Anda di halaman 1dari 4

Kehilangan Sahabat yang Aku Percaya

Namaku Aisha Salsabilla, orang-orang biasa memanggilku Salsa, aku anak kedua dari dua
bersaudara. Aku mempunyai seorang kakak bernama Caesar Aji Kurnia. Ayahku adalah seorang
polisi dan ibuku adalah seorang guru. Aku lahir di Salatiga, umurku sekarang 17 tahun. Sekarang aku
bersekolah di SMA N 1 Salatiga.

Pada tahun 2004, aku mulai belajar di PAUD Tunas Harapan. Saat PAUD, aku hanya masuk
3 kali dalam seminggu, yaitu hari Senin, Rabu, dan Jumat. Setelah PAUD selama 2 tahun, pada tahun
2006 aku masuk TK A masih di yayasan Tunas Harapan. Waktu itu aku ada di kelas A2. Pada saat
TK, aku ikut antar-jemput setiap harinya, karena tidak ada yang mengantar dan menjemputku. Saat
itu, antar-jemputku adalah mobil APV warna krem, dan sopirnya adalah Pak Yoto yang sangat sabar.
Setahun kemudian, aku naik tingkat di kelas B1. Saat itu, aku mulai suka menggunting ujung kaos
kakiku karena jahitan di ujung kaos kaki sangat menganggu dan tidak nyaman untukku. Selain itu,
ada hal lain yang selalu terjadi padaku saat itu. Saat aku memakai jam tangan, jam tangan itu pasti
rusak.

Pada tahun 2008, aku masuk SD Muhammadiyah (plus). Kebiasaanku masih sama, yaitu
menggunting kaos kaki dan merusak jam. Saat SD, aku mengikuti kelas olimpiade matematika pada
kelas 4. Aku juga mengalami kecelakaan saat kelas 4. Waktu itu, aku sedang membeli cilot di
seberang sekolah. Saat aku ingin menyebrang tiba-tiba ada mobil yang menyerempetku, akhirnya aku
terjatuh. Akupun digendong ke UKS oleh supir antar-jemputku, namaya Pak Kuat. Lucunya, aku
tetap memakan cilotku sampai habis seperti tidak ada sesuatu yang terjadi padaku. Akhirnya guruku,
Pak Andi menelpon ibuku. Tak lama, ayahku datang dan membawaku ke rumah sakit. Kakiku retak
dan aku tidak masuk sekolah selama 2 minggu. Setengah tahun kemudian aku dipindah ke kelas
olimpiade IPA, lalu pada kelas 5 aku kembali ke kelas olimpiade matematika. Saat SD aku memiliki
semangat dan motivasi belajar yang besar. Saat kelas 6 SD, setiap minggu aku dan teman-temanku
mengerjakan latihan soal bernama SOLUNA yang diberikan guru. Karena kelas 6 dibagi menjadi 3
kelas, ketiga kelas tersebut diisi oleh siswa tergantung dari nilai latihan soal yang didapat. Selain itu,
setiap siswa yang mendapat nilai 100 akan mendapat hadiah dan diumumkan setiap pagi setelah
selesai sholat Dhuha di masjid. Karena aku dulu cukup rajin, aku juga sering mendapat nilai 100 dan
mendapat hadiah. Saat pengumuman UN, aku merasa biasa deg-degan. Aku mendapat nilai 100
dalam mapel matematika, akupun bisa mendaftar ke SMP yang aku inginkan.

Akhirnya pada tahun 2014, aku bersekolah di SMP N 1 Salatiga. Saat kelas 7, aku berada di
kelas 7G dengan slogan “KING”. Aku tidak tau mengapa slogan kelasku tidak diawali dengan awalan
nama kelas, seperti kelas lainnya. Tetapi, menurutku itu bagus dan unik. Awalnya aku sangat senang,
tetapi lama-kelamaan motivasi belajarku berkurang dan akhirnya aku selalu mendapat nilai yang
jelek. Aku sadar kalau nilaiku turun, tetapi aku tidak berubah, aku tetap menjadi orang yang pemalas
dan jarang belajar. Pada pertengahan kelas 7, aku mulai menyukai seseorang di kelasku. Dari situlah
motivasi belajarku mulai naik. Nilai pelajaranku perlahan naik dan itu cukup membuatku senang.
Pada akhir kelas 7, aku mulai pacaran dengannya. Akupun naik kelas, kelasku saat itu adalah 8D, dan
dia berada di kelas 8B. Ada satu hal yang cukup lucu terjadi, saat itu bel pulang sekolah sudah
berbunyi. Akupun keluar kelas, aku mengambil dan memakai sepatuku.

“Sal, udah ditunggu tuh, ciee….” Tiba-tiba Cinda, sahabatku, berkata kepadaku.

“Hah ?” Aku kebingungan.

“Itu loh, udah ditunggu disana, samperin gih” Safni menunjuk ke arah seseorang.

“Ya Allah” Aku kaget

“Gausah kaget, sana pacaran dulu” Ucum berkata sambil tersenyum-senyum.

“Pulang aja yuk” Aku berkata dan aku berlari keluar sekolah.

Aku berlari dan melihat ke arah kelas, aku meliat ekspresinya yang bingung. Saat aku sampai
di selasar, aku tersadar dan aku bingung sendiri mengapa aku malah berlari. Akupun akhirnya lanjut
pulang dan masa bodo dengan hal yang barusan terjadi. Sebulan kemudian, aku putus dengan dia.
Aku menangis semalaman, dan hari-hari biasa kulalui tanpa semangat. Itu membuat nilaiku kembali
turun. Beberapa waktu kemudian, semua kembali normal. Dan akhirnya aku naik kelas, aku berada
di kelas 9C. Saat melihat daftar nama, aku bingung karena aku tidak kenal dengan orang-orang yang
ada di kelasku. Saat hari pertama masuk kelas, aku hanya diam dan aku duduk dengan Bagas yang
terkenal sedikit gila. Akhirnya aku mulai beradaptasi dan mulai berteman dengan yang lainnya. Saat
pengumuman peringkat UTS semester pertama, aku kaget karena aku mendapat nilai yang cukup
bagus dan mendapat peringkat pertama di kelas. Semenjak itu, motivasi belajarku kembali naik dan
aku mulai menjadi siswi yang rajin. Setelah pembagian rapot UTS, sekolah mengadakan study tour
ke Bali. Sebelum pembagian rapot, aku dengan Cinda, Ucum, Safni, Arini, Indah, Shofi, Azza dan
Okti berkumpul untuk diskusi tentang kelompok kamar.

“Mau gimana nih ?” Aku bertanya.

“Dibagi 2 aja” Cinda menjawab.

“Siapa meh sama kelompok lain ?” Ucum bertanya.

“Aku aja deh” Indah menjawab.


“Beneran nih ? Kamu nanti sama siapa ?” Tanya Hanifa.

“Ah gampang” Indah menjawab

Akhirnya kita pulang bersama seperti biasanya. Kami bersembilan berjalan melewati selasar,
sambil memikirkan hal apa yang akan dilakukan saat di Bali nanti. Kami juga membahas bis, dan
kami memutuskan untuk mendaftar di bis 2. Keesokan harinya, Cinda ke ruang guru untuk
mendaftarkan kelompok. Aku belum curiga saat itu, dan aku merasa kalau aku tetap satu kelompok
dengan Cinda. Hari itu Indah juga tidak mengatakan dia ikut kelompok siapa. Akhirnya hari
penerimaan rapot tiba, tidak ada yang aneh pada awalnya. Ibuku mengambil rapot, dan aku mencari
teman-temanku yang lain. Aku bertemu dengan yang lain, masih membahas tentang Bali dan
membahas tentang kelompok yang sudah tidak boleh diganti-ganti karena tenggat waktu untuk
mengumpulkan data kelompok adalah hari itu. Saat itu aku pulang bersama ibuku, dan aku pulang
terlebih dahulu. Saat aku sampai di gerbang, tiba-tiba Hanifa memanggilku

“Salsa…” Hanifa memanggilku.

“Gimana, aku lagi buru-buru nih besok aja, mbahas Bali kan ? Besok aja ya ” Jawabku.

“Ini penting Sal” kata Hanifa

“Apaan cepet, aku ditunggu nih” Jawabku.

“ Tapi jangan marah ya”

“ Iya, cepetan” Jawabku agak kesal

“Kemarin Cinda ndaftarinnya bukan sekelompok sama kamu, tapi berempat Cinda, Safni,
Shofi, sama Indah, terus dia suruh aku ngomong sama kamu Sal” Hanifa menjelaskan.

“Hah ? Kok baru ngasih tau sekarang sih! Terus aku sama siapa, padahal hari ini hari terakhir
ngumpulin data kelompok” Aku bingung dan marah

“Engga tau, yaudah aku masuk dulu ya” Hanifa meninggalkanku

Aku akhirnya pulang dan masih tidak percaya kalau mereka tidak memberitahuku tentang hal
itu. Sesampainya di rumah, aku sangat kacau dan bingung. Aku akhirnya menangis di kamar. Aku
akhirnya bertanya kepada Hanifa lewat BBM. Hanifapun menjelaskan bahwa sebenarnya Cinda dan
teman-teman lainnya sudah membuat kelompok sebelum aku datang, tetapi Cinda tidak berani
memberitahuku karena takut kalau aku marah. Aku kaget, hanya karena masalah itu aku baru
diberitahu sekarang, itupun Hanifa yang memberitahu. Akupun mencoba mencari kelompok lain yang
masih kosong. Sudah seharian aku mencari kelompok, tetapi belum ketemu. Akhirnya aku bertanya
kepada Urfi, ternyata dia juga mengalami hal yang sama denganku, Urfi akhirnya mengajakku untuk
satu kelompok dengannya, paling tidak kelompok ini sudah terisi 3 orang, yaitu aku, Urfi, dan
Lintang. Setelah beberapa waktu, kelompokku sudah penuh. Anggota yang terakhir masuk adalah
Safa. Karena kelompok kami sudah genap 4 orang, Urfi mendaftarkan kelompok kami ke bu Ina.
Tempat duduk akhirnya dibagi, Urfi dengan Lintang sedangkan aku dengan Safa dan kami berada di
bis 5, yang isinya adalah orang-orang yang terkenal di sekolah. Sebenarnya aku tidak begitu
menyukainya, apalagi duduk dengan Safa. Karena dari dulu, Safa adalah orang yang suka mencari
perhatian dan dia bertolak belakang denganku. Tapi mau bagaimana lagi, sudah mendapat kelompok
seharusnya aku bersyukur.

Pada tanggal 21 Agustus 2016, kami berangkat ke Bali. Meskipun cukup seru, aku merasa
kurang. Semua orang berkelompok dengan sahabat mereka, sedangkan aku tidak. Aku merasa sedih,
aku hanya terdiam di bis meskipun yang lainnya sedang bernyanyi dan melakukan keseruan lain di
dalam bis, aku hanya diam memikirkan sahabat-sahabatku. Mereka bahkan tidak menyapaku lagi,
padahal aku sudah tidak marah. Saat sampai di tujuan pertama, aku melihat sahabat-sahabatku tertawa
bersama. Aku hanya bisa melihat dari jauh, aku mungkin bisa melakukan hal yang sama dengan Urfi,
Lintang, dan Safa. Tetapi perasaan senang yang timbul akan berbeda karena aku memang tidak dekat
dengan mereka. Hari sudah malam, kamipun beristirahat di hotel Pop. Saat di lorong hotel, aku
berpapasan dengan Cinda dan Ucum, aku mencoba tersenyum pada mereka tetapi aku tidak bisa,
mereka hanya menatapku dengan sedikit rasa bersalah. Aku kembali ke kamar, di situ sudah ada
Azida, Sonia, Urfi, Lintang, Safa. Lama-kelamaan aku mulai terbiasa. Meskipun Safa sedikit
menjengkelkan karena selalu mengambil barang-barangku tanpa ijin. Setelah beberapa hari akhirnya,
kami kembali ke Salatiga.

Hari itu, masuk sekolah seperti hari-hari biasanya. Aku bertemu dengan Cinda, Ucum, Safni,
dan teman-temanku yang lain. Aku berharap kami bisa bersama lagi, tapi kami malah semakin
merenggang. Aku hanya bisa diam aku juga tidak berani mengatakan bahwa aku yang salah ataupun
sesuatu yang lain yang dapat membuat hubungan kami lebih baik. Hal itu berlanjut sampai akhir kelas
9. Namun, saat sudah masuk SMA pada tahun 2017, semua mulai kembali biasa. Kami mulai bertegur
sapa kembali, meskipun tidak sedekat dulu, aku sudah senang hubungan pertemanan kami mulai
membaik.

Nama : Aisha Salsabilla

Kelas : MIPA 2.5

No. : 02

Anda mungkin juga menyukai