Oleh:
Muhammad rifan maulana
Kelas: XII IPS5
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, saya ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah tentang Suku Dani dengan baik.
Adapun makalah tentang Suku Dani ini telah saya usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya tidak lupa menyampaikan
bayak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam
pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu dengan lapang dada dan tangan terbuka saya membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin membero saran dan kritik kepada saya sehingga saya dapat
memperbaiki makalah tentang Suku Dani ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah tentang Suku Dani
ini dapat memperluas pengetahuan kita mengenai adat kebudayaan suku-suku di
Indonesia terhadap pembaca.
i
DAFTAR ISI
i
BAB I
PENDAHULUAN
i
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah
Bagaimana mengetahui lebih dalam Suku Dani dilihat dari :
a. Lokasi dan lingkungan alam
b. Bahasa
c. Latar belakang sejarah
d. Mata pencaharian
e. Organisasi sosial
f. Religi
g. Perubahan
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih dalam Suku
Dani dengan melihat dari :
a. Lokasi dan lingkungan alam
b. Bahasa
c. Latar belakang sejarah
d. Mata pencaharian
e. Organisasi sosial
f. Religi
g. Perubahan
i
c. BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
4. Sistematika Penulisan
d. BAB II PEMBAHASAN
1. Lokasi dan lingkungan alam
2. Demografi
3. Bahasa
4. Latar belakang sejarah
5. Mata pencaharian
6. Religi
7. Perubahan
e. BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
f. Daftar Pustaka
i
BAB II
PEMBAHASAN
i
2.2 Bahasa
Orang dani mempunyai bahasa sendiri yaitu bahasa Dani yang termasuk
rumpun bahasa Papua. Peter J. Silzer membagi bahasa Dani menjadi bahasa Dani
Barat dan baasa Dani Lembah Besar. Bahasa Dani Barat didukung oleh sekitar
129.000 penutur. Mereka tersebar dalam wilayah kabupaten Jayawijaya dan
Kabupaten Paniai, yaitu di kecamatan-kecamatan Karubaga, Bokondini, Kelila,
Tiom, Sinak, Ilaga,Mulia, dan Ilu. Bahasa Dani Lembah Besar didukung oleh
sekitar 10.000 penutu, berdiam dalam tiga kecamatan di Kabupaten Jayawijaya,
yaitu di Kecamatan Wamena, Asalogaima, dan Kurima. Silzer tidak menyebut
Kecamatan Kurulu, padahal orang Dani merupakan penduduk mayoritas kecamatan
ini; yaitu 10.345 jiwa orang Dani diantara 15.651 penduduk Kecamatn Kurulu.
Tahun 1993 P. J. Silze membagi bahasa Dani Lembah Besar ini menjadi tiga dialek,
yaitu dialek Dani Lembah Besar Atas (20.000 penutur), Dani Lembah Besar Tengah
(50.000 penutur), dan dani Lembah Besar Bawah (20.000 penutur).
i
Mereka tidak menyebut dirinya roang “Dani”, bahkan tidak senang
menggunakan nama tersebut. Mereka menyebut dirinya nit Balimege, artinya “kami
orang Balim”. Kata Dani pertama-tama digunakan oleh Le Roux, pimpinan
ekspedisi Belanda-Prancis tahun 1926, karena orang Moni menyebut “Ndani”
terhadap tetangganya di lembah Balim ini. Orang Dani itu sendiri baru ditemukan
Ladang tempat bercocok tanam terdapat di areal yang datar atau di lereng-
lereng bukit. Ladang itu ada yang berdekatan dan ada yang jauh dengan tempat
kediaman mereka. Betapapun luasnya, ladang diberi pagar yang kukuh untuk
menghindari masuknya babi yang merusak tanaman.
Kini rumah adat honai tidak hanya dijadikan sebagai rumah tinggal masyarakat Papua saja, tetapi
juga dijadikan sebagai objek wisata.
i
wanita tampak merajut semacam benang untuk “tas-jala” yang disebut noken.
Noken menjadi wadah untuk membawa hasil ladang, bayi, yang semuanya di
dukung di punggung dan tali noken itu disangkutkan di kepala. Di atas kepala masih
ada bawaan lain yang dijunjung.
Pada masa terakhir, mereka juga sudah mengenal dan menanam ubi kayu,
keladi, jagung, kedelai, kacang tanah, kopi, apel. Tanaman sayuran ialah bayam,
cabai, buncis, wortel, bawang daun, bawang merah, mentimun, kentang, kubis,
terong, sawi, dan tomat. Tanaman baru ini dijual untuk kebutuhan para pendatang
terutama di pasar Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya. Pada masa terakhir,
mereka juga sudah diperkenalkan tanaman padi yang pada tahun 1985 sudah ada 9
hektar sawah.
Kebutuhan lain adalah garam. Daerah pedalaman ini dikaruniai sumber air
asin, yang di Kecamatan Kurulu gterdapat di atas puncak bukit berupa sebuah
kolam atau telaga. Air ini dijadikan garam. Cara membuat garam itu dengan
merendam pelepah pisang ke dalam sumber air asin itu dalam jangka waktu
tertentu. Pelepah pisang yang telah diresapi air asin itu diikat dan dibawa pulang ke
rumah lalu dijemur. Setelah kering, pelepah pisang dibakar dan abunya yang terasa
asin itu digunakan sebagai garam.
i
2.5 Organisasi Sosial
Sistem kekerabatan orang Dani berdasarkan prinsip patrilineal. Kelompok
kerabat terkecil yang umum adalah sebuah keluarga luas virilokal (virilocal
extended family), yang terdiri dari seorang suami dengan seorang atau beberapa
istri, anak-anaknya serta saudara-saudara yang lain.
Dalam lingkup keluarga inti atau keluarga luas ada pembagian kerja, antara
lain pembagian kerja berdasarkan seks. Dalam keluarga inti khususnya, isteri atau
wanita lebih berperan dalam bidang logistik, sedang suami atau pria lebih berperan
dalam bidang pertahanan. Peranan berdasarkan seks ini rupanya dilatar belakangi
oleh adanya tradisi “perang” di masa lalu. Ketika kini, tradisi perang itu sudah
hilang, pembagian kerja tadi masih tampak dalam kehidupan mereka.
Dalam pertanian ladang, ternak, dan pekerjaan dalam rumah tangga, porsi
pekerjaan isteri atau wanita tampak lebih besar daripada suami atau pria. Kaum pria
sekarang yang tidak lagi berurusan dengan tradisi “perang” tampak seperti lebih
banyak “menganggur”.
Keadaan di atas ini menyebabkan kaum wanita merasakan bebanya terlalu
berat. Ia tidak mampu mengasuh anak dalam jumlah yang besar. Itulah sebabnya
para ibu hamil seringkali nekat melakukan aborsi dengan cara-cara tradisional yang
merusak kesehatan. Akibatnya kondisi fisiknya menjadi semakin lemah. Ada pula
dugaan, bahwa beban yang berat itu seolah-olah menjadi alasan bagi isteri untuk
membenarkan atau mengharapkan suaminya kawin lagi. Dengan demikian beban
pekerjaan yang berat tadi terbagi kepada isteri-isteri yang lain.
Proses perkawinan dan perceraian dari keluarga-keluarga yang berpoligami
ini juga tampaknya tidak sulit. Seorang pria di Kurulu mengakui pernah kawin lima
kali, yang akhirnya tinggal dua isteri. Perkawinannya dengan isteri yang kedua pada
awalnya “dicemburui” oleh isteri pertama, tapi akhirnya hubungan antara dua
wanita yang bermadu itu menjadi rukun-rukun saja. Perkawinan, sang suami justru
mendapat informasi dari isteri pertama bahwa ada wamita yang ingin dikawin
i
dengannya. Perceraian pun tampaknya mudah terjadi. Sang suami menceraikan
isteri karena alasan bahwa sang isteri malas bekerja atau berbuat serong dengan pria
lain. Perkawinan atau perceraian ini ada kaitannya dengan pemilikan babi.
Perkawinan itu terjadi berdasarkan kemampuan membayar sejumlah babi untuk
mas kawin. Perceraian yang menyebabkan bekas isteri kawin dengan orang lain,
menyebabkan bekas suami mendapat babi sebanyak yang pernah dibayarnya
dahulu. Laki-laki yang berbuat serong juga harus membayar denda berupa babi
kepada suami wanita yang digaulinya.
2.6 Religi
Dalam kaitan dengan sistem kepercayaan, orang Dani sangat percaya
kepada roh-roh (mogat) orang yang telah meninggal. Roh itu berada di sekitar
tempat kediaman keluarganya juga. Seperti halnya manusia, roh itu dapat melihat,
berbicara, berbuat baik atau jahat, menolong atau menyebabkan kematian seseorang
di medan perang. Seperti manusia biasa roh itu membutuhkan makanan dan
i
minuman. Bila seseorang sakit atau kecelakaan, atau ternak (babi) sakit, roh itu
dapat diminta tolong untuk menyembuhkan melalui suatu upacara. Dalam rangka
upacara itu dipotong babi dan sebagian dari daging itu untuk mogat.
Selain percaya kepada roh, mereka juga percaya kepada benda-benda
seperti batu pipih (keneke). Batu pipih ini diyakini sebagai pusat segala roh otang
yang meninggal. Batu yang ukurannya sekitar 10 cm x 40 cm bersama benda sakral
lainnya, seperti kayu pemukul, jala-jala gendongan, disimpan di dalam ruang
khusus di dalam pilamo, yang dikeluarkan setiap ada upacara khusus (ebe ako), atau
pada pesta babi. Upacara khusus tadi adalah upacara inisiasi, perkawinan, upacara
untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup. Upacara yang diadakan
sekali dalam 4-5 tahunitu ditandai dengan pemotongan ratusan ekor babi. Selain
kepercayaan asli itu banyak di antara mereka yang sudah menganut agama Katolik
dan Protestan.
Kepercayaan kepada roh tadi rupanya terkait pula dengan bentuk rumah
(honai) yang terurai di atas. Rupanya honai yang tertutup, tanpa jendela, ventilasi,
yang hanya dengan pintu kecil dan rendah, adalah untuk menghindari masuknya
roh-roh jahat, yang bisa membuat mereka sakit atau mati. Itulah sebabnya mereka
tidak mudah diajak berdiam dalam rumah ‘kotak” yang ada jendela atu ventilasi.
Mereka beranggapan atau yakin dari celah jendela atau ventilasi itu akan masuk roh
jahat tadi. Padahal dalam kenyataanny, dalam honai yang pengap tadilah, mereka
dihinggapi banyak macam penyakit, misalnya “infeksi saluran pernapasan atas”
yang paling banyak dialami oleh para Dani di Kurulu. Namun, bagi mereka
menderita penyakit semacam itu tidak dianggap sakit.
Bagi mereka, babi merupakan binatang sakral, di samping sebagai mas
kawin, alat pembayar denda. Ada informasi, di mana seorang ibu tampak
menggendong anak babi sambil menyusuinya agar anak babi itu cepat gemuk,
sementara anaknya sendiri yang masih kecil berjalan kaki di sampingnya. Babi juga
menjadi salah satu simbol kekayaan. Babi itu disembelih hanya pada waktu pesta
atau upacara; sedangkan pada hari biasa bila mereka ingin makan daging babi,
mereka membelinya. Babi itu dianggap sebagai binatang perkasa, dan
i
keperkasaannya itu tampak waktu menangkapnya yang dilukiskan dalam
permainan rakyat yang dinamakan wam helo.
2.7 Perubahan
Setelah Irian Jaya (Papua) masuk ke dalam kekuasaan RI (1963)
pembangunan masyarakat Dani khususnya mulai dilaksanakan secara bertahap.
Daerah sekitar pegunungan Jayawijaya berstatus sebagai sebuah Kabupaten dengan
ibu kota Wamena. Tahun 1971 di Wamena dibuka lapangan terbang, sehingga
Jayapura-Wamena dapat dicapai dalam waktu setengah jam. Kabupaten Jayawijaya
umumnya kini memiliki 57 lapangan terbang, terdiri atas delapan milik pemerintah
dan 49 milik swasta. Selanjutnya kawasan lembah Balim ini mendapat penerangan
listrik, kendaraan mobil mulai masuk. Pada tahun 1980 masyarakat kota Wamena
dapat menikmati siaran TV dan hubungan telpon dengan Jakarta dan daerah lain.
Kini jalan raya yang menghubungkan Jayapura-Wamena, sepanjang 400 kilometer,
sudah dapat dijangkau oleh kendaraan beroda empat atau setidaknya kendaraan
roda dua. Prasarana dan sarana transportasi ini akan menjadi salah satu faktor bagi
orang dani meninggalkan zaman batu dan menyongsong masuknya modernisasi.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Penutup
Setiap suku di suatu daerah pasti memiliki ciri khas kebudayaannya masing-
masing. Ciri ini membedakan satu suku dengan suku yang lainnya. Hal yang sama
juga terlihat pada suku Dani. Dari hasil pembahasan di atas, penulis menyimpulkan
bahwa suku Dani memiliki kekayaan etnografi yang bernilai tinggi. Semuanya
nampak jelas dalam berbagai segi kehidupan masyarakatnya, misalnya dalam
bidang pertanian. Sejak dulu masyarakat Dani sudah mengenal cara berkebun yang
sangat maju. Hal ini terbukti lewat cara pembuatan bedeng-bedeng yang dilengkapi
i
dengan parit-parit di pinggirnya untuk mempermudah irigasi. Hal lain juga bisa
terlihat dari cara mereka membuat rumah yang diatur sedemikian rupa sehingga
membentuk kompleks pemukiman yang rapi.
Ketika berhadapan dengan arus modernisasi, suku Dani tetap berusaha
mempertahankan ciri khas budayanya, meskipun terjadi banyak perubahan dalam
seluruh aspek kehidupan. Perubahan yang dimaksud menyebabkan terjadinya
asimilasi, inkulturasi dan konfrontasi dengan budaya setempat. Jika dilihat secara
sepintas maka kehidupan suku Dani yang sekarang sudah mulai berbeda dari
kehidupan beberapa generasi suku Dani terdahulu. Meskipun demikian, ada tradisi-
tradisi tertentu yang masih dilaksanakan dan dipertahankan keasliannya.
3.2 Saran
1. Bagi Pemerintah
Dalam rangka meningkatkan dan mengangkat budaya daerah
diantaranya budaya Suku Dani hendaklah pemerintah memperhatikan
keberadaan budaya di daerah tersebut dengan memperkenalkan dalam
pertunjukan nasional baik seni tari maupun seni pahat patung sebagai aneka
ragam budaya Indonesia yang di kenal di mancanegara dan salah satu
penghasil devisa negara.
2. Bagi Guru
Dengan adanya keanekaragaman budaya daerah diharapkan dapat
memiliki manfaat langsung maupun tidak langsung untuk memperkaya
bahan kajian dalam proses pendidikan dan dapat mengkontruksi
pengetahuan melalui pengalaman belajar yang tepat.
3. Untuk siswa
Memberikan nuansa baru dalam menambah wawasan pengetahuan
yang memungkinkan siswa berkesempatan untuk memperbaiki cara dan
sikap dalam memahami budaya daerah yang beraneka ragam sebagai
budaya nasional dan menumbuhkan rasa persatuan kebangsaan.
i
DAFTAR PUSTAKA
Heider, K. G. (1970). The Dugum Dani A Papuan Culture in the Highlands of West
New Guinea. Chicago : Aldine
Koentjaraningrat, dkk. (1993). Masyarakat Terasing di Indonesia. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama
Silezer, P. J. (1991). Index of Irian Jaya Languages. Universitas Cendrawasih dan
Summer Institute of Linguistics
Swasono, M. F et al. (1994). Masyarakat Dani Kecamatan Kurulu, Kabupaten
Jayawijaya, Irian Jaya : Adat-Istiadat dan Pengaruhnya terhadap
Kesehatan (Makalah, pada Seminar Prilaku dan Penyakit dalam Kontek
Perubahan Sosial)