Anda di halaman 1dari 5

Nama : Destira Azhara

Kelas : XII IPS 3


No. Absen : 06

Nanta si Misterius
Siang hari yang cerah, ketika musim panas tiba di Jepang. Banyak masyarakat yang
menikmati musim panas dengan berlibur ke pantai. Namun, mengapa hari pertama musim
panas sangat sial untukku. Aku ialah seorang Intelijen Jepang yang dituduh melakukan kasus
kejahatan yang besar oleh kerabat-kerabatku sendiri. Aku terus berlari menuju Stasiun
Shinagawa untuk menaikki Kereta Shinkansen dan menuju ke Bandara Haneda. Aku
berencana untuk pergi ke luar negeri karena aku akan menyelidiki kasus ini sendirian dengan
tenang tanpa gangguan dari kerabatku yang terus mengejarku. Setelah aku sampai di Stasiun
Shinagawa, sialnya aku menemui mereka. Untungnya, mereka belum menyadari bahwa ada
aku di sini. Tanpa lama-lama lagi aku langsung bersembunyi dibalik Vending Machine. Saat
aku bersembunyi, kebetulan 3 kerabatku berhenti di depan Vending Machine
persembunyianku. Namun, mereka masih belum menyadarinya. Aku sempat mendengar
percakapan mereka.
“Sial, mengapa si Nanta belum ditemukkan. Susah sekali mengejar seorang Intelijen sekelas
dia,” – ujar kerabat A
“Entahlah, aku tidak percaya bahwa Nanta melakukan kasus kejahatan yang sangat besar itu.
Aku tahu bahwa dia orang yang jujur dan berwibawa.” – ujar kerabat B dengan mimik yang
terheran-heran
“Ssstttt bisa diam tidak kau! Kita turuti saja permintaan Pak Yama. Lu mau komisi besar ga
sih? Mau dia salah atau ga bersalah gue sih bodo amat, yang penting gue dapat komisi besar
dari Pak Yama.” – ujar kerabat A
“Iya kalau komisi besar sih gue juga mau, oh iya denger-denger anaknya Pak Yama akan naik
jabatan kan? Dia akan mengisi jabatannya si Nanta itu? Kalo iya, gue sih mikirnya Pak Yama
sengaja menuduh Nanta karena biar anaknya itu dengan sangat mudah merebut jabatan si
Nanta” – ujar kerabat B
“Lu bisa jaga omongan dulu ga sih, ini tempat umum. Untung aja di sini sepi, kalo ada orang
terus ada yang nguping gimana? Udah capek-capek Pak Yama ngurusin anaknya untuk
dipindahkan dulu ke Indonesia biar dia ga dicurigain. Nanti aja ngobrolnya, sekarang kita
fokus lanjut cari si Nanta.” – ujar kerabat A sambil berlari untuk kembali mencariku
Jujur, aku terkejut. Terlepas dari kasus ini, ternyata hal-hal licik sudah biasa dilakukan oleh
kerabatku yang tadi. Lebih terkejutnya lagi, ternyata Pak Yama kerabat dekatku saja yang
selalu aku percayai melakukan hal yang licik kepadaku. Setelah mendengar percakapan tadi,
aku bergegas untuk pergi ke Indonesia dan mencari anaknya Pak Yama.
Keeseokan harinya…
Akhirnya aku sudah sampai di Jakarta, Indonesia dengan selamat. Aku berharap
semoga tidak ada kerabat yang mengetahui bahwa aku di sini. Walaupun tidak ada yang
mengetahui bahwa aku di sini, cepat atau lambat mereka pasti akan mengetahui posisiku.
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, aku akan segera merubah penampilanku
menjadi cupu. Aku harus terlihat sebagai seorang anak cupu agar tidak ada yang
mecurigaiku. Aku pun berpikir bahwa aku harus menyelidiki ini semua sambil sekolah, agar
aku terlihat seperti pelajar di mata orang-orang. Akhirnya aku menggunakan Bahasa
Indonesia dalam keseharianku.
Aku berencana untuk bersekolah di SMA Harapan Bangsa. Sebelumnya aku sudah
membuat Ijazah SD dan SMP Indonesia, dan berkas-berkas lainnya yang palsu agar aku dapat
diterima di sekolah ini. Pada akhirnya pun aku diterima di sekolah ini. Aku diterima di kelas
XII IPS 3. Besok pagi aku sudah harus memulai belajar di sekolah ini.
Akhirnya hari aku pertama sekolah pun telah tiba. Disamping aku bersekolah hanya
dengan niat agar tidak ada yang mencurigaiku, disisi lain aku pun merindukan masa-masa
sekolah. Aku siap sekolah dengan berpenampilan cupu. Aku pergi menaikki Bus Trans
Jakarta dengan perjalanan hanya 1 km. Setelah aku telah sampai dan turun dari Bus, siswa-
siswi lain banyak yang melihatku dengan mimik tersenyum namun sinis, mereka pun
berkata..
“Itu siapa? Murid baru, ya? Kok penampilannya freak sih wkwk”
“Kocak banget sih guys itu penampilan murid baru hahaha”
Mungkin karena aku berpenampilan cupu. Sudahlah, aku tak perlu memikirkan hal
itu. Aku hanya harus fokus pada misi penyelidikanku. Sebelum masuk kelas, aku
diperintahkan oleh Bu Anita untuk menemuinya terlebih dahulu. Ketika aku sudah
menemuinya, aku diantarkan olehnya ke ruangan kelas.
Ketika sudah sampai di kelas, aku diperintahkan oleh Bu Anita untuk
memperkenalkan diri di hadapan para siswa-siswa kelas XII IPS 3. Setelah aku
memperkenalkan diri, Bu Anita menyuruhku untuk duduk di meja kursi samping seorang
perempuan cantik yang terus menatapku. Namun, setelah aku duduk disampingnya, ada
seorang lelaki yang menatapku dengan cara sinis, berhubung aku sedang acting untuk
menjadi seseorang yang cupu, aku hanya bisa menunduk saja. Pelajaran pertama ialah
Matematika, aku akui sebenarnya aku ini pandai dalam berbagai mata pelajaran. Namun, aku
jangan terlalu memperlihatkan kemampuan yang aku miliki, sebab dikhawatirkan akan ada
yang curiga. Aku melihat seorang perempuan cantik itu sangat aktif dalam pelajaran
Matematika. Aku pun dapat memandang bahwa selain memiliki paras cantik, dia pun orang
yang cerdas dan pintar.
Bel istirahat pun telah tiba, seorang perempuan cantik itu menghampiriku dan
berkata..
“Hi.. murid baru, ya? Mau ke kantin bareng ga?” – ujar dia
“Tidak, terima kasih.” – ujarku
“Hmm, dari suara dan cara berbicara sepertinya kamu bukan asli orang Indonesia ya.
Jawabnya pun singkat aja, kamu masih canggung malu-malu, ya? Gapapa, nanti juga kita
bakalan akrab kok. BTW, kita belum kenalan nih hehe. nama aku Naleva, salam kenal ya,
Nanta.” – ujar Naleva.
“Salam kenal.” – ujar Nanta
“Kayaknya kamu orangnya pendiam ya? Gapapa deh, nanti aku bakalan bikin kamu menjadi
anak yang aktif dan tidak pendiam wkwkwk, yaudah kalo gitu aku ke kantin dulu ya. Bye,
Nanta. – ujar Naleva
Untuk pertama kalinya di sekolah ini, aku menemukan seseorang yang ingin
mengajak bicara kepadaku, ingin sekali rasanya aku menghargai dia. Namun, apa daya
hubunganku dengan dia terhalang misi yang harus aku jalankan sendiri. Setelah dia keluar
kelas dan ke kantin, seorang lelaki yang melihatku secara sinis tadi menghampiriku dengan
teman-temannya dengan mimik sinis dan seolah-olah akan menyerangku. Lalu, dia tiba-tiba
memukul meja ku dan berkata.
“Udah jadi murid baru aja dah berani deketin cewek orang, lu gila ya? Harusnya lu sadar diri
dong hahaha, udah penampilan cupu, belagu lagi sok kepedean deketin cewek cantik. Awas
aja ya, kalo gua liat lu lagi ngobrol sama dia, gua ga akan biarin lu gitu aja. Paham?” –
ujarnya sambil memukul meja lagi
“Udahlah, Aldino. Lagian ga mungkin juga si Naleva deketin dia, secara dia kan cupu
wkwkwk.” – ujar temennya
Lalu dia pergi begitu saja. Berpenampilan cupu begini pun rentan terkena bullyan dari anak-
anak lain. Ya sudahlah, ini memang sudah menjadi resiko aku. Mau tidak mau aku harus
menerimanya. Lalu bel masuk pun berbunyi, jujur aku tidak tahu sekarang mata pelajaran apa
yang akan dijalani, pada saat guru masuk, dia berkata..
“Ohayo gozaimasu..”
Sial, aku tidak tahu kalau di sini ada pelajaran Bahasa Jepang, aku pun tidak tahu kalau Bu
Anita adalah gurunya. Bagaimana ini, aku harus memaksimalkan actingku dengan baik.
Jujur, aku rasa hal ini akan sulit dilewati. Huft, aku bingung. Aku punya ide bahwa aku harus
tidur di meja seolah-olah aku tidak memerhatikan pelajaran dia, agar aku tidak
memperlihatkan kemampuan dan ketekunanku juga. Namun lebih sialnya lagi, Bu Anita
mengadakan sesi tanya jawab, jika tidak bisa menjawab, maka ia harus bernyanyi di depan.
Tidak, aku tidak mau. Lalu, Bu Anita menunjukku dan memberikanku pertanyaan. Aku
bingung, ini soal yang sangat mudah, namun aku tidak ingin menjawabnya. Tetapi, daripada
menyanyi aku lebih baik menjawab pertanyaan tersebut. Setelah ku jawab, Bu Anita
berbicara..
“Cara penyampaian kamu dalam Bahasa Jepang seperti orang asli Jepang yang sedang
berbicara, jawabannya pun benar. Saya salut sama kamu, Nanta. Apakah kamu memang
orang Jepang? Atau ada keturunan?” – ujarnya
“Terima kasih, bu. Mohon maaf saya bukan orang Jepang dan tidak ada dari keturunan sama
sekali.” – ujarku
“Begitu ya. Justru ketika ibu mendengar kamu berbicara Bahasa Indonesia, kamu seperti
orang asing. Sudah, tidak usah diperpanjang. Intinya kamu hebat, nak. Jika ada yang ingin
ditanyakan mengenai mapel Bahasa Jepang bisa tanyakan ke ibu atau ke Nanta ya anak-
anak.”
“Dengan senang hati. Kebetulan nilai Bahasa Jepang ku di rapot paling kecil. Bu, aku mau
ngasih masukan, gimana kalo mapel ini membentuk beberapa kelompok belajar? Biar yang
nilai di mapel ini kecil bisa termotivasi sama ketuanya gitu. Gimana menurut ibu?” – ujar
Naleva
“Ide yang bagus, Naleva. Oke anak-anak, mari kita bentuk kelompok, bebas kelompoknya
mau sama siapa aja ya. Sekian pelajaran ibu kali ini. Arigatou!
Memang ada-ada saja ide si Naleva ini. Aku ini kan ingin menjadi anak Nolep. Mengapa dia
malah memperluas gerak sosial aku dan mempersempit jalannya misi ini. Aku sangat
bingung selanjutnya bakal bagaimana. Lalu dia menghampiriku dan berkata..
“Nanta, boleh kan kalo aku masuk kelompok kamu? Nilai Bahasa Jepang aku paling kecil di
rapot, bisa ya? Please.” – ujar Naleva
Aku bingung. Jika aku menolak dia, aku ga enak karena dia sudah berusaha membuatku mau
berteman dengannya. Daripada dianggap ga punya teman sama sekali, lebih baik aku
berusaha untuk berteman dengan dia.
“Boleh.” – ujar Nanta
“Akhirnya, aku kira kamu bakalan nolak aku hihihi. Makasih, ya. Besok udah masuk
weekend nih. Kamu mau ga bimbing aku besok? Kamu ada waktu kosong kan besok?” – ujar
Naleva
“Ya, namun hanya di waktu siang sampai sore.” – ujarku
“Okay, besok bimbingannya mau di mana? Di café dekat sekolah? – ujar Naleva
“Okay, jam 12 siang aku akan menemuimu.” – ujarku
“Okay, Nanta. Sampai jumpa besok.” – ujarnya
Entah mengapa aku sangat grogi ketika akan bertemu dengan dia di luar jam sekolah.
Aku takut jika pilihanku untuk berteman ini malah mengalihkan perjalanan misiku. Namun,
aku akan berusaha untuk tidak lengah begitu saja. Aku harus membatasi hubungan
pertemanan antara aku dan Naleva. Setelah pulang sekolah, aku langsung merakit PC untuk
membantu pencarian anak Pak Yama. Setelah itu, aku pun tertidur.
Alarm berbunyi, dan aku berkata “sial, aku ketiduran. Aku tidak sempat melanjutkan
penyelidikannya.” Dan aku pun tak lupa bahwa hari ini aku ada janji dengan Naleva. Aku
pun bergegas siap-siap dan keluar rumah. Aku hanya membawa buku dan kartu debit yang
isinya uang tabunganku pada saat di Jepang. Uang ini hanya akan cukup selama 1 bulan, aku
harus lebih hemat lagi.
Dia sudah sampai terlebih dahulu. Aku menghampirinya dan dia langsung memulai ke
topik pembelajaran Bahasa Jepang. Namun, pada saat dia meminta waktu istirahat sebentar,
dia malah banyak memberi pertanyaan kepadaku. Dia bertanya..
“Nanta, kamu dulu sekolah di mana?

Anda mungkin juga menyukai