Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH

PENGATAR ANTROPOLOGI
JUDUL ; TRADISI POTONG JARI SUKU DANI JAYAWIJAYA

PENYUSUN
NAMA : JULIYANTO .C. WAYEGA
PRODI : FISIPOL
JURUSAN : ADM. NEGARA
SEMESTER ; DUA (2)

DOSEN PENGAJAR: WIESJE FERDINANDUS. S.SOS

UNIVERSITAS VICTORY SORONG


TAHUN AJARAN 2016
KATA PENGATAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang
telah melimpahkan Rahmat dan Anurganya, Sehingga penyusunan tugas
makalah PENGATAR ANTROPOLOGI, dapat terselesai dengan baik tanpa
kendal, Saya menyadari bahwan dalam penyusunanlaporan ini tidak lepas
dari dukungan berbagai pihak.

Dalam penyusunan tugas makalah PENGATAR ANTROPOLOGI masih


banyak kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan,
Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat
diharapkan demi kesempurnaan laporan ini.

Demikian kata pengantar ini saya buat, kepada seluru pihak yang
telah membantu saya dalam pembuatan tugas ini saya ucapakan terima
kasih

Hormat saya

JULIYANTO

Penulis
DAFTAR ISI

Kata pengatar..........................................................................................

Daftar isi..................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belangkan........................................................................................

Rumusan masalah.........................................................................................

Tujuan penulisan...........................................................................................

BAB II

PEMBAHASAN

Suku Dani di Jayawijaya..............................................................................

Budaya potong jari suku Dani.......................................................................

Pandangan Ilmu Pengetahuan terhadap Budaya Potong


Jari..........................

BAB III

Penutup

Kesimpulan.................................................................................................

Saran........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki etnis dan budaya yang beragam dari Sabang


sampai Merauke,bahkan budaya di Indonesia sebagai objek wisata yang
menguntungkan negara. Ihromi (1999) Kebudayaan adalah seluruh cara
kehidupan dari masyarakat yang mana pun dan tidak hanya mengenai
sebagian dari cara hidup itu yaitu bagian yang oleh masyarakat dianggap
lebih tinggi atau lebih diinginkan.Bila disesuaikan dengan antropologi
sosial maka kebudayaan itu bersifat relativisme yaitu berdasarkan
pendapat masyarakat yang mengalami atau masyarakat yang memiliki
kebudayaan.
Kebudayaan sangat penting di dalam kehidupan manusia hal ini didukung
dengan pendapat Ihromi (1999) karena kebudayaan mewujudkan suatu
integrasi,maka perubahan pada satu unsur sering menimbulkan pantulan
yang dahsyat dan kadang-kadang pantulan itu terjadi pada bidang-bidang
yang sama sekali tidak disangkasemula.Papua merupakan salah satu
pulau yang masih mengikat erat budayanya,walaupun di pulau ini
terdapat kota (Jaya Pura) namun masih terdapat daerah-daerah tertentu
yang masih hidup dengan kebudayaan tanpa dipengaruhi oleh budaya
asing. Kebudayaan memotong jari sebagai ungkapan kesedihan dan
pencegahan terjadi kembali tidak dapat ditemukan di kebudayaan di
daerah lain.Pemotongan jari tangan ialah menghilangkan sebuah organ
tubuh yang akan berpengaruh terhadap kesehatan seseorang.

Rumusan masalah

Melihat salah satu kebudayaan yang masih ada tetapi tidak lazim
dilakukan masyarakat Wamena dalam memaknai duka cita, yakni
memotong jari yang dimiliki saat keluarga dekat meninggal, maka dalam
makalah akhir ini perumusan masalah yang akan dikaji yaitu :

1. Bagaimana kebudayaan potong jari yang dilakukan masyarakat suku


Dani di Wamena yang dijadikan sebagai simbol duka cita keluarga ?
2. Bagaimana pandangan ilmu pengetahuan terhadap kebudayaan
potong jari yang dilakukan masyarakat suku Dani di Wamena ?

3. Apa solusi lain yang dapat dilakukan masyarakat setempat agar


kebudayaan potong jari tidak lagi dilakukan untuk memaknai duka cita ?

Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah akhir ini adalah untuk


menganalisis kebudayaan potong jari yang ada dalam masyarakat suku
Dani di Wamena, untuk menganalisis pandangan ilmu pengetahuan
terhadap kebudayaan potong jari yang berlaku di Wamena, serta
menganalisis solusi lain yang dapat dilakukan oleh masyarakat setempat
agar kebudayaan potong jari tidak lagi dilakukan untuk memaknai duka
cita.
BAB II

PEMBAHASAN

Suku Dani di Jayawijaya

Berbagai suku telah menetap di wilayah kabupaten Jayawijaya ini, 3


(tiga) suku besar diantaranya adalah Suku Dani, Suku Yali, dan Suku
Ngalum. Masing-masing suku memiliki kebudayaan yang khas yang
berbeda satu dengan lainnya, namun yang serupa dari ketiganya adalah
kedekatan mereka dengan alam dan kepercayaan bahwa hidup baik dapat
diperoleh bila keseimbangan dapat dicapai. Berbagai upaya yang tidak
lazim pun dilakukan dan sudah menjadi kebudayaan oleh masyarakat di
masing-masing suku tersebut, seperti perang (gambar 1) orang Dani,
dimana tujuan utamanya adalah pada pencapaian keseimbangan dengan
cara meniadakan unsur-unsur pengganggu yang mengancam
ketenangan, kebudayaan potong jari yang dilakukan oleh suku Dani yang
dijadikan sebagai simbol duka cita yang mendalam bila saudara terdekat
meninggal, dan sebagainya.

Suku Dani merupakan sebuah suku yang mendiami satu wilayah di


Lembah Baliem (gambar 2), suku ini telah dikenal sejak ratusan tahun
lalu sebagai petani yang terampil dan mampu menggunakan alat atau
perkakas pertanian. Tidak hanya itu, masyarakat pun telah mengenal
teknologi penggunaan kapak batu, pisau yang dibuat dari tulang binatang,
bambu, serta tombak yang dibuat menggunakan kayu galian yang kuat
dan berat. Saat ini, masyarakat suku Dani masih banyak mengenakan
koteka[1] yang terbuat dari kunden atau labu kuning dan para wanita
menggunakan pakaian wah[2] dan tinggal di honai-honai[3]. Kebudayaan-
kebudayaan suku seperti upacara besar dan keagamaan serta perang
suku masih dilaksanakan meskipun tidak sebesar dahulu.
Suku Dani ini merupakan salah satu Suku Terbesar yang mendiami
Wilayah Pegunungan Tengah Papua. Selain Suku Dani, Wilayah
Pegunungan Tengah Papua didiami pula oleh suku lain seperti suku Ekari,
suku Moni, suku Damal, suku Amugme, dan beberapa sub suku lainnya.
Sebagian besar masyarakat suku Dani ini menganut agama Kristen. Selain
menganut agama Kristen, adapula masyarakat yang menganut agama
Islam, tetapi beberapa penduduk yang berada di tempat yang lebih
terpencil di daerah bukit-bukit masih berpegang teguh kepada
kepercayaan yang ditinggalkan oleh nenek moyang mereka dan percaya
terhadap rekwasi[4].
Kondisi topografi tempat tinggal Suku Dani ini terdiri dari gunung-gunung
tinggi dan sebagian puncaknya bersalju dan terdapat lembah-lembah
yang luas. Nama Dani dari suku Dani sendiri bermakna orang asing, yaitu
berasal dari kata Ndani, akan tetapi karena ada perubahan fenom N
hilang dan menjadi Dani. Sebagian besar masyarakat lebih senang disebut
suku Parim. Suku ini sangat menghormati nenek moyangnya dan mereka
biasanya melakukan upacara pesta babi sebagai penghormatan. Sub
bahasa ibu yang digunakan oleh suku Dani ada tiga sub bahasa dan
secara keseluruhan ketiganya termasuk bahasa-bahasa kuno yang
kemudian seiring perjalanan waktu memecah menjadi berbagai varian
bahasa yang dikenal sekarang ini di masyarakat Papua. Sub bahasa ibu
terebut diantaranya adalah Sub keluarga Wano, Sub keluarga Dani Pusat
(terdiri atas logat Dani Barat dan logat lembah Besar Dugawa), serta Sub
keluarga Nggalik Dugawa. Oleh sebab itu, bahasa suku Dani termasuk
keluarga bahasa Melansia dan bahasa Papua tengah (secara umum).

Budaya potong jari suku Dani

Berbagai kebudayaan serta adat istiadat yang unik dimiliki oleh


suku Dani di Wamena, diantaranya untuk menghormati nenek moyang,
sebagian besar masyarakat Suku Dani membuat lambang nenek moyang
yang disebut Kaneka dan adanya Kaneka Hagasir[5]. Selain itu, suku Dani
memiliki kebudayaan yang khas untuk menunjukkan kesedihan dan rasa
duka cita saat ditinggalkan anggota keluarga yang meninggal dunia.
Masyarakat suku ini tidak hanya menangis, namun juga memotong jari
sebagai simbol duka cita. Bila ada anggota keluarga atau kerabat dekat
yang meninggal dunia seperti suami, istri, ayah, ibu, anak dan adik,
masyarakat suku ini diwajibkan memotong jari mereka. Masyarakat ini
beranggapan bahwa memotong jari (gambar 3) adalah simbol dari sakit
dan pedihnya seseorang yang kehilangan anggota keluarganya. Namun,
pemotongan jari juga diartikan sebagai upaya untuk mencegah terulang
kembali malapetaka yang telah merenggut nyawa seseorang di dalam
keluarga yang berduka.
Pemotongan jari ini pada umumnya dilakukan oleh kaum Ibu suku
Dani(gambar 4), namun ada juga pemotongan jari yang dilakukan oleh
anggota keluarga dari pihak laki laki. Bagi masyarakat, jari diartikan
sebagai simbol kerukunan, kebersatuan dan kekuatan dalam diri manusia
maupun sebuah keluarga yang saling bekerjasama membangun kekuatan
agar dapat berfungsi dengan baik dan sempurna. Apabila salah satu
ruasnya hilang tentu kerja dari sepasang tangan tak dapat bekerja
maksimal melakukan tugasnya. Sehingga hilangnya salah satu bagiannya
maka hilanglah komponen kebersamaan dan berkuranglah kekuatan
tangan itu.

Selain masyarakat memotong jari mereka sebagai symbol duka cita,


alasan lain masyarakat suku tersebut melakukan kebudayaan potong jari
adalah Wene opakima dapulik welaikarek mekehasik atau pedoman
dasar hidup bersama dalam satu keluarga, satu marga, satu honai
(rumah), satu suku, satu leluhur, satu bahasa, satu sejarah/asal-muasal,
dan sebagainya, dan karena pemotongan jari tersebut menurut
kepercayaan Masyarakat disana sebagai upaya untuk mencegah kejadian
yang telah merenggut nyawa salah satu keluarga yang sedang berduka.

Tradisi Potong Jari di Papua sendiri dilakukan dengan berbagai cara, yakni
menggunakan benda tajam seperti pisau, kapak atau parang; menggigit
ruas jarinya hingga putus; dan dengan mengikat jarinya dengan seutas
tali sehingga aliran darah terhenti dan ruas jari menjadi mati baru
kemudian dilakukan pemotongan jari. Sebelum pemotongan jari dilakukan
, jari diikat dengan string[6] selama 30 menit. Setelah di amputasi, ujung
jari boleh dikeringkan sebelum dibakar dan abunya dibakar dan dikubur di
area khusus.
Kini budaya potong jari yang menjadi kebudayaan suku Dani di Wamena
ini sudah ditinggalkan dalam beberapa dekade belakangan ini, sehingga
jarang ditemui masyarakat suku Dani yang masih melakukan adat istiadat
kebudyayaan ini. Hal ini disebabkan oleh pengaruh agama yang telah
masuk hingga ke pelosok daerah di Papua. Namun, di sebagian tempat,
kebudayaan masih dilakukan oleh orang-orang yang tinggal di pedalaman
hutan Papua.

Pandangan Ilmu Pengetahuan terhadap Budaya Potong Jari

Sebagai ungkapan kesedihan bila anggota keluarga meninggal


dunia,sesuai dengan budaya Kabupaten Wamena khususnya suku Dani,
memotong salah satu jarinya sebagai lambang dukacita juga
mempercayai agar kejadian yang serupa tidak terulang lagi. Jari mudah
terluka, dan patah jari tangan adalah beberapa luka traumatis yang paling
umum yang terlihat di ruang darurat. Mungkin jumlah patah tulang jari
hingga 10% dari semua kasus patah tulang. Karena jari tangan digunakan
untuk banyak kegiatan sehari-hari, mereka berisiko lebih tinggi daripada
bagian lain dari tubuh untuk luka trauma, termasuk cedera olahraga,
cedera di tempat kerja, dan kecelakaan lainnya.[7]Sebuah jari terdiri dari
3 bagian tulang yaitu Distal phalange (ruas paling atas), Medial phalange (
ruas tengah), Proximal phalange (ruas bawah).Antara ruas dihubungkan
dengan sendi engsel tulang yaituDistal
interphalangeal (menghubungkan Distal phalange dengan Medial
phalange), proximal interphalangeal (menghubungkan Medial
phalangedengan Proximal phalange).

Suku Wamena memotong jari tangan di sekitar Medial phalange , bahkan


ada yang memotong tepat pada proximal interphalangeal . Pemotongan
dilakukan dengan benda tajam atau mengikat jari yang mau dipotong
dengan benang sampai jaringannya mati kemudian dipotong. Jari
merupakan organ yang sangat penting dalam aktivitas kehidupan yang
memengaruhi keberhasilan sebuah gerakan. Berdasarkan hasil
wawancara, laki-laki diperbolehkan memiliki lebih dari satu istri
sedangkan ketua adat sendiri diwajibkan memiliki istri lebih dari dua
dikarenakan seorang istri memiliki tugas masing-masing. Bahkan pernah
ditemui ada laki-laki yang mempunyai dua belas isteri. Apabila memilki
istri yang banyak, kemungkinan jari yang dipotong akan semakin banyak
pula. Pada kasus suami yang beristeri dua belas, kemungkinan jari orang
tersebut akan habis dipotong karena banyaknya anggota keluaga.

Pemotongan jari ini yang kemudian akan menyulitkan dalam melakukan


aktivitas-aktivitas sederhana, seperti sulit untuk mengambil makanan
dengan tangan juga sendok sehingga lambat laun nutrisi atau kadar gizi
tidak sesuai dengan yang tubuh butuhkan, atau ketika sidik jari
kemungkinan ketiga organ jari yang dibutuhkan tidak mencukupi. Hal ini
didasarkan pada hasil wawancara yang juga dikatakan kalau daerah
Wamena sudah memiliki sistem pemerintahan namun kekuasaan dan
tingkat kepercayaan lebih mendominasi atau lebih besar terhadap ketua
adat. Apabila melakukan amputasi atau potong jari dengan sendiri tanpa
saran dokter, kemungkinan akan mengubah struktur pertumbuhan dan
perkembangan organ lain manakala kondisi organ dapat membahayakan
keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain
seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi atau tetanus.
Apabila pemotongan dilakukan sendiri tidak tertutup kemungkinan alat
yang digunakan tidak sterill sehingga dapat menyebabkan penyaki
tetanus. Tetanus adalah penyakit akut, bahkan fatal, yang disebabkan
oleh toksin/racun yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium
tetani. Bakteri tetanus banyak ditemukan di tanah, debu, pupuk, kotoran
manusia, kotoran hewan, dan sampah. Gejala yang timbul pada awalnya
adalah sakit kepala, gelisah, nyeri pada otot rahang yang kemudian diikuti
rasa kaku (trismus), demam, otot perut mengeras, kejang, dan akhirnya
pada seluruh tubuh. Gejala ini biasanya mulai terjadi 8 hari setelah tubuh
terkena infeksi dan akan menyerang selama 3 hari sampai 3 minggu.
Nyeri pada tulang rahang dan gigi seringkali membuat pasien sulit untuk
membuka mulutnya atau untuk menelan makanan, dan akhirnya dapat
mengakibatkan kematian akibat sesak atau sukar bernafas. Tetanus
sendiri tidak dapat ditularkan antara sesama manusia.
Umumnya penyakit tetanus mudah menyerang pada mereka yang belum
pernah menerima vaksinasi tetanus atau pada mereka yang pernah
mendapatkan vaksinasi namun lebih dari 10 tahun yang lalu. Pasien yang
terkena penyakit tetanus harus dirawat di rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan yang intensif. Kuman dapat masuk melalui luka
pada tubuh, misalnya luka tusuk atau luka iris yang dalam dan kotor, luka
tusukan akibat duri, paku yang berkarat, atau benda-benda lain yang
menyebabkan luka. Juga bisa karena luka kena peluru, pisau, gigitan
hewan, atau tindik yang dibuat dengan jarum yang kotor[8]. Kurangnya
akses kesehatan di daerah ini akan mempermudah penyakit ini untuk
menyebar dalam tubuh.
Masyarakat Wamena dalam Mengatasi Duka Cita

Masyarakat memiliki cara tersendiri dalam mengatasi kesedihan atau


kedukaan dalam hidupnya. Salah satu cara yang unik yaitu pada
masyarakat Wamena. Berikut cara tersebut :

Potong Jari

Tradisi potong jadi biasanya di lakukan saat keluarga atau kerabat


terdekat (suami, anak, orangtua dan saudara kandung). Hal tersebut
merupakan cara mereka mengungkapkan kasih sayang dan kepedihan
saat mereka kehilangan orang yang paling mereka sayangi. Mereka
beranggapan bahwa dengan menotong jari akan mencegah malapetaka
yang telah merenggut keluarganya terulang kembali. Bagi Suku Dani, jari
bisa diartikan sebagai simbol kerukunan, kebersatuan dan kekuatan dalam
diri manusia maupun sebuah keluarga. Jari saling bekerjasama
membangun sebuah kekuatan sehingga tangan kita bisa berfungsi dengan
sempurna. Kehilangan salah satu ruasnya saja, bisa mengakibatkan tidak
maksimalnya tangan kita bekerja. Jadi jika salah satu bagiannya
menghilang, maka hilanglah komponen kebersamaan dan berkuranglah
kekuatan. Tradisi Potong Jari dilakukan dengan berbagai cara, mulai
menggunakan benda tajam seperti pisau, kapak atau parang, dengan
menggigit ruas jarinya hingga putus, mengikatnya dengan seutas tali
sehingga aliran darahnya terhenti dan ruas jari menjadi mati kemudian
baru dilakukan pemotongan jari. Selain itu, terdapat juga tradisi yang
dilakukan dalam upacara berkabung, yaitu tradisi mandi lumpur.

Kurban Babi

Kurban babi dilakukan untuk mempersembahkan kurban dan


sesajian untuk dewa dan roh roh yang mereka percayai. Hal tersebut
dilakukan untuk menghindari malapetaka dan kejadian yang tidak
diinginkan datang kembali, seperti kematian, nasib sial atau kurang
beruntung. Setelah babi dipotong, maka akan dimakan bersama dengan
penduduk

Alternatif Memaknai Ungkapan Duka Cita

Budaya potong jari di Wamena dianggap tidak lazim dan kurang


tepat dalam menyikapi duka cita serta memiliki beberapa kerugian
terhadap tubuh manusia. Berbagai kerugian yang dapat terjadi yaitu,
pergerakan jari tanganakan tidak leluasa, tidak nyaman, serta
mengganggu aktivitas manusia, apalagi jika seluruh jari terpotong.
Anggota tubuh yang lengkap tak terkecuali jari tangan memiliki fungsi
yang penting bagi seluruh aktivitas manusia. Selain itu penguunaan cara
dan alat yang kurang tepat akan mengakibatkan infeksi dan tetanus pada
jari.

Dari uraian di atas, maka solusi yang dapat diberikan yaitu dengan kurban
babi ataupun hewan lainnya yang penting (sakral). Hal tersebut karena
peran babi sangat penting bagi masyarakat Wamena. Agar lebih efektif,
penyuluh dapat melakukan pendekatan terlebih dahulu dengan kepala
suku, karena jika kepala suku menerima saran ini maka kemungkinan
besar akan diterima oleh penduduk sekitar. Hal tersebut karena kepala
suku memiliki kekuasaan dan dipercaya oleh penduduknya. Sosialisasi
dapat dilakukan pada saat ada acara perkumpulan perkumpulan seperti
acara adat bakar batu dalam acara santai yaitu dalam perkumpulan yang
dapat mempererat solidaritas antar warga.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Masyarakat suku Dani di Wamena memiliki kebudayaan yang unik


yaitu, pada saat menghadapi kesedihan atau kedukaan, mereka
memotong jari sebagai simbol duka cita tersebut, misalnya bila ada
anggota keluarga atau kerabat dekat yang meninggal dunia. Hal tersebut
diwajibkan karena merupakan simbol dari sakit dan pedihnya seseorang
yang kehilangan anggota keluarganya. Selain itu, diartikan juga sebagai
upaya untuk mencegah terulang kembali malapetaka yang telah
merenggut nyawa seseorang di dalam keluarga yang berduka.

Budaya potong jari memiliki beberapa kerugian, antara lain akan


mengganggu aktivitas manusia dikarenakan jari merupakan salah satu
anggota tubuh manusia yang penting. Selain itu, pemotongan
menggunakan benda dan cara yang kurang tepat akan mengakibatkan
infeksi dan tetanus.

Babi memiliki peran yang sangat penting bagi masyarakat suku Dani,
antara lain sebagai lambang status sosial keluarga di Wamena,pembayar
denda, mas kawin, pengungkapan duka cita, dimanfaatkan pada berbagai
upacara adat, alat tukar, pelindung dari nyamuk dan sebagai hiasan.

Saran

Untuk menghilangkan budaya potong jari yang dianggap kurang


tepat dalam menyikapi duka cita, maka masyarakat dapat
mengungkapkan rasa dukacitanya melalui kurban babi ataupun hewan
penting (sakral) lainnya. Agar menjadi lebih efektif dalam penyampaian
saran tersebut, maka penyuluh dapat melakukan pendekatan dengan
kepala suku dan menyosialisasikan pada saat perkumpulan adat yaitu
acara bakar batu.

Anda mungkin juga menyukai