Anda di halaman 1dari 8

Dimana Handphone itu?

Gemuruh suara pintu terdengar, sinar cahaya mulai memasuki kamarnya, terdengar pula
suara tangisan balita laki-laki, sudah tidak kondusif sepertinya. Zata kemudian membuka kedua
bola matanya, sambil suram pandangan dan terheran-heran melihat sekitar,

“Kenapa berisik sekali, padahal masih pagi”, gumamnya dalam hati.

“Berisik ya? makannya jadi kebangun”, terdengar suara lembut perempuan yang
mendekat. Ya, itu Bunda.

Pikirannya masih samar, kenapa bisa sehati ucapan Bunda nya ini. Tak lama, Zata loncat
dari tempat tidurnya dan berlari keluar kamar tanpa menghiraukan Bunda nya. Sesaat di dalam
kamar mandi, ia bergumam sendiri.

“ Kenapa baru inget sih?? lupa pasang alarm lagi”

“Kak..kok langsung lari gitu ke kamar mandi? kalau baru bangun jangan langsung gitu,
gak baik buat kesehatan jantung”, sahut Bunda sambil berjalan mendekat kamar mandi dengan
suara yang agak kencang.

“Ini Bun.. aku lupa, jam 07.30 aku ada tes latihan TOEFL di sekolah”, Zata membalas
sambil terdengar suara shower dari dalam kamar mandi.

“Kok bisa lupa, Bunda kira sabtu ini kamu gaada kegiatan di sekolah, lagian TOEFL itu
butuh persiapan loh, jangan-jangan kamu juga belum belajar lagi”, Bunda membalas.

Tak lama, Zata keluar kamar mandi dan bergegas menyiapkan segala keperluan untuk
sekolah. Jam dinding sebentar lagi menunjukkan pukul 07:00 pagi, sepertinya ia akan telat
masuk kelas, belum lagi kemacetan jalan Jakarta yang tak bisa diprediksi. Ia lupa memasang
alarm, padahal jika tidak ada TOEFL, ia bisa saja berleha-leha di rumah, ya lagi-lagi sifat pelupa
Zata menghambatnya hari ini.

“Neng, ayo mobil nya udah siap”, sahut Pak Kemas, supir pribadi keluarga Zata
“Eh..hmm, ini pa kayanya aku gak naik mobil deh, aku mau pesan ojek online aja, udah
telat pak soalnya”, jawabnya.

“Beneran neng? ini kan hari sabtu, biasanya neng suka jalan-jalan atau ke rumah
temennya, waktunya juga gak buru-buru kan?”, tanya Pak Kemas.

“ Enggak pak, Zata lupa hari ini ada jadwal tes TOEFL di sekolah, eh..eh.. itu ojek..ini
saya saya Zata…Pak, aku duluan ya, ojek online yang aku pesen udah dateng”, sahut Zata
dengan muka panik dan terburu-buru.

“Eh..neng, ohiya atuh biar Pak Kemas bilang ke ibu ya”

“Iya pa, aku berangkat ya, Assalammualaikum…, Bun, kaka berangkaaat”, serunya
sambil teriak menuju pagar mendekati ojek online pesanannya.

Saking terburu-buru, Zata bahkan lupa pamit secara langsung kepada Bunda dan adik
kecil nya, Kala. Pikirannya sudah tak karuan, kini yang ia pikirkan hanya agar tidak telat
mengikuti tes TOEFL yang diadakan sekolahnya itu. Untuk urusan pelajaran, Zata tergolong
murid pintar, 3 besar selalu menjadi langganannya sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, hingga
Sekolah Menengah Atas, padahal ia jarang belajar, hanya saja Zata pintar membagi waktu dan
sangat mengetahui metode belajar yang tepat untuknya, sehingga 3 besar pun sangat mudah
diraih.

“Stop mas, disini aja ya.. ini kayanya bakal macet panjang deh, saya lari aja mas dikit lagi
sampe kok, udah telat soalnya hehe”, seru Zata pada mas ojek online yang ditumpanginya.

“Bentar lagi kok de, lumayan jalan kesitu”

“Eng..engga mas, gapapa disini kalau jam segini macetnya bisa setengah jam, lagi ada
proyek jalan soalnya” timpalnya.

“ Oh..okedeh de”

“Jadi 18 ribu ya…ini mas uangnya, makasih banyak ya mas, maaf tadi saya minta
ngebut”, Zata menjawab sambil tertawa kecil.
Benar saja, Zata langsung bergegas lari menghalau kemacetan dan berbelok ke arah
Pandawa, jalan SMA 4 yang dimana merupakan sekolahnya. Tanpa sadar, handphone merk
iphone yang ia taruh di saku rok nya jatuh, tepat di pertigaan Jalan Pandawa. Dan Zata tidak
menyadarinya.

“Yes..yes..aduuh capek,akhirnyaa”, ucapnya dengan napas yang terisak-isak karena


kelelahan lari dari pertigaan.

Dan ajaib, Zata tidak telat, ia melihat jam dinding di dalam kelasnya, 07:25. Itu artinya,
hampir saja ia terlewat mengikuti tes TOEFL tersebut.

Tak lama TOEFL dimulai, posisi duduk di kelas sesuai dengan absen, sehingga Zata
kedapatan duduk di bangku ujung belakang kelasnya. Waktu tes TOEFL 120 menit, Zata sangat
cepat mengerjakan semuanya dan keluar kelas pun dengan cepat.

120 menit pun berlalu.

“ Ta.. cepet banget sih lo ngerjainnya, bikin degdegan tau ga gue, soal-soal nya kan
lumayan susah, apalagi pas bagian grammar, males banget gue”, sahut Clara, sahabatnya.

“ Yeeh, kenapa mesti degedegan, Clar denger ya, orang yang ngumpulin kertas ujian
duluan ga menjamin nilainya bakal 100, bisa aja keluar duluan karena pusing”, timpalnya dengan
sedikit tertawa kecil.

“Ya iya, itu kan kalau orang lain. Nah kalau lo, kan mau keluar cepet kek, lama kek pasti
dapet nilai gede mulu, emang dasarnya pinter mah susah sih”, Kata Clara sambil geleng-geleng
dan menggoda Zata.

“Eh..eh, semua anak itu pinter tau, udah ah yuk abis ini enaknya kita kemana ya?gimana
kalau nonton bioskop? Film Tioree Burgess is A Loser udah tayang dong!”, sahut Zara
membujuk sahabatnya itu dengan sangat bersemangat.

“Ha?serius lo?gilaa..gue nungguin banget tuh film, ayok” seru Clara.


Mereka berdua pun bergegas langsung ke Mall Cinere, dan memesan taxi online dari
handphone Clara, saat itulah Zata teringat handphone nya. Ia meraba saku rok, tidak terdapat
apapun di dalamnya.

“ Tunggu-tunggu. Clar, pas tes TOEFL tadi, handphone semuanya dikumpulin di meja
guru kan?” tanya Zata dengan muka agak panik.

“Iya, terus tadi juga kan dibalikin lagi ta”. Jawab Clara santai

“Kok..kok handphone gue gaada ya? Perasaan gue gak ngumpulin handphone di meja
guru deh sebelum mulai”, mukanya panik.

Tanpa pikir panjang, mereka berdua lari kembali ke dalam kelas, taxi online yang di
pesan Clara terpaksa dibatalkan, keduanya sudah tidak fokus untuk menonton bioskop, kini Zata
dan Clara sibuk mengecek tiap kolong meja di kelasnya, khawatir handphone Zata tertinggal.

“Yah..kok gaada sih Clar, aduh gimana dong mana isinya penting-penting lagi, masa
ilang”, Zata menampakkan muka cemas dihapadan Clara.

“Bukan cuma penting ta, itu tuh iphone keluaran terbaru, apalagi itu bukannya hadiah
dari papa lo pas pulang dari Inggris ya?”, timpal Clara.

“ Haduuh Clar, gue pusing nih, coba coba telpon nomor gue”, Zata semakin cemas.

Sudah hampir 15 kali Clara menghubungi nomor Zata, tapi hasilnya nihil. Pakai aplikasi
pun sebenarnya bisa, sayangnya handphone milik Clara bukan iphone, sehingga sulit untuk
dilacak keberadaannya. Mereka berdua semakin panik, Clara memberi usulan agar Zata
meminta bantuan pada guru dan petugas sekolah, tapi Zata menolaknya, ia tidak ingin
merepotkan pihak sekolah, karena ia yakin ini murni keteledorannya, sejak sebelum tes TOEFL
pun, Zata tidak merasa menitipkan handphone tersebut di meja guru, ia pun curiga handphone
nya jatuh di tengah jalan.

“ Ya terus sekarang gimana ta? masa lo mau pasrah aja”, Clara menyayangkan.
“Gini aja deh, entar malem gue mau minta anter Bunda sama Pak Kemas ke pusat kartu
provider gue, yang penting data gue gak ilang dulu deh, disana aja gue minta bantu lacak nya”,
timpal Zata.

Zata sudah tak mau ambil pusing, bukannya tidak panik, hanya saja ia sadar betul, ini
semua salahnya. Sejak pagi, Zata yang biasa hidup teratur mendadak berantakan, semula dari
lupa memasang alarm, kesiangan, berlarian, hingga handphone nya sendiri yang hilang. Zata
menyesali nya seorang diri, ia pun meminta Clara untuk tidak terlalu ambil pusing dengan yang
dialaminya sekarang, mereka pun bergegas pulang ke rumah masing-masing, dan untuk pertama
kalinya, Zata terpaksa pulang menaiki bus kota bersama Clara.

Di perjalanan dalam bus, Clara nampak termenung. Clara sedikit kesal pada sahabatnya
itu, karena sifatnya yang terkesan menggampangkan hilangnya handphone ini. Clara tak banyak
bicara, begitu juga Zata.

“Tek tek..”, Zata mengetuk kaca bus kota tersebut, pertanda hendak turun.

“ Clar, gue duluan ya, pokoknya entar malem sekitar jam 7, gue bakal hubungin lo pas
lagi ada di kantor provider nya, gua kabarin pake handphone Bunda ya”, sahutnya.

“ Iya..”, Clara malas menjawab, ia masih merasa kesal.

Sesaat Zata turun, bus kota yang ditumpanginya tak langsung pergi, selain karena itu
lampu merah, jalanan pun cukup macet. Sambil dikejauhan, ada hal yang membuat Zata terkejut
ketika menengok ke kaca bus yang diduduki Clara. Iya, itu handphone nya, sedang dipegang
oleh Clara. Awalnya ia tak percaya, tapi itu benar miliknya, case berbentuk panda pun benar-
benar dilihatnya.

Zata bingung, ia tak tau harus bagaimana, rasa kepercayaan nya terhadap Clara sedikit
hilang, tapi ia pun tak mau langsung menggugat, bisa saja Clara punya case baru yang mirip
dengannya. Tapi tidak, perasaannya yakin 100 persen, bahwa itu miliknya. Saat sudah mantap
ingin memanggil Clara dari luar, sayangnya, jalananan sudah tidak lagi macet, bus kota pun
melaju kencang.
Zata lemas, ia tak habis pikir dengan sahabatnya sendiri. Zata pun mengurungkan niatnya
untuk pulang ke rumah, ia berbelok arah menuju rumah Clara, dan menaiki bus kota yang
berbeda. Sesampainya di depan rumah Clara, Zata tak langsung masuk, ia melihat ada yang
bertengkar di halaman rumah Clara.

“ Tuh kan.. jadi adek gimana sih, itu tuh iphone kakak beli pake duit sendiri, besok kakak
presentasi di Kampus, dan data temen-temen kakak disitu semua, kakak gamau tau kamu harus
benerin handphone nya, pake jatohin segala sih!”, terdengar suara Kak Mei, Kakak Clara dengan
nada tinggi.

“ Iya kak..maafin Clara.. tadinya Clara juga udah niat mau benerin handphone nya kok
sepulang sekolah, tapi Clara bingung, masa mau minta uang lagi ke Papa, kemaren baru aja
minta”, jawab Clara dengan nada pelan.

Zata masih menyimak keduanya dibalik pintu pagar rumah Clara.

“ Ya terus sekarang gimana? Udah jelas papa gabakal ngasih uang ke kamu, mau alasan
apa?”, timpal Kak Mei.

“Ini kak, sementara pake handphone ini dulu, temen aku ada yang mau minjemin”, Clara
memberikan iphone keluaran terbaru dilapisi case panda yang sudah jelas itu milik Zata.

Dari kejauhan, Zata mengerti, sekaligus sedih dan kecewa. Kenapa Clara tidak cerita saja
dari awal semuanya? Zata terdiam sejenak. Tanpa pikir panjang, Zata bergegas lari dan
memanggil Clara, sambil memeluknya dari belakang. Kak Mei dan Clara spontan kaget dan
heran.

“ Clar, kenapa ga cerita sih, kalau emang mau minjem dulu handphone aku gapapa, aku
masih ada handphone bekas bunda kok, lagian aku bisa bantu ngomong ke Kak Mei”, Zata
memeluk Clara dari belakang, dengan sedikit terisak dan nada pelan.

“ Zata?”, Kak Mei bingung.

Clara sudah tidak bisa menjelaskan apa-apa pada Zata. Karena sudah pasti, Zata
mendengar semua percakapannya. Clara langsung meminta maaf terhadap Zata sambil menangis,
diikuti dengan menjelaskan semuanya pada Kak Mei.
Sebenarnya sejak handphone Zata jatuh di pertigaan di Jalan Pandawa, tak lama Clara
datang dan juga berlari, ia tak sengaja menginjak handphone itu. Clara pun mendapat masalah
sebelum berangkat tes TOEFL tadi pagi, ia menjatuhkan handphone milik kakak nya dari atas
lemari,ketika hendak di charge. Kak Mei melihatnya, dan meminta pertanggungjawaban pada
adiknya, Clara.

Karena Clara pun telat, ia pun berjanji menuntaskan ini semua setelah pulang dari tes
TOEFL nya itu. Dan ketika melihat iphone yang ia injak, ia beralih pikiran dengan
menggunakan handphone tersebut sebagai jaminan sementara. Ya, Clara sudah tahu betul kalau
itu milik sahabatnya, Zata.

Saat ikut membantu Zata yang kebingungan mencari di sekolah pun, sebenarnya Clara
ingin mengungkapkan semuanya, tapi ia dibuat jengkel dengan sifat Zata yang terkadang
menyepelekan sesuatu, dengan dua niat baru, pertama menggunakan handphone tersebut sebagai
jaminan untuk kak Mei, dan kedua untuk memberi pelajaran pada Zata, akhirnya Clara
mengurungkan niat awalnya tadi. Dan ternyata, semua terbongkar dengan cepat.

Zata pun menyesal karena terkadang terlalu egois, Kak Mei yang terlalu mudah
meluapkan emosi, begitu pula Clara yang tidak mau jujur. Mereka bertiga mengakui kesalahan
masing-masing, sambil berpelukan, mereka berjanji tidak akan mengulangi sifat buruk mereka
lagi.
Biodata Penulis

Nama lengkap saya Dinar Nur Asyifa Rahmawati, biasa dipanggil Dinar. Saya lahir di
Bogor, pada 17 Juli 1998. Saya merupakan mahasiswi jurusan farmasi universitas swasta di
Bogor yang kini menempuh semester 7, juga tinggal dan menetap di Bogor. Kecintaan terhadap
dunia tulis menulis sudah ada sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, dimulai dari hobi membaca
cerpen hingga novel anak-anak, saya pun tertarik untuk ikut berkarya dalam membuat cerpen
hasil karangan sendiri. Hanya saja, saya belum berani untuk mempublikasikan nya. Hingga
akhirnya ketika memasuki kuliah saya mulai berani untuk memperluas dunia literasi, mulai dari
menulis essai hingga cerita pendek.

Anda mungkin juga menyukai