggian tertentu. Pohon keramat karena roh leluhur tinggal, dan tidak boleh diperjual
belikan di luar desa adat.
Jika akan menebang maka dilakukan “Mekanyahu” upacara minta ijin penjaga hutan
termasuk penghuni pohon ulin. Pohon ulin hanya ditebang dengan tidak mencabut akar
sehingga pohon akan cepat memperbaiki sendiri dan tumbuh kembali. Realita saat ini pohon-
pohon ulin yang semula telah dijaga beratus tahun dari generasi ke generasi ini, dalam
sepuluh tahun terakhir lebih di bawah kekuasaan perusahan konsesi hutan.
Perilaku pemanfaatan lahan non hutan primer dilakukan bersama/ komunal
disesuaikan dengan aturan adat. Simpukq (kebon hutan) menyediakan pohon buah-buahan,
kelapa, kemiri, kopi dan karet dengan variasi pohon obat-obatan, racun alam dan pohon buah-
buahan adalah bukti kehidupan organik masyarakat lokal Benuaq. Ini merupakan gambaran
teraplikasikannya sistem agroforestry berkelanjutan.
Ada sistem bercocok tanam berpindah di area ladang penanaman, yang ditanam
bermacam varietas padi tanpa irigasi, yang mengikuti alur siklus tanam berpetak-petak sesuai
masanya. Pada sistem ini padi gogorancah ditanam tanpa menggunakan pestisida maupun
pupuk kimia tapi menghasilkan padi yang baik. Lahan ini ada beberapa yang diseling dengan
tanaman singkong atau sayuran konsumsi. Dan nampak ada beberapa petak lahan dibiarkan
tak ditanami setelah beberapa tahun ditanami padi.
Sebenarnya ini dilakukan agar lahan yang ditidurkan sementara akan kembali siap
ditanam kembali setelah unsur hara permukaan tanah terjaga kembali. Penggunaan umaq,
lahan cadangan hutan didasarkan pengetahuan lokal bahwa tingkat kesuburan tanah berbeda,
iklim mikro berbeda dan siklus penanaman untuk memisahkan regenerasi hutan ke dalam
lima fase penanaman yaitu: lapisan muda (kurat uraq), lapisan tua (kurat tuha), hutan
sekunder muda (kurat batang muda), hutan sekunder tua (kurat batang tuha) dan hutan primer
(bengkar). Hingga pada akhirnya ladang akan di siklus kembali menjadi hutan primer setelah
100-200 tahun kemudian.

2.3 kelestarian kebudayaan kalimantan timur


Budaya bangsa adalah suatu tradisi baik itu berupa kegiatan atau perbuatan yang sudah
ada sejak dahulu kala dan diwariskan secara turun temurun kepada generasi penerusnya.
Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang kaya akan budayanya. Mulai dari
keanekaragaman suku, bahasa, tarian, berbagai macam rumah adat, senjata tradisional, music
tradisional, pakaian adat, dan sebagainya. Pakaian adat suatu daerah merupakan symbol atau
ciri khas dari daerah tersebut. Pakaian adat atau yang biasa disebut pakaian tradisional dari
masing-masing provinsi ini memiliki suatu cerita masing-masing, Warna dan rancangan
pakaiannya sangat indah. Pakaian khas tersebut selain indah juga mempunyai arti tertentu.
Untuk saat ini pakaian adat banyak yang tidak dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Biasanya pakaian adat digunakan saat upacara adat, upacara perkawinan dan saat
memperagakan tarian atau pertunjukan daerah. Berikut ini beberapa nama pakaian adat di
Indonesia. Biasanya dalam acara pernikahan, pakaian antara laki-laki dibedakan, mulai dari
bentuk, hingga hiasannya.
Kebudayaan di indonesia sangat beragam, berbagai jenis etnis dan budaya ada
indonesia salah satunya ada di kalimantan timur, beragam jenis adat dan etnis yang harus di
lestarikan dan di kembangkan ke seluruh dunia agar dapat di kenal sebagai cagar budaya, cara

8
melestarikan kebudayaan kalimantan timur dapat di lakukan dengan cara menggelar adat-adat
lokal setempat dan di warisi ke penerus bangsa agar dapat selalu di ingat.
Secara umum cara melestarikan budaya dapat di lakukan dengan cara berikut:
1. Mempelajari budaya kalimantan timur
2. Memperkenalkan budaya kalimantan timur ke pada orang lain
3. Memperkenalkan budaya kalimantan timur ke negara lain
4. Tidak terpengaruh budaya asing

9
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kebudayaan kalimantan timur sangat beragam banyak suku dan budaya di sana dan
masih terjaga tatanannya sampai saat ini. Meskipun banyak budaya asing masuk ke indonesia
namun kaltim tetap mejaga tradisi kebudayaanya sampai terkenal ke negara lain.

SARAN
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, dan bisa menjadi ilmu yang
dapat di kembangkan dan di sebar luaskan.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://media.neliti.com/media/publications/123504-ID-none.pdf
https://ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2019/08/Mikahel%20Antonius
%20(08-26-13-10-54-07).pdf

11

Anda mungkin juga menyukai