Anda di halaman 1dari 4

Lost Personality

Karangan : Erlingga Dwi Keisha


Kelas : XI IPS 2

Zamira dikenal sebagai anak yang ramah. Zamira sekarang menduduki bangku kelas 1 SMA
di Sekolah Swasta ternama di Malang. Di sekolahnya Zamira merupakan anak yang cukup populer
karena Ia merupakan ketua osis dan pernah memenangi olimpiade matematika berbasis Nasional yang
membuat sekolahnya semakin terkenal. Keluarganya berencana untuk pindah karena pekerjaan Ayah
Zamira yang mengharuskan tinggal lama di kota Bandung,kota yang disebut kota kembang. Zamira
sedih karena ia harus pindah sekolah dan harus berpisah dengan teman-temannya.

Seminggu sebelum Zamira pindah ia memutuskan untuk pergi menonton film bersama teman
terdekat nya. “Teman-teman sebenarnya sedih harus mengatakan hal ini,tapi minggu depan aku harus
pindah sekolah ke Bandung.” Setelah Zamira mengatakan hal yang demikian teman-temannya kaget
dan berusaha untuk tidak terlihat sedih di depan Zamira. Alden sahabatnya Zamira berusaha membuat
semuanya tertawa dengan guyonan yang Dia buat agar suasana tidak sedih dan dapat menciptakan
momen yang menarik pada hari ini. Setelah selesai menonton film mereka pun pergi untuk makan
malam karena awan semakin gelap. “Zam pokoknya lo harus sering main ke Malang lagi” ucap Seyna
sahabat Zamira dari SD.

Hari yang di takutkan Zamira pun tiba Ia harus meninggalkan teman-temannya.”Sampai nanti
ya gais” ucap Zamira sambil melambaikan tangannya. Di perjalanan ia hanya memikirkan bagaimana
dia bisa beradaptasi di tempat barunya. “Nak,tidak usah terlalu dipikirkan lambat laun kamu bisa
menerima keadaan yang baru” ucap Bunda kepada Zamira. Mereka pergi ke Bandung menggunakan
kereta yang menghabiskan waktu kurang lebih 20 jam. Mereka memilih untuk tidur selama perjalanan
agar tak terasa lama.

Setelah lama perjalanan yang ditempuhnya akhirnya mereka pun sampai di stasiun Bandung.
Setelah sampai mereka langsung dijemput oleh rekan kerja Ayah Zemira menuju rumah yang sudah di
kontrakan oleh kantor ayahnya. Badan terasa lelah setelah bepergian cukup lama dan Zamira
memutuskan untuk langsung beristirahat dan membereskan barangnya esok hari.”Mir, lusa kamu
sudah bisa sekolah” ucap Ayah sebelum Zamira beristirahat. Zamira sekarang memasuki semester 2
dan harus pindah sekolah,rasanya tanggung namun mau bagaimana lagi Ia harus melakukannya.
Keesokan harinya Ayah sudah mulai bekerja. Zamira mulai membereskan barang-barangnya
ke kamar Zamira yang baru. Waktu pun tak terasa sudah mulai malam dan Zamira harus menyiapkan
barang-barang yang akan dibawa untuk pergi ke sekolah yang baru pada esok hari. Pagi hari Ibu
sudah menyiapkan sarapan dan bekal untuk Zamira pergi sekolah, “Jangan takut untuk menemui
orang baru dan belajarlah yang rajin ya nak” ucap ibu sambil mengelus kepala Zamira. Zamira pergi
menggunakan mobil bersama dengan sopir yang sudah disediakan Ayah. Sampai lah Zamira di
sekolah dan langsung diarahkan oleh gurunya untuk menuju kelas X IPS 2 yang berada di dekat
tangga sekolah lantai 2. Zamira pun duduk dekat jendela kelas, orang-orang yang berada di kelas
tersebut heran. Rinaldo cowok yang paling aktif dan tampan di kelas pun menanyakan kepada Zamira
“Hallo,anak baru ya?” sambil mendekat menuju Zamira “i-ya” Zamira menjawab ragu karena merasa
malu dan belum terbiasa.
“Asalnya dari mana?” Kata Rion teman dekatnya Rinaldo. “Dari Malang.” Ucap Zamira yang masih
tetap menundukan kepalanya karena tak berani menatap teman-temannya Rinaldo. Bel sekolah pun
berbunyi dan mereka terpaksa harus menghentikan percakapannya, Tak lama kemudian Guru kelas
pun datang dan memperkenalkan Zamira kepada teman-teman. Ternyata Zamira harus langsung
belajar dan menyesuaikan materi di sekolah yang barunya. Tak terasa pelajaran pun berakhir, Teman-
teman mulai mendekati Zamira dan bertanya banyak hal pada nya dan Zamira sudah mulai berani
berbicara dan tersenyum kepada teman-teman barunya. Zamira pun menunggu Pak Adi supir yang
menjemput dan mengantarnya ke sekolah.

Sampai Rumah Ibu langsung menanyakan “ Bagaimana nak di sekolah barumu? ” ucap Ibu
sambil tersenyum memandang Zamira. “Ternyata tidak terlalu buruk yang Mira pikirkan bu.” Ibu pun
memeluk Zamira dengan hangat dan langsung menyuruhnya mandi dan makan sore bersama. Ayah
Zamira yang baru saja pulang menanyakan hal yang sama seperti Ibu kepada Zamira,dan Ia senang
ternyata Zamira bisa beradaptasi di sekolah barunya.

Tak terasa sudah Lima bulan Zamira tinggal di Bandung. Di sekolah barunya Ia dekat dengan
Tesa teman satu kelasnya bahkan satu bangku bersamanya. Zamira merasa senang karena Tesa selalu
membantunya untuk mengejar materi yang tertinggal, Bahkan Tesa sudah pernah berkunjung ke
rumah Zamira sesekali. Mereka pun sudah seperti teman dekat pada umumnya yang kemana saja
pergi mereka selalu bersama seperti menonton film,membeli buku,dan masih banyak hal lagi yang
mereka lakukan berdua.

Zamira lama kelamaan merasa aneh dengan sikap Ayahnya yang jarang pulang bahkan hari
libur pun masih tetap bekerja dan alasannya pasti tugas proyek yang harus segera diselesaikan. Zamira
tadinya ingin menanyakan hal tersebut kepada Ibu namun tidak jadi karena takut Ibu juga kepikiran.
Zamira yang sudah mulai berani bercerita kepada Tesa tentang apa yang Dia rasakan, Tesa pun
mendengar dan tetap berpikiran positif bahwa memang betul Ayah Zamira sangat sibuk bekerja.
“Tes Gue aneh deh kenapa Bokap Gue jarang kali pulang belakangan ini, masa iya si sesibuk itu
sampai gaada waktu bareng gue lagi” ucap Zamira kepada Tesa sambil menunggu bel sekolah
berbunyi. Tesa membuat Zamira tidak berpikiran yang aneh-aneh dan membuatnya untuk tidak
memikirkan hal tersebut.

Saat Zamira pulang sekolah dan baru sampai depan Rumah Zamira mendengar ada seseorang
yang sedang menangis, disitu Zamira tidak berpikir bahwa itu Ibunya, ya mungkin tetangga sebelah.
Setelah Ia melepas sepatu dan masuk kedalam rumah ternyata Ia mendengarkan Ibunya sedang
menangis di kamar, langsung saja Zamira membuka pintu kamar tanpa mengetuk terlebih dahulu
karena Ia panik jarang sekali mendengar Ibu menangis seperti ini dan langsung memeluknya dengan
erat. Saat Zamira memeluk Ibunya,Ibu langsung berdiri dan menampar Zamira sambil berkata “ Dasar
punya Bapak tukang selingkuh.” Zamira pun terdiam dan air mata nya langsung membasahi pipi nya
dan terduduk di bawah hingga tak bisa berkata-kata apapun lagi.

Hal yang ditakutkan Zamira ternyata benar-benar terjadi, Ia sangat tidak terima dengan
keadaan ini dan langsung menelpon Ayahnya sambil menangis tersedu-sedu. Namun ternyata
teleponnya tidak diangkat oleh Ayahnya dan Zamira pun kesal hingga melempar ponselnya dan
berteriak. Zamira pun langsung menelepon temannya Tesa dan memberi tahu semua yang terjadi,
Tesa pun kaget dan terdiam. “Temenin gue keluar Tes” ucap Zamira yang masih berbicara di telepon
dengan Tesa dan tanpa berpikir panjang Tesa pun mengiyakan. Zamira langsung bergegas menuju
rumah Tesa dengan berjalan kaki karena rumahnya tidak terlalu jauh. Setelah sampai dirumah Tesa,
Tesa mengajaknya untuk masuk ke kamarnya terlebih dahulu dan langsung memeluknya dengan Tesa
berusaha untuk tetap tersenyum di depan Zamira. “ Tuh kan apa yang gue pikirkan terjadi bokap gue
selingkuh an** ” kata Zamira sambil memukul dirinya sendiri di kepalanya. “Zam tenang dulu, ni gue
tadi ada beli jus minum dulu lah” ucap Tesa sambil terkaget karena tidak pernah mendengar Zamira
berkata kasar.

Jam pun sudah menunjukan pukul 11 malam dan akhirnya Tesa mengantar Zamira pulang
karena besok masih harus sekolah. Sesampainya di rumah Ibu Zamira tidak ada entah pergi kemana
mungkin butuh waktu untuk sendiri. Zamira pun menanyakan kepada Pa Adi Ibu pergi kemana,
namun Pak Adi tidak diberitahu oleh Ibunya. Zamira pu menyuruh Tesa pulang karena hari sudah
malam dan berterima kasih kepadanya karena sudah mengantarnya ke rumah.

Keesokan harinya Zamira tidak pergi kesekolah karena Ibunya belum pulang ke rumah.Tesa
menelepon Zamira dan menanyakan mengapa Ia tidak berangkat sekolah. Kemudian Ayah Zamira
datang kerumah dan meminta maaf kepada Zamira, Zamira pun marah kepada Ayah hingga Ia tak
sanggup melihat muka nya dan meminta untuk Ibu menemui Zamira. Pada saat Ayah dan Zamira
sedang berbincang Ibu pun datang dan memeluk Zamira dan meminta maaf kepadanya karena sudah
menampar dan meninggalkannya sendiri dirumah. Lalu setelah itu Ibu dan Ayah pergi dari kamar
Zamira dan membicarakan apa yang harus mereka lakukan kedepannya. Zamira mendengarkan
percakapan mereka bahwa mereka benar-benar mau bercerai dan di situ Zamira semakin hancur dan
tidak bisa menahan diri nya hingga kaca di kamarnya rusak karena Zamira melempar kotak kecil
hingga kaca pecah.

Pada akhirnya Ayah dan Ibu Zamira harus berpisah walaupun sudah melakukan mediasi tetap
saja tidak bisa bersama lagi. Zamira yang sekarang tinggal bersama Ibu nya merasa tertekan karena
kadang kala Ibu nya marah ke pada Zamira atas perbuatan Ayahnya. Zamira menjadi anak yang tidak
betah dirumah dan memilih untuk berada di luar rumah. Gara-gara Zamira suka bermain di luar rumah
pergaulannya pun jadi tidak terkontrol lagi, dia suka mabuk-mabukan di umur dia yang masih sangat
muda, namun Ibunya tidak mengetahui hal tersebut.

Zamira jadi suka berkata kasar kepada siapapun jika Ia merasa kesal. Tesa sebagai teman
Zamira merasa capek dengan kelakuannya yang tidak wajar dan suka melawan guru jika diberi tahu.
Lambat laun Tesa meninggalkan Zamira karena sudah tidak bisa menahan kelakuannya yang kurang
ajar dan tidak dapat di atur lagi. “Ini bukan Zamira” Ucap Tesa sambil menangis melihat Zamira yang
berubah drastis. Tesa pun memberitahu kepada Ibu Zamira bahwa Zamira suka mabuk-mabukan dan
berbicara kasar seperti anak yang tidak beretika. Sebenarnya Ibu nya sudah mengetahui hal tersebut
dan berencana memindahkan Zamira ke sekolah Pesantren supaya bisa berubah seperti Zamira yang
awal.

Ada waktu satu bulan Ibu membiarkan Zamira dan sabar menghadapi sikapnya yang amat
tidak sopan, dan ibunya selalu menangis jika Zamira membentak dan berkata kasar kepadanya. Waktu
yang tidak diduga-duga akhirnya Zamira dimasukan ke Pesantren oleh Ibunya, walaupun pada saat
dibawa nya Zamira memberontak namun berhasil atas bantuan Bu Susi tetangganya Ibu Zamira.

Dua tahun pun berlalu dan Zamira menjadi rajin mengaji dan tidak sering memberontak lagi.
Ibu yang melihat Zamira sangat sedih dan langsung memeluk Zamira dan meminta maaf karena telah
gagal menjadi orang tua.

Anda mungkin juga menyukai