Anda di halaman 1dari 4

Buah Cinta

Oleh : Bela Riksa Zulfala Damanik

Sinar mentari pagi yang menembus masuk melalui celah jendela kamarku, membuat ku
mengawali pagi yang cerah ini dengan senyuman dan juga doa. Ada 2 kemungkinan yang akan
dilakukan seseorang setelah bangun dari tidurnya. Pertama adalah kembali tidur dan melanjutkan
mimpi, atau kedua adalah bangun dan mewujudkan mimpi itu. Aku adalah orang dengan tipe
yang nomor 2, aku yakin dan percaya aku bisa mewujudkan mimpi itu.
Beberapa tahun yang lalu, aku dan keluargaku pindah ke Jakarta. Ingin rasanya air mata
ini membanjiri Bandung sebelum aku meninggalkannya. Bagaimana tidak, 15 tahun sudah aku
ber nostalgia di kota ini, dan kini aku harus meninggalkan segunung pengalaman, ah rumitnya.
Lontaran bujukan tak kunjung habis dari kedua orangtuaku, dan membuat ku akhirnya mengalah.
Sekitar 2 jam di perjalanan, dan kini kami sudah sampai di Jakarta. Tanpa menunda-
nunda waktu kami langsung melanjutkan perjalanan menuju daerah Jakarta Pusat, tepatnya di
Perumahan Permai Kencana No.34 Jakarta Pusat. Perumahan yang tampaknya nyaman,damai,dan
aman. Dan rumah kami hampir sama dengan rumah yang sebelumnya, namun dengan lingkungan
yangberbeda.
“ Selamat datang di rumah baru mu Dinda !” Sambut ayah dengan ceria yang mencoba
menghidupkan suasana. Aku hanya diam dengan heandset di telinga sambil terus mendengarkan
musik. Ayah dan mama adalah sosok yang ceria, namun sepertinya tidak dengan ku. Aku
mendapat kamar yang sesuai dengan tipe ku, dan aku pikir ayah yang memberitahukan kepada
para pekeja untuk mendekor kamar dengan dinding biru bercorak suasana salju dengan campuran
kerlap-kerlip bintang dilangit langit tempat tidurku. dan satu hal yang paling aku senangi adalah
meja belajar dan dengan perpustakaan kecil penuh tumpukan buku.
“ Din, mama harap kamu dengan cepat beradaptasi di rumah ini ya. Untuk sekarang kita beres-
beres rumah aja, dan secepatnya kamu akan masuk sekolah” ujar mama pada ku. Anggukan
ringan, dan aku pun mulai menelusuri rumah ini. Sepintas aku melihat keluar jendela, tak ada
seorang pun diluar sana. “Kok sepi? Ini perumahan atau kuburan?” kataku sendiri dalam hati.
2 hari sudah kami berada di rumah ini, dan aku belum pernah menginjakkan kaki keluar
dari rumah. “Dinda, Ayah sudah daftarkan kamu di SMA Pelita Budi, besok kamu sudah mulai
sekolah, besok ayah sendiri yang mengantar kamu ke sekolah ya!” kata Ayah.
“wah bagus lah ya, biar Dinda nggak ngangkrem dirumah aja, biar Dinda tau kehidupan di sini”
sambung mama sambil diselingi gelak tawa. Aku hanya tersenyum dan kembali ke kamar untuk
membereskan seragam besok.
Keesokan harinya, aku sudah siap berangkat ke sekolah. Seperti biasa mama selalu
menyiapkan bontot 2 potong roti selai ditasku sebelum aku berangkat.
“Dinda pergi dulu ya ma!”. pamitku sambil menyalam mama.
“Hati-hati dijalan ya, semoga hari pertama kamu mengesankan ya Din!” kata mama.
Dengan sepatu skats putih, rambut di ikat, tas ransel biru, dan tak ketinggalan heandshet
di telinga, aku siap untuk kehidupan baru disekolah yang baru. Setelah sampai disekolah, tatapan
mata semua tertuju kepadaku, aku hanya stay cool tetap mengikuti langkah ayah menuju ke
kantor. Aku mendapat kelas XI-MIA1, karna terjepit waktu kerja, ayah pun meninggalkan ku.
“Din, nanti pulang sekolah mama yang jemput ya!” ujar ayah.
“Ia yah.” Jawabku sambil tersenyum. Namun tatapan tatapan tajam sekelompok cewek yang ada
disela sel suatu kelas terus menghantui ku, dan….. “kleng..!!kleng..!!” botol minuman kaleng
hampir saja mengenai wajahku. Aku menghiraukan dan terlihat oleh ku tulisan XI-MIA1, dan
langsung aku memasuki nya. Kesan pertama saat aku masuk ke kelas itu, mereka terheran-heran
melihat ku masuk dan langsung duduk di bangku nomor 2. Aku sadar kalau cara ku memberi
kesan itu salah, tapi seperti itu lah aku.
“Heh.. loe tau gak itu tempat duduk siapa? Kursi gue itu !Seenak jidat loe main duduk aja.” Kata
seorang cewek di kelas itu. “oh, uda ada yg punya ya? Yang kosong mana?” tanyaku. “cari aja
sendiri!!” kata mereka.
Waktu nya istirahat, aku hanya duduk di bangku pojok belakang memegang buku
kumpulan soal kimia dan sambil mendengarkan musik. Tak berapa lama, 2 orang cewek
menghampiri ku. Kami berbincang-bincang cukup lama, mereka adalah Rina dan Icha. Mereka
mengajak ku keliling kota malam ini, namun aku menolak ajakan mereka. Ketika pulang sekolah,
aku menunggu mama di gerbang. Sekitar 30 menit aku menunggu akhirnya mama datang. Selama
di mobil Mama selalu menanyakan tentang sekolah ku hari ini, namun aku tidak terlalu agresif
untuk menceritakan, tak seagresif mama yang menanyakan nya padaku. Sejak kecil aku dikenal
dengan sosok yang pendiam, dan memang benar, aku tidak terlalu suka banyak omong dan tidak
suka bemain main keluar rumah.
Sesampai nya dirumah, aku langsung menuju kamar, membuka buku dan mengerjakan
tugas sekolah. Begitulah setiap hari nya kegiatan ku, sama seperti pada saat aku di Bandung.
Mama yang sibuk dengan online shop nya dan ayah yang sibuk di kantornya, membuat ku sibuk
terperangkap di dunia kamar dengan tumpukan buku di depan ku.
Sebulan aku sekolah, banyak sekali aku menerima surat-surat yang nggak jelas ntah dari siapa
aja. Mulai dari cewek atau cowok, kelas X,XI,atauXII aku selalu mendapatkan surat,bunga,
cokelat, boneka,dll. Ini pertama kalinya terjadi padaku seumur hidup. Teman akrabku adalah
Rina dan Icha, mereka sendiri pernah keceplosan kalau ternyata mereka beruntung bisa jadi
teman dekatku, but I don’t care!.
Sore hari sebelum bimbel, aku mendapat kan surat diatas meja. Untuk Dinda dari Mr.X .
Din, jumpain gue disamping perpustakaan sebelum bimbel !. Awalnya aku hanya menghiraukan
surat itu, namun Rina dan Icha memaksaku untuk menjumpai Mr X itu, seketika aku berpikir
bahwa ada sesuatu yang disembunyikan mereka berdua.
Tepat jam 14.00 aku menunggu di samping perpustakaan, tak ada seorang pun disana.
Tak berapa lama Reno datang menemuiku. “udah lama nunggu?” katanya . Aku terheran, kenapa
Reno? Apakah dia yang menulis surat amatir itu? “emm, enggak , baru aja kok. Lo ya yang nulis
surat buat gue tadi?” tanyaku. “kalo ia emang kenapa?” jawabnya sambil tersenyum. “apa coba
tujuan hidup lo nulis surat begituan ke gue?” tanyaku dengan sedikit dongkol. “Karena gue suka
sama lo” kata Reno agak gugup. Seketika aku terdiam, namun berusaha stay cool. “hm, lo pikir
becanda? Cepetan deh Ren bilang, kalau ada perlu langsung aja, keburu masuk bimbel nih!”
“I love you din” katanya sekali lagi. “ah, lo becanda mulu!” jawabku sambil meninggalkan Reno.
“Din, Dinda tunggu !” kata Reno sambil mengejarku, dan menarik tanganku. “Dinda dengar dulu
dong Din. Jujur dari awal gue uda suka sama lo, lo sadar nggak kalau selama ini yang selalu
ngeletakin bunga dimeja lo itu gue, puisi-puisi itu juga dari gue, gue suka sama lo Din.” Kata
Reno. Terdiam sejenak, dan aku langsung meninggalkan Reno tanpa memberi jawaban.
Sebenarnya, aku juga menyukai Reno, sering aku memperhatikan Reno dari belakang.
Karena tempat duduk Reno tidak jauh dari tempat duduk ku. Reno itu primadona SMA ini, udah
ganteng, baik, cool, pintar, idaman cewek-cewek,ketua basket, jago main gitar, ah bannyak la.
Jadi wajar aja kalau aku agak terheran dan bingung pas dia bilang I love you tadi. “Dinda, siapa
Mr. X nya?” tanya Icha. “si Reno” Jawabku. “lo terima Din?” tanya Rina. “ha? Emang lo tau
pembicaraan kami? Kok lo tau tiba tiba? Jangan jangan ada yang kalian sembunyikan dari gue
ya?” tanyaku dengan nada dongkol. “eh, mm, anu. Aish, jadi gini Din, sebenernya dari dulu Reno
suka sama lo, dia selalu minta bantuan kami buat ngedeketin lo, uda lama dia mau nembak lo,
tapi baru tadi dia berani din, dan lo itu first love nya” kata Rina. “Din, jujur aja deh, lo juga suka
sama dia kan. Soalnya sering banget gue perhatiin lo ngeliatin dia mulu. Apalagi karna bangku
kalian dekatan, yakan? Jujur aja deh Din.” Kata Icha. “kalian ngomong apa sih? Nggak jelas
banget sumpah!” jawabku mengalihkan pembicaraan. “Din, lo kayak baru kenal kita aja sih, uda
deh jujur aja, lo juga suka sama Reno kan?” kata Rina. “arghhh dasar, iya gue juga suka sama
dia, tapi nggak pernah kepikiran buat jadi pacarnya, tapi.. tapi.. ah udah la gausah dibahas”
jawabku. “uda deh gausah banyak alasan din. Sekarang atau nggak sama sekali !” kata Icha
mengompori. “liat nanti la ah!” Jawabku.
Setelah pulang bimbel, aku lama menunggu mama. Padahal udah jam 18.00. Tiba-tiba
Reno menghampiri ku. “Dinda, mau pulang bareng nggak?” “enggak deh, bentar lagi juga mama
datang.” “kalau nggak datang gimana?” “gue bisa naik angkot!” “yaelah din, jam segini uda
nggak ada lagi angkot, uda deh nggak usah jual mahal lagi, cepetan naik!” kata Reno. Berhubung
karna langit juga uda gelap, aku langsung naik ke motor Reno. Selama diperjalanan nggak ada
sepatah kata pun keluar, tapi…. “din, lo tadi belum ngasih jawaban apapun kegue, jadi jawaban
lo apa?” tanya Reno. Jantungku berdebar, apa udah waktunya? “Dinda, apa jawabnya?”. Aku
tersentak dan spontan menjawab. “mm, iya!”. Reno nge-rem mendadak, nyaris aja kami jatuh.
Lalu kami turun dari motor, jantungku berdegup nggak karuan, karna ini pertama kalinya aku
nerima cinta cowok. “Din, lo nggak lagi becanda kan?” “emang lo liat muka gue becanda?” .
Kami berdua pun tersenyum nggak jelas “makasih ya Din” kata Reno. “ia sama-sama, eh buruan
yuk, keburu tambah gelap nih!” “Siap bos!”.
1 minggu berhasil menyembunyikan hubungan kami dari teman-teman disekolah, namun
tak berapa lama setelah itu berita tentang kami jadian pun menyebar sampai ke sudut-sudut
sekolah. Gosip di sekolah itu bagaikan api dan bensin, nyamber dikit aja tuh gosip, uda langsung
nyebar deh ke seluruh penjuru sekolah. Parahnya selama 3 hari, berita tentang kami pacaran itu
jadi trending topic di sekolah. “Oi Dinda, kemaren lo sok jual mahal, nah sekarang jadi jugakan
!” kata Rina melesengi. “ya biasa aja kali Rin, nggak usah buat gue jadi ngerasa bersalah gitu.
Lagian udah la, Cuma pacaran doang tapi kok berita nya bisa seheboh gini.” Jawabku heran. “
Gimana nggak heboh Din, secara lo pacaran sama primadona SMA ini. Lo tau sendiri kan
seberapa cool nya dia kalau di kelas!” sambung Rina.
Semenjak jadian sama Reno aku jadi sedikit berubah, sedikit nggak pendiam lagi, mulai
suka bergaul, dan sedikit sering keluar rumah. Reno lah yang selalu mengajak ku untuk keliling
perpustakaan yang ada di Jakarta, karna kami memiliki hobby yang sama, yaitu membaca novel.
Ayah sama mama juga sudah mengenal Reno karna dia sering datang kerumah membawakan ku
novel terbaru dan mengerjakan tugas bersama sama dirumah ku. Karena sering membaca novel,
kami jadi saling mengerti satu sama lain, jadi dramatis, puitis, dan mengerti untuk menjalin
hubungan yang baik.

Anda mungkin juga menyukai