merupakan ciri-ciri anak yang kemungkinan besar akan tumbuh menjadi anak yang introvert. Lahir dari keluarga sederhana membuatnya mengerti akan kesusahan ekonomi keluarganya. Setelah bersusah payah keluarganya akhirnya mampu memberikannya rumah walaupun hanya berdinding bambu dan beralaskan tanah. Setelah kepindahannya di rumah tersebut tak menjadikan Amanda menjadi anak yang ceria. Hidup apa adanya dan banyak hal yang menjadikannya dewasa sebelum waktunya. Bullying pada zaman itu merupakan suatu hal yang umum. Ibarat fenomena gunung es yang tersembunyi di bawah lautan. Akan tiba pada saatnya nanti sesuatu yang tersembunyi di bawah air itu muncul ke permukaan dan membawa malapetaka untuk sekitarnya dan Amanda adalah salah satu orang yang harus mengalaminya. Menjadi murid baru, pindahan dari luar kota membuatnya merasa dikucilkan oleh teman- temannya. Ingin mengadu tapi dia tidak ingin membuat orang tuanya kecewa. Namun dengan tidak bercerita itu akan membuat dirinya tertekan dibawah tekanan orang orang di sekitarnya. Cerita ini bermula dari tekanan teman-teman yang menganggap Manda berbeda dengan mereka. “Eh kamu, bukan anak sini ya?” “Iya aku baru pindah, namamu siapa?” tanya Manda. “Aku Kiky, kita temenan ya mulai sekarang, nanti main bareng ya?” “Iya, aku Manda, makasih ya mau ngajak main bareng aku.” Jawab Manda antusias. “Iya, eh kamu..” “Heh anak baru aja sok kenalan sama temen kita, kamu siapa?” sahut Mega teman akrab Kiky. “Mega jangan gitu, Manda ini juga temen kita.” “Berhubung dia anak baru dan kalau kamu mau jadi temenku, aku minta alat tulismu, ga mau tau pokoknya. Kalau aku kebetulan lagi ga bawa, kamu harus kasih alat tulismu buatku.” Perintah Mega pada Manda. “Iya, tapi mau jadi temenku kan? Tanya Manda dengan takut “Iya, mana alat tulisnya!” Pinta Mega dengan angkuhnya. Dan kejadian ini berulang kesekian kalinya, Mega dan Kiky memang menjadi teman bagi Manda namun hanya untuk dimanfaatkan oleh Mega. Bahkan dengan kejam Mega sering memerintah Manda membeli ini itu dengan uang jajan Manda, membawakan tas Mega saat pulang sekolah. Alat tulis Manda setiap hari terus di minta oleh Mega. Manda terlalu lugu dan tak berani melawan karena takut tak punya teman. Ini membuat Ibu Manda bingung setiap hari alat tulis anaknya selalu hilang satu per satu. Pernah Ibu Manda bertanya mengapa alat tulismu selalu hilang, Manda tak berani menjawab. Lama kelamaan karena dipaksa akhirnya Manda mengaku bahwa alat tulisnya sering diminta oleh temannya. Karena kejadian berlanjut selama berbulan bulan Ayah Manda sampai harus ke sekolah untuk meminta bantuan guru terkait, namun bukan berhenti tingkah Mega makin menjadi. “Heh udah untung di jadiin temen, eh malah bawa orang tua pake ngadu ke guru, ga tau diri kamu Manda!.” Mega berkata dengan kesalnya. “Aku ga mau temenan sama kamu lagi, anak lain juga ga akan mau berteman sama kamu sana jauh- jauh.” Bentak Mega sambil mendorong tubuh Manda hingga terjatuh. “Aku ga maksud begitu.” Manda mulai meneteskan air matanya. “Kamu selalu minta alat tulisku, aku kan juga mau nulis Meg.” Jawab Manda masih dengan isakannya. “Halah alasan aja, udah sana jauh-jauh malas temenan sama anak cengeng macam kamu.” Hardik Mega. Kiky yang berada di dekat Mega pun tidak berani melakukan apa-apa karena takut tak punya teman, sedangkan murid yang lain hanya mampu melihat dengan iba. Namun ada juga yang semakin mengolok-olok Manda. Manda pulang dengan tangisan. Sejak hari itu Manda tak punya teman, pulang selalu terakhir karena takut di olok- olok teman yang lain. Manda tak berani cerita pada siapapun cukup ia pendam sendiri, Manda menjadi anak yang tertutup.
Tak terasa Manda sudah menginjak kelas 3, sekarang
sudah ada yang mau berteman dengannya ia adalah Nana. Nana adalah salah satu korban dari Mega setelah Manda. Lama lama Nana tak betah dan memilih berteman dengan Manda. Namun kisahnya tak berhenti di situ, Pagi itu Zea salah satu murid mengajak main bersama sepulang sekolah. Manda tak merasa curiga, sepulang sekolah Manda dan Nana berganti baju dan bersama sama menuju rumah Zea untuk bermain. “Zea ayo, katanya mau main.” Teriak Nana di luar rumah Zea. “Iya Ayo, main masak-masak yukkk.” Ajak Zea. “Ayo, aku lama ga mainan ini.” Jawab Manda dengan semangatnya. Mereka bertiga bermain dengan semangat, namun lama lama gelagat Zea semakin mencurigakan, saat Nana izin untuk ke toilet, Zea dengan tiba tiba berkata.. “Heh Manda kamu dulu dijadiin temen tapi ga tau terimakasih, malah lapor ke guru.” Hardik Zea tiba-tiba. “Maksudmu apa Zea?” tanya Manda dengan bingung. “Mega itu saudaraku, musuhnya Mega juga jadi musuhku, dan kamu musuhnya Mega, aku ga suka sama kamu tapi demi Mega aku pura-pura mau jadi temen kamu!” Manda kaget mendengar kata tersebut, dengan tiba tiba Zea mengambil dedaunan yang di tumbuk untuk mainan masak masak tersebut, mencengkram dagu Manda dan menjejalkan daun tersebut ke mulutnya, Manda meronta sampai terbatuk-batuk, matanya memerah, rasa daun yang pahit menyeruak hingga ke hidung. “Heh kamu apain temenku?” teriak Nana sambil berlari menolong Manda. “Uhukk,, uhukkk, huekk..” Manda memuntahkan daun tersebut, walau belum mencapai tenggorokannya namun tetap terasa sakit, Nana membantu menepuk punggung Manda untuk memuntahkan dedaunan tersebut. “Kamu kok jahat sih, salah Manda apa?” sentak Nana dengan kesalnya. “Salahnya kenapa ngaduin Mega ke guru, sampe bawa orang tua lagi, Mega itu saudara aku, jadi wajar aku bela dia, MUSUH Mega MUSUHKU juga!!” “Udah pergi sana, setidaknya aku bisa balas dendam sama anak sok lugu macam dia.” Tunjuk Zea dengan angkuhnya kepada Manda. Nana dan Manda pun pulang, sepanjang jalan Manda menangis, salahkah dia mencoba membela diri, apa harus di tindas terus, lelah rasanya. Pernah suatu ketika saat Manda sendiri di rumah ia menulis di dinding kamar, “Apa salahku, berteman salah, membela diri pun salah, aku ingin mati saja, aku capek rasanya diperlakukan tidak adil oleh dunia.” Sang Ibu yang tak sengaja melihat tulisan tersebut menangis, ternyata anaknya mengalami beban yang begitu berat, sebelum tidur sang ibu tiba-tiba memeluk Manda. “Maafkan ibu sayang, Ibu tak tau kamu mendapat tekanan di sekokahmu, Ibu terlalu sibuk dengan adikmu, maafkan Ibu nak.” Tangis Ibu Manda. “Tak apa Bu, aku sudah biasa menerima olokan dari teman-teman, aku harus kuat Bu, aku mau belajar hingga lulus, jangan nangis Ibu, Manda itu anak yang kuat Bu.” Ucap Manda sambil mencium pipi Ibunya dengan penuh kasih. “Ibu beruntung memilikimu, kamu sudah dewasa sebelum waktunya sayang.” Manda hanya tersenyum dan memeluk ibunya dengan sayang. Hari berlanjut setiap hari dilaluinya dengan olokan, cacian dan hinaan dari Mega, Zea dan Kiky. Bahkan Ibu Kiky saat tak sengaja Manda dan Nana melalui jalan depan rumah tersebut, Ibu Kiky berkata. “Huh dasar anak miskin, baju lusuh jelek gitu, kok berani main sama anakku, jauh jauh sana, gak pernah dapat ranking aja, nanti nilai Kiky jelek kalo bergaul sama anak macam kamu.” Ucap Ibu Kiky dengan keras, Nana dan Manda yang sedang di depan rumah Kiky hanya mampu menunduk, mereka sakit hari atas pernyataan Ibu Kiky tersebut. “Ga usah di pikir lah omongan Ibunya Kiky, kita sabar aja ya.” Ucap Nana membesarkan hati Manda walaupun dirinya juga merasa sakit hati. “Iya Naa, lihat nanti waktu ujian kelulusan, kita harus buktiin kalau kita lebih baik dari mereka.” Tekad Manda. Mereka berdua semakin hari sering bermain bersama, belajar bersama, saat kenaikan kelas mereka bertambah sahabat Nazira dan Zafira yang sama sama memahami watak dari Mega dan kawan-kawannya dan pernah menjadi korban kejahilan Mega. Mereka berempat sering belajar bersama, saling menguatkan walau harus di caci maki oleh Mega dan kawannya, karena sudah tak bisa melakukan tindakan pada Manda, mereka menyudutkan Manda dengan ucapan. Nana, Nazira, dan Zafira mencoba membesarkan hati Manda, karena takut tekanan dari Mega dan kawan kawannya akan membuat Manda semakin stress. Hari itu menjelang ujian kelulusan Manda sakit parah, hampir sebulan ia tak masuk sekolah namun tak menyurutkan semangatnya untuk belajar, saat ujian tiba walaupun flu menyerang ia mengerjakan soal dengan lancar, saat hari pengumuman tiba dia deg-degan, khawatir nilainya tak memuaskan. Namun Allah mengabulkan doa gadis lugu ini, dengan nilai rata rata 8 hampir sembilan ia masuk dalam besar peraih nilai tertinggi di sekolahnya, Manda sujud syukur menahan tangis saat mengetahui nilai tersebut. “Manda nilaimu berapa?” tanya Kiky tiba-tiba. “Alhamdulillah rata rataku hampir 9.” Jawab Manda. “Ih kok bagus, tukar nilai donk!” “Ya gak bisa lah, ini hasil usahaku selama ini, kok main tukar tukar aja.” Jawab Manda dengan kesal. Amanda mendapat selamat dari teman temannya, Nana, Nazira, dan Zafira bersyukur Manda mendapat nilai yang memuaskan, dengan gembira ia menunjukkan nilai tersebut pada orang tuanya pelukan sayang dan bangga dia dapatkan dari orang tuanya. Sejak saat itu Mega, Zea, Kiky maupun Ibu Kiky merasa sungkan dan hingga kini mereka tak lagi mencaci maki Manda dan teman-temannya lagi. Pengalaman bullying ini menjadi bekal Manda untuk menjadi gadis yang tegar dan dewasa di masa depan, walaupun rasa sakit saat mengalami perilaku tersebut dari kawan kawannya masih membekas dalam ingatan. Tuhan tidak pernah tidur, di setiap kesulitan ada kemudahan, seperti halnya pepatah adanya pelangi setelah hujan reda. Pada saat wisuda kelulusan, Mega dan Zea tidak dapat menghadirinya karena tiba-tiba mobil yang mereka kendarai mengalami kecelakaan. Keadaan nya cukup parah, namun mereka berdua serta ibu Zea dan Mega masih bisa di selamatkan. “Mega sama Zea gabisa ikut wisuda nih” Ucap Zafira kepada Nana “Loh emangnya kenapa fir?” Tanya Nana penasaran “Mobil yang mereka tumpangi tadi kecelakaan, ini aku baru dapat kabar dari kelas sebelah” “Innalilahi wainnailaihi rojiun, terus gimana keadaan mereka baik-baik aja kan?” Sahut Manda dengan cemas “Iya, mereka semua alhamdulilah bisa selamat” “Yaudah, gimana kalau sepulang wisuda kita jengukin Zea sama Mega ke rumah sakit?” Ajak Manda “Dihh ngapain? Ogah aku mah, selama ini dia udah jahat sama kita!” Jawab Nazira “Jangan ngomong gitu zir, kalau kita balas kejahatan juga ke mereka nanti apa bedanya kita sama mereka? Mau gimanapun juga mereka berdua tetap teman sekelas kita kan?” Sahut Nana. “Bener kata Nana Zir, kita gaboleh egois” Tambah Manda kepada Nazira. “Yaudah deh aku ngikut kalian aja” Akhirnya mereka memutuskan untuk menjenguk Zea dan Mega ke rumah sakit, saat tiba disana Mega dan Zea meminta maaf kepada mereka berempat. Mereka menyadari bahwa apa yang selama ini mereka lakukan itu salah besar. Mereka merasa bahwa musibah yang terjadi kepada mereka saat ini adalah sebuah teguran atas apa yang sudah mereka perbuat kepada Nana, Manda, Zafira, dan Nazira. “Naa, Man, Fir, Zir, maafin aku sama Mega ya karena udah berlaku buruk ke kalian selama ini, aku nyesel banget udah ngelakuin hal itu, aku tau kalau permintaan maaf aku gaakan cukup atas penderitaan yang selama ini kalian rasain, tapi aku dengan tulus minta maaf sama kalian” Ucap Zea membuka obrolan “Iya, kalian mungkin gabisa maafin aku dengan secepat itu, tapi aku benar-benar nyesel atas perbuatan ku” Sahut Mega. Mereka berempat hanya diam mendengarkan ucapan Mega dan Zea sedari tadi. Perasaan campur aduk yang di rasakan mereka berempat, antara kasihan melihat keadaan Zea dan Mega sat ini dengan perasaan yang masih sakit kalau diingat bahwa mereka berdua yang telah menyakiti hati mereka selama ini. “Iya gapapa Meg, Zee, kita udah maafin kalian berdua kok. Iyakan temen-temen?” Tanya Manda “Iya, kita udah maafin kalian jauh sebelum kalian minta maaf ke kita. Buat pelajaran aja Meg, Ze, jangan sampai kalian ngebully seseorang lagi cuman karena mereka gak se level sama kalian dalam hal ekonomi. Karena semuanya cuman titipan, gaada yang abadi di dunia ini” Sahut Nana dengan lembut. Lalu mereka ber enam saling berjabat tangan dan diakhiri dengan pelukan satu sama lain. Pada saat keluar dari ruangan Zea dan Mega, Nazira bertanya kepada Nana mengapa dia dengan mudah bisa memaafkan perlakuan buruk mereka berdua, padahal dia tau betul kalau Nana selama ini yang paling parah dapat bully an dari Mega dan Zea waktu dulu. “Naa, kamu kenapa sih mudah banget maafin mereka berdua? Aku tau dulu mereka lebih parah ngebully kamu sampe kamu mimisan karena dipukul pake sepatu hidungmu, dan pernah juga tas kamu di masukin sampah sama mereka!!” Tanya Nazira “Dulu ayahku pernah bilang ke aku buat jadi orang yang pemaaf, and do not repay evil with the same evil in the sense of revenge. Intinya kalau pengen tenang dalam menjalani hidup, kamu cukup jadi baik, memaafkan, dan tidak membenci. Awalnya aku ga ngerti dan pada akhirnya aku nemuin sesuatu yang menurut aku gak sesuai, saat aku gak salah tapi di salahin, saat aku ga ngelakuin apapun tapi aku di benci. Tapi setiap aku ngerasa “ini gaadil banget sih bagi aku, ini jahat banget sih” Aku pengen marah dan pengen benci serta aku pengen ngebales juga, tapi aku selalu inget kata ayah “Kalau kamu pengen selamat, kamu harus memaafkan dan ga membenci” jadi setiap ada perasaan yang emang natural setiap manusia itu punya, perasaan marah, benci, kecewa, pengen bales, ngerasa kaya “Kamu gabisa rendahin dan seenaknya ke aku” tapi karena tujuan aku emang pengen tenang, yaudah aku milih kaya “yaudahlah maafin aja, yaudahlah ngapain harus benci” toh setiap aku benci seseorang, perasaan aku bakal ga enak, aku gabisa tidur tenang, aku ngerasa hidupku ga nyaman. Terus aku jadi mikir lagian di akhirat nanti aku gaakan di hakimin sama pendapat orang lain, aku bakal di hakimin sama Allah berdasarkan hal-hal apa yang aku udah lakuin. Jadi aku gaperlu capek-capek buat membenci, membalas, atau bahkan memvalidasi kalo aku tuh sebenernya orang bener. Ga jarang juga kok aku pengen baik dan tulus ke orang. Apapun yang aku lakuin selalu pyur dari hatiku. Aku tulus pengen peduli sama temen-temenku, ke orang-orang yang aku sayang, ke orang-orang yang membutuhkan bantuan. Dan aku ga butuh balesan sedikitpun. Tapi ga jarang juga aku nemuin hal-hal yg mereka lakuin ke aku tuh berbanding terbalik. “Kok mereka suka ngomongin aku?? Kok mereka nilai aku tuh begini begitu??” Sebenernya yang kaya gitu keliatan ga adil kan?? Tpi aku selalu inget kata ayah “Do good to everyone, jangan pernah membenci dan harus memaafkan” Kadang aku mikir kalo aku bakal jadi manusia sejahat apa yaa hari ini kalo dari dulu gapernah nerapin ilmu memaafkan. Faham kan Zir sama yang gue jelasin?” Jawab Nana kepada Nazira “Buset, aku sampe speechless sama penjelasan kamu, makasih ya naa karena udah share nasihat ayahmu ke aku, dan mulai sekarang aku bakal jadi orang yang mudah memaafkan juga!” “Iya sama-sama Nazira!” Lalu mereka berempat pulang dan melupakan segala hal buruk yang sudah terjadi di masa lalu.
MIFTA FARID AKHZAMI, lahir di
Mojokerto, 31 Mei 2006 mempunyai hobi menonton film dan bermain bulu tangkis.