Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH ANTROPOLOGI

PENGARUH ADAT ISTIADAT DAN BUDAYA


TERHADAP KESEHATAN

Disusun oleh:
1.Vira parahita adha (10119042)

2.Raihan Nuryadin (10119012)

3.Nia agustina (10119030)

4.Himatul aliyah (10119031)

5.fazriansyah nurhalim (10119049)

6.chandra widyastuti (10119021)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

STIKES BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA

2019/2020
Makalah Suku Minahasa
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang
sederhana ini dengan tepat waktu dengan judul Kebudayaan Suku Minahasa. Adapun tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Studi Masyarakat
Indonesia sehingga nantinya dapat membantu kita memahami tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan kebudayaan suku minahasa. Penulis mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah banyak memberikan masukan dan bantuan kepada penulis sehingga
tersusunnya makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan
atas keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

Tasikmalaya, 7 September 2020

penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Latar Belakang.....................................................................................................................1

Rumusan Masalah................................................................................................................1

Tujuan penulisan..................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2

Asal usul orang minahasa.......................................................................................................2

Sistem religi...........................................................................................................................6

Upacara adat...........................................................................................................................6

Mata pencaharian....................................................................................................................6

Sistem kekerabatan.................................................................................................................1

Bahasa....................................................................................................................................1

Pemerintahan........................................................................................................................11

Sistem teknologi.....................................................................................................................1

Kesenian.................................................................................................................................2

BAB III PENUTUP..................................................................................................................ii

Kesimpulan...............................................................................................................................iii

Saran.........................................................................................................................................iii

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Masyarakat indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki
keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan di
dalam masyarakat kita terlihat dalam beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak dapat kita
pungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang menjadi sumber
kekayaan bagi bangsa Indinesia.
Tidak ada satu masyarakat pun yang tidak memiliki kebudayaan. Begitu pula sebaliknya
tidak akan ada kebudayaan tanpa adanya masyarakat sehingga kebudayaan dengan
masyarakat sangatlah berkaitan.
Melihat realita bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural maka akan terlihat
pula adanya berbagai suku bangsa di Indonesia. Tiap suku bangsa iniliah yang kemudian
mempunyai ciri khas kebudayaan yang berbeda-beda.suku Minahasa merupakan salah satu
suku bangsa yang ada di pulau Sulawesi. Sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia, suku
Minahsa memiliki kharakteristik yang membedakannya dengan suku lain. Keunikan
kharakteristik suku Minahasa ini tercermin dari kebudayaan yang mereka miliki baik dari
segi agama, mata pencaharian, kesenian dan lain sebagainya.

1.2 Rumusan masalah


1. Menjelaskan kebudayaan suku minahasa

1.3 Tujuan penulisan


1. Mahasiswa mampu mengetahui kebudayaan suku minahasa
2. Mahasiswa mampu mengetahui asal usul kebudayaan suku minahasa
3. Mahasiswa mampu mengetahui system religi yang ada di suku minahasa
4. Mahasiswa mampu mengetahui adat istiadat yang terdaat di suku minahasa
5. Mahasiswa mampu mengetahui mata pencaharian suku minahasa
6. Mahasiswa mampu mengetahui system kekerabatan suku minahasa
7. Mahasiswa mampu mengetahui bahasa yang digunakan suku minahasa
8. Mahasiswa mampu mengetahui pemerintahan yang ada di suku minahasa
9. Mahasiswa mampu mengetahui system teknologi yang ada di suku minahasa
10. Mahasiswa mampu mengetahui kesenian suku minahasa

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asal-usul Orang Minahasa
Daerah Minahasa dari Sulawesi Utara diperkirakan telah pertama kali dihuni oleh
manusia dalam ribuan tahun SM an ketiga dan kedua. orang Austronesia awalnya dihuni
China selatan sebelum pindah dan menjajah daerah di Taiwan, Filipina utara, Filipina selatan,
dan ke Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
Menurut mitologi Minahasa di Minahasa adalah keturunan Toar Lumimuut dan. Awalnya,
keturunan Toar Lumimuut-dibagi menjadi 3 kelompok: Makatelu-pitu (tiga kali tujuh),
Makaru-siuw (dua kali sembilan) dan Pasiowan-Telu (sembilan kali tiga). Mereka dikalikan
dengan cepat. Tapi segera ada perselisihan antara orang-orang. Tona'as pemimpin mereka
bernama kemudian memutuskan untuk bertemu dan berbicara tentang hal ini. Mereka
bertemu di Awuan (utara bukit Tonderukan saat ini). Pertemuan itu disebut Pinawetengan u-
nuwu (membagi bahasa) atau Pinawetengan um-posan (membagi ritual). Pada pertemuan
bahwa keturunan dibagi menjadi tiga kelompok bernama Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan
sesuai dengan kelompok yang disebutkan di atas. Di tempat di mana pertemuan ini
berlangsung batu peringatan yang disebut Watu Pinabetengan (Batu Membagi) kemudian
dibangun.
Kelompok-kelompok Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan kemudian mendirikan
wilayah utama mereka yang berada Maiesu, Niaranan, dan Tumaratas masing-masing. Segera
beberapa desa didirikan di luar wilayah. Desa-desa baru kemudian menjadi pusat berkuasa
dari sekelompok desa disebut Puak, kemudian walak, sebanding dengan kabupaten masa kini.
Ini adalah sembilan sub-etnis di Minahasa, yang menjelaskan jumlah 9 di Manguni Maka-9:
Tonsea, Tombulu, Tontemboan, Tondano, Tonsawang, Ratahan pasan (Bentenan),
Ponosakan, Babontehu, Bantik.
Delapan dari kelompok-kelompok etnis juga kelompok-kelompok linguistik terpisah.
Nama Minahasa itu sendiri muncul pada saat Minahasa berperang melawan Bolaang
Mongondow. Di antara para pahlawan Minahasa dalam perang melawan Bolaang
Mongondow adalah: Porong, Wenas, Dumanaw dan Lengkong (dalam perang dekat desa
Lilang), Gerungan, Korengkeng, Walalangi (dekat Panasen, Tondano), Wungkar, Sayow,
Lumi, dan Worotikan (dalam perang bersama Amurang Bay). Dalam peperangan
sebelumnya, Tarumetor (Opo Retor) dari Remboken mengalahkan Ramokian dari Bolaang
Mongondow di Mangket.

2.2 Sistem religi


Unsur-unsur kepercayaan pribumi yang dapat disaksikan pada orang Minahasa
yangsekarang secara resmi telah memeluk agamaagama Protestan, Katolik maupun
Islammerupakan peninggalan sistem religi zaman dahulu sebelum berkembangnya agama
Kristen.Unsur-unsur ini mencakup : konsep-konsep dunia gaib, makhluk dan kekuatan
adikodrati(yang dianggap “baik” dan “jahat” serta manipulasinya, dewa tertinggi, jiwa
manusia, benda berkekuatan gaib, tempat keramat, orang berkekuatan gaib, dan dunia
akhirat). Unsur-unsur religi pribumi terdapat dalam beberapa upacara adat yang dilakukan
orang yang berhubungan dengan peristiwaperistiwa lingkaran hidup individu, seperti
kelahiran, perkawinan, kematian maupun dalam bentuk-bentuk pemberian kekuatan gaib
dalam menghadapai berbagai jenis bahaya, serta yang berhubungan dengan pekerjaan atau
mata pencaharian. Unsur unsur ini tentu juga tampak dalam wujud sebagai kedukunan(sistem
medis makatana) yang sampai sekarang masih hidup.
Dunia gaib sekitar manusia dianggap didiami oleh makhluk-makhluk halus
sepertiroh-roh leluhur baik maupun jahat, hantu-hantu dan kekuatangaib lainnya. Usaha
manusiauntuk mengadakan hubungan dengan makhluk-makhluk tersebut bertujuan supaya
hidupmereka tidak diganggu sebaliknya dapat dibantu dan dilindungi, dengan
mengembangkansustu kompleks sistem upacara pemujaan yang dahulu dikenal sebagai
na’amkungan atauma’ambo atau masambo.Dalam mitologi orang Minahasa rupanya sistem
kepercayaan dahulu mengenal banyak dewa, salah satunya adalah dewa tertinggi. Dewa oleh
penduduk disebut empung atauopo, dan untuk sewa yang tertinggi disebut opo wailan
wangko. Dewa yang penting sesudahdewa tertinggi ialah karema.Opo wailan wangko
dianggap sebagai pencipta seluruh alam dan isinya yang dikenal oleh manusia yang
memujanya. Karena yang mewujudkan diri sebagai manusia adalahsebagai penunjuk jalan
bagi lumimuut (wanita sebagai manusia pertama) untuk mendapatkanketurunan seorang pria
yang bernama to’ar, yang juga dianggap sebagai pembawa adatkhususnya cara-cara pertanian
yaitu sebagai cultural hero (dewa pembawa adat).Roh leluhur juga disebut opo, atau sering
disebut dotu yang pada masa hidupnya adalah seorang yang dianggap sakti dan juga sebagai
pahlawan seperti pemimpin-pemimpin komunitas besar ( kepala walak dan komunitas desa;
tona’as ). Mereka juga dalam hidupnya memiliki keahlian dan prestasi seperti dalam perang,
keagamaan dan kepemimpinan. Ada kepercayaan bahwa opo-opo yang baik akan senantiasa
menolong manusia yang dianggap sebagai cucu mereka sebagai cucu mereka ( puyun)
apabila mengikuti petunjuk petunjuk yang diberikan.Pelanggaran yang terjadi dapat
mangakibatkan yang bersangkutan akan mengalami bencana atau kesulitan hidup akibat
murka opo-opo, ataupun kekuatan sakti yang diberikan akan hilang. Disamping itu, ada juga
opo-opo yang memberikan kekuatan sakti untuk hal-hal yang tidak baik, seperti untuk
mencuri, berjudi dsb. Konsepsi makhluk halus lainnya seperti hantu ialah panunggu, lulu,
puntianak, pok- pok dsb yang dianggap berada di tempat tertentu dan pada saat dan keadaan
tertentu dapat maengganggu manusia. Untuk menghadapi hal-hal tersebut sangat dirasakan
peranan dariopo-opo yang dapat menghadapi atau mengalahkan mereka atau mengatasi
gangguan dari mereka.Roh (mukur) orangtua sendiri ataupun roh-roh kerabat yang sudah
meninggaldianggap selalu berada di sekitar kelurganya yang masih hidup, yang sewaktu-
waktu datang menun jukkan dirinya dalam bentuk bayangan atau mimpi atau dapat pula
melalui seseorang sebagai media yang dimasuki oleh mukur sehingga bisa bercakap-cakap
dengan kerabatnya.
Mukur yang demikian tidak dianggap berbahaya malahan bisa menolong kerabatnya.
Kepercayaan orang Minahasa bahwa ada bagian tubuh yang mempunyai kekuatan sakti
seperti rambut dan kuku. Binatang-binatang yang memiliki kekuatan sakti sepertiular hitam
dan beberapa jenis burung, terutama burung hantu (manguni). Untuk tumbuh-tumbuhan yang
memiliki kekuatan sakti adalah tawa’ang, goraka (jahe), balacai, jeruk suangidll. Gejala alam
seperti gunung meletus dan hujan lebat bersama petir secara terus-menerus dianggap sebagai
amarah para dewa. Senjata yang dianggap memiliki kekuatan sakti yang harus dijaga dengan
baik adalah keris, santi (pedang panjang), lawang (tombak), dan kelung(perisai). Ucapan
berupa sumpah dan kutukan juga dikenal sebagai kata-kata yang dianggap dapat
mengakibatkan malapetaka, apalagi kalau yang mengatakannya orangtua, kata-katanya
dianggap memiliki kekuatan sakti. Benda-benda jimat baik yang diwariskan orangtua
ataupun yang didapat dari walian atau tona’as yang disebut Paereten Paereten adalah benda-
benda yang kesaktiannya dipercaya yang sampai sekarang masih dipakai.Jiwa yang dianggap
sebagai kekuatan yang ada dalam tubuh manusia yang menyebabkan adanya hidup, rupanya
memiliki konsepsi yang sama dengan jiwa sesudah meninggalkan tubuh karena mati atau roh.
Konsepsi jiwa dan roh ini disebut katotouan. Unsur kejiwaan dalam kehidupan manusia
adalah : gegenang (ingatan), pemendam(perasaan), dan keketer (kekuatan). Gegenang adalah
unsure yang utama dalam jiwa. Pada saat sekarang, sesuai dengan aturan-aturan agama
Kristen, maka konsepsi dunia akhirat (sekalipun untuk mereka yang masih melakukan
upacara-upacara kepercayaan pribumi untuk mendapat kan kekuatan sakti darih makhluk-
makhluk halus) ialah surga bagi yang selamat, serta neraka bagi yang berdosa dan tidak
percaya.
Upacara-upacara keagamaan pribumi masih banyak dilakukan oleh orang minahasa
sebagai perwujudan untuk mengadakan hubungan dengan dunia gaib atau sebagai kelakuan
religi atas dasar suatu emosi keagamaan, upacara-upacara itu diantaranya adalah yang biasa
dilakukan pada malam hari di rumah tona’as atau di rumah orang lain, bisa juga di tempat-
tempat keramat seperti kuburan opo-opo, batu-batu besar dan di bawah pohon besar. Padasaat
tertentu yang dianggap penting upacara dapat dilakukan di Watu Pinabetengan, tempat
dimana secara mitologis paling keramat di Minahasa.Upacara dilakukan pada saat tertentu,
misalnya pada malam bulan purnama. Tokohtradisional yang melakukan dan memimpin
upacara keagamaan pribumi dikenal dengan namawalian, pemimpin upacara dapat dipegang
oleh wanita atau pria.
Agama-agama resmi yang umum diatur oleh orang Minahasa antara lain
Protestan(yang terdiri dari berbagai sekte), katolik dan Islam. Terlepas dari tingkat
kepercayaan perseorangan, unsure-unsur religi pribumi tidak dapat dilepaskan dari
kehidupan keagamaan. Misalnya komponen pribumi terpadu bersama komponen kristenyang
di luar upacara formal gerejani seperti yang terlihat dalam upacara-upacara dari masa hamil
sampai masa meninggal maupun pada perilaku keagamaan sehari-hari. Sebagaimana yang
telah dikemukakan pada contoh sebelumnya dapat dilihat adanya komponen religi pribumi
dalam kebudayaan Minahasa yang secara mendalam telah mengalami perubahan melalui
jalur-jalur kolonialisme, pendidikan formal, dan kristenisasi maupun jalur-jalur kontak atau
difusi budaya lainnya.

2.3 Upacara adat


1.Monondeaga
Upacara adat dari daerah Bolaang Mongondow yang dilaksanakan pada waktu anak
gadis memasuki masa akil baliq yang ditandai dengan datangnya haid pertama. Daun telinga
dilobangi dan dipasangi anting kemudian gigi diratakan sebagai pelengkap kecantikan dan
tanda anak gadis tersebut telah dewasa.

2.Mupuk Im Bene
Upacara adat dari daerah Minahasa berupa pengucapan syukur pallen pactio
Masyarakat membawa/mempersembahkan segantang/sekarung hasil padi bersama asil ladang
lain nya disuatu tempat (lapangan atau dirumah,gereja) untuk didoakan. Dan setiap
rumah/keluarga menyiapkan beragam makanandan makan bersama dengan para tamu dengan
suka ria

3.Metipu
Merupakan upacara adat dari daerah Sangihe Talaud berupa penyembahan
kepadaSang Pencipta alam semesta yang disebut BENGGONA LANGI DUATAN
SALURAN,dengan membakar daun-daun dan akar-akar yang mewangi dan menimbulkan
asap membumbung kehadirat-Nya.

4.Watu Pinawetengan
Tanggal tujuh bulan tujuh tahun dua ribu tujuh saat istimewa bagi
sebagianmasyarakat Minahasa. Pada penanggalan Masehi itu digelarlah upacara adat
WatuPinawetengan, sebuah upacara penuh makna bagi persatuan masyarakat setempat.
WatuPinawetengan adalah warisan leluhur Minahasa dan merupakan bukti bahwa
demokrasidan persatuan sudah ada sejak dahulu.Berdasarkan cerita rakyat, terdapat sebuah
batu besar yang disebut tumotowa yakni batu yang menjadi altar ritual sekaligus menandai
berdiriny permukiman suatu komunitas. Johann Albert Traugott Schwarz, seorang
misionaris Belanda keturunan Jerman, pada tahun 1888 berinisiatif melakukan penggalian di
bukit Tonderukan yang sekarang masuk wilayah kecamatan Tompaso, Minahasa, Sulawesi
Utara (Sulut). Ternyata penggalian berhasil menemukan batu besar yang membujur dari timur
ke barat. Johan Gerard Friederich Riedel yang lahir di Tondano pada tahun
1832,menyebutkan bahwa batu tersebut merupakan batu tempat duduk para leluhur
melakukan perundingan atau orang setempat menyebutnya Watu Rerumeran ne Empung.
Batu tersebut merupakan tempat bagi para pemimpin upacara adat memberikankeputusan
(dalam bentuk garis dan gambar yang dipahat pada batu) dalam hal membagi pokok
pembicaraan, siapa yang harus bicara, serta cara beribadat.Latar belakang itu memberi arah
bahwa sudah ada demokrasi pada jaman dulu. Sejumlah persoalan diselesai- kan dengan
musyawarah sehingga mereka yang terlibat persoalanmeninggalkan Watu Pinawetengan
dengan damai. Inti dari upacara yang diselenggarakan di depan batu besar itu adalah wata' esa
eneyakni pernyataan tekad persatuan. Semua perwakilan kelompok etnis yang ada di Tanah
Toar Lumimut menganarkan bagian peta tanah Minahasatempat tinggalnya dan meletakkan
dibagian tengah panggung perhelatan. Diiringi musik instrumentaliakolintang, penegasan
tekad itu disampaikan satu per satu perwakilan menggunakan pelbagai bahasa di Minahasa.
Setelah tekad disampaikan mereka menghentakkan kaki ketanah tiga kali. Pada penghujung
acara para pelaku upacara bergandengan tangan membentuk lingkaran sembari menyanyikan
Reranian: Royorz endo."Royor endo, ezo e, Maesa-esa lalan ni kita e, Royor endo, ezo e, Sei
si nimalewo,Ya wana ni mengasa- ngasaranmo, Royor endo, ezo e, Mengale-ngalei
umanPakatuan pakalawirenom, Royor endo, ezo e"(Persatukanlah jalan kita. Janganlah ada
yang merusakkan ataupun hanya berpura-pura.Mari memohonkan usia lanjut dan lestari).

5.Upacara Pemakaman
Mula-mula Suku Minahasa jika mengubur orang meninggal sebelum ditanam
terlebihdulu dibungkus dengan daun woka (sejenis janur). Lambat laun, terjadi perubahan
dalam kebiasaan menggunakan daun woka .Kebiasaan di bungkus daun ini berubah dengan
mengganti wadah ronggga pohon kayu atau nibung kemudian orang meninggal dimasukkan
ke dalam rongga pohon lalu ditanam dalam tanah. Baru sekitar abad IX Suku Minahasa mulai
menggunakan waruga. Orang yang telah meninggal diletakkan pada posisi menghadap
keutara dan didudukkan dengan tumitkaki menempel pada pantat dan kepala mencium lulut.
Tujuan dihadapkan ke bagian Utara yang menandakan bahwa nenek moyang Suku Minahasa
berasal dari bagian Utara. Sekitar tahun1860 mulai ada larangan dari Pemerintah Belanda
menguburkan orang meninggal dalam waruga. Kemudian di tahun1870, Suku Minahasa
mulai membuat peti mati sebagai pengganti waruga, karena waktu itu mulai berjangkit
berbagai penyakit, di antaranya penyakit tipus dan kolera.Dikhawatirkan, si meninggal
menularkan bibit penyakit tipus dan kolera melalui celah yang terdapat di antara badan
waruga dan cungkup waruga. Bersamaan dengan itu pula, agama kristen mengharuskan
mayat dikubur di dalam tanah mulai menyebar di minahasa. Waruga yang memiliki ukiran
dan relief umumnya terdapat diTonsea. Ukiran dan relief tersebut menggambarkan berapa
jasad yang tersimpan dalam waruga yang bersangkutan sekaligus menggambarkan mata
pencaharian orang tersebut. Pada awalnya waruga tersebar di seluruh Minahasa. Saat ini
waruga yang tersebar tersebut dikumpulkan di desa Sawangan - Minahasa, yaitu sebuah desa
yang terletak diantara Tondano (ibu kota kabupaten Minahasa) dengan Airmadidi(ibu kota
kabupatenMinahasa Utara). Sampai saat ini waruga merupakan salah satu tujuan wisata
sejarah diSulawesi Utara. (Bagian utara Minahasa).

6.Upacara Pernikahan
Proses Pernikahan adat yang selama ini dilakukan di tanah Minahasa telah mengalami
penyesuaian seiring dengan perkembangan jaman.Misalnya ketika proses perawatan calon
pengantin serta acara “Posanan” (Pingitan) tidak lagi dilakukan sebulan sebelum
perkawinan, tapi sehari sebelum perkawinan pada saat "Malam Gagaren" atau malam muda-
mudi. Acara mandi di pancuran air saat ini jelas tidak dapat dilaksanakan lagi,karena tidak
ada lagi pancuran air di kota-kota besar. Yang dapat dilakukan saat ini adalah mandi adat
"Lumelek" (menginjak batu) dan "Bacoho" karena dilakukan di kamar mandi di rumah calon
pengantin. Dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan sekarangini, semua acara / upacara
perkawinan dipadatkan dan dilaksanakan dalam satu hari saja. Pagi hari memandikan
pengantin, merias wajah, memakai busana pengantin, memaka imahkota dan topi pengantin
untuk upacara "maso minta" (toki pintu). Siang hari kedua pengantin pergi kecatatan sipil
atau departemen agama dan melaksanakan pengesahan /pemberkatan nikah(di gereja), yang
kemudian dilanjutkan dengan resepsi pernikahan. Pada acara in biasanya dilakukan upacara
pperkawinan adat,diikuti dengan acara melempar bunga tangan dan acara bebas tari-tarian
dengan iringan musik tradisional, seperti tari Mengket, Katrili,Polineis,diiringi musik bambu
dan musik kolintang.
Setelah mandi biasa membersihkan seluruh badan dengan sabun mandi lalu mencuci
rambut dengan bahan pencuci rambut yang banyak dijual di toko, seperti shampoo dan hair
tonic. Mencuci rambut "bacoho" dapat delakukan dengan dua cara, yakni cara tradisional
ataupun hanya sekedar simbolisasi.Tradisi : Bahan-bahan ramuan yang digunakan adalah
parutan kulit lemong nipis ataulemong bacoho (citrus limonellus), fungsinya sebagai
pewangi; air lemong popontolen(citrus lemetta), fungsinya sebagai pembersih lemak kulit
kepala; daun pondang (pandan)yagn ditumbuk halus, fungsinya sebagai pewangi, bunga
manduru (melati hutan) atau bunga rosi (mawar) atau bunga melati yang dihancurkan
dengan tangan, dan berfungsi sebagai pewangi; minyak buah kemiri untuk melemaskan
rambut dicampur dengan sedikit perasan air buah kelapa yang diparut halus. Seluruh bahan
ramuan harus berjumlah sembilan jenis tanaman, untuk membasuh rambut. Sesudah itu
dicuci lagi dengan air bersih lalu rambut dikeringkan. Simbolisasi : Semua bahan-bahan
ramuan tersebut dimasukkan ke dalam sehelai kain berbentuk kantong, lalu dicelup ke dalam
air hangat, lau kantong tersebut diremas dan Air nya ditampung dengan tangan, kemudian
digosokkan kerambut calon pengantin sekedar simbolisasi. Lumele’ (Mandi Adat): Pengantin
disiram dengan air yang telah diberi bunga-bungaan warna putih, berjumlah sembilan jenis
bunga yang berbau wangi, dengan memakai gayung sebbanyak sembilan kali disiram diatas
leher kebawah. Secara simbolis dapat dilakukan dengan sekedar membasuh muka oleh
pengantin itu sendiri, kemudian mengeringkan nya dengan handuk yang bersih dan belum
pernah digunakan sebelumnya.

7.Upacara Perkawinan
Upacara perkawinan adat Minahasa dapat dilakukan di salah satu rumah pengantin
pria ataupun wanita. Di Langowan Tontemboan , upacara dilakukan dilakukan dirumah pihan
pria, sedangkan di Tomohon-Tombulu di rumah pihak pengantin wanita. Hal ini
mempengaruhi prosesi perjalan pengantin. Misalnya pengantin pria kerumah pengantin
wanita lalu keGereja dan kemudian ketempat acara resepsi. Karena resepsi/pesta perkawinan
dapat ditanggung baik oleh pihak keluarga priamaupun keluarga wanita, maka pihak yang
menanggung biasanya yang akan memegang komando pelaksanaan pesta perkawinan. Ada
perkawinan yang dilaksanakan secara Mapalus dimana kedua pengantin dibantu oleh
mapalus warga desa, seperti di desa Tombulan. Orang Minahasa penganut agama Kristen
tertentu yang mempunyai kecenderungan mengganti acara pesta malam hari dengan acara
kebaktian dan makan malam. Orang Minahasa di kota-kota besar seperti kota Manado,
mempunyai kebiasaan yang sama dengan orang Minahasa di luar Minahasa yang disebut
Kawanua.
Pola hidupmasyarakat di kota-kota besar ikut membentuk pelaksanaan upacara adat
perkawinan Minahasa, menyatukan seluruh proses upacara adat perkawinan yang
dilaksanakan hanya dalam satu hari (Toki Pintu, Buka/Putus Suara, Antar harta,Prosesi
Upacara Adat di pelaminan). Contoh proses upacara adat perkawinanyang dilaksanakan
dalam satu hari :Pukul 09.00 pagi, upacara Tonki Pintu. Pengantin pria kerumah pengantin
wanita sambil membawa antaran (mas kawin), berupa makanan masak, buah-buahan dan
beberapa helai kain sebagai simbolisasi. Wali pihak pria memimpin rombongan pengantin
pria,mengetuk pintu tiga kali. Pertama :Tiga ketuk dan pintu akan dibuka dari dalam oleh
wali pihak wanita. Lalu dilakukan dialog dalam bahasa daerah Minahasa. Kemudian
pengantin pria mengetok pintu kamar wanita. Setelah pengantin wanita keluar dari
kamarnya, diadakan jamuan makanan kecil dan bersiap untuk pergi ke Gereja. Pukul 11.00-
14.00 : Melaksanakan perkawinan di Gereja yang sekaligus di nikahkan oleh negara, (apabila
petugas catatan sipil dapat datang kekantor Gereja). Untuk itu, para saksi kedua pihak
lengkap dengan tanda pengenal penduduk (KTP), ikut hadir di Gereja. Pukul 19.00 : Acara
resepsi kini jarang dilakukan di rumah kedua pengantin , namun menggunakan gedung /hotel.
Apabila pihak keluarga pengantin ingin melaksanakan prosesi upaccara adat perkawinan, ada
sanggar-sanggar kesenian Minahasa yang daat melaksanakan nya. Dan prosesi upacara adat
dapat dilaksanakan dalam berbagai sub-etnis Minahasa,hal ini tergantung dari keinginan atau
usul keluarga pengantin. Misalnya dalam versi Tonsea,Tombulu,Tontemboan atau pun Sub-
enis Minahasa lainnya. Prosesi upacara adat berlangsung tidak lebih dari sekitar 15 menit,
dilanjutkan dengankata sambutan, melempar bunga tangan, potong kue pengantin , acara
salaman, makan dan sebagai acara terakhir (penutup) ialah dansa yang dimulai dengan
Polineis.

2.4 Mata pencaharian


Di Minahasa, jaringan jalan raya yang tergolong baik, serta adanya pelabuhan
Bitungdan bandar udara Sam Ratulangi, adanya industri-industri kecil, toko-toko besar, dan
kegiatanekonomi modern lainnya sangat mempengaruhi sektor ekonomi pedesaan yang
berpangkal pada sektor pertanian rakyat yang masih bersifat tradisional. Ekonomi pedesaan
merupakan ciri-ciri perilaku petani Minahasa.Minahasa , jaringan jalan yang tergolong baik,
serta adanya pelabuhan Bitung dan bandar udara SamRatulangi, adanya industri-industri
kecil, toko besar maupun kecil di kotsa, dan kegiatan ekonomi modern lainnya memang
sangat erat berhubungan dan sangat mempengaruhi ekonomi pedesaan yang berpangkal pada
sektor pertanian rakyat yang masih tergolong tradisional.ekonomi pedesaan di Minahasa
mempunyai bentuk tersendiri yang menunjukkuan adanya perbedaan-perbedaan dari
masyarakat-masyarakat pedesaan lainnya. Berbagai sarana,prasarana, dan pranata ekonomi di
Minahsa sekarang telah mengalami perkembangan,jauh berbeda dari masa-masa
dahulu.Berbagai pabrik, petokoan, yang menjual barang-barang mewah maupun kebutuhan
sehari-hari, kegiatan-kegiatan perdagangan ekspor dan impor antar pulau maupun lokal
danmasih banyak lagi, semuanya tergolong pada kegiatan ekonomi modern,yang
menunjukkan gejala perkembangan. Khususnya mengenai sektor industri dapat dikemukakan
bahwa bagian terbesar pada industri kecil (sekitar 98%) dan sisanya tergolong pada industri
menengah. Sebagai penunjang sektor perdagangan, maka produksi sektor industri
menunjukkan pertambahan.Dalam sektor pertanian sudah sejak masa sebelum Perang Dunia
II berkembang perkebunan rakyat tanamamn industri,terutama kelapa,cengkeh,kopi,dan pala.
Sekarang perkebunan-perkebunan ini terus mengalami peningkatan intensifikasi dan
ekstensifikasi dengan menggunakan metode dan teknologi pertanian modern. Akhir-akhir ini
komoditi petanian lain yaitu coklat, vanili, jahe putih dan jambu mete mulai digiatkan secara
intensif juga dengan metode dan teknologi pertanian modern.Persawahan menunjukkan pula
adanya gejala-gejala perkembangan dalam upaya peningkatan produksi padi. Perbaikan dan
pembangunan irigasi, penggunaan pupuk dan bibit unggul adalah contoh dari beberapa
perkembangan yang dimaksud. Pertebatan ikan mas dengan mempraktekkan metode baru
(menggunakan air yang mengalir deras ke dalam tebat-tebat yang terbuat dari semen)
dijalankan di banyak desa terutama oleh petani-petani kaya. Perladangan menetap tradisional
(kebun kering) yang umum di Minahasa adalah perladangan jagung, umumnya untuk
konsumsi petani sendiri. Biasanya petani menanam puladalam kebun jagung berbagai jenis
sayur, tanaman bumbu masakan sehari-hari, dan buah-buahan (teruama advokat,pepaya, dan
jenis-jenis jambu air) untuk dikonsumsi sendiri.
Akhir-akhir ini pemerintah daerah telah mengusahakan peningkatan produksi jagung
melalui Proyek Mandiri dikalangan petani, dijalankan dengan penyuluhan dinas pertanian,
untuk dipasarkan melalui Koperasi Unit Desa(KUD). Selain jagung, kebun sering ditanami
pula dengan kacang merah, kacang tanah,kedelai, kacang hijau, dan berbagai jenis ubi.Selain
pengembangan perikanan laut yang dilaksanakan oleh Perikani yang berpusat diAertembaga,
terutama penangkapan dan pengolahan cakalang, nelayan-nelayan tradisiona lmulai
meningkatkan produksi berbagai jenis ikan dan binatang laut dengan menggunakan alat-alat
yang lebih baik maupun dengan apa yang disebut”motorisasi”perahu penangkapan ikan.
Namun demikian, penangkapan jenis binatang laut masih umum dijalankan dengan teknologi
tradisional.teknologi tradisional dipergunakan pula dalam penangkapan jenis-jenis biotik
sumber protein didanau-danau dan sungai-sungai. Di desa-desa sekeliling danau Tondanoada
segolongan penduduk yang khusus menjalankan kegiatan kegiatan menangkap berbagai jenis
ikan dan binatang danau. Golongan nelayan ini mengisi sebagian dari kebutuhan protein
hewani yang dapat diperoleh dipasar-pasar di kota-kota.Hutan merupakan sumber energi
maupun materi untuk berbagi kebutuhan penduduk.Berbagai jenis bahan makanan (binatang
dan tumbuhan) kebutuhan sehari-hari maupun pesta bersumber dari hutan. Jenis-jenis
binatang yang umum dimakan adalah babi hutan, tikus hutan (ekor putih), dan kalong. Lain-
lainnya yang jarang dimakan karena sudah tergolong langka atau tidak umum dimakan oleh
orang Minahasa adalah seperti rusa, anoa, babi rusa,monyet, ular piton, biawak, ayam hutan,
telur burung maleo, dan jenis-jenis unggas liarlainnya. Berbagai jenis tumbuhan liar baik
yang terdapat di hutan maupun lingkungan fisik lainnya merupakan bahan makanan yang
memenuhi kebutuhan sayur-sayuran, terutama pangi, rebung dan pakis.Demikian pula, hutan
menghasilkan berbagai jenis buah-buahan, seperti jenis-jenismangga, pakoba dan kemiri.
Selain itu, enau merupakan sumber nira sebagai minuman yang terkenal di Minahasa
(sanguer) maupun bahan gula merah (Tumbuha ini tumbuh di hutan maupun dikebun) untuk
berbagai kebutuhan kayu sebagai bahan untuk membuat berbagai alat dan bangunan gedung
dan rumah, hutan merupakan sumbernya, Kecuali itu, hutan dan lingkungan-lingkungan fisik
lainnya merupakan tempat bertumbuhnya tumbuh-tumbuhan yang memberi bahan-bahan
untuk berbagai kebutuhan umum seperti rotan, kayu bakar, daun rumbia (bahan atap rumah).
Sayang sekali luas hutan di Minahasa makin berkurang, terutama karena ekstensifikasi
perkebunan cengkeh yang dilakukan oleh penduduk desa maupun penduduk kota.Di daerah
Minahasa menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan sumber yangterbesar, melebihi
126 milyar rupiah (42,36%). Daripadanya subsektor perkebunan adalahyang paling besar dan
sesudahnya adalah subsektor pertanian pangan dan subsektor-subsektor perikanan,
peternakan, dan kehutanan. Ada empat jenis komoditi (kelapa, cengkeh, pala dankopi) dan
satu golongan komoditi lainnya (vanili, jahe putih, dan biji jambu mete) yangsangat penting
bagi perekonomian daerah ini. Bahkan tiga jenis komoditi yaitu kelapa, paladan kopi mengisi
paket ekspor Sulawesi Utara.

2.5 Sistem kekerabatan


Orang Minahasa memegang prinsip keturunan secara bilateral, atau memperhitungkan
hubungan kekerabatan baik dari pihak laki-laki maupun perempuan, dengan jangkauan
kekerabatannya umumnya hanya sampai generasi ketiga. Dalam memilih jodoh, penelusuran
asal-usul biasa dilakukan, untuk memastikan muda-mudi yang hendak terlibat pernikahan
berada di luar jangkauan kekerabatan tiga generasi tersebut.
Setelah menikah, pasangan suami-istri bebas menentukan tempat tinggalnya, baik itu
di lingkungan sang Istri atau suami. Di Minahasa, keluarga inti (saanakan) dapat terdiri dari:
suami-istri ditambah anak-anak kandung (yang belum menikah); dapat pula terdiri dari
suami-istri ditambah anak kandung, anak tiri, atau anak angkat; janda/duda, dengan anak-
anak, baik anak kandung, anak tiri, maupun anak angkat; suami-istri yang tidak mempunyai
anak; atau dapat pula janda/duda yang hidup sendiri.
Dalam satu rumah, ada kalanya terdiri lebih dari satu keluarga inti, karena terkadang
ada saja anak-menantu yang baru menikah, masih mentap satu atap dan satu dapur bersama
orang tua mereka, atau terkadang ada juga saudara lainnya yang masih menumpang, seperti
keluarga adik, keluarga kakak, dan lain sebagainya. Pada tipe keluarga luas seperti ini,
budaya gotong royong biasanya lebih kuat, seperti bekerja di ladang yang sama.
Dalam sistim kekerabatan orang Minahasa, dikenal konsep klen kecil yang disebut
taranak. Setiap taranak dipimpin oleh seorang tua unta ranak, yakni laki-laki yang dianggap
tertua dalam keluarga. Beberapa hal yang menonjol dari konsep taranak di Minahasa adalah
pada bidang warisan,kematian,perkawinan,dan pemilihan kepala desa yang disebut “hukum
tua”.
Dalam pembagian warisan, tanah warisan disebut sebagai kelakeran (milik banyak
orang). Tanah klakeran bisa dibagikan kepada ahli waris untuk dikelola sendiri-sendiri, atau
jika luas tanah tidak mencukupi untuk dibagikan, maka akan dikelola secara bergantian
dengan siklus satu tahunan atau biasa disebut tanah kalakeran pataunen (milik bersama yang
dipakai bergiliran per tahun).
Menyangkut urusan kematian, selain tolong-menolong dalam bentuk tenaga dan
materi untuk anggota kerabat yang meninggal, taranak juga mengenal konsep kuburan famili
(kerabat) dalam lingkup klen kecil, yang biasanya dinamai dengan nama keluarga nenek
moyang mereka, sebagai contohnya adalah kuburan famili Lapisan, kuburan famili Woraang,
dan kuburan famili Warouw. Konsep gotong royong yang serupa juga tercermin dalam
penyelenggaraan pernikahan.
Sementara dalam hal pemilihan kepala desa atau Hukumtua, biasanya terjadi
persaingan antar taranak, di mana taranak yang jumlah anggotanya lebih banyak akan lebih
mudah untuk meraih kemenangan ketika ada salah satu anggota mereka yang mencalonkan
diri.

2.6 Bahasa
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Kota Tomohon selain menggunakan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa percakapan juga menggunakan bahasa daerah Minahasa.
Seperti diketahui di Minahasa terdiri dari delapan macam jenis bahasa daerah yang
dipergunakan oleh delapan etnis yang ada, seperti Tountemboan, Toulour, Tombulu, dll.
Bahasa daerah yang paling sering digunakan di Kota Tomohon adalah bahasa Tombulu,
karena memang wilayah Tomohon termasuk dalam etnis Tombulu. Selain bahasa percakapan
di atas, ada juga masyarakat di Minahasa dan Kota Tomohon khususnya para orang tua yang
menguasai Bahasa Belanda karena pengaruh jajahan dari Belanda serta sekolah-sekolah
zaman dahulu yang menggunakan Bahasa Belanda. Bahasa daerah Minahasa terdiri dari:
1) Tountemboan,
2) Tombulu Tonsea,
3)Toulour (Tondano),
4)Tonsawang,
5) Ratahan,
6)Pasan,
7)Ponosakan,
8)Bantik.

2.7 Pemerintahan
Sejak awal bangsa Minahasa tidak pernah terbentuk kerajaan atau mengangkat
seorang raja sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintah adalah kepala keluarga yang
gelarnya adalah Paedon Tu’a atau Patu’an yang sekarang kita kenal dengan sebutan Hukum
Tua. Kata ini berasal dari Ukung Tua yang berarti Orang tua yang melindungi.Ukung artinya
kungkung = lindung = jaga. Tua : dewasa dalam usia, berpikir, serta didalam mengambil
Kehidupan demokrasi dan kerakyatan terjamin Ukung Tua tidak boleh memerintah rakyat
dengan sewenang-wenang karena rakyat itu adalah anak-anak dan cucu-cucunya, keluarganya
sendiri. Sebelum membuka perkebunan, berunding dahulu dan setelah itu dilakukan harus
dengan mapalus. Didalam bekerja terdapat pengatur atau pengawas yang di Tonsea disebut
Mopongkol atau Rumarantong, di Tolour disebut Sumesuweng. Di Minahasa tidak dikenal
sistim perbudakan, sebagaimana lazimnya di daerah lain pada zaman itu, seperti di kerajaan
Bolaang, Sangir, Tobelo, Tidore dll. Hal ini membuat beberapa dari golongan Walian
Makaruwa Siyow (eksekutif ingin diperlakukan sebagairaja. seperti raja Bolaang, raja
Ternate, raja Sanger) yang mereka dengar dan temui disaat barter bahan bahan keperluan
rumah tangga. Setelah cara tersebut dicoba diterapkan dimasyarakat Minahasa oleh beberapa
walian/hukum tua timbul perlawanan yang memicu terjadinya pemberontakan serentak di
seluruh Minahasa oleh golongan rakyat/Pasiyowan Telu, Alasannya karena, bukanlah adat
pemerintahan yang diturunkan OpoToar Lumimuut, dimana kekuasaan dijalankan dengan
sewenang-wenang. Akibat pemberontakkan itu, tatanan kehidupan di Minahasa menjadi tidak
menentu, peraturan tidak diindahkan Adat istiadat rusak, Perebutan tanah pertanian antar
keluarga. Hal ini membuat golongan makarua/makadua siow (tonaas) merasa perlu
mengambil tindakan pencegahan dengan mengupayakan musyawarah raya yang dimotori
olehTonaas-tonaas senior dari seluruh Minahasa di Watu Pinabetengan.Luas Minahasa pada
jaman ini adalah dari pantai Likupang, Bitung sampai ke muarasungai Ranoyapo ke gunung
Soputan, gunung Kawatak dan sungai Rumbia Wilayah setelah sungai Ranoyapo dan Poigar,
Tonsawang, Ratahan, Ponosakan adalah termasuk wilayah kerajaan Bolaang Mongondow,
sampai kira-kira abad ke-14. Dalam musyawarah yang dihadiri oleh seluruh keturunan Toar
Lumimuut, memilih Tonaas Kopero dari Tompakewa sebagai ketua yang dibantu anggota
Tonaas Muntuuntu dari Tombulu dan Tonaas Mandey dari Tonsea mereka bertugas untuk
konsolidasi ketiga golongan Minahasa tsb.

2.8 Sistem Teknologi


Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi dalam setiap suku bangsa pun
semakin berkembang. Di Minahasa, sama seperti di daerah-daerah lainnya di Indonesia,
sistem teknologi dan penggunaan alat-alat tradisional sudah semakin menghilang diganti
dengan alat-alat modern buatan pabrik. Namun, dalam bagian ini penulis berusaha
memasukkan daftar alat-alat tradisional yang dahulu dipakai oleh masyarakat suku Minahasa
atau mungkin juga masih dikenal atau digunakan oleh masyarakat Minahasa dewasa ini di
tempat-tempat tertentu. Alat-alat tersebut mulai dari alat-alat rumah tangga sampai alat-alat
yang digunakan untuk bekerja dan berperang.
a. Alat-alat rumah tangga: masih sering dijumpai di desa-desa, antara lain nihu
(penampi beras/padi), loto (bakul), poroco (jenis bakul), rueng (belanga), rumping (belanga
goreng),ramporan (dodika/tempat memasak), tempayang (tempayan), mauseu/nuuseu/
naaweyen/ sincom (tempat nira dari bambu), selangka (peti tempat penyimpanan barang
berharga), tape (tikar), patekelan/panteran/koi (tempat tidur), piso (pisau), dan lisung
(lesung).
b. Alat-alat pertanian: beberapa alat yang selalu dipakai penduduk dalam pertanian
seperti, pajeko (bajak), sisir, pacol (pacul),sekop (tembilang), peda (parang), sambel (sabel),
dan pati/tamako (kapak).
c. Alat-alat perburuan: alat-alat yang dahulu sering digunakan dalam perburuan,
antara lain tumbak (tombak), sumpit (senjata untuk burung saja), wetes/dodeso (jerat),
sassambet (semacam jerat), dan sinapang (senapan)..
d. Alat-alat perikanan: alat-alat yang digunakan oleh masyarakat Minahasa yang
berprofesi sebagai nelayan, yakni perahu sampan, perahu giob (lebih besar dari sampan),
pelang (lebih besar dari giob), soma (pukat besar), pukat, hohati (kail), nonae(umpan),
sosoroka (semacam tombak yang khusus dipergunakan di danau), rompong (rumah di atas air
yang telah dipasang dengan jala), sesambe (berbentuk seperti layar kecil untuk menangkap
ikan-ikan kecil), dan sero babu yang telah dianyam untuk membungkus ikan.
e. Alat-alat peternakan: alat-alat yang digunakan dalam beternak. Alat-alat ini tidak
terlalu banyak terdapat di Minahasa dikarenakan peternakan merupakan pekerjaan sambilan
saja. Alat-alat tersebut antara lain: lontang tempat makanan babi,roreongan atau sangkar
ayam.
f. Alat-alat kerajinan: alat-alat yang digunakan dalam kerajinan masyarakat. Alat-alat
ini merupakan campuran dari alat-alat asli buatan orang Minahasa dan alat-alat yang datang
dari luar (yang berbahan logam). Beberapa alat buatan penduduk antara lain,kekendong (alat
pemintal tali yang terbuat dari bambu atau kayu), jarong katu (penjahit atap yang juga dibuat
dari bambu atau kayu), gelondong atau jarong benang bambu, martelu (martil yang dibuat
dari kayu), sarong peda (sarung parang yang terbuat dari kayu, bambu, dan pelepah pinang).
g. Alat-alat transportasi: alat-alat perhubungan yang digunakan oleh masyarakat
Minahasa, antara lain roda sapi, bendi, sampanatau perahu (ada beberapa jenis), dan rakit.
h. Alat-alat peperangan, yakni alat-alat yang dipakai oleh masyarakat Minahasa
dahulu dalam berperang, antara lain kelung(tameng), santi (pedang), kiris (keris), tumbak,
pemukul, tamor (tambur), tettengkoren (tubuh dari bambu), pontuang (alat tiup dari kulit
kerang), kolintang (dibuat dari perunggu yang sama dengan alat musik Gamelan Jawa), dan
gong.
i. Alat-alat untuk menyimpan, antara lain godong (gudang di bagian bawah rumah
untuk menyimpan hasil-hasil produksi), cupa(volumenya hampir tiga liter, terbuat dari
bambu), gantang (volumenya 27 liter, terbuat dari kayu), walosong (tempat menyimpan
makanan, terbuat dari bambu), dan para-para (sejenis meja dari bambu tempat menaruh alat-
alat dapur).

2.9 Kesenian
A. Tarian
1. Tari Mahambak
Tari Mahambak adalah salah satu seni tradisional Bantik — sebuah anak suku yang
memiliki banyak kekhasan . Seni tari yang menjadi sarana pengungkapan peasaan komunal
orang Bantik. Dengan terpencarnya mereka kedalam sejumlah pusat pemukiman-pemukiman
antaranya di Malayang (arah tenggara dari manado), Molas (diutara manado), Ongkaw dan
Boyong (di minahasa selatan), dan lain-lainmereka amat saling merindu. Perjumpaan,
persatuan dan kerukunan menjadi nilai-nilai yang sangat dirayakan serta dijunjung setinggi-
tingginya oleh orang Bantik dari generasi ke generasi.
Nilai-nilai persatuan dan kerukunan itu tercermin sangat jelasnya dalam bait-bait syair
yang dinyanyikan dalam Tari Mahambak. Syair-syair yang digubah para leluhur,
yang karena di zaman dulu itu masih sangat terbatas sarana perhubungan dan apalagi
telekomunikasi, sehingga mereka menghayati keterpencaran komunitas mereka sebagai
masalah sangat besar, mencemaskan, membahayakan, dan amat menyedihkan. Arti harfiah
mahambak ialah begembira dan bersukacita. Bergembira menyambut perjumpaan dan
persatuan. Tari mahambak kemudian menjadi bagian dari setiap upacara atau perayaan yang
membahagiakan, seperti “naik rumah baru”, panen hasil bumi yang melimpah, dan lain-lain.

2. Tari Maengket
Maengket adalah paduan dari sekaligus seni tari, musik dan nyanyi, serta seni sastra
yang terukir dalam lirik lagu yang dilantunkan. Sejumlah pengamat kesenian bahkan
melihat maengket sebagai satu bentuk khas sendratari berpadu opera. Apapun, maengket
memang merupakan sebuah adikarya kebudayaan puncak yang tercipta melalui proses
panjang penyempurnaan demi penyempurnaan.
Maengket sudah ada di tanah Minahasa sejak rakyat Minahasa mengenal pertanian
terutama menanam padi di ladang. Kalau dulu nenek moyang Minahasa, maengket hanya
dimainkan pada waktu panen padi dengan gerakan-gerakan yang hanya sederhana, maka
sekarang tarian maengket telah berkembang teristimewa bentuk dan tariannya tanpa
meninggalkan keasliannya terutama syair/sastra lagunya.
Maengket terdiri dari 3 babak, yaitu:
 Maowey Kamberu
 Marambak
 Lalayaan.
Maowey Kamberu Adalah suatu tarian yang dibawakan pada acara pengucapan syukur
kepada Tuhan yang Maha Esa, dimana hasil pertanian terutama tanaman padi yang berlipat
ganda/banyak. Marambak adalah tarian dengan semangat kegotong-royongan (mapalus),
rakyat Minahasa bantu membantu membuat rumah yang baru. Selesai rumah dibangun maka
diadakan pesta naik rumah baru atau dalam bahasa daerah disebut “rumambak” atau menguji
kekuatan rumah baru dan semua masyarakat kampung diundang dalam pengucapan syukur.
Lalayaan adalah tari yang dilakukan saat bulan purnama Mahatambulelenen, para muda-mudi
melangsungkan acara Makaria’an — mencari teman hidup.
3. Tari Kabasaran
Kabasaran adalah tari perang. Mengangkat atau memuliakan perang ke dalam karya
estetika, itu memberi gambaran tentang masyarakat itu sendiri. Itu ungkapan dari watak dan
nilai-nilai budaya masyarakat.
Ya, berperang memang diluhurkan sebagai krida sangat mulia bagi masyarakat yang
gagah berani serta kokoh membela kebenaran dan keadilan. Dr. A.B.Meyer, seeorang peneliti
sosio-budaya masyarakat Minahasa, dalam sebuah laporannya sampai menarik kesimpulan.
Perang adalah bagian dalam format kebudayaan Minahasa lama.
Seni Tari Kabasaran pun mengabadikan ritual yang di masa lampau memang
dilaksanakan leluhur tou Minahasa setiap kali mereka hendak berperang. Tari Kabasaran
sedemikian akrab dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minahasa lama. Tarian
keprajuritan ini menyemarakkan hampir semua upacara dalam daur hidup manusia. Mulai
dari kelahiran, mengusir roh-roh jahat, perkawinan, hingga pemakaman orang mati.
Demikian pula untuk penjemputan dan pengawalan secara adat bagi petinggi pemerintahan
ataupun tokoh masyarakat. Juga dalam mengantar para pekerja Mapalus menuju tempat kerja.

4.Tari Maselai
Mesalai adalah salah satu jenis tarian tradisional yang berasal dari Provinsi Sulawesi
Utara. Kesenian yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Kepulauan Sangihe Talaud
ini dahulu merupakan bagian dari suatu upacara ritual sebagai perwujudan rasa syukur
kepada Genggona Langi Duatung Saluruang (Tuhan Yang Maha Tinggi Penguasa Alam
Semesta) atas segala anugerah yang telah diberikan-Nya. Namun, seiring dengan
perkembangan zaman dan masuknya agama-agama baru, tari mesalai saat ini juga digunakan
sebagai pelengkap upacara adat dan syukuran, seperti: khitanan, perkawinan, mendirikan
rumah baru, peresmian perahu baru dan lain sebagainya.

Alat Musik
1.Alat Musik Tradisional Kolintang
Alat musik Kolintang adalah alat musik tradisional yang terkenal di daerah Minahasa,
Provinsi Sulawesi Utara. Bahan untuk membuat alat musik tradisional kolintang ini adalah
kayu. Ada Kolintang yang dibuat dari bahan kayu bernama kayu bandaran, kayu wenang, dan
lain sebagainya. Umumnya kayu yang dibuat untuk membuat Kolintang ini adalah kayu-kayu
ringan, namun memiliki serat kayu yang padat. Alat musik kolintang dimainkan dengan cara
dipukul. Bahkan Kolintang ini terkenal dapat mengeluarkan bunyi yang khas karena bisa
digunakan untuk mengeluarkan bunyi nada rendah maupun nada tinggi. Salah satu fungsi
Kolintang adalah mengiringi tari tradisional dari Sulawesi Utara yaitu Tari Lenso dan Tari
Tatengesan.
2. Alat Musik Tradisional Salude
Alat musik yang identik dengan Sulawesi Utara adalah Kolintang. Namun sebenarnya
masih ada alat musik tradisional yang menjadi ciri khas masyarakat Minahasa. Namanya
adalah Salude.
Salude adalah sejenis alat musik tradisional yang dibuat dari seruas bambu. Pada
bagian tengah badan bambu terdapat lubang yang memiliki fungsi sebagai resonator dan
diatasnya dipasang 2 senar yang juga dibuat dari serat ari bambu.
Cara membunyikan alat musik salude adalah dengan cara dipetik atau dipukul dengan
pelepah pinang. Alat musik Salude ini merupakan alat musik sejenis sitar tabung yang
termasuk dalam kelompok ido-kardofon.
3. Alat Musik Tradisional Tetengkoren
Tetengkoren adalah merupakan salah satu alat musik pukul (Diophone) yang terbuat
dari bambu berbentuk tabung bambu. Alat musik ini dipergunakan untuk mengiringi tari
tradisional seperti tari tatengesan atau tari tetengkoren namun secara umum dipergunakan
pula sebagai alat komunikasi didaerah kebun di Sulawesi Utara.
4. Alat Musik Tradisional Momongan
Momongan adalah merupakan alat musik tradisional dari Sulawesi Utara yang lebih
kita kenal dengan nama Gong. Alat musik momongan ini terbuat dari perunggu yang
dibunyikan dengan cara dipukul. Alat musik momongan dipergunakan untuk mengiringi
berbagai tari tradisional dari Sulawesi Utara. Selain alat musik diatas, masih ada beberapa
alat musik tradisional yang dipergunakan masyarakat Sulawesi Utara seperti Tambur dan
Suling.

3.0 . Adat Istiadat yang Berhubungan dengan Kesehatan


a) Konsumsi makanan dan minuman orang minahasa baik hari biasa maupun saat ada
pesta besar adalah Bubur Manado,ayam Rica – rica,biakolobi.
Saguer; Saguer adalah nira, yaitu cairan putih yang keluar dari mayang pohon enau.
Cap Tikus adalah jenis cairan beralkohol rata-rata 40 % yang dihasilkan melalui
penyulingan saguer. Akibat dari mengonsumsi makanan yang mengandung kolestrol
yang berlebih dan alkohol tinggi. Tidak banyak masyarakat minahasa yang menderita
penyakit Cardiovaskuler.
b) Pemakaian Senjata yang dianggap memiliki kekuatan sakti yang harus dijaga dengan
baik adalah keris, santi (pedang panjang), lawang (tombak), dan kelung(perisai)
benda-benda jimat baik yang diwariskan orangtua ataupun yang didapat dari walian
atau tona’as yang disebut Paereten Paereten adalah benda-benda yang kesaktiannya
dipercaya yang sampai sekarang masih dipakai.Jiwa yang dianggap sebagai kekuatan
yang ada dalam tubuh manusia yang menyebabkan adanya hidup, rupanya memiliki
konsepsi yang sama dengan jiwa sesudah meninggalkan tubuh karena mati atau roh.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Saran

DAFTAR PUSTAKA

http://randyefferputra.blogspot.com/2012/08/mengenal-suku-bangsa-minahasa.html
http://www.scribd.com/doc/34171303/Kebudayaan-Minahasa-Budaya-Nusantara
http://ahmadroihan8-jendelailmu.blogspot.com/2012/06/makalah-suku-minahasa.html
https://id.m.wikipedia.org/wiki/minahasa?wasRedirected=true
http://dokumen.tips/documents/kebudayaan-minahasa.html
https://indraboham.wordpress.com/2012/11/26/tari-daerah-sulawesi-utara-2/
http://www.tradisikita.my.id/2015/08/alat-musik-tradisional-sulawesi-utara.html
https://wongkai.wordpress.com/2014/02/03/125/
http://dokumen.tips/documents/kebudayaan-minahasa.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Minahasa

Anda mungkin juga menyukai