Anda di halaman 1dari 6

TUGAS CERPEN

BAHASA INDONESIA

Disusun oleh
Nama : Zahwa Alya Meirianda
Kelas : XI Mipa 6

SMA Negeri 05 Kota Bengkulu


Tahun Ajaran 2021/2022
Kemenangan untuk Ibu

Suara kokok ayam yang menandakan fajar, telah terdengar. Lelaki itu perlahan
tersadar dari mimpinya. Mata bulat itu mengerjap beberapa kali dan akhirnya terbuka
sempurna. Diliriknya jam yang masih menunjukkan pukul 5 pagi. Bergegas ia bangun untuk
menunaikan kewajibannya disubuh ini. Itulah Tama, lelaki yang hidup dengan sejuta asa.

“Buu,”teriak Tama mencari ibunya usai ia menunaikan salat subuh. Kepalanya


celingukan mencari ke sana kemari. Semua ruangan di rumah yang kumuh ini ia telusuri.
Kakinya membawa ia menuju pintu belakang yang berbahan kayu. Ia geserkan paku yang
diikat dengan seutas tali sehingga pintu kayu itu pun terbuka. Sejenak ia terdiam di ambang
pintu, sambil memegangi tembok rumah yang juga berbahan kayu. Di sana, di dekat sumur tua
itu terihat wanita paruh baya yang tengah menimba air. Di samping kakinya, terlihat pakaian
kotor yang begitu banyak. Pakaian milik tetangganya yang harus Ibunya cuci hari ini.

“Ibu, Aku cariin ternyata di sini,”ucapku sambil melangkahkan kaki ke arahnya. Ibu
tersenyum sejenak mendengar perkataan Tama.

“Ibu lagi mencuci baju Bu Siti. Kamu udah salat Nak?”

“Sudah Bu, mau aku bantuin Bu?”Tanya Tama yang hendak mengambil alih timba air
itu. Namun, tangannya ditepis oleh Ibu dengan pelan

“Tak usah Nak, Ibu bisa sendiri. Kamu siap-siap pergi ke sekolah ya. Ibu tadi sudah
buat pisang goreng kesukaan kamu. Dimakan ya!”ucap Ibu dengan sangat lembut. Tama
mengiyakan perintah Ibunya dan berlalu masuk ke rumah untuk bersiap-siap pergi ke sekolah.

Beberapa menit kemudian, Tama telah siap dengan seragamnya. Baju Putih yang telah
menguning dan celana abu-abu yang telah menggantung. Tidak lupa dengan sepatunya yang
telah bolong sana-sini dan warnanya sudah tidak lagi hitam akibat pudar oleh sinar matahari.
Namun, itu semua tak mengalahkan semangat Tama untuk menimba ilmu dan mengejar masa
depannya. Ia yang bercita-cita menjadi arsitek itu sangat tekun dalam menimba ilmu.
Kepintarannya pun tak usah diragukan lagi.

Tama melangkahkan kakinya menuju meja dapur. Ia mengambil sebuah pisang


goreng dari piring plastik yang ada di atas meja tersebut. Enak. Satu kata yang Tama ucapkan
setelah menghabiskan satu gigitan pisang goreng itu. Pisang goreng Ibunya selalu enak. Oleh
sebab itu, pisang goreng ini menjadi kesukaannya sejak kecil.

“Bu,”panggil Tama kepada Ibunya.

“Iya Nak, Ibu di sini,”jawab Ibu dengan sedikit berteriak.

“Oh Ibu di sini. Tama pergi dulu ya, Bu. Pisang gorengnya sudah Tama makan.
Terima kasih ya, Bu, udah buatin Tama pisang gorengnya, Tama suka,”ucap Tama sambil
tersenyum lalu menyalami tangan Ibunya. Ibunya tersenyum dan mengucapkan “hati-hati”
pada Tama. Setelah itu, Tama berjalan kaki menuju sekolah yang terbilang dekat dengan
rumahnya.

Tama pun sampai di sekolahnya. Ia senang telah kembali bersekolah setelah kurang
lebih 2 minggu libur. Tahun ajaran baru membuat Tama lebih semangat lagi. Ia melangkahkan
kaki menuju kelasnya. Namun, di tengah jalan, ia bertemu dengan salah satu gurunya. Tama
menyalami tangan gurunya itu. Guru itu melihat Tama dari atas ke bawah. Ia pandangi Tama
lekat-lekat.

“Nak, warna sepatunya sudah coklat ya. Tahu kan aturan di sekolah ini?Sepatunya
harus warna hitam ya,”ucap guru itu. Tama hanya tersenyum lalu mengangguk. Kemudian,
guru itu pun pergi meninggalkan Tama yang masih terdiam. Tama melirik ke arah sepatunya.
Setetes air mata pun turun. Namun, cepat-cepat Tama hapus air mata yang telah membasahi
sedikit pipinya itu. Ia lanjutkan langkahnya menuju kelas.

Tama menduduki bangku paling depan. Ia menyandarkan bahunya yang terasa sedikit
pegal. Ia memikirkan perkataan gurunya tadi. Bagaimana ia bisa mendapatkan uang untuk
membeli sepatu baru?Ia enggan meminta kepada Ibunya, karena ia tahu upah Ibunya yang
menjadi buruh cuci hanya cukup untuk membeli makanan setiap harinya. Lamunan Tama pun
terhenti akibat panggilan temannya.

“Tama, kamu dicari wali kelas kita, Bu Asri.”

“Bu Asri mencariku?Ada apa?”tanya Tama penasaran

“Tidak tahu, kamu temui saja Bu Asri di ruang guru.”

“Terima kasih ya,”ucap Tama, lalu ia berjalan menuju ruang guru. Tama berpikir
kesalahan apa yang telah ia lakukan sehingga membuat dirinya dicari oleh Bu Asri.

Tama pun memasuki ruang guru, dan mencari keberadaan Bu Asri. Ia melihat Bu Asri
di pojok ruangan terlihat ia tengah membaca selembar kertas. Ia melangkahkan kaki menuju Bu
Asri.

“Assalamu’alaikum Bu,”ucap Tama sambil menyalami tangan Bu Asri. Bu Asri


menjawab salam Tama dan mempersilakan Tama duduk di depannya.

“Ada apa ya Bu?”tanya Tama

“Jadi begini Tama, lomba yang kamu ikuti di tingkat provinsi kemarin membuahkan
hasil yang sangat baik. Kamu menang. Kamu juara satu nya. Dua minggu lagi, kamu akan pergi
Jakarta untuk mengikuti tingkat nasional.”

Tama terdiam mendengar tuturan Bu Asri. Ia tak percaya dengan apa yang diucapkan
Bu Asri. Perjuangannya selama ini terbayarkan. Ia akan pergi ke Jakarta. Ia akan naik pesawat.
Pesawat yang kemarin sore hanya dapat ia lihat dari rumahnya. Namun, dua minggu lagi, ia
sudah dapat menaiki pesawat itu. Ia harus memberitahu Ibunya pulang sekolah nanti.
“Alhamdulillah, baik Bu, nanti Tama akan persiapkan dengan matang untuk
lombanya,”ucap Tama dengan penuh semangat.

“Terima kasih Tama, sudah membawa nama sekolah kita ke tingkat nasional.”

“Terima kasih juga Bu, sudah membimbing Tama selama ini.”

“Kepala sekolah akan memberikan reward kepadamu sepulang sekolah nanti. Jadi,
kamu nanti jangan pulang dulu ya.”

“Alhamdulillah, Iya Bu, terima kasih Bu.”

Setelah itu, Tama kembali ke kelasnya. Di sepanjang jalan, ia tak henti mengucap rasa
syukur dan tersenyum haru. Ia sangat senang. Sepulang sekolah, Tama menemui kepala
sekolah. Kepala sekolah mengucapkan selamat dan terima kasih kepada Tama. Ia bangga
kepada Tama. Walaupun Tama berasal dari keluarga yang kurang mampu dalam soal finansial,
tapi itu tak melunturkan semangat Tama dalam berprestasi. Ia pun memberikan reward untuk
Tama. Ia memberikan sejumlah uang untuk Tama. Ia tahu Tama sedang membutuhkan uang
itu. Tama pun sangat berterima kasih kepada kepala sekolah yang telah memberikannya
sejumlah uang. Tama akan menggunakan uang ini untuk membeli sepatu baru dan mukenah
baru untuk Ibunya.

Setelah itu, Tama langsung pergi ke toko sepatu dan toko mukenah. Ia membelikan
mukenah berwarna putih untuk Ibunya. Mukenah yang selama ini Ibunya idam-idamkan. Ia
berlari menuju rumahnya. Tak sabar lagi, untuk memberitahu semuanya kepada Ibunya.

“Assalamu’alaikum Ibuuuuu, Tama pulang,”teriak Tama dari teras rumah. Tama


masuk ke dalam rumah dan menuju kamar Ibunya. Didapatinya Ibu tengah berbaring di kasur
tipis itu. Ibu pun tersenyum ke arahnya

“Ibu, Tama bawa ini buat Ibu,”ucap Tama sambil mengangkat kantong kresek yang
berisi mukenah baru itu.

“Wahh, itu apa nak?”tanya Ibu dengan keningnya yang sedikit berkerut.

“Mukenah baru untuk Ibuuuu,”seru Tama sambil tersenyum lebar.

“Nak, kamu dapat uang darimana?Kenapa bisa beli mukenah baru untuk Ibu?”tanya
Ibu kepada Tama. Kerutan di keningnya semakin terlihat jelas. Darimana anaknya ini
mendaptkan uang?

“Baiklah, Tama cerita dulu…,”Tama menceritakan peristiwa hari ini kepada Ibunya.
Ibu langsung memeluk Tama dan menangis haru setelah mendengar cerita anaknya. Sakit
kepala yang ia alami tadi hilang entah kemana setelah mendengar cerita Tama. Ia sangat
bangga dengan anak semata wayangnya. Tama pun ikut menangis haru saat dipeluk Ibunya.
Usai berpelukan, Ibu memberi nasihat kepada Tama bahwa ia harus rajin belajar untuk
lombanya dua minggu lagi. Tama pun mendengarkan nasihat Ibunya.
Setiap hari Tama belajar dengan giat. Ia mempersiapkan semuanya dengan matang. Ia
mau membawa pulang piala dan medali emas nasional untuk Ibunya nanti. Ibu pun selalu
mendukung Tama setiap harinya. Kini, tiba saatnya Tama untuk pergi ke Jakarta. Ia pergi
bersama Bu Asri selaku guru pembimbingnya dan kepala sekolah. Ia melangkah yakin menaiki
tangga penghubung ke pesawat. Ia memasuki pesawat dan mencari tempat duduknya. Setelah
mendapatinya, ia pun duduk dan melihat ke arah jendela yang berada di sampingnya. Tak lama
kemudian, pesawat mulai mengambil ancang-ancang untuk terbang sebelum akhirnya terbang
dengan sempurna di langit. Tama melihat pemandangan awan-awan melalui jendela. Ia kagum
dapat melihat awan sedekat ini. Ia juga dapat melihat laut di bawah sana. Pemandangan yang
sangat indah dan tak akan Tama lupakan.

Keesokan harinya, Tama mulai berlomba. Ia selalu ingat dengan perkataan Ibunya. Ia
mengerjakan soal dengan fokus. Ia baca soal-soal itu dengan teliti. Matanya sangat jeli melihat
angka-angka itu. Dua jam telah usai, Tama berhasil menyelesaikan soalnya dengan yakin. Esok
harinya, Tama melakukan praktik yang berkenaan dengan lombanya. Ia juga mampu
menyelesaikan praktik itu dengan sangat baik. Dilain tempat, Ibu sedang berdoa untuk Tama.
Tak henti, siang malam ia bersujud meminta agar Tama diberi kemudahan dan kelancaran
dalam lomba yang diikutinya. Ia juga berdoa, semoga Tama bisa menjadi pemenangnya.

Tibalah malam puncak dari lomba itu. Malam ini, hasil lomba akan diumumkan. Tama
sudah berdoa tadi. Apapun hasilnya nanti, ia akan terima. Terdengar di atas panggung sana,
pembawa acara mulai mengumumkan pemenangnya. Jantung Tama berdebar menunggu
penguuman pemenang mata lomba yang ia ikuti. Juara tiga dan dua sudah diumumukan, tapi
tak ada nama Tama. Namun, dunia Tama sekan berhenti berputar ketika namanya disebut
sebagai juara satu di ajang lomba itu. Langsung, ia mengucap rasa syukur dan menangis haru.
Ia maju ke depan dengan sangat bangga. Ia berhasil membawa pulang piala dan medali emas
untuk Ibunya. Pasti Ibunya sangat senang mendengar kabar ini. Ia jadi tak sabar untuk pulang
ke rumah. Tama pun, turun dari panggung dan melangkah menuju tempat ia duduk tadi. Ia
menemui kepala sekolah dan menyalami tangannya.

“Selamat ya Tama, Saya bangga sama kamu,”ucap kepala sekolah sambil menepuk
pundak Tama.

“Terima kasih Pak, Bu Asri kemana ya pak?”tanya Tama. Kepala sekolah menjawab
bahwa Bu Asri sedang mengangkat telepon. Beberapa menit kemudian, Bu Asri datang
menghampiri mereka dengan tergesa-gesa.

“Tamaaa, Ibu kamu,”ucap Bu Asri dengan muka panik.

“Kenapa Ibu saya, Bu?Ada apa dengan Ibu saya?”tanya Tama menggebu-gebu.

“Ibu kamu meninggal,”Ucap Bu Asri sambil menangis. Satu kalimat yang keluar dari
mulut Bu Asri membuat dunia Tama seperti benar-benar terhenti. Kabar baik dan buruk
menimpanya sekaligus malam ini.

Anda mungkin juga menyukai