Anda di halaman 1dari 10

My Childhood friends

Didepan Perusahaan penerbit dibawah temaram sinar rembulan amarilis menghela


nafas panjang mengingat ia ditimpa masalah bertubi tubi.

Mulai dari telat berangkat kerja karna kesiangan, meninggalkan handphone


dirumah, dan siang tadi amarilis mendapatkan banyak tugas, pekerjaanya sebagi
editor cukup mudah namun juga menyusahkan, yang lebih mengesalkannya
adalah ia menjadi partner kerja muridnya dahulu sewaktu kecil.

Amarilis menerawang kembali pikirannya sewaktu ia kecil “aku ingin secepatnya


menjadi orang dewasa agar bebas, tak ada yang mengatur”.

Amarilis tersenyum kecut “ hah… betapa susahnya menjadi orang dewasa, terlalu
banyak yang harus dipertanggung jawabkan” keluhnya sambil memainkan
kakinya menendang-nendang kerikil kecil didepannya menuju halte bus untuk
pulang.

Ia tertawa tebahak-bahak seketika mengingat bayangannya dimasa kecil yang


sangat amat tomboy, masa penuh dengan kenakalan dan dia ‘anak muridnya’

Flashback “on”

Tahun 2007

“tolong ajari aku cara memanjat pohon” ujar anak kecil sebayanya sambil
menyatukan telapak tangannya dan menatapnya penuh harap.

Amarilis terdiam sejenak menatap remeh anak laki laki dengan kacamata yang
bertengger dihidungnya lalu tertawa terbahak-bahak “jadi kau tidak tau cara
memanjat pohon… dan ingin aku ngengajarimu? apa yang aku dapat jika
mengajarimu? Hah culun? Hahahaha…”lanjutnya tertawa dengan ia yang
sedang berada di atas pohon mengambil layangan yang tersangkut.
“aku akan mengerjakan semua tugas dan prmu, aku tau kau sangat bodoh dalam
pelajaran” kata candra pria kecil dengan kacamata bertengger dihidungnya itu
mulai menyinggung perkataan amarilis

Mengamati bocah didepannya “um… ok baiklah aku akan mengajari caranya


dirumahmu besok sepulang sekolah” ucapnya langsung dengan jelas tanpa
tersinggung dan mulai turun dari pohon jambu yang dinaikinya sambil membawa
layangan.

Setelah kesepakatan itu terjadi setiap pulang sekolah mereka berdua menuju
rumah candra untuk mengajarinya cara memanjat bahkan amarilis tidak pulang
terlebih dahulu kerumahnya, apakah kalian bertanya “amarilis tau rumahnya
candra?” jawabannya ya karna rumah mereka bersebelahan hanya berjarak 3
rumah.

Sudah sebulan ia mengajari candra cara memanjat pohon namun hanya sedikit
kemajuannya. Amarilis bahkan belum mengajarkan cara memanjat dengan
membawa barang atau memmanjat cepat seperti monyet yang memanjat pohon
kelapa. Namun hal itu lah yang membuat kedua nya akrab bagai sahabat karib
tetepi selalu bertengkar setiap saat, pulang bersama, bermain bersama,
meskipun hanya mereka lakukan diluar lingkungan sekolah karena tak ingin
diketahui teman sepersekolahnya

“kau ini bagaimana sih memanjat saja tidak bisa, sudah sebulan aku
mengajarimu tapi kau terjatuh terus ketika mencobanya. Kau itu laki laki
bukan?” kesalnya pada candra, mereka sedang duduk yang berada dibawah
pohon rindang tempat mereka biasa berlatih

“aku hanya melakukan yang kau ajarkan” balasnya membela diri

“kau melawan HAH?”bentaknya pada candra namun tidak membuat candra


takut
“sudahlah begitu saja marah, aku saja yang terus terusan mengerjakan tugas
tugasmu tidak mengeluh, tidak marah” candra lalu bangkit dari duduknya dan
sedikit membersihkan celananya dari tanah yang didudukinya.

“karna itu sudah tugasmu culun” jawabnya lalu mendengus

Tiba tiba kakak candra mark terlihat baru pulang menuju rumah datang
menghampiri berniat melerai mereka berdua “ hei sudah, berisik kalian ini.
Lihat itu matahari, ini waktunya tidur siang bodoh.” Ucapnya sambil menunjuk
matahari.

“Dan kau juga pulanglah, kau itu perempuan. kapan kau lulus sekolah memanjat
dengan bocah tomboy itu candra,hah?kapan? kau bahkan tidak tau caranya
berkelahi dasar cengeng” ucapnya lalu berlalu masuk rumah setelah usai
mengikuti kegiatan disekolah.

Amarilis melihat candra hanya diam menunduk mendengarkan ocehan sang


kakak, amarilis geram melihat tingkah pengecut candra. Ia pun ikut bangkit dari
duduknya berlalu melewati candra untuk mengambil tasnya dan memasukan buku
buku tugas yang telah dikerjakan candra.

“lainkali melawanlah sedikit jangan hanya diam, aku pulang dulu jangan lupa
untuk berlatih lebih giat lagi” sambil menreseletingi tasnya dan beralu pulang
untuk bermain game ps kesayangannya.

======================

Keesokan harinya disekolah amarilis berangkat sekolah lebih awal karena ia


terbangun lebih pagi dari biasanya. Ia membawa tasnya bersiap untuk
berpamitan pada ibunya untuk sekolah.

“nak, ayo sarapan dulu!!” kata sang ibu sembari menyiapkan piring dan sendok
makan

“tidak usah bu, aku bawa bekal saja” ujarnya sambil mengambil bekalanya dan
memasukannya ke dalam tasnya
“baiklah sayang, hati hati dijalan”amarilis berpamitan dan mengecup pipi
ibunya lalu berjalan keluar rumah

“iya bu, da da… “dengan melambaikan tangannya, ibunya juga hanya membalas
dengan lambaian pula.

Sesampainnya disekolah amarilis melihat teman sekelasnya sedang ribut


mengurus masalah pr matematika mereka, apalagi kalau bukan mencontek.
Matanya terarah untuk melihat kursi paling depan kiri, tempat duduk candra
yang saat ini juga sedang melihat kearahnya. Amarilis menghampirinya

“hei kalian berdua pacaran ya…….?” Belum sempat amarilis membuka mulutnya
teman sekelasnya lucas mendahuluinya sambil menunjuk nunjuk ke amarilis dan
candra. Raut muka amarilis berubah muram, hal itu tidak lepas dari sorot mata
candra.

“ aku lihat kalian selalu bersama, bahkan aku lihat amarilis selalu main kerumah
mu. Mengakulah kalian berdua berpacaran… cie…cie…“ lanjut lucas lantang
dengan menaik naikan satu alisnya bermaksud menggoda

“Candra pacar lilis candra pacar lilis candra pacar lilis” kalimat itu yang terus
diucapkan seluruh murid yang ada dikelas itu bagaikan yell yell dalam sebuah
tim.

“ hei aku tidak berpacaran dengannya” tunjuk Amarilis pada Candra,”mana ada
orang yang mau dengannya yang bodoh, menyusahkan dan jelek seperti itu lihat
saja kulitnya coklat”ucap Candra menimpalinyadengan lantang menghadap
amarilis memandang penuh jijik.

“KAU…. HAH…..” amarilis naik pitam dan tidak bisa lagi untuk menahan
emosinya yang menghina bentuk fisiknya, ia melepaskan bogem mentahnya pada
candra dan mengenai hidungnya yang mancung. Ayolah seharunya ia jangan
mencari masalah dengan amarilis yang mudah tempramen.
Darah mengucur deras dari hidung candra, ia memegangi hudungnya dan
menangis histeris melihat darah mengalir deras sambil mengatakan’hidung ku…
hidung ku…mama…’ berulang ulang. Amarilis hanya menatapnya biasa bahkan
terlihat datar tanpa merasa bersalah telah membuat candra mimisan.

Karena hal itu hidung candra harus dioperasi setelah itu ia kan pindah rumah ke
(hehe rahasia) sebab candra memaksa dan selama seminggu ia akan mengurus
kepindahannya.

Selama itu pula amarilis bingung untuk meminta maaf atau tidak. Ia sudah
mendapat skors selama tiga hari serta dimarahi habis habisan oleh ibunya.

Dan akhirnya amariris mendatangi rumah candra sebelum kepindahannya ke


(hehe masih rahasia) yang tidak terlalu berjarak dengan rumahnya.

Amarilis menekan bel rumah candra ‘tingtong’ pintu terbuka dan menampilakan
candra dengan hidung diperban, langsung saja amarilis mengatakan maksud
kedatangnnya

“aku minta maaf soal hidung mu” katanya sambil menatap kearah hidung candra
yang masih terbungkus perban

Candra memejamkan matanya menahan amarahnya keluar“sudah sana pergi aku


tidak butuh maaf mu, itu tidak akan mengembalikan keadaan” ucapnya datar
yang diakhiri candra yang melepaskan amarahnya dengan menutup pintu dengan
kuat hingga terdengar suara ‘brakkkkk’

Amariris menghela nafasnya kasar “ HAH.. jika bukan karena ibu mana sudi aku
meminta maaf, dasar menyusahkan” mencemooh didepan pintu masuk itu, ia
berlalu dari rumah candra menuju taman bermain.

Tidak tau saja dia bahwa, candra bersandar pada pintu yang ditutupnya tadi dan
mendengarkan perkatataanya yang membuat candra meneteskan air matanya
cukup deras
Setelah kepindahan candra, amarilis sudah tidak lagi main kerumah yang
berjarak tiga rumah dari rumahnya itu, ia juga sekarang harus mengerjakan
prnya lagi sendiri dan tidak lagi memiliki teman untuk bermain bersama.

Flashback off

Tahun 2021

Ia memasuki bus yang baru saja datang dan hanya bisa tersenyum lemas
mengingat anak laki laki yang amarilis tonjok dulu, sekarang menjadi partnernya
di kantor. Ya amarilis sebagai editor dan dia authornya.

Sebenarnya mereka berdua telah bekerja di satu tempat yang sama namun tidak
pernah bertemu ataupun menyapa

Bahkan untuk mengakui mereka dulu pernah satu sekolah dan sekelas saja
enggan. Jadi pikir amarilis candra telah melupakan atau memang lupa kejadian
hidungnya.

Dan sekarang atasan mereka dengan sengaja menjadikan mereka partner dengan
alasan ‘candra akan membuat komik terbarunya dan akan sangat baik jika
dipadukan dengan kinerja amarilis yang inovatif ‘, dan yang lebih mengejutkan
candra menerima usulan tersebut dengan senang hati.

Hal itu sangat mengejutkannya, namun amarilis beranggapan kejadian hidung


berdarah sudah lama jadi pikirnya ‘no prob’ dan akhirnya ia pun menenerima
tawaran itu juga

Lagipula penampilannya sekarang sudah jauh beda dengan yang dulu, sekarang ia
lebih feminim sebab ibunya memaksa ingin melihat anak perempuannya yang
anggun bukan yang tomboy seperti laki laki.

======================

Hari telah berganti, ini adalah hari pertamanya menjadi partner dari mantan murid
memanjatnya dulu. Ia menuju apartemen candra karena dia ingin bekerja
dirumahnya saja. Sebagai editor candra dia hanya menuruti permintaan authornya
itu. Mereka telah memiliki no kontak masing masing yang didapat dari kepala
atasannya, dengan berbekal lokasi yang dikirimkan candra ia berangkat menaiki
bus.

Amarilis menggenakan gaun hitam berkerah sepanjang mata kakinya dengan rok
berjaring jaring, sangat menunjukan sisi feminimnya yang anggun namun
berkelas. Dipadukan dengan tas yang berselempang dibahu kirinya membuatnya
semakin cantik

Saat ini ia sedang berdiri didepan pintu apartemen candra. Amarilis menarik dan
menghembuskan nafas berkali kali. Merasa gugup karena sebentar lagi akan
menemui murid satu satunya, yang telah ia patahkan hidungnya.

‘ting tong’ tekannya hanya sekali dan menunggu sang pemilik bergerak membuka
pintu.

Tak butuh waktu lama partnernya itu langsung membukakan pintu menatapnya
dari atas sampai bawah lalu mempersilahkan masuk. Pikir amarilis apakan ada
yang salah dengan penampilannya?,

“pagi candra, amarilis” ucap amarilis menyapa dan menyodorkan tangan untuk
bersalaman, berupaya menerapkan attitude baiknya namun hanya dijawab
dehaman berbalik masuk ke apartemennya.

’anjing anjinggg’ hanya diucapkan batin amarilis tanpa ekspresi hanya


menampakkan senyum lalu menarik kembali tangannya yang tak dibalas. Tidak
tahu saja amarilis jika candra didepannya sana tengah tersenyum kemenangan.

Langsung saja amarilis mengikuti candra kearah ruang tamu. Bola mata amarilis
mengedarkan pandangnnya dan meneliti pada sekeliling ‘klasik’ ucap batinnya.

Apartemen candra hanya didominasi warna putih dan sedikt hitam serta pernak
pernik dari kayu. Matanya juga ikut menelisik pria dengan bahu lebar didepannya
itu yang mengenakan setelan casual dan celana training, jujur amarilis akui pria
itu tampak gagah dilihat dari belakang jauh berbeda dengan candra sewaktu
mereka masih sd.

Candra mempersilahkan amarilis untuk duduk lalu pergi menuju dapur untuk
menjamu rekan kerja barunya itu.

Disana amarilis mencoba mengendalikan kegugupannya menghembuskan nafas


secara teratur, setelahnya candra kembali dengan membawa sepiring biskuit dan
segelas air meletakkannya pada meja didepan amarilis.

“komikmu kali ini bergendre tentang cinta murnikan?, lalu yang kau buat
bercerita tentang apa? Apa kau sudah punya ide” tanya amarilis membuka
pembicaraan dan kegugupannya sedikit menghilang.

Candra bangkit dari tempat duduknnya lalu berdiri dihadapan amarilis “tentang
kisah cinta seorang pria bernama cakra ‘penyuka bunga matahari’, sifatnya
periang dan ramah kepada semua orang, hampir setiap hari dia selalu membawa
bunga matahari kemanapun dia pergi,”

ucapnya dengan menirukan gerakan seperti berlari ketika berangkat sekolah,


menggambarkan bunga matahari dengan membuat lingkaran bayangan dan
menatap pen tab diantara kedua telapak tangannya selolah menggenggam sepucuk
tangkai bunga matahari. Candra mendeskripsikannya seakan dialah Cakra si pria
bunga matahari.

“sampai akhirnya dia menemukan seseorang yang sama bersinarnya dengan


bunga matahari dimatanya. Namun, sayangnya alurnya bernasib sama dengan
kisah bunga matahari” menatap amarilis dalam diam dengan gurat kesedihan.

“jadi tugasmu carikan aku referensi untuk kelanjutan ceritanya” lanjutnya kembali
duduk memangku laptopnya dan memasang kembali memasang headphonenya
memutar film rekomendasi dari google. Namun matanya sibuk menatap
handphone dan jarinya mengetikan sesuatu mengabaikan film yang tengah diputar
dihadapannya.
‘sangat menghayati’ ucap amarilis tanpa suara dan tanpa diketahui candra,
kegugupannya telah hilang digantikan dengan rasa cringe melihat candra.

Padahal candra melakukannya dengan kepercayaan diri sangat baik tanpa terlihat
malu sedikitpun. Amarilis menunduk tersenyum mengingat kembali sewaktu
kecil, ketika candra selalu menceritakan kisah buku dongeng dengan gerakan
gerakan kecil yang melengkapinya saat pulang sekolah bersama.

‘klinung’ terdengar suara denting handphone amarilis, langsung diambilnya dari


tas berwarna hitam itu, tertera 1 pesan dari ‘murid bodoh’ atau juga disebut
dengan candra. Ia lirikkan matanya menatap candra didepannya lalu mengerutkan
dahinya dan menaikkan sebelah alis, sedangkan pria itu hanya tersenyum
menanggapinya

Raut muka Amarilis berubah datar lalu tersenyum tak iklas kepada candra namun
pipinya memerah menahan amarah, ia sambar tasnya lalu berlalu keluar dari
apartemen milik mantan murid memanjatnya itu.

Meninggalkan candra yang tengah melepas tawanya dengan terbahak-bahak,


setelah sebelumnya menahannya ketika masih bersama amarilis karena melihat
muka merah padam milik wanita editornya itu.

Ketika amarilis sudah diluar apartemen candra, ia menghela nafas dalamnya


berkali kali mencoba meredam amarahnya. Setelah mereda amarilis
melangkahkan kakinya menuju pusat perbelanjaan menatap ponselnya yang
tertera 13 barang yang harus dibawakannya untuk keperluan author yang tengah
duduk santai di apartemen.

Yang lebih menjengkelkannya lagi diponselnya itu tertera dengan huruf kapital
bold ‘GUNAKAN UANGMU DULU, NANTI KU GANTI’ matanya memejam
lalu menggeram frustasi.
Intinye nanti banya ribut namun karna itu juga mereka deket, yang laki nanti biasa
bahas tentang plot/alur sambil di praktekin. Sampe akhirnya yang laki suka duluan
dan yang wedok belom. Disaat dia nanya plot alur pas bagian ungkap ily yang laki
lakuiin sesuai dengan apa yang ada dipikirannya sambil nyium pipi padahal
sebenarnya dia ungkapin dari hatinya tentang perasaannya kewedoknya, yang
wedok terkejud dong tapi dia cuma marah sebentar sambil ngomel ngomel, atinya
berdesir dan mulai suka. Yang laki suka ngasih perhatian kewedoknya dan
wedoknya juga begitu walaupun sebenarnya dia gak percaya kalo dia ily sama tuh
laki. Dan pada suatu saat dia si laki ngungkapin perasaanya sebenarnya dia udh
mulai tertarik sejak mereka masih kecil.

Anda mungkin juga menyukai