Anda di halaman 1dari 15

RETAKNYA SEBUAH PERSAHABATAN

Penulis : Valda putri loppies


Kelas : XII IPS 2
Genre : Persahabatn
Jumlah halaman : 15
Tahun terbit : 2019
RESENSI NOVEL

Judul :RETAKNYA SEBUAH PERSAHABATAN


Tokoh dan karakter : MARDI {protagonis, selalu mengalah
pada perempuan}
PUTRI {protagonis, cantik polos dan
masih labil}
EDO {antagonis, agak banci, suka maen
Game}
EVA {protagonis, mudah kesal}
KAK MAYA {protagonis (awal
cerita)antagonis(akhir cerita)}

Alur : Alur maju, karena menceritakan kisah persahabatan


saat awal SMA
Latar waktu : Pagi siang sore dan malam hari.
Tempat :- Sekolahan
- kelas
- kantin
- penginapan
- rumah sakit
Sosial : Kesederhanaan
Amanat : “orang lainboleh datang dan pergi seska hati,
tetapi sahabat sejati selalu tetap dihati”

1
SINOPSI

Mardi sebulan yang lalu sudah tamat SMP, dan ia akan melanjutkan
kejenjang berikutnya yaitu SMA. Disekolah barunya bertemu dengan
putri tak hanya itu tertanyata dua sahabat mardi yang lain yaitu edo dan
eva masuk sekolah yang sama dengannya. Apalagi dengan hadirnya
putri. Karena wajar saja sejak dulu mardi diam-diam menyukai putri.
Seperti biasa waktu mereka masih SMP, mereka selalu bersama-sama
dan saling membantu satu ama lain ketika ada yang sedang kesusahan.
Kebersamaan yang mereka jalani membuat iri semua orang, termasuk
kak maya, yang sangat iri akan kebersamaan mereka berempat. Kak
maya pun berinisiatif untuk menghancurkan persahabatan mereka.

2
ISI BUKU

Pro;og 4
1. CHAPTER 1 5
2. CHAPTER 2 6
3. CHAPTER 3 7
4. CHAPTER 4 9
5. CHAPTER 5 11
6. CHAPTER END 13

3
PROLOG

4
CHAPTER 1

CHAPTER 2

5
CHAPTER 3

6
"Assalammua'alaikum" kata mereka bertiga dengan kompak.
"Wa'alaikummussalam" jawab Ibu Guru dan mereka pun bersalaman.
"Maaf, Bu, kalau kedatangan kami mengganggu pekerjaan Ibu" kata Mardi.
"Gak, Mardi, gak ganggu kok, memangnya ada apa? Katakan saja!" tanya Ibu Guru.
"Begini Bu, Saya mengajukan keberatan terhadap hukuman yang Ibu berikan kepada
Edo. Saya mohon Bu, Edo dari SMP ingin sekali menjadi Ketua OSIS, Ibu boleh saja
memberikan hukuman yang lain kepadanya, tapi mohon, Bu, jangan cabut
jabatannya" mohon Mardi.
"Tidak, Mardi, keputusan Ibu sudah bulat, Edo sudah pantas menerima hukuman itu"
Ibu Guru tegas dan tetap dengan pendiriannya.
"Jadi, Ibu tidak mau mengubah keputusan Ibu?" tanya Mardi.
"Ya, Mardi"
"Baiklah, kalau Ibu tetap dengan keputusan Ibu, Saya juga akan mengambil
keputusan. Ibu, Saya akan mundur menjadi Ketua Kelas kalau Edo tidak menjadi
Ketua OSIS kembali, dan Ibu silahkan cabut jabatan Saya sebagai Ketua Kelas X IPS 1.
Saya pamit ke kelas, Bu, assalammualaikum" jelas Mardi lalu ingin pergi.
"Mardi, tunggu!" Ibu guru menghentikan langkah Mardi yang sepertinya ingin
mengubah keputusannya.
"Baiklah, Ibu akan mengubah keputusan Ibu. Tapi, tolong Kamu kasih pendapat!
Hukuman apa yang pantas untuk Edo?" ujar Ibu Guru.
"Baiklah, Bu, tapi pendapatku bukan hukuman, tapi perjanjian" saran Mardi.
"Perjanjian? Maksudmu?" Ibu Guru sedikit bingung.
"Edo harus membuat dan menanda tangani surat perjanjian itu, bahwa Edo tidak
akan mengulangi perbuatannya tersebut. Dan kalau Edo sampai mengulangi
perbuatannya lagi, maka hukumlah Edo dengan setimpal. Bagaimana, Bu? Apa
gagasanku bisa diterima?" jelas Mardi.
"Baik, Ibu setuju dengan pendapatmu. Edo, mulai besok kumpulkan surat
perjanjianmu itu di kantor BK! Ibu juga tidak jadi memanggil orang tuamu dan tidak
akan mencabut jabatanmu sebagai Ketua OSIS" kata Ibu Guru.
Akhirnya, Edo tidak jadi dicabut jabatannya sebagai Ketua OSIS dan juga tidak jadi
untuk dipanggil orang tuanya ke sekolah. Ini semua berkat Mardi yang sudah
mengambil keputusan yang sangat bijak.

"Mardi, Aku tidak tau harus berterima kasih padamu dengan cara apa? Tapi, Aku-,"
kata Edo.
"Udah gak usah dipikirin, yang penting jabatan Kamu selamat dan orang tuamu tidak
jadi dipanggil kesekolah" kata Mardi.
"Oh ya, begini saja, bagaimana kalau Aku traktir Kamu makan aja" saran Edo.
"Udah gak usah, Aku ikhlas kok nolong Kamu" tolak Mardi.
"Ayolah, Mardi, kita kan sudah lama bersahabat, jadi sebagai rasa terima kasih Aku
sama Kamu, Aku akan traktir makan di cafe, mau ya?" paksa Edo.
"Ya udah deh" akhirnya Mardi pun mau.
"Nah, gitu dong. Itu baru namanya sahabat" kata Edo sambil tersenyum.
"Tapi, ajak Eva dan Putri juga ya?" syarat Mardi.
"Pastinya dong"
Dan akhirnya, mereka sepakat untuk makan di cafe. Karena kebetulan, Edo adalah
anak orang kaya, jadi Ia mengajak sahabatnya untuk makan di cafe. Lagi pula, Mardi

7
belum pernah makan di cafe sebelumnya apalagi sampai masuk kesana.

Keesokan harinya, saat berada di kantin, Mardi menemui Putri dan ingin
mengajaknya untuk makan di cafe bersama dengan Edo dan Eva.
"Putri, Kamu sudah pulang sekolah sibuk gak?" tanya Mardi.
"Enggak sibuk, di rumah aja. Emangnya kenapa? Mau ke rumah Aku?" jawab Putri
dan berbalik bertanya.
"Enggak, si Edo traktir kita makan di cafe, tapi Dia bilang cuma kita berempat aja,
yang lain gak usah ikut" ujar Mardi.
"Cuma kita berempat? Huh, nggak ya, kalau Edo mau ngajak Aku, ajak Kak Maya juga
dong" tolak Putri.
"Loh, kok ajak Kak Maya? Kan yang bersahabat dari SMP cuma kita berempat, jadi
Edo ingin kita berempat saja yang makan di cafe" Mardi heran.
"Tidak, bilang sama si maling itu, Aku tidak mau datang kalau Dia tidak mengajak Kak
Maya, titik" kata Putri.
Disinilah, Mardi mulai merasa sifat Putri sudah mulai berubah semenjak Ia dekat
dengan Kak Maya. Dan Mardi pun pergi menemui Edo.

"Edo, Putri tidak mau ikut dengan kita" kata Mardi.


"What? Kenapa Dia gak mau?" Edo kaget dan heran.
"Dia tidak mau ikut, kalau Kamu tidak mengajak Kak Maya" ujar Mardi.
"What the fuck? Ngajak si behel karatan itu. Hah, maaf ya, Aku nggak sudi ngajak
Maya itu" tolak Edo.
"Kenapa?" tanya Mardi.
"Karena si behel karatan itu yang sudah ngejebak Aku" kata Edo.
"Maksudmu?" Mardi sedikit kaget.
"Aku tadi diberitahu oleh Rebi, teman kita. Katanya, Ia memergoki Kak Maya
mengambil handphonenya Putri, lalu Ia memasukan handphone Putri ke dalam tasku
agar Aku yang disangka pencurinya. Awalnya sih, Aku gak percaya, tapi ketika Aku
lihat foto buktinya, Aku langsung percaya" jelas Edo.
"Ternyata dugaanku selama ini benar, Kak Maya ingin memanfaatkan Putri saja. Aku
harus bicara sama Putri!!" kata Mardi lalu ingin pergi.
"Tunggu, Mardi! Jangan sekarang! Putri sekarang sudah tidak memperdulikan kita
lagi. Dia pasti tidak akan mendengarkanmu, Karena Dia sudah dipengaruhi oleh Kak
Maya" cegah Edo.
"Iya, Kamu benar, Edo, Putri sekarang sudah banyak berubah" kata Mardi.
Bel waktu istirahat berakhir.

Sepulang sekolah, Mardi, Edo dan Eva berkumpul bersama di sebuah cafe tanpa
hadirnya Putri. Namun, Edo mengajak temannya yang lain untuk menggantikan Putri,
yaitu Alif, Teman yang baru sebulan dikenal oleh Mardi dan Edo, tapi Eva ingin sekali
berkenalan dengan Alif. Dari raut mukanya, sepertinya mereka saling menyukai.
Sebulan kemudian setelah Alif dan Eva berkenalan, akhirnya mereka pun resmi
pacaran. Mardi dan Edo pun ikut bahagia dan memberi selamat kepada mereka
berdua.
CHAPTER 4

8
Semenjak Putri sudah dianggap oleh Kak Maya sebagai adiknya, disinilah Putri mulai
berubah sikap dan perilakunya. Kak Maya yang selalu mengajaknya jalan-jalan terus
membuat Putri lupa akan ketiga sahabatnya. Lalu Putri mulai bersikap kasar
terhadap teman-temannya termasuk sahabatnya sendiri, hal inilah yang membuat
Mardi, Edo dan Eva merasa Putri sudah melupakan mereka. Perubahannya terlihat
nyata ketika Putri yang tidak mau lagi berdekatan dengan Edo dan Mardi dengan
alasan kulitnya sensitif terhadap kulit laki-laki, Mardi terheran-heran melihat sikap
Putri yang berubah itu. Lalu, Eva pun bertanya sama Putri saat Ia didalam kelas
sambil memainkan handphonenya.
"Putri, Aku ingin bertanya kepadamu" kata Eva.
"Kenapa Kamu disini?" kata Putri sedikit nada tinggi.
"Putri, Kamu gak usah ngotot gitu dong, biasa aja, Aku nanya baik-baik kok. Putri,
kenapa semenjak Kamu berteman dengan Kak Maya, Kamu tidak mau
memperdulikan kami lagi? Ingat Putri, kita sudah 4 tahun bersahabat. Tapi...Aku
kecewa sama Kamu Putri. Kamu sekarang sudah berubah, Kamu bukan Putri yang
kukenal" kata Eva mulai kesal.
Kemudian Putri berdiri dan marah-marah.
"Eva, Kamu gak usah ikut campur urusanku dengan Kak Maya. Kalau Kamu gak setuju
Aku berteman dengan Kak Maya, mulai sekarang, persahabatan kita putus!!
Minggir!! Aku mau ke kantin dengan Kak Maya" perkataan dari Putri membuat hati
Eva seakan-akan tersambar petir yang menyakitkan hatinya, karena Ia tidak akan
menyangka, bahwa Putri akan mengeluarkan kata-kata kasar sekejam itu dari
mulutnya.
Namun saat Putri mau pergi kantin, tiba-tiba di depannya ada Mardi sambil
membawa sebatang coklat untuk Putri. Dan ternyata, hari ini adalah anniversary
persahabatan mereka.
"Putri, ini untuk Kamu, ini kan hari anniversary persahabatan kita yang ke 4 tahun,
ini, ambilah hadiahku untukmu" kata Mardi.
Namun Putri malah bertambah marah.
"Aku tidak butuh ini, Mardi, kalian bertiga itu adalah pecundang dan sahabat yang
sangat bodoh!! Dan mulai sekarang, persahabatan kita bubar!! minggir!!" kata Putri
kemudian menjatuhkan coklat ditangan Mardi dan mendorongnya hingga terjatuh.
"Mardi, Kamu tidak apa-apa?" kata Eva sambil membangungkan Mardi.
"Iya, Eva, Aku tidak apa-apa" kata Mardi.
Setelah melihat kejadian itu, Mardi langsung kecewa sama Putri, mungkin kalau Edo
ada dikejadian itu, mungkin rasa sakit hati mereka pun akan lengkap dengan ucapan
pedih yang keluar dari mulut Putri. Kini, Ia pun merasa sedih karena
persahabatannya telah hancur seperti kaca yang telah retak dan tidak bisa diperbaiki
lagi.

Semenjak itulah, akhirnya Mardi kembali lagi ke dunianya yang dulu yaitu dunia
gelap. Dan seperti biasa, Ia meminum minuman keras sambil duduk di atas motor,
lalu tiba-tiba datanglah Eva yang kebetulan sedang lewat. sontak, Mardi pun
terkejut.
"Mardi, kenapa Kamu ada disini? Dan, apa yang ada ditanganmu itu?" kata Eva
sambil menunjuk botol minuman Mardi.
Lalu menyembunyikan botol minumannya.

9
"Eva, tidak, ini bukan apa-apa" kata Mardi.
"Mardi, kan Aku sudah bilang kepadamu, Kamu jangan minum itu lagi!!" kata Eva.
"Maafkan Aku, Eva, tapi, saat ini pikiranku sedang kacau, karena memikirkan tentang
nasib persahabatan kita yang telah lama jatuh bangun kita bina. Tapi, semua itu
hanya sia-sia" kata Mardi.
"Memangnya Kamu kenapa, Mardi? Oh Aku tau, pasti Kamu memikirkan Putri kan?
Sudahlah Mardi, lupakanlah Dia! Lagipula masih banyak kok yang ingin jadi sahabat
kita. Tapi kita harus tetap do'ain Putri, supaya Ia cepat sadar akan kesalahannya" ujar
Eva.
"Aamiin, makasih ya, Eva" ujar Mardi.
"Sama-sama, Mardi. Ya sudah, sekarang Kamu buang tuh botol! Lain kali, Aku gak
mau lagi melihat Kamu minum-minuman itu lagi! Karena itu gak baik untuk Kamu,
Mardi" kata Eva.
"Iya, Eva" kata Mardi lalu membuang botol minuman keras yang Ia minum tadi.

Ditempat lain, Edo yang sedang jalan-jalan malam sambil main game di dalam
handphonenya, melihat Kak Maya dan Putri sedang menuju ke tempat penginapan.
Awalnya Edo hanya melihat, namun karena penasaran apa yang mereka perbuat,
akhirnya, Edo pun mengikuti mereka. Setelah Kak Maya dan Putri sampai disana dan
menutup pintu, Edo langsung menguping dibalik pintu kamar itu.
"Nah Dek, ini penginapan tempat tinggal Kakak. Oh ya, Putri mau uang kan?" kata
Kak Maya.
"Ya mau dong, Kak, siapa sih yang gak mau uang" kata Putri dengan polosnya.
"Ya udah, Kamu tunggu disini ya! Kakak mau ambil uangnya dulu" kata Kak Maya.
Putri tidak sadar kalau Ia sedang dijebak oleh Kak Maya saat ini. Setelah Kak Maya
keluar, Kak Maya pun didatangi oleh lelaki hidung belang yang sudah memesan Putri
kepada Kak Maya.
"Gimana? Kita jadi deal kan?" tanya lelaki hidung belang itu.
"Iya dong om, sekarang orangnya ada di dalam kamar" kata Kak Maya.
"Ok, ini uang Kamu, dan uang gadis itu akan Saya berikan setelah Saya sudah
menikmatinya" kata lelaki hidung belang.
"Baiklah, kalau begitu Saya pulang dulu ya om, selamat bersenang-senang!" kata Kak
Maya.
"Oh ya ya, terima kasih ya" kata lelaki hidung belang.
"Sama-sama, om" kata kak Maya.
"Rasain Kamu, Putri. Sekarang, kehormatanmu akan segera hancur berkeping-
keping, hahaha" ujar Kak Maya didalam hati.
Ternyata Putri sudah di jual oleh Kak Maya kepada lelaki hidung belang tersebut,
mendengar hal itu, Edo pun buru-buru menelpon Mardi dan polisi.
Handphone Mardi berbunyi.
"Edo, halo Edo?" kata Mardi.
"Halo Mardi, Mardi, cepat Kamu kesini!! Putri sekarang dalam bahaya!!!" kata Edo.
"Apa? Putri dalam bahaya? Apa maksudmu?" tanya Mardi terkejut.

CHAPTER 5

"Kak Maya ngejual Putri ke lelaki hidung belang, cepat Kamu harus kesini!!!" kata

10
Edo.
"Apa? Ya udah, Aku akan kesana! Kamu SMS aja lokasinya" kata Mardi.
"Apa yang terjadi sama Putri, Mardi?" Eva bertanya-tanya.
"Nanti saja Aku ceritanya, cepat! Kita harus selamatkan Putri!!" kata Mardi lalu
langsung menaiki motornya dan pergi dengan cepatnya.

Sementara itu, lelaki hidung belang tersebut sudah masuk ke kamar Putri dan
mengunci pintu.
"Hello sweet girl" sapa lelaki hidung belang itu sambil menutup dan mengunci pintu.
"Kamu siapa?" kata Putri kaget.
"Kau tidak perlu tau siapa Aku, yang terpenting, kita malam ini akan bersenang-
senang" kata lelaki hidung belang itu sambil tersenyum.
"Bersenang-senang? Maksud om apa?" tanya Putri kembali.
"Kita akan menikmatinya malam ini" kata lelaki hidung belang.
Lelaki hidung belang itu mulai ingin meraba tubuh Putri, namun dicegah oleh putri
dengan tangannya. Sampai akhirnya, lelaki hidung belang itu pun mendorong Putri
sampai terjatuh diatas kasur.
"Tolong...tolong..." teriak Putri sambil memberontak lantaran pakaiannya ingin
dilepas oleh lelaki hidung belang itu.
Mendengar Putri berteriak minta tolong, Edo pun langsung menggedor pintu kamar
itu.
"Putri, buka pintunya Putri!!! Buka pintunya!! What the fuck!?" teriak Edo didepan
pintu.
Edo pun mulai panik. Sampai akhirnya, datanglah Mardi dan Eva.
"Edo, mana Putri?" tanya mardi.
"Didalam kamar ini Mardi, cepat Mardi tolong Dia!!" jawab Edo.
"Ayo kita dobrak pintunya" kata Mardi.
Mardi dan Edo mencoba untuk mendobrak pintu kamar itu, namun sudah 2 kali tidak
terbuka. Sampai ketiga kali.
Gubraaaaakkkkkk...
Pintunya pun terbuka dan Mardi melihat Putri sudah dalam keadaan setengah
telanjang, sontak Mardi dan Edo pun memisahkan lelaki hidung belang itu dari Putri
dan langsung menghajar lelaki hidung belang itu.
"Fuck you!!" teriak Mardi sambil terus menghajar lelaki hidung belang itu.
Sementara itu, Eva menyelimuti Putri dengan kain untuk menutupi tubuhnya yang
sedang setengah telanjang. Namun, Mardi kalah dalam pertarungan itu dan Edo
dihajar habis-habisan oleh lelaki hidung belang itu. Melihat kedua sahabatnya
sedang dalam keadan tersiksa, Putri langsung mengambil gelas yang ada dikamar itu
dan memukul gelas itu ke kepala lelaki hidung belang itu sampai pecah.
Lelaki hidung belang itu menoleh ke Putri sambil memegang kepalanya yang
berdarah.
"Kurang ajar" kata lelaki hidung belang itu lalu mengambil pisau di balik
punggungnya.
Melihat lelaki hidung belang itu ingin menusuk Putri dan Eva, Mardi pun langsung
berlari dan melindungi Putri dan Eva. Namun, Dia terlambat untuk menangkis pisau
itu sehingga membuat perutnya tertusuk.
Crrrrraaaaattt...

11
"Arrrrrggggghhhh..." Mardi pun terjatuh bersimbah darah.
"Mardiii..." teriak Putri.
Putri, Edo dan Eva menghampiri Mardi yang sedang terkapar. Lelaki hidung belang
itu pun kabur, namun didepan pintu Ia langsung dikagetkan oleh tiga orang polisi
yang menodongkan pistol kearahnya.
"Diam ditempat!! Jangan bergerak!! Ayo borgol Dia!" perintah salah seorang polisi.
"Baik" kata salah seorang polisi lagi.
Lelaki hidung belang itu pun ditangkap.
"Cepat! bawa Dia kerumah sakit!" kata salah satu polisi lagi.
"Iya, Pak" jawab Edo lalu membawa Mardi ke rumah sakit terdekat.

Sementara itu Eva menyuruh Putri untuk ganti pakaian dan membawa Putri
kerumahnya, karena rumah Putri yang sangat jauh dari pusat kota dengan
menggunakan motor Mardi.

CHAPTER END

Sesampainya di rumah Eva, Putri menangis terseduh-seduh karena tidak percaya apa
yang telah terjadi padanya, didalam hatinya pun telah menyesal karena terlalu

12
percaya dengan Kak Maya ketimbang dengan sahabat karibnya sendiri. Tak lama
setelah itu, datanglah Edo dari rumah sakit.
"Assalammualaikum"
"Waalaikum salam" jawab Eva.
"Bagaimana keadaan Mardi, Edo? Apa Dia baik-baik saja?" tanya Eva. Namun Edo
tiba-tiba menangis.
"Apakah sekarang Kau puas Putri, hah? Apa Kau sekarang puas?!!" tiba-tiba Edo
membentak Putri dan membuatnya menangis.
"Edo, ini bukan salah Putri, ini semua salah Maya itu" ujar Eva.
"Ini juga salahnya Putri, Eva, karena Dia lebih percaya dengan Kak Maya ketimbang
kita sahabatnya sendiri" ujar Edo sambil menangis.
Kemudian Putri menunduk kepada Edo sambil menangis.
"Maafkan Aku, Edo, maafkan Aku, karena Aku percaya sama Kak Maya ketimbang
kalian, Dia ternyata ingin menjualku, Aku sangat menyesal, Edo, Eva, maafkan Aku"
ujar Putri sambil menangis.
"Tiada maaf bagimu, Putri, gara-gara Kamu, Mardi sekarang kritis! Aku tidak akan
memaafkanmu jika Mardi sampai kenapa-napa!!!" teriak Edo sambil menangis lalu
mendorong Putri dan pergi.
"Edo...maafkan Aku!!..." ujar Putri.
"Sudah, Putri! Edo mungkin sedang emosi, biarkan Dia menenangkan diri dulu" Eva
menenangkan Putri.

Keesokan harinya, Putri dan Eva menjenguk Mardi kerumah sakit.


"Eht, permisi suster, pasien yang namanya Muhammad Mardi Hasanudin ada
dirumah sakit ini?" tanya Eva kepada suster.
"Sebentar ya! Saya cek dulu" jawab suster.
"O ya, benar, Mbak, pasien yang bernama Muhammad Mardi Hasanudin ada dilantai
2, silakan kesana! Nanti ada dokternya" jelas suster.
"Terima kasih, suster" kata Eva.
Disaat mereka sampai di lantai 2, mereka melihat seorang wanita parubaya sedang
tertunduk lesu dan menangis dikursi tunggu dekat ruang jenazah, dan ternyata itu
adalah Ibunya Mardi.
"Bu? Saya Eva dan Putri" kata Eva.
"Iya, Nak" kata Ibunya Mardi dengan wajah sedih.
"Ibu, kenapa tunggu diruang jenazah? Mardi gak apa-apa kan?" tanya Putri sedikit
khawatir.
"Ibu hanya bisa bersabar atas apa yang sudah ditakdirkan oleh tuhan, terutama
kalian, kalian jangan bersedih ya!" kata Ibunya Mardi sambil menangis.
"Maksud Ibu apa? Kami gak ngerti, apa yang terjadi dengan Mardi, Bu?" kata Eva.
"Mardi...Mardi...Sudah meninggal" kata Ibunya Mardi kemudian menangis.

"Innalillahi wainna illaihi rojiun" Eva kaget dan menangis.


"Gak, gak mungkin, gak mungkin Mardi meninggal, gak mungkin, pasti dokternya
salah, Mardi itu sahabat Aku yang kuat, Dia gak mungkin meninggal" kata Putri yang
tidak percaya bahwa Mardi sudah meninggal.
"Kita harus sabar, Putri, kita harus menerima takdir" Eva menenangkan Putri sambil
menangis.

13
"Gak mungkin, Eva. Ibu gak salah denger kan? Ini anak kandung Ibu sendiri, jangan
main-main dengan maut, Bu" Putri masih tidak percaya.
"Untuk apa Ibu bohong, Nak?" kata Ibunya Mardi. Akhirnya, Putri tubuhnya
melemah dan menangis.
"Mardiiiii..." teriak Putri yang bersedih, bahwa sahabatnya itu akan meninggal
secepat ini.

Keesokan harinya, Edo yang mendengarkan kabar ini dari Eva pun langsung pergi ke
rumah duka untuk menemui sahabatnya itu untuk yang terakhir kalinya. Mardi
akhirnya dimakamkan di pemakaman umum. Dan sebelum meninggal, Mardi menitip
pesan, bahwa Ia ingin dikubur didekat kuburan Ayahnya kalau Ia sudah meninggal
nanti, Ibunya Mardi juga memberikan sebuah Surat Terakhir Mardi untuk Putri, Eva
dan Edo.

The End

14

Anda mungkin juga menyukai