Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebudayaan daerah merupakan cerminan bagi kebudayaan Nasional. Hal ini


merupakan landasan utama untuk menunjukan jati diri Bangsa Indonesia. Berbagai macam
tradisi budaya yang dimiliki Nusantara ini sangat beragam, mulai dari budaya tradisi Ngaben
di Bali, Sekaten di Yogyakarta, upacara Kasada di Bromo, dan budaya Manten Kucing di
Tulungagung.

Masyarakat adalah salah satu pencipta budaya, setiap masyarakat memiliki budaya
yang berbeda. Sehingga dengan budaya, dapat membedakan antara masyarakat satu dengan
masyarakat lainnya. Disetiap masyarakat yang berbudaya akan menampakkan ciri khas
masing-masing yang berbeda, seperti Manten Kucing dari Tulungagung yang di dalamnya
terdapat ritual pernikahan anatara kucing jantan dengan kucing betina.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah budaya manten kucing itu?
2. Siapakah yang melakukan budaya manten kucing?
3. Apa dampak dari budaya manten kucing itu?
4. Bagaimana Proses dari budaya manten kucing?

1.2. Tujuan

1. Mengetahui kebudayaan manten kucing


2. Mengetahui siapa saja yang melakukan budaya manten kucing
3. Mengetahui dampak dari pelaksanaan manten kucing
4. Mengetahui proses dari pelaksanaan budaya manten kucing

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tradisi Manten Kucing

Manten kucing merupakan budaya khas dari daerah Tulungagung. Tradisi ini manten
kucing ini sudh ada sejak puluhan tahun yang lalu dan tetap dilestarikan sampai sekarang.
Tradisi tersebut pertama muncul di Desa Pelem, Kabupaten Tulungagung. Budaya manten
kucing yaitu menikahkan kucing jantan dan kucing betina sebagai sarana untuk menurunkan
hujan.

Namun tradisi manten kucing ini tidak hanya dilakukan sebagai sarana untuk meminta
hujan saja tetapi tradisi ini juga dilakukan untuk memperingati hati jadi Tulungagung.
Tradisi manten kucing yang dilakukan untuk memperingati hari jadi Tulungagung biasanya
dilakukan di Pendopo Bupati Tulungagung yang terletak di depan alun alun kabupaten
Tulungagung. Budaya manten kucing ini hanya terdpat di Tulungagung dn tidk terja di
daerah-daerah lainnya.

2.2 Pelaku Budaya Manten Kucing

Pada awalnya budaya manten kucing ini hanya dilakukan oleh warga masyarakat Desa
Palem, Kabupaten Tulungagung yang khusus dilakukan sebagai upaya agar turun hujan saat
musim kemrau pnjng. Masyarakat yang melakukan tradisi manten kucing ini berasal dari dari
suku jawa dan mayoritas besar masyarakatnya beragama islam. Mata pencaharian
masyarakat ini pada umunya yaitu bertani, terutama daerah pinggiran, sedangkan daerah
yang bukan pinggiran rata-rata berbisnis marmer. Yang melakukan ritual manten kucing
adalah para sesepuh Desa Pelem baik laki-laki maupu perempuan yang sudah tua dan
berpengalaman. Dan yang menggendong sepasang kucing tersebut adalah seorang laki-laki
dan perempuan yang masih perjaka dan masih gadis. Sedangkan orang dewasa, para remaja
dan anak-anak hanya turut menyaksikan dan mengarak pengantin kucing saja.

Namun pada zaman sekarang ini, budaya Manten Kucing tidak hanya dilakukan oleh
warga masyarakat Desa Palem, Kabupaten Tulungagung sebagai upaya agar turun hujan,
tetapi budaya Manten Kucing ini dilakukan oleh seluruh masyarakat Tulungagung untuk
memperingati hari jadi Tulungagung . Bahkan Pemerintah Tulungagung juga ikut andil
dalam pelaksanaan budaya manten kucing ini . Baik laki-laki maupun perempuan dari segala
2
usia, baik dari kalangan bawah, kalangan menengah atau kalangan atas semuanya turut serta
memeriahkan budaya Manten Kucing. Tetapi yang melaksakan ritual Manten kucing tersebut
tetap para sesepuh desa, di Tulungagung setiap desa memiliki sesepuh masing-masing.
Sedangkan yang lainnya seperti anak-anak, remaja dan masyarakat lainnya hanya
menyaksikan dan ikut mengarak dua kucing tersebut . Adapun dari kalangan priyayi tidak
turut melaksanakan budaya tersebut karena budaya tersebut dianggap musyrik . Ada juga
dari kalangan MUI (Majelis Ulama’ Indonesia) yang turut tidak mendukung budaya ini.

2.3 Dampak Budaya Manten Kucing

Adapun dampak positif dan dampak negatif dari budaya Manten Kucing, yaitu:

Dampak positif :

1. Terjalin kerukunan dan ketereratan antarwarga Tulungagung.


2. Tulungagung mempunyai asset budaya yang khas dari daerahnya sendiri.
3. Tulungagung menjadi objek wisata lokal bagi masyarakatnya sendiri.

Dampak negatif:

Sebagian kalangan (priyayi dan MUI) ada yang menganggap tradisi Manten Kucing
adalah perbuatan yang musyrik dengan alasan jika masyarakat ingin meminta hujan mengapa
masyarakat tidak melakukan sholat istisqo’ saja yang memang sholat istisqo’ tersebut
dikhususkan untuk meminta hujan kepada Allah SWT dan mengapa yang dilakukan malah
menikahkan kucing . Perbuatan menikahkan kucing ini dianggap syirik oleh sebagian
pendapat karena dianggap tidak etis menikahkan kucing untuk meminta hujan

2.4 Proses Budaya Manten Kucing

yang harus dilakukan adalah mencari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
masih perjaka dan masih gadis, fungsinya sepasang laki-laki dan perempuan tersebut untuk
menggendong atau membawa sepasang kucing jantan dan kucing betina yang akan
dinikahkan, kucing jantan digendong atau dibawa oleh laki-laki perjaka sedangkan kucing
betina digendong atau dibawa oleh perempuan tersebut. Sepasang kucing tersebut dirias
seperti pengantin, demikian juga sepasang laki-laki dan perempuan yang menggendong
sepasang kucing tersebut, juga dirias seperti pengantin dan menggunakan setelan kebaya
pengantin. Kemudian penganten kucing tersebut diarak keliling Tulungagung, apabila

3
dilaksanakan di Desa Palem maka diarak mengelilingi desa atau kampung. Setelah diarak,
penganten kucing kembali lagi ke lokasi pelaminan. Kemudian Sepasang laki-laki dan
perempuan yang membawa kucing, duduk bersanding di kursi pelaminan. Sementara dua
Manten Kucing berada dipangkuan kedua laki-laki dan wanita yang mengenakan pakaian
pengantin itu. Upacara pernikahan dilakukandengan pembacaan doa-doa jawa yang
dilakukan oleh para sesepuh desa. Pembacaan doa juga diselingi dengan sholawatan dan
permainan gamelan. Prosesi yang terakhir yaitu memandikan kucing dengan air terjun yang
berasal dari Desa Palem. Meskipun prosesi dilakukan di Pendopo air yang digunakan untuk
memandikan sepasang kucing tersebut tetap air terjun yang berasal dari Desa Palem

Pada saat dilakukan di dalam Pendopo, ritual pernikahan kucing dilakukan secara
tertutup. Jadi yang mengetahui sesi ritual itu hanya sesepuh dan orang-orang yang
berkepentingan saja. Sedangkan masyarakat lainnya menunggu diluar Pendopo sampai
selesainya pernikahan sepasang kucing tersebut. Di depan Pendopo ditancapkan beberapa
lidi yang diatas lidi tersebut terdapat beberapa cabe.

Budaya Manten Kucing merupakan fenomena pernikahan hewan berupa kucing jantan
dan kucing betina yang dilakukan sebagai sarana untuk mendatangkan hujan. Objek dari
observasi ini adalah masyarakat Tulungagung yang melakukan dan melestarikan budaya
Manten Kucing ini. Budaya ini telah ada sejak zaman dahulu kala yang terus dilestarikan
oleh tiap generasi. Seiring dengan perkembangan zaman budaya Manten Kucing ini juga
dilakukan untuk memperingati hari jadi Tulungagung.

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan-gagasan, tindakan-tindakan dan hasil


karya manusia dalam rangka kehidupan manusia yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar. Dalam budaya Manten Kucing ini, kita dapat menemukan gagasan–gagasan yang
terdapat dalam doa-doa jawa yang digunakan untuk menikahkan sepasang kucing tersebut,
juga gagasan berupa kepercayaan akan turunnya hujan ketika melakukan ritual Manten
Kucing tersebut. Tindakan berupa proses tradisi yaitu mengarak sepasang kucing beserta
sepasang laki-laki dan perempuan yang menggendongnya, menikahkan dengan meletakkan
sepasang kucing tersebut di pangkuan sepasang laki-laki dan perempuan yang
menggendongnya secara berdampingan, memandikan sepasang kucing tersebut dan
permainan gamelan yang mengiringi proses pernikahan sepasang kucing tersebut dan

4
keseluruhan proses tersebut adalah hasil karya manusia yang diperoleh dari proses kebiasaan
atau belajar.

Menurut JJ Honnigman, terdapat tiga wujud dari kebudayaan yaitu ideas, activition, dan
artifacts. Ketiga wujud ini dapat kita temukan pada budaya Manten Kucing yaitu sebagai
berikut:

1. Kebudayaan merupakan suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-


noma, peraturan-peraturan. Hal ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan, akan tetapi
bersifat abstrak sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Wujud dari kebudayaan ini kita
temukan dalam doa-doa jawa yang dikumandangkan oleh sesepuh untuk menikahkan
sepasang kucing tersebut. Selain itu juga terdapat gagasan bahwa jika melakukan ritual
tersebut maka akan turun hujan.
2. Wujud kebudayaan yang kedua yaitu activition disebut juga dengan sistem sosial (social
system) yaitu pola-pola tindakan manusia, misalnya berinteraksi, berhubungan, bergaul.
Rangkaian aktivitas ini dapat kita temukan dalam budaya Manten Kucing berupa
pengarakan sepasang kucing jantan dan betina beserta sepasang laki-laki dan perempuan
yang menggendongnya, menikahkan sepasang kucing tersebut dengan meletakkan
sepasang kucing tersebut di pangkuan sepasang laki-laki dan perempuan yang
menggendongnya secara berdampingan, kemudian memandikan sepasang kucing
tersebut serta permainan gamelan untuk mengiringi prosesi pernikahan.
3. Wujud yang terakhir dari kebudayaan disebut sebagai kebudayaan fisik. Kebudayaan
fisik merupakan hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan hasil karya manusia. Bersifat
paling konkrit dari pada dua wujud kebudayaan sebelumnya dan dapat
didokumentasikan. Kebudayaan fisik pada prosesi Manten Kucing adalah alat-alat
gamelan yang digunakan untuk memainkan gamelan pada saat prosesi pernikahan
sepasang kucing tersebut, aksesoris yang dikenakan kucing pada saat menikah, baju
pengantin atau kebaya yang digunakan sepasang laki-laki dan perempuan untuk
menggendong kucing.

5
BAB III
KESIMPULAN

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan-gagasan, tindakan-tindakan dan hasil karya


manusia dalam rangka kehidupan manusia yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Salah satu bentuk kebudayaan yang ada di Indonesia khususnya pada masyarakat Jawa daerah
Tulungagung yaitu budaya Manten Kucing. Tradisi ini telah lama berkembang di daerah
Tulungagung dan menjadi sebuah ciri khas budaya tersebut.

Dari penjabaran diatas kita dapat mengetahui bahwa budaya khas yang terdapat di
Tulungagung adalah budaya atau tradisi Manten Kucing. Budaya Manten Kucing ini berasal dari
Desa Palem Kabupaten Tulungagung dan tetap dilestarikan sampai sekarang. Tradisi ini
dilakukan sebagai upaya mendatangkan hujan. Dan mulai sejak tahun lalu tradisi ini dilakukan di
Pendopo Tulungagung untuk memperingati hari jadi Tulungagung. Tradisi ini sempat menuai
protes dari MUI (Majelis Ulama’ Indonesia ) karena perbuatan ini dianggap musyrik. Hasil dari
protes itu kemungkinan besar tradisi Manten Kucing tidak akan lagi dilakukan di Pendopo
Kabupaten Tulungagung, melainkan budaya Manten Kucing tersebut akan dikembalikan lagi
kepada Desa Palem dan dilaksanakan oleh warga Desa Palem.

6
DAFTAR PUSTAKA

http://thinkwijaya.blogspot.com/2015/03

http://mantenkucing.tulungagung.com

Anda mungkin juga menyukai