Anda di halaman 1dari 4

Ketidaksengajaan dan Kehancuran

Karya Yumica

Hai! Kenalin, nama aku Clara Indriyani. Aku


adalah salah satu murid SMA Tirta Mulia yang
menduduki kelas 12. Aku termasuk anak yang
beruntung lahir dalam keluarga dengan
perekonomian yang sangat baik. Papa dan Mama
selalu memberi semua fasilitas yang aku butuhkan
mulai dari hp, komputer, kamar pribadi, bahkan
mobil untuk bepergian. Oleh karena itu, aku selalu
ingin membuat mereka bangga mempunyai anak
sepertiku dengan segala prestasiku di Sekolah.
Memasuki masa-masa Ujian Nasional, aku
selalu belajar terus-menerus, bahkan aku jarang
sekali bermain dan hang-out sama teman-teman.
Aku selalu mengikuti olimpiade-olimpiade online,
menurutku olimpiade tersebut dapat melatih otakku
agar terbiasa dengan soal-soal di Ujian Nasional nanti.
3 hari Ujian Nasional sudah aku lewati, sejujurnya Ujian Nasional ini sangat sulit, tetapi
benar saja, banyak sekali pertanyaan-pertanyaan olimpiade yang muncul saat Ujian Nasional.
“Aku sudah melakukan ini dengan sangat baik, apapun hasilnya akan aku terima.”
Hari ini adalah hari kelulusan SMA Tirta Mulia. Aku datang ke Sekolah pagi-pagi sekali dengan
harapan yang sangat tinggi untuk membanggakan orang tuaku. Setiap murid kelas 12 berkumpul
di Aula SMA Tirta Mulia untuk menunggu pengumuman kelulusan.
Beberapa acara pun telah dilewati, acara selanjutnya adalah pengumuman nilai Ujian Nasional
terbaik.
“Nilai Ujian Nasional terbaik dari seluruh kelas 12 jatuh kepada... Clara Indriyani”
Mendengar ucapan tersebut, Aku terharu dan meneteskan air mata. Aku sangat bersyukur karena
kerja kerasku selama ini tidak sia-sia.
“Clara harus cepat-cepat pulang, pasti papa dan mama bangga sekali sama Clara”
Aku pulang dengan rasa sangat bahagia dan membayangkan bagaimana ekspresi kedua orang
tuaku mendengar kabar aku lulus dengan nilai yang terbaik di Sekolah.
Saat diperjalanan, tiba-tiba saja ada orang yang menyebrang dan tidak memperhatikan
kendaraan-kendaraan berlalu lalang.
Brukkk....
Suara mobilku terdengar menabrak seseorang. Dengan perasaan yang takut dan tubuh yang
bergemetar karena pertama kalinya menabrak seseorang, aku memberanikan diri untuk keluar
dari mobil dan langsung menghampiri orang yang aku tabrak.
“Tolong-tolonggg.....” aku berteriak meminta bantuan orang sekitar untuk mengangkat orang
yang aku tabrak untuk masuk kedalam mobil.
Dengan rasa panik, aku langsung membawa orang tersebut ke Rumah sakit terdekat.
Sesampainya di Rumah sakit, orang tersebut langsung dilayani dan aku langsung menelpon papa
mama dan juga orang tua yang aku tabrak untuk memberitahukan hal tersebut.
Beberapa menit kemudian, papa mama dan orang tua orang yang aku tabrak sampai ke depan
pintu kamar pasien bersamaan.
“Lhoo.. bapak ibu kok ada disini?” tanya orang tuaku dengan heran.
“Anak saya kecelakaan, ditabrak mobil saat nyebrang. Bapak ada keperluan apa disini?”
jawab orangtua Vano, orang yang Clara tabrak.
“Anak saya menabrak orang pak,bu..”
“Lho, jadii??” tanpa melanjutkan kata-katanya, mereka berempat langsung masuk kedalam
ruangan Vano dirawat. Benar saja, orang yang Clara tabrak adalah anak dari atasan orang tua
Clara di Perusahaannya. Clara dan keluarganya langsung diusir oleh orang tua Vano dan
meminta agar papa Clara membereskan barangnya dan tidak bekerja lagi di Perusahaannya.
Sesampainya dirumah, papa langsung menarik tanganku dan membantingkannya ke sofa.
Papa sangat kesal karena aku telah membuat pekerjaan papa hilang.
“Kok kamu bisa nabrak Vano sihh???? Gara-gara kamu, saya kehilangan pekerjaan saya,
dasar anak pembawa sial!. Pergi dari rumah saya SEKARANG, saya ga mau punya anak
sepertimu!!!”
“PAH, jaga perkataanmu! Dia itu anakmu, dan selalu menjadi anakmu.” Bela Shinta, mama
Clara
Mendengar perkataan papa, aku bangkit dari sofa dan masuk ke Kamar. Aku sangat sedih dan
kecewa dengan diriku sendiri dan juga papa yang menganggap anak sendiri sebagai pembawa
sial.
Mulai saat ini, perekonomian ku menjadi sangat rendah, walaupun sekarang sudah mendapat
pekerjaan lain, gaji yang didapat. Papa dan Mama pun terus berdebat hal-hal kecil. Papa selalu
menyalahkanku dengan kata-katanya yang sangat tajam bahkan aku sering sekali diusir dari
rumah.
Sekarang aku menjadi anak yang selalu dikekang oleh Papa, Papa tidak mengizinkan aku
bermain dengan siapapun dan jika aku main tanpa izin, pasti ia memukulku dan mengusirku dari
Rumah.

“Ini salahku, mungkin kalo aku pergi dari rumah ini, mereka akan bahagia.”
Tanpa berpikir panjang, Aku memasuki semua barangku kedalam koper dan meninggalkan
rumah.
“Clara kamu mau kemana? Jangan mendengarkan apa kata papamu, dia lagi terbawa emosi!
mama sayang kamu nak...” ucap Shinta sambil menarik tangan Clara.
“Ga ma, kali ini aku harus pergi. Mama jaga diri baik-baik yaa.. jangan bertengkar dengan
papa cuman gara-gara aku”
Mama sudah tidak bisa menahanku lagi, mama lari ke kamarnya dan menangis.
Aku keluar dari Rumah dan berhenti karena aku melihat kertas yang jatuh tepat pada kepalanya,
ternyata kertas itu dilempar oleh mama dari jendela. Di Dalam kertas itu terdapat kalung emas
dan surat untukku. Mama meminta agar kalung emas ini dijual dan uang penjualannya itu untuk
menyewa kos agar aku mempunyai tempat tinggal.
Aku langsung mencari tempat tinggal dan pekerjaan, karena aku tau aku tidak akan kembali
ke Rumah. Saat melewati taman, aku melihat seorang gadis seumuran dengan ku sedang
menangis dengan tangan dan kaki yang luka. Aku langsung menghampiri gadis tersebut dan
mengeluarkan P3K di dalam koper.
“Heii, kamu kenapa? Kok tangannya lecet? Kamu diculik?” ucap Clara sambil mengulurkan
tangan gadis tersebut.
“Aku ga diculik tapi aku dibully” jawab gadis itu.
“Ya Ampun, masih banyak pembullyan ya jaman sekarang. Nama kamu siapa?”
“Namaku Belinda, namamu siapa?”
“Ehmm, namaku Amelia”
Aku tidak mau menjadi Clara yang sebelumnya, Clara si anak pembawa sial. Aku bertekad
mengganti semua identitasku menjadi Amelia, aku berharap nama Clara tidak ada lagi dalam
hidupnya.
Setelah aku mengobati luka-luka di tangannya, Belinda dijemput oleh kakaknya. Kakak
Belinda mengajakku mengobrol perihal luka-luka yang ada di tangan Belinda karena ia tahu
pasti adiknya menyembunyikan sesuatu. Benar saja, ternyata selama ini Belinda tidak pernah
jujur kepada kakaknya bahwa ia sering dibully oleh teman-temannya. Belinda dan kakaknya pun
pulang ke Rumahnya karena sudah sore.
Aku lanjut berjalan tanpa tujuan, entah aku harus kemana untuk mencari tempat tinggal dan
pekerjaan. Aku berjalan sambil menangis dan ingin menyerah, tetapi aku berfikir jika aku
menyerah mungkin aku akan bergelandangan di jalanan. Aku tetap berjalan sambil menengok
kiri-kanan berharap adanya lowongan pekerjaan di sekitar sini.
Saat aku melewati ruko-ruko di pinggir jalan, aku melihat tulisan lowongan pekerjaan di
sebuah Restoran ternama. Aku mencoba untuk mendaftarkan diriku ini walaupun aku sadar aku
hanyalah lulusan SMA yang tidak mendalami pekerjaan di Restoran.
Saat memasuki Restoran tersebut aku diminta untuk duduk di ruang tunggu karena empunya
Restoran sedang berada diluar. Setelah menunggu beberapa menit, aku diminta untuk masuk ke
dalam sebuah ruangan. Aku terkejut, di dalam ruangan tersebut ada kakak Belinda, orang yang
tadi aku temui di Taman. Ternyata, Kakak Belinda lah yang mempunyai Restoran ini. Aku
berbincang dengan Aksara, Kakak Belinda. Aksara adalah seorang psikolog, sehingga aku tidak
bisa berbohong kepadanya. Aku menceritakan keluarga-ku yang menjadi hancur karena
kesalahanku. Aku langsung diterima di Restoran tersebut, bahkan aku diberikan tempat tinggal
selama aku bekerja disini.
Aku bekerja mulai besok, saat ini aku diantarkan ke kamar karyawan khusus wanita.
Sesampainya, aku langsung beberes dan makan makanan yang diberikan saat di Restoran tadi.
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, aku tiba-tiba saja meneteskan air mata mengingat
kejadian tadi siang. Aku merindukan kedua orang tuaku, tetapi disisi lain aku sangat kecewa
dengan papaku.
“Aku bukan pembawa sial, aku harus buktiin, aku kuat kok, aku bisa ngejalanin ini, lupain
Clara, sekarang aku adalah Amelia, Amelia yang hidup tanpa harus bergantung dengan
siapapun!”
Hari demi hari aku lewati tanpa orang tuaku. Sulit, tapi aku harus bisa. Aksara sangat
mempercayaiku untuk mengatur Restorannya, ia memintaku mengatur Restorannya karena ia
akan pergi ke luar kota dalam waktu yang cukup lama. Mulai saat ini, Aku dan Aksara sering
berkomunikasi bahkan membicarakan hal-hal random di WhatsApp.
“Aku ga boleh baper, dia hanya atasanku. Kita berbeda.”
Alaska memang sangat memperdulikanku, ia selalu memperhatikan hal-hal kecil tentang
diriku. Hingga suatu hari saat Alaska pulang dari luar kota, Alaska menyatakan cintanya
kepadaku. Entah apa yang ada di pikiranku, aku langsung saja menerimanya. Alaska adalah pria
yang sangat baik, ia menerimaku dengan kondisi apapun.
2 tahun berlalu, aku ingin sekali bertemu dengan orang tuaku. Aku meminta Alaska untuk
menemaniku.
“Alaska, aku kangen deh sama papa dan mama. Boleh ga temenin aku ke Rumah.”
“Boleh banget, kalo resto sudah tutup kita langsung kesana yaa..”
Mendengar perkataan itu, aku semakin semangat bekerja dan tidak sabar menemui papa dan
mama.
Tiba-tiba saja, ada sepasang suami istri datang ke Restoran.
“ehhh itu papa dan mama bukan ya, kok mirip banget sihh???” tanyaku kepada Alaska
“ahh sudahlah mel, pasti kamu cuman berkhayal, nanti pulang dari sini ketemu kok, sabar
ya.”
Sepasang suami istri itu pun mendekati kasir untuk memesan makanan. Benar saja, mereka
adalah orang tuaku. Tanpa berkata-kata, Mama langsung memelukku dengan sangat erat. Papa
juga minta maaf akan perbuatannya yang sudah menyakitiku.
“Pa, Ma, kenalin ini Alaska, calon menantu papa mama.”
“Wahhh.. anak mama sudah besar. Mama si setuju banget!!” ucap Mama
“Papa juga setuju!” ucap Papa dengan wajah yang tersenyum lebar
1 bulan kemudian, Aku dan Alaska menikah dan hidup bahagia…

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai