Anda di halaman 1dari 4

ENAM TAHUN, SAHABAT

OLEH: TRINITA FEBRIANTI TAMBUNAN

Ramai suara hujan, tiap titik air yang jatuh, dan angin yang menerpa kulitku lembut,
seringkali mengingatkanku padanya.Sore ini aku duduk di teras rumah, menikmati indahnya
bunga mawar yang menari bersama air hujan. Enam tahun lamanya kita tak bertemu
sahabat.Masihkah kau ingat kejadian sore itu?Bagaimana kabarmu sekarang?

---------------------------------------------------------------------------------------------

Pagi yang segar. Tampaknya sang mentari masih nyaman bersembunyi dibalik awan
kelabu. Aku Nita, siswi SD KKPS, sebentar lagi berangkat ke sekolah. Aku tak pernah
terlambat, bahkan seringkali datang terlalu cepat. Bukan karena aku tak sabar untuk belajar,
bukan.Tapi aku ingin segera bertemu dengan dia, Agatha Guptan. Perempuan manis keturunan
tionghoa berkacamata merah muda. Dia yang tiap pagi selalu duduk di sebelah bangkuku
membawa sesuatu yang dia suka. Selalu ada barang baru yang ia bawa. Pernah dia membawa
jarum dan kain flannel, katanya dia ingin belajar membuat gaun pengantin ukuran kecil, tapi tak
jadi arena dia lupa bawa benang. . Pernah juga dibawanya rantai kalung anjing barunya.“ aku
punya puppy baru.Sebenarnya ingin kutunjukkan padamu tapi mami melarangku membawa
puppy.Jadi aku bawa rantainya dulu.Hari minggu datanglah ke rumahku, kita bermain bersama
puppy. Sekalian aku buatkan biskuit keju untukmu.”

.Pagi ini, begitu aku memasuki kelasku, 4 Markus, aku melihat dia duduk di tempat
biasanya sambil memegang sebuah buku binder tebal warna-warni. Lalu aku duduk
disampingnya. “kau tahu buku apa ini?” tanyanya membuka percakapan. Awalnya aku menebak
itu adalah buku koleksi kertas bindernya yang baru. “salah. Ini punya kakakku.Tadi kuambil
waktu dia menyemir sepatu. Setiap malam dia menulis di buku ini dengan ekspresi yang berbeda
beda. Kadang dia senyum-senyum sendiri, kadang dengan muka yang kesal. Dia marah setiap
aku mendekatinya saat menulis, padahal aku ingin tahu.”Jelasnya. Sepertinya aku tahu itu buku
apa. “itu buku diary nya. Iya kan?” dia mengangguk.Segera kami baca catatannya satu persatu.
Kakaknya, Angelie Guptan, yang saat itu masih duduk di bangku smp ternyata sedang jatuh
cinta. Kami tertawa cekikikan membaca catatan-catatan itu. “ah sudahlah, tidak usah dibaca lagi.
Nanti saat kau main kerumahku jangan kau singgung tentang buku ini ya.” Katanya sambil
menutup binder tersebut dan memasukkannya ke dalam tas.

Saat itu, kami adalah sahabat yang benar benar serasi. Semua rahasiaku dia tahu, begitu
pula sebaiknya. Kami saling percaya. Guru bahasa kami memanggil kami denga sebutan “dua
sekawan” karena akrabnya kami. Mamaku pun sudah akrab dengan maminya karena sering
berbincang saat menjemput kami.Aku selalu tertarik mendengar cerita-ceritanya. “hari ini tidak
bisa, hari vegetarian untuk keluarga kami.” Katanya saat kutawari nugget ayam yang kubawa dari
rumah sebagai bekal. Aku mengerti maksudnya setelah dia menjelaskan arti vegetarian. Sering
juga aku datang ke rumahnya untuk belajar bersama atau sekedar bermain. Aku senang beermain
di rumahnya. Maminya sering membuatkan kue, roti, atau puding buatan sendiri untuk kami. Dan
dia pun senang berkunjung kerumahku. Biasanya sabtu sore dia datang untuk menumpang
bermain organ di rumahku. Aku senang mendengarnya memainkan organ. Suaranya indah
sekali.Sungguh masa yang tak terlupakan.

Namun, pada Sabtu, tanggal 02 Februari 2011, tepat sehari sebelum ulangtahunku, dia
datang ke rumahku. Bukan untuk mengajariku bermain organ. Bukan untuk mengantarkan
seplastik biskuit untukku. “Nita, kata mami besok aku udah gak tinggal di sini lagi. Kami pindah”
katanya dengan muka yang merah. Aku tahu ini hanya akal-akalannya saja, dia berbohong karena
besok hari ulang tahunku.“oh ya? Lalu siapa yang akan berfoto di sampingku bersama badut
ayam besok?” tanyaku pura pura serius. “entahlah” jawabnya lirih. Dia sudah berbalik badan dan
pergi sebelum aku sempat melihat raut mukanya lagi.

Minggu, 03 Februari 2011, jam menunjukkan pukul satu siang. Semua teman dan
keluargaku sudah berkumpul di tempat aku merayakan ulang tahunku. Semua kecuali Agatha.
Kukira dialah orang pertama yang tiba di tempat itu tapi ternyata aku salah. Sampai acara selesai
pun aku tidak melihat batang hidungnya. Aku kecewa padanya. Aku benar-benar sakit hati.A pa
ada tingkahku semalam yang tidak enak padanya? Kalaupun dia tak bisa datang, mengapa tak
diteleponnya aku terlebih dahulu? Setidaknya hanya mengucap selamat saja.

Semua terjawab sorenya. Saat itu hujan. Samar-samar kudengar klakson mobil mereka
dari depan rumahku. Aku berlari kecil keluar. Kutinggalkan setumpuk kado yang sebenarnya
hendak kubuka bersama mama dan adik-adikku. Itu dia, pikirku. Tapi apa yang kulihat dari teras
rumahku membuat jantungku berdetak keras. Dia berdiri di depan pagar rumahku. Dibiarkannya
rambut pirang serta dress biru mudanya dibasahi air hujan. Ditangannya ada sekantong plastik
besar.Aku mendatanginya dengan heran. Kubiarkan juga gaun baruku ikut basah. Rencanaku
untuk merajuk padanya kubatalkan. Diserahkannya kantong plastik itu padaku dan klakson
mobilnya berbunyi sebelum aku sempat berbicara padanya, seakan berteriak padanya menyuruh
untuk cepat masuk kedalam mobil kembali. Tiba-tiba dia memelukku sambil menangis. Terasa
jelas isaknya bergetar hebat saat memelukku. Spontan aku menangis juga. Kurasa aku tahu apa
yang terjadi disini. Kubiarkan dia pergi berlari meninggalkanku. “selamat tinggal, sahabat.”
teriakku dalam hati.

Sejak saat itu, aku tak pernah melihatnya. Nomor ponselnya tak pernah aktif lagi. Yang
tinggal hanyalah sebuah boneka koala besar serta sepucuk surat pemberiannya yang menjelaskan
bahwa mereka pindah karena musibah mendadak menerpa keluarga mereka.

----------------------------------

Dua ratus ribu memang tak seberapa. Tapi betapa bangganya aku mendapatkan uang
sejumlah itu dari redaksi majalah remaja, honor dari puisi yang kukirim seminggu yang lalu.
Puisiku yang bertema sahabat, sebagai simbol pengingat enam tahun lamanya aku berpisah
dengan sahabatku, tertera di halaman “karya kita” beserta nama, alamat rumah dan alamat akun
beberapa sosmedku. Selama seminggu ini banyak pula yang mention, DM, dan mengirim pesan
padaku. Tapi diantara mereka, ada satu akun facebook yang berbeda. Nama akunnya adalah
“TAN”. Tak ada biodata yang tertera , foto yang ada pun hanya foto profil nya yang brgambar
anjing dobberman. Pesan pertamanya padaku bukan sapaan, tapi pertanyaan. “masih ingat aku?”
pesannya. kuketik kata tidak dan kuklik tombol enter. “mungkin kau memang tak mengingatku
lagi. Tapi aku masih ingat jelas cerita kita dulu.” tulisnya. Aku merasa takut seketika. Kututup
percakapan kami dan aku berhenti online.

Kukira dia hanya hanya berhenti sampai disitu, tapi ternyata hampir tiap malam dia
mengirim pesan untukku. Dia menanyakan nama panjangku. Wajar saja dia tak tahu, sebab nama
yang tertera di akunku dan majalah kemarin hanya nama panggilanku saja. Dia juga menanyakan
alamat sekolahku, nama anggota keluargaku, hal-hal yang kusukai, cita-citaku bahkan nama
idolaku. Tak satupun pertanyaannya yang kujawab. Aku merasa terganggu dengan semua
pertanyaannya. Kali ini dia mengirim pertanyaan lagi padaku. “bila misalnya aku akan datang,
kau mau kubawakan apa?” kali ini kesabaranku sudah habis. “aku merasa terganggu dengan
semua pertanyaanmu. Aku mohon jangan mengirim pesan padaku lagi. Terimakasih.” Kutekan
tombol enter dengan keras. Tapi dia masih mengirim pesan padaku. Pesannya kali ini membuatku
jantungan setengah mati. “besok aku akan menjumpaimu. semoga dugaanku benar tentangmu.
”Aku benar-benar takut. Tapi aku tak berani memberitahu pada orangtuaku. Aku terlalu lelah
memikirkan masalah ini sampai akhirnya tertidur.

Paginya, Aku enggan beranjak dari tempat tidurku.Semua hal buruk sudah terbayang di benakku.
Apakah benar seorang Tan akan menjumpaiku? Dimana? Disekolahkah? Atau di tempat
bimbelku? Apa yang ingin dilakukannya padaku? Ingin rasanya aku tak pergi ke sekolah hari ini,
tapi aku segera bergegas ke kamar mandi untuk bersiap sesaat setelah aku teringat bahwa hari ini
ujian matematika dan bahasa mandarin.

Tak ada orang asing yang menjumpaiku selama aku di sekolah. Begitu pun di tempat
bimbelku. Ada, tapi hanya seorang bapak yang bertaya hal yang sepele. “nak, cara mengecek
pulsa di hape beginian bagaimana caranya, ya?”

Hatiku terasa lega saat angkot yang kutumpangi hampir tiba dirumahku. Ternyata sesosok Tan
hanya orang yang benar-benar tidak memiliki kesibukan sama sekali. Aku segera turun dan
memberikan uang dua ribuan pada supir angkot.

Aku melihat sepatu yang tak asing lagi tersusun rapi di depan teras rumahku. Sepatu sepupuku,
Joana. Segera kumasuki rumah untuk menemui sepupu kesayanganku itu. “Joana, mana squishy
panda yang kuminta kemarin?” teriakku sambil berlari menuju ruang tamu kecil rumahku.
“mengapa tak kau beritahu aku kalau kau ingin squishy panda? Di jepang sangat mudah
mendapatkan boneka squishy.” Kata perempuan itu. Aku diam terpaku, lagi-lagi jantungku
berdetak keras seakan memberontak ingin keluar, air mataku jatuh begitu saja, kakiku lemas,
lemas sekali sampai aku jatuh berlutut. Perempuan itu bukan sepupu kesayanganku. “apa kabar
sahabat lama?” ucapnya sambil tersenyum ditahan padaku. Aku sungguh merindukan senyum
manis itu. Aku langsung menghamburkan diri memeluknya. “kemana saja kau?’ aku menangis
sekeras-kerasnya. Dia tak menjawab karena tak bisa menahan isakan juga.

------------------------------------------------------

Susu cokelat hangat menemani soreku bersama laptop di hadapanku. “aku bukan lupa padamu.
Mamiku melarangku membuat akun sosmed. Tapi bukan Agatha namanya kalau hanya nje nje
saja. Aku buat akunku tapi tak menggunakan nama umumku.” Kata sesosok wajah dari negeri
sakura di monitor laptopku. “harusnya sebelum pergi, kau beritahukan dulu masalah yang dialami
keluargamu sehingga kalian harus pindah ke rumah keluarga kalian di Jepang. Tapi yasudahlah,
yang lalu biarlah berlalu. Satu pertanyaanku untukmu, kenapa harus memakai nama Tan?”
tanyaku. “nama guptan sebenarnya gabungan dari nama tengah dan margaku.Tan, adalah salah
satu marga orang tionghoa.” Sekali lagi, ilmuku ditambahkan oleh sahabat lamaku ini.

Anda mungkin juga menyukai