Anda di halaman 1dari 16

Liburan Kenaikan Kelasku

Pembagian rapot sudah dilaksanakan kemarin di sekolah. Aku dinyatakan naik ke kelas XII
dengan nilai yang cukup baik. Meskipun aku tidak masuk rangking, aku tetap senang karena
bagiku yang penting adalah aku naik kelas dan tidak diremedial. Akhirnya aku pun bisa
menikmati liburan panjang yang menyenangkan.

Sudah terbayang olehku bahwa Ayah dan Ibu akan mengajakku berlibur ke tempat wisata yang
menyenangkan seperti biasanya. Bahkan, aku sudah menyiapkan baju dan perlengkapan
lainnya sejak jauh-jauh hari. “Kali ini aku akan berlibur kemana ya?” Tanyaku dalam hati. “Ah,
kemanapun itu, yang penting liburanku menyenangkan!”

Aku pun lalu menemui Ibu dan Ayahku yang kebetulan sedang di meja makan. Lantas aku pun
bertanya, “Ayah, Ibu, liburan kali ini kita akan kemana?” Terlihat Ayah dan Ibu saling pandang,
dan kemudian Ayah pun berkata, “Nak, kali ini kamu liburan sama Ibu di rumah, ya. Soalnya,
Ayah kali ini sedang ada tugas di luar kota. Nanti kalau ada waktu libur lagi, Ayah janji kita akan
berlibur lagi seperti biasa.” Aku kecewa mendengar pernyataan itu. Namun, aku hanya bisa
menerima keputusan dari Ayahku.

Hari-hari liburku pun hanya bisa kulewati di rumah saja. Sebetulnya, aku ingin sesekali pergi ke
luar rumah, entah itu sendirian ataupun bersama teman. Namun sayangnya, Ibuku melarang
dan aku pun malah disuruhnya membantu setiap pekerjaan rumah. Kalaupun aku ke luar
rumah, biasanya hanya ke pasar saja, itu pun juga ditemani oleh Ibu.

Ibuku berkata bahwa aku tidak boleh keluar rumah karena Ibu ingin mengajariku cara
mengurus rumah, memasak, mencuci, dan menyetrika baju selama liburan sekolah. Ibu
mengajariku hal-hal tersebut agar aku bisa mandiri jika suatu saat nanti aku kuliah atau bekerja
di perantauan.

Selain mengajarkan hal-hal tersebut, Ibu juga ingin supaya aku fokus belajar di rumah guna
menyambut ujian nasional dan sejumlah ujan lain yang akan aku hadapi nanti. Jujur saja, aku
sebetulnya ingin menolak apa yang Ibu lakukan kepadaku. Namun, apa boleh buat, aku hanya
bisa menerima dan mengikuti saja apa yang Ibu perintahkan kepadaku.

Pada suatu sore, Ibu tiba-tiba mengetuk pintu kamarku. Aku pun membuka pintu dan berujar,
“Ada apa, Bu?”

“Kamu sekarang mandi. Ibu tunggu di luar.”

“Loh, kita memang mau kemana, Bu?”

“Ibu mau ajak kamu ke taman kota. Ya, hitung-hitung liburan lah, masa mau di rumah terus?”

“Hah, yang betul? Baiklah kalau begitu, aku mandi dulu ya, Bu.”

Setelah mandi, aku dan Ibu pun kemudian bergegas ke taman kota. Meskipun hanya berjalan-
jalan di sekitar taman kota, namun entah mengapa aku merasa sangat senang. Entah mungkin
karena beberapa hari kemarin terlalu lama di rumah, atau mungkin karena ini pertama kalinya
aku berjalan-jalan di taman ini sekian lama. Ah, apapun itu, yang jelas aku akan menikmati
suasana menyenangkan ini

Unsur intrinsik
Tema: liburan
Tokoh dan penokohan:
● Aku: pendiam, berbakti pada orangtua.
● Ibu: tegaa, sabar, telaten, peduli
● Ayah: sabar, penyayang, pekerja keras
Alur: maju
Latar:
● Latar tempat: rumah, ruang makan, taman kota, kamar
● Latar waktu: pagi hari, sore hari
● Latar suasana: sepi,
Gaya bahasa: lugas
Sudut pandang: orang pertama
Amanat: melatih anak untuk tidak selalu berlibur saat musim liburan. Melatih anak untuk belajar
mandiri adalah pemanfaatan liburan yang sangat penting.

3. Cerpen Lucu

Scrub Gula Pasir

Di siang hari, Keke sedang berbincang – bincang dengan Rosa dengan begitu asyiknya.

“Ros, menurutmu Dion itu suka tipe cewe yang seperti apa sih?”

“Em, setahuku dia suka sama cewe yang alami, apa adannya.” Jelas Rosa.

“Jadi gak suka sama cewe bergincu gitu dong?” Tanya Keke.

“ Mungkin.”

“Lalu apa dong yang membuat bibir merah tanpa lipstik?”

“Coba saja pake scrub gula pasir setiap malam, bibir akan merah merona alami.”

“Oya?” tanya Keke antusias

”Baiklah akan kucoba nanti malam demi mendapat cinta sang pangeran. Hahaha.”

“Seminggu lagi ada acara festival tuh di kampus, coba saja scrub-an rutin setiap malam.”
Sambung Rosa.
“Benar juga ya. Nanti harus tampil maksimal di depan sang pangeran.” Tukas Keke mengiyakan.
Beberapa hari Di hari sebelum acara, Keke tampil seperti yang dikatakan Rosa. Ketika melihat
Keke, Rosa terkaget-kaget.

“Ada apa dengan bibirmu? Kenapa merah sekali? Berapa kilo gula yang kau gunakan? Itu
sensual apa bonyok ya?” Tanya Rosa terheran.

“Ini akibat gigitan semut setiap malam tau, sampai sesensual dan semerah ini” Jawab Keke.

“Oh My Good”.

Unsur intrinsik
Tema: kecantikan
Tokoh dan penokohan:
● Keke: lugu
● Rosa: baik, setia kawan
Alur: maju
Latar:
● Latar tempat: rumah
● Latar waktu: siang
● Latar suasana: sepi, lucu
Gaya bahasa: lugas
Sudut pandang: orang kedua jamak
Amanat: kalau memakai masker scrub gula tidak perlu berlebihan. Hal itu mencerminkan
kepribadian yang berlebihan, boros.

4. Cerpen Cinta

Cowok Jutek

“Mira, tadi ada yang nanyain kamu lho, si Bagus anaknya bos minyak itu.” kata Ella pada Mira
agak genit. Mira hanya terdiam sambil membaca naskah lagu yang akan dia bawakan minggu
depan dalam acara kampus.

“Ada apa denganmu? Kawan, sepertinya kau sedang galau.” tanya Ella lagi.

“Baca puisi ini. Kau paham apa maksudnya?” Sambil menyodorkan naskah lagu yang diambil
dari pusi.

“Ini karya Bagas ya? Anak yang jutek dan pendiam itu? Kamu masih memikirkannya?”

“iya”, jawab Mira mengangguk.

Tanpa di kata cinta tetaplah cinta,


Irismu yang begitu indah
Membuat hatiku selalu takjub
Hati mampu mematahkan segala logika yang ada
Kehadiranmu adalah cahaya bagi kegelapan
Memberi warna disaat hati ini abu-abu
Memberi nafas di lorong anggara
Yakinlah cinta itu ada
Tanpa kicaupun burung terbang dengan bebasnya
Hiduplah merdeka
Dengan bahagiamu
Karena aku akan menghampirimu..
Sayangku

“Aku yakin naskah lagu ini adalah pesan bagas untukku. Aku yakin dia merasakan apa yang aku
rasakan. Tapi kenapa dia tak pernah bicara?” tanya Mira pada Ella.

“Entahlah, aku bingung kenapa kau jatuh cinta pada model lelaki kaya Bagas.”

“Dia itu berbeda. Dia itu unik dan yang paling membuatku gila adalah sorot matanya yang tajam.
Membuatku mabuk seperti ini.” Jelas Mira.

“Iya tapi mana ada cinta abu-abu? Harus ada salah satu yang bicara.” Sahut Ella.
Sehari, dua hari, sampai seminggu Mira tidak kuat menahan perasaanya pada Bagas, akhirnya
dia menemui Bagas dan membicarakan sesuatu di taman dekat kampusnya.

“Ada apa Mira?” Tanya bagas singkat.

“Em, em, aku ingin mengatakan sesuatu yang serius padamu” Sambung Mira grogi.

“Maaf, Mir, hari ini aku ada ujian. Jadi besok saja. Oke?” jawab Bagas yang langsung
meninggalkan Mira.

“Aku mencintaimu.” Teriak Mira.

Bagas hanya menghentikan langkahnya sebentar dan kemudian berjalan meninggalkan Mira.
Mira hanya menangis tersedu-sedu di taman karena apa yang diungkapkannya sia-sia. Ternyata
cintanya bertepuk sebelah tangan.

Keesokan paginya, dia dipanggil ayah dan ibunya untuk pulang ke rumah dari kosnya.

“Tadi ada seorang pria yang melamarmu nak, dia terlihat anak baik, ayah bisa mengetahui
betapa keseriusannya dari kata-katannya.” Kata ayahnya.

“Maaf ayah, Mira belum ingin menikah, hari ini aku kurang enak badan dan ingin istirahat di
kamar dulu.” jelas Mira kemudian meninggalkan ruangan tersebut.

Namanya Bagas.” Sahut ibunya.

Mendengar nama itu hatinnya langsung bergejolak, wajahnya kembali ceria dan matanya
berbinar-binar.
“Benarkah itu, Bu?”

“Iya benar.”

Unsur intrinsik
Tema: cinta sejati
Tokoh dan penokohan:
● Mira: kaku, cantik, sabar
● Bagas: jutek, jaim, cool
● Ella: cerewet, setia kawan
● Ayah: ramah
● Ibu: to the point
Alur: maju
Latar:
● Latar tempat: taman, kost, rumah
● Latar waktu: pagi hari, siang hari
● Latar suasana: sepi, ramai
Gaya bahasa: lugas
Sudut pandang: orang kedua jamak
Amanat: kalau memang suka segera ungkapkan. Tetapi jangan cepat-cepat mengambil keputusan
karena dalam diam itu banyak arti. Kalau jodoh tidak akan kemana.

5. Cerpen Anak

Pengembara dan Sekantong Uang

Ada dua orang pengembara berjalan bersama di suatu jalan. Tiba-tiba salah satu pengembara
tersebut menemukan sebuah kantung yang penuh berisikan uang.
“Betapa beruntungnya saya!” katanya, “Saya telah menemukan sebuah kantung berisi uang.
Saya rasa kantung ini pasti penuh dengan uang emas.”
“Jangan bilang ‘SAYA telah menemukan sekantung uang’,” ancam temannya. “Lebih baik kamu
mengatakan ‘KITA telah menemukan sekantung uang’. Pengembara selalu berbagi rasa dengan
pengembara lainnya, baik itu dalam susah maupun senang.”
“Tidak!,” kata pengembara yang menemukan uang, dengan marah. “SAYA menemukannya dan
SAYA akan menyimpannya sendiri.”
Saat asyik berdebat, ada teriakan di belakang mereka “Berhenti, pencuri!” kata sekumpulan
orang yang terlihat marah dan membawa pentungan kayu dan tongkat. Mereka berlari ke arah
kedua pengembaraan.
Pengembara yang menemukan uang tadi langsung menjadi ketakutan.
“Celakalah kita jika mereka melihat kantung uang ini ada pada kita,” katanya dengan ketakutan.
“Tidak, tidak,” jawab pengembara yang satu, “kamu tidak mengatakan ‘KITA’ sewaktu
menemukan sekantung uang, sekarang tetaplah menggunakan kata ‘SAYA’, kamu seharusnya
berkata ‘celakalah SAYA'”.

Unsur intrinsik
Tema: keserakahan
Tokoh dan penokohan:
● Pengembara penemu uang: serakah, pembohong, licik
● Pengembara dua: kritis, cerdas
● Sekumpulan orang: marah, tegas, anarkis
Alur: maju
Latar:
● Latar tempat: hutan, jalan
● Latar waktu: siang hari
● Latar suasana: sepi, mencekam
Gaya bahasa: formal
Sudut pandang: orang kedua jamak
Amanat: Kita tidak boleh berharap bahwa orang akan mau ikut menanggung kesusahan kita
kecuali kita mau membagi keberuntungan kita kepada mereka juga.

6. Cerpen Remaja

Impian Anak Desa

Bermimpilah selagi langit masih sanggup menampung mimpimu. Kata-kata itulah yang selalu
membuatku semangat. Orang sering mengatakan bahwa ‘Bermimpilah setinggi langit’, aku
sempat mempertanyakan hal tersebut pada guruku. Kenapa harus bermimpi setinggi langit?
Emang gak boleh kalo mau mimpi setinggi pohon kecambah.

Ya kini baru kusadari bahwa langit itu sangat tinggi jadi wajar saja kalo orang mengatakan
untuk bermimpi setinggi langit bukan setinggi pohon kecambah. Maklum saja pertanyaan itu
terlontar dari mulutku saat usiaku menginjak 5 tahun.

Angan-anganku dulu mengatakan bahwa pohon kecambah jauh lebih tinggi dari pada langit,
dulu saja aku tak tau yang mana namanya kecambah. Setelah bertanya pada ibuku ternyata
kecambah itu nama lain dari toge. Cukup bahas tentang mimpi, langit,atau toge.

Namaku Dino usiaku saat ini 13 Tahun. Sekarang aku telah duduk di kelas 1 SMP. Aku adalah
seorang anak desa yang tak pernah henti untuk bermimpi. Bagiku mimpi itu hak setiap orang,
Mau dia bermimpi jadi Astronot. Mau jadi Ilmuwan, Mau jadi Psikolog, Mau jadi Guru bahkan
sama sepertiku yang ingin menjadi seorang Arkeolog.

Tetanggaku sering mengatakan padaku untuk apa bermimpi jadi Arkeolog, disini kan enggak
ada yang namanya universitas. Tapi itu bukan halangan bagiku, menurutku ada tidak adanya
sebuah universitas itu bukan halangan. Sekarang aku harus giat membaca buku untuk
menambah ilmu.

Pagi ini aku mulai melakukan penelusuran untuk menambah ilmuku. Aku melewati jalan kecil
yang diapit sawah, setelah menempuh perjalanan yang panjang dan jauh akhirnya aku sampai di
perpustakaan desaku. Aku mengambil sebuah buku.

Saat tengah asyik membaca aku dikejutkan dengan sebuah suara yang muncul tiba-tiba.
“Mau jadi Arkeolog ya?” Tanya orang tersebut padaku sambil melemparkan seulas senyuman
yang indah.
Aku pun menganggukkan kepalaku yang menandakan bahwa aku memang ingin menjadi
seorang Arkeolog.
Ia nampak memperhatikan diriku. Aku hanya memandangnya dengan heran. Tapi aku tak
terlalu mempersalahkannya karena aku yakin dia orang yang baik.
“Kenapa mau jadi Arkeolog?” Dia mengeluarkan kata-katanya lagi.

“Arkeolog itu keren kak, kita bisa tau keadaan masa lampau. Kita juga bisa tau bahasa apa saja
dipakai mereka. Kita juga tau tentang zaman azoikum, megalitikum, paleolitikum dan
neolitikum. Kita bisa nemuin fosil dan benda-benda berharga masa lampau lainnya” Aku
menjawab pertanyaannya dengan jawaban yang cukup panjang. Namun, ia masih tetap setia
mendengarkan semua jawaban yang keluar dari mulutku.

Ia tersenyum sambil memperlihatkan gigi putihnya.


“Kamu tau aku siapa?” Aku memperhatikan orang ini dengan sangat detail, aku melihat dia dari
atas sampai bawah dan mengulanginya lagi. Setelah lelah memperhatikan orang ini, aku pun
menutup buku yang ada digenggaman ku.
“Aku tidak tau kak” Jawabku yang akhirnya menyerah, toh aku memang tidak mengenal nya.

Ia merogoh saku bajunya dan mengeluarkan satu kertas kecil lalu memberikannya padaku. Aku
membaca kertas yang diberikannya padaku itu. Seketika senyumku langsung mengembang
bagaikan bunga yang layu disiram air langsung mekar kembali.

“Wahhh kakak Arkeolog ya?” Ucapku dengan nada yang sangat antusias. Dia pun tersenyum lalu
mengangguk kan kepalanya seolah berkata ‘iya’.
“Kalo besar nanti aku pasti bisa jadi seperti kakak” Jawabku sambil melihat ke atas seolah ada
bayanganku ketika aku besar nanti.
“Haha teruslah bermimpi dan belajar karena kakak kecil dulu sama sepertimu. Kakak selalu
bermimpi bisa jadi Arkeolog tapi kakak sadar mimpi saja tidak cukup kakak juga harus
berusaha ya salah satu caranya kakak harus rela menghabiskan waktu hanya untuk membaca,
membaca dan membaca. Kakak juga di sekolah selalu bertanya pada guru tentang sejarah dan
alhamdulillah berkat usaha kakak selalu ini serta diiringi doa dari kedua orangtua kakak, Kakak
bisa seperti sekarang” Jawab dia dengan ucapan yang sangat panjang. Ucapannya seperti
penyemangat baru bagiku.
“Baiklah kak, aku yakin suatu saat kita bertemu nanti kita ada dalam sebuah profesi yang sama
yaitu sebagai Arkeolog” Tuturku sambil berdiri dan tersenyum padanya.

Akhirnya ia pun pamit pulang denganku. Karena, ia ingin kembali ke kotanya untuk
melaksanakan tugas selanjutnya. Aku melangkahkan kaki sambil tersenyum pada hamparan
sawah serta burung-burung yang berterbangan. Aku yakin bahkan sangat yakin bahwa suatu
saat nanti aku akan menjadi seorang seperti yang aku impikan selama ini.

Waktu begitu cepat berlalu, aku yang dulu masih kecil sekarang telah dewasa. Desaku yang dulu
belum ada perubahan, sekarang telah menjadi sebuah kota. Perpustakaan yang dulu sebagai
tempatku mencari ilmu sekarang menjadi tambah besar dan bagus. Tak ku pungkiri ini semua
akibat adanya globalisasi yang terjadi dalam kehidupan. Sekarang aku sedang duduk di dalam
perpustakaan ini lagi membaca buku sejarah yang pernah ku baca saat umurku tiga belas tahun
lalu. Terlintas sebuah kenangan saat aku bertemu dengan kak Zaky seorang Arkeolog yang
pernah aku temui di perpustakaan ini. Aku merindukan dia sebagai seorang kakakku sendiri.
Aku telah mencoba mencari keadaanya tapi aku tak pernah menemukan dirinya.

“Dino”
Merasa namaku di panggil lantas aku menoleh kebelakang. Dan saat aku melihat ke belakang
betapa terkejutnya aku. Ia dia kakak Arkeolog itu. Datang menghampiriku.
“Kak Zaky?” Ucapku sambil mengajaknya untuk duduk.
“Iya, apa kabar kamu?” Ucap kak Zaky sambil memperhatikan diriku.
“Seperti yang kakak lihat, aku baik-baik saja. Kakak kemana saja, aku telah mencari kakak tapi
aku tak menemukan kakak. Dan sekarang kakak datang sendiri padaku” Ucapku pada kak Zaky.
Kak Zaky pun langsung tertawa, entahlah apa yang ada dalam benaknya hingga membuat ia
tertawa mendengar ucapanku tadi.
“Tingkahmu sama seperti sepuluh tahun yang lalu. Maafkan aku, aku sibuk bekerja di luar
negeri. Bagaimana dirimu sudah jadi Arkeolog?” Ucap kak Zaky sembari mempertanyakan hal
tersebut padaku.
Aku pun mengeluarkan sebuah kertas sama seperti yang kak Zaky lakukan padaku dulu. Ia pun
memberikan seluas senyuman dan selamat padaku. Aku telah menempati janjiku dahulu, saat
aku bertemu dengan kak Zaky kembali aku telah menjadi seorang Arkeolog.

Unsur intrinsik
Tema: cita-cita
Tokoh dan penokohan:
● Aku, Dino: rajin, pantang menyerah, kutu buku, ramah, baik
● Kak Zacky: ramah, sabar, baik
Alur: maju
Latar:
● Latar tempat: perpustakaan desa
● Latar waktu: pagi hari
● Latar suasana: sepi, ramai
Gaya bahasa: lugas
Sudut pandang: orang pertama tunggal
Amanat: Teruslah bermimpi karena mimpi adalah kunci untuk kita meraih impian. Mimpi adalah
pupuk yang akan membuat bunga semakin tumbuh dengan subur sehingga bunga yang
dihasilkan akan lebih indah.

7.

Cerpen Pendidikan

Radi, Pak Sofyan, dan Hujan Deras yang Menerpa


Radi masih di dalam angkot menuju ke kampus tempat dia kuliah. Sepanjang angkot melintas,
hujan deras terus menerpa tiada henti. Padahal, saat itu adalah waktu pagi, waktu yang
biasanya relatif jarang turun hujan. Dengan harap-harap cemas, Radi pun mengucap doa di
dalam hati agar dia tidak terlambat ke kampus hari ini. Radi pun juga rela jika tubuhnya akan
berlumur air hujan, jika sudah sampai kampus nanti.

Benar saja, Radi tiba dikampus dengan lumuran air hujan di sekujur tubuhnya. Namun Radi tak
peduli, dan dia pun tetap melangkahkan kakinya ke dalam kelas.

Setiba di kelas, Radi mendapati pemandangan yang membuat dia terheran. Bagaimana tidak,
ruang kelas yang biasanya riuh oleh kicauan teman-temannya tiba-tiba hening. Tak satu pun
teman-temannya ada di situ. Kalaupun ada orang di situ, Pak Sofyan-lah orangnya. Dosen
berusia 39 tahun itu ternyata sudah ada di kelas 15 menit sebelum Radi masuk. Setelah
mengucap permisi, Radi pun masuk ke dalam kelas, dan duduk di kursi kelas sebelah kanan
depan yang merupakan tempat duduk favoritnya.

“Pak, teman-teman saya mana ya, kok tidak ada? Bukankah ini sudah mulai jam perkuliahan
ya?” tanya Radi.

“Memang kamu belum melihat Whatsapp-mu ya? Tadi mereka bilang bahwa mereka semua hari
ini tidak akan masuk, soalnya hari ini hujan deras sekali, jadi mereka sulit datang ke sini,” jawab
Pak Sofyan.

“Oh iya Pak, saya sedari tadi memang tidak mengecek Whatsapp saya, soalnya telepon genggam
saya mati. Ini juga mau saya isi baterainya,” ujar Radi.

Radi pun mengisi baterai telepon genggamnya dengan menggunakan charger yang ia colok ke
colokan yang ada di dalam kelas. Untungnya, charge dan telepn genggam Radi tidak kebasahan
seperti tubuhnya. Sebab, keduanya ia simpan di dalam bagian tas paling dalam. Dengan begitu,
telepn genggamnya pun bisa ia isi baterainya dengan aman.

“Jadi, untuk perkuliahan ini bagaimana Pak? Tetap berlangsung atau dibatalkan?” tanya Radi
penasaran

“Kalau soal itu, Bapak serahkan ke nak Radi saja, bagaimana?” jawab Pak Sofyan

Radi pun berpikir sejenak, lalu menjawab dengan mantap, “Ya sudahlah Pak, kita mulai saja
perkuliahan ini. Gak apa-apa saya sekarang saya belajar sendirian. Lagian kalau pulang lagi juga
percuma Pak,” ujar Radi.

“Keputusan yang bagus, Nak Radi. Mari, kita mulai saja perkuliahan kita hari ini,” pungkas Pak
Sofyan ceria.

“Pak” kemudian Radi kembali berujar “Saya ingin bertanya, apa yang membuat Bapak tetap
bersemangat datang dan mengajar ke kampus ini? sedangkan Bapak tahu sendiri kalau hari ini
hujan begitu deras? Selain itu, jarak rumah Bapak dari kampus ini kan terbilang jauh, percis
seperti jarak Bandung ke Jakarta.”
“Karena Bapak mencintai pekerjaan ini,” jawab Pak Sofyan pendek. Sekilas, aura positif dalam
diri Pak Sofyan pun muncul dan mulai merasuk ke diri Radi.

Perkuliahan pun dimulai; hujan deras pun kian mereda

Unsur intrinsik
Tema: kedisiplinan
Tokoh dan penokohan:
● Radi: rajin, kritis, semangat, pemberani
● Pak Sofyan: disiplin, baik, bijak, setia
Alur: maju
Latar:
● Latar tempat: di angkot, di kampus, ruang kelas
● Latar waktu: pagi
● Latar suasana: ramai, sepi
Gaya bahasa: lugas
Sudut pandang: orang pertama
Amanat: kedisiplinan dan kesetiaan terhadap profesi akan mengalahkan segala macam
rintangan, entah jarak ataupun hujan badai.

8. Cerpen Romantic

Cinta Sejati Romantis

Icha tengah melamun memandangi langit malam yang penuh bintang bertaburan. Icha sedang
memikirkan seseorang yakni mantan kekasihnya, karena mereka baru saja putus hubungan.
“kenapa kok tega banget sih dia sama icha, padahal aku sayang banget, cinta banget sama dia
tapi kenapa dia pergi dari aku hanya untuk orang perempuan lain” Curhat icha kepada teman
cowoknya.
“Udahlah, mending kamu move on deh, cari cowok lain yang lebih baik dari dia” jawab eko.
“tapi kan Ko, Nyari cowok buat gantiin dia itu nggak semudah itu” sahut icha.
“Memang sesulit apa cari pengganti mantanmu itu sih?” tanya eko
“Aku enggak mau disakitin lagi, aku harus cari orang yang bener-bener cinta sama aku” jawab
Icha
“aku cinta sama kamu, sayang sama kamu” ujar eko
“Bercandamu enggak lucu ko” sahut Icha
“Aku serius cha, aku tuh beneran sayang kamu cinta kamu, aku bisa kok jaga kamu sampai
kapanpun. Kamu mau kan jadi pacar aku?” tatap eko dengan penuh harap
“em… kalo emang kamu beneran cinta sama aku, oke deh aku mau” jawab icha

Pada malam itu kisah cinta mereka berdua pun dimulai dengan indah.
Janji untuk saling menjaga dan mencintai hingga maut menjemput pun di ikhrarkan oleh
keduanya.
Hari demi hari mereka menjalaninya dengan penuh cinta.

Disaat icha terluka eko juga sigap mengobati lukanya.


Sampai suatu hari icha menemukan secarik kertas surat dimeja sekolahnya.
Dibukalah kertas itu dan dibacanya
“Sayangku, jika suatu hari aku sudah tidak disampingmu untuk selalu mencintai dan
menemanimu, janganlah kamu teteskan satu butir air matamu untukku.
Ingatlah, aku akan selalu bersamamu, dimanapun, dan kapanpun.
Aku akan tetap menepati janjiku kepadamu untuk selalu menjaga dan melindungimu.
Sekalipun kamu tidak bisa melihatku aku akan berusaha yang terbaik untukmu.
Sayangku, mulai sekarang jagalah dirimu, jangan mencariku karena itu akan sia-sia saja.
Aku akan selalu sayang padamu selamanya. Love u Icha
Dari: Eko

Setelah membaca surat itu hati Icha menjadi tidak tenang dan gelisah. Ririn, temannya pun
datang menghampiri.

“cha, kamu kenapa?” tanya ririn


“Aku enggak ngerti maksutnya eko, dia ngasih surat ini ke aku” jawab Icha
“Emm cha, emang kamu belum tau yang terjadi sama eko??” Tanya ririn lagi
“Apa rin??? apa yang terjadi?” Icha bertanya balik
“Eko barusan mengalami kecelakaan parah cha, dan sekarang dia kritis di rumah sakit” Jawab
ririn.

Icha yang terkejutpun langsung berangkat pergi ke rumah sakit dengan Ririn.
Icha melihat Eko terbaring lemah di UGD, dibantu dengan alat pernafasan seadanya.
Icha pun menerobos masuk mencoba untuk masuk ke ruang rawat namun dokter dan suster
menjadi penghalang Icha dengan Eko saat itu. Tidak lama berselang dokterpun keluar ruangan
UGD
Dokter memberitahukan bahwa Eko sudah meninggal dunia.
Seketika itu juga Icha langsung drop dan menangis tanpa henti karena merasa kecewa terhadap
diri sendiri yang tidak bisa menjaga Eko kekasihnya.
Icha pun pulang, tidak memiliki semangat lagi untuk menjalani hidup.

Keesokan harinya Ririn mencoba untuk menemui Icha di kontrakannya, karena dia khawatir
dengan Icha yang menempati kontrakan seorang diri. Betapa kagetnya Ririn karena
menemukan Icha dikamar mandi dengan tangan berlumuran darah. dan sedang memegang
secarik kertas.

“Mungkin tindakanku ini sangat salah, dan sangat berdosa. Tapi jujur aku sudah tidak tahan
dengan kehidupanku sekarang. Ditinggalkan oleh kekasih yang benar-benar mencintaiku. Aku
akan segera menyusulmu dan mungkin kita akan bertemu dan bahagia di alam sana.
Aku juga akan menepati janjiku kepadamu, bahwa akan mencintaimu didunia dan di akherat
sana.
Eko, aku sayang padamu sampai akhir nafasku.”

Unsur intrinsik
Tema: ketulusan cinta
Tokoh dan penokohan:
● Icha
● Eko
● Ririn
Alur: maju
Latar:
● Latar tempat: rumah, ruah sakit
● Latar waktu: malam, siang
● Latar suasana: sedih, gembira, duka
Gaya bahasa: santai
Sudut pandang: orang pertama
Amanat: ketulusan cinta tidak bisa didapatkan dengan mudah. Bisa jadi berasal dari teman
sendiri.

9. Cerpen Islami

Keutamaan Sedekah

“Bu, hari ini barang dagangan Bapak hanya sedikit yang laku. Hanya segini saja yang bisa Bapak
berikan pada Ibu,” terang bapak sambil memberikan uang kepada istrinya.

“Iya Pak. Ndal papa yang penting Bapak sudah berusaha dan selebihnya ini adalah rejeki dari
Tuhan,” jawab ibu bijak.
Keesokan harinya, si suami berangkat bekerja dengan membawa barang dagangan lengkap ke
pasar. Di perjalanan ia bertemu dengan nenek tua yang sedang kebingungan di jalan.

“Ada apa nek?” Tanya pak Bejo menghampiri nenek tua tersebut.

“Nak, bolehkah saya meminta uang? Saya ingin pulang tapi tak ada ongkos.” Pinta nenek lirih
kepada Pak Bejo.

“Uangku juga mepet, dagangan dari kemarin gak laku, untuk makan saja kadang masih kurang,
ah tapi gak papa. Kata pak ustad sedekah bisa melancarkan rejeki, bismillah saja.” Gumamnya
dalam hati.

“Baiklah, Nek, ini ada uang segini buat naik bis nenek sampai tujuan. Biar saya antar sampai
terminal.” Ucapnya sambil mengantar nenek tersebut menuju terminal.

“Terima kasih nak, semoga rejekimu selalu lancar.” jawab nenek mendoakan

“Amin, Nek”.
Lalu Pak Bejo kembali ke pasar untuk menjual dagangannya. Sesampainya di pasar, ada seorang
pembeli yang memborong dagangannya sampai habis.

“Alhamdulillah rejeki memang tak ke mana. Memang sedekah bisa melancarkan rejeki.” Gumam
Pak Bejo bersyukur.

Unsur intrinsik
Tema: berbagi
Tokoh dan penokohan:
● Pak Bejo: sabar, baik, dermawan, soleh, telaten, rajin
● Istri Pak Bejo: bromo, sederhana
● Nenek tua: ramah
Alur: maju
Latar:
● Latar tempat: di rumah, di jalan, terminal, pasar
● Latar waktu: pagi, malam
● Latar suasana: ramai
Gaya bahasa: lugas
Sudut pandang: orang pertama
Amanat: memberi itu ibadah. Hitungannya sedekah menurut Islam dan diganti dengan rejeki
berlipat ganda.

10. Cerpen Misteri

Misteri Sebuah Diary

“Hoamh,” aku terbangun. “Kaaaak, bangun! Sudah jam setengah enam!” teriak adikku yang
super cerewet itu. “Iyaaa! Kakak lagi mandi!” jawabku. Padahal masih di kasur.

Setelah mandi, aku bergegas ke bawah. Terlihat adikku sedang makan dengan kedua
orangtuaku. Aku segera ikut gabung.

Oh iya, namaku adalah Ellisa dan adikku Ella. Aku kelas 6 SD, dan adikku kelas 4 SD. Kami
sekolah di SD yang sama. Aku dan adikku mempunyai bulan dan tangggal ulang tahun yang
sama, lho! Oh ya, bel sekolah sudah berbunyi. Nanti dulu ya! Dadaaaah!

“San, kamu tahu enggak? Tadi aku nemuin sebuah diary gitu. Tapi diarynya serem! Ada bercak
darahnya, trus ada foto anak kecil yang lagi tersenyum mengerikan, rambutnya sepinggang!
Hiiy takut,” jelasku panjang lebar kepada Sandy dan Melly, sahabatku.
“Diary itu?! Katanya, diary itu akan selalu muncul setiap malam, dan orang yang
menemukannya akan dihantui mimpi buruk!” jawab Sandy kaget. “Benar kata Sandy Ell, aku
pernah menemukannya, dan itu berhenti 1 tahun kemudian!” ujar Melly.

Glek! Aku menelan ludah. Setelah itu aku langsung berpamitan kepada mereka. Dari jauh, Melly
dan Sandy bertos dan saling membisikkan sesuatu dan di belakangnya ada anak kecil yang
mirip sekali dengan foto yang ada di diary itu. Aku langsung berlari meninggalkan sekolah.

Malam itu, aku bermimpi buruk. Aku dikejar-kejar oleh anak itu. Dia seperti hantu. Yah memang
tepatnya dia hantu! Aku terbangun dengan keringat bercucuran sambil memegang diary itu.
Saat aku keluar kamar, aku melihat hantu anak itu! Aku pun teriak “AAAA! Hpmh, hpmh…”.
Ternyata ada adikku. Dia mendekap mulutku supaya berhenti berteriak. Aku masih melihat
hantu anak itu. Aku segera menarik masuk Ella. Ternyata Ella juga bermimpi buruk. Aku segera
mengajak adikku untuk tidur di kamarku dengan lampu dinyalakan.

Saat di sekolah, aku heran karena masih sepi. Biasanya kan rame? Tapi, adikku masih takut
dengan kejadian kemarin. Akhirnya, aku mengajaknya ke kelasku. Lalu aku ingin
mengembalikan buku ke perpustakaan. Adikku juga minta ikut. Ya sudah, apa boleh buat.

Aku segera ke perpustakaan, tapi anehnya belum ada seorang pun di perpustakaan ini. Aku
mencari buku atau novel yang ingin kupinjam lagi. Tapi tiba-tiba lampu mati. Adikku ketakutan
dan menagis. “Aku melihatnya! Aku melihatnya!” adikku menangis dan aku pun menyahuti,” ya,
aku juga, Ella. Sabarlah,”.
Aku memeluk erat adikku dan…
“Happy birthday Elli, happy birthday Ella, happy birthday, happy birthday, happy birthday to
you!” kami dikagetkan dengan lagu itu dan ternyata dinyanyikan oleh Melly,Mellydan Sandra
Mila, dan Sandy. Oh iya! Sekarang tanggal 12 Desember! Hari ultahku dan Ella. Aku memeluk
Sandy dan Melly. Ella memeluk Sandra dan Mila, adik Sandra dan Melly sekaligus sahabat Ella.
Ada guru kelasku dan guru kelas Ella. Kabar gembiranya, kelasku dan kelas Ella tidak belajar
karena aku dan Ella ultah. Setelah bersalam-salaman dan pemberian kado, aku dan Ella
memberi pendapat tentang kejutan itu.

“Yah… gimana ya? Serem sih. Soalnya semalam aku benar-benar ketakutan, begitu juga Ella.
Kami berdua mimpi buruk dan mimpinya adalah aku dikejar-kejar oleh hantu anak itu. Yang ada
di foto diary itu! Sebenarnya siapa sih dia itu? Kok serem banget ya? Hehe,” ujarku tersenyum.
“Iya, benar tuh. Aku sampe keringat dingin. Kok bisa masuk ke rumah ya?” tanya Ella nyengir.
“Tunggu deh, kalian mengambil diary itu di ayunan kanan atau kiri? Dan fotonya berwarna atau
tidak?” tanya Melly panik, berkeringat dingin.
“Di ayunan kiri dan fotonya berwarna. Kenapa?” tanyaku bingung.
“Sebenarnya… mitos itu benar. Jadi, kami mem-fotocopy diary itu sama persisnya dengen yang
asli. Maka, yang menemukan diary itu akan mimpi buruk selama 1 tahun. Memang benar, kak
Melly pernah merasakannya. Kak Mela dan Aku juga mengalaminya. Akhirnya aku, kak Mela,
dan kak Melly tidur bersama sampai akhirnya 1 tahun sudah berakhir. Pertama, Kak Mela sudah
tidak bermimpi buruk, kak Melly, dan aku. Jadi… maafkan kami ya? Aku yang menuntun Kak Elli
dan Ella ke sana bukan? Maaf ya… please…,” ujar Mila.
“HAH?!” aku terkaget-kaget

Unsur intrinsik
Tema: horor
Tokoh dan penokohan:
● Mellisa: pemalas, penakut
● Ella: cerewet, penakut, kritis
● Sandy: perhatian, usil
● Mila: perhatian, baik
● Melly: perhatian, usil, penakut
● Sandra: perhatian
● Guru Mellisa: perhatian
● Guru Ella: perhatian
Alur: maju
Latar:
● Latar tempat: kamar Mellisa, ruang makan, ruang kelas, perpustakaan
● Latar waktu: pagi, siang, malam
● Latar suasana: mencekam, santai, ramai
Gaya bahasa: santai
Sudut pandang: orang pertama jamak
Amanat:
saat menemukan sesuatu yang bukan milik kita atau tidak ada pemiliknya, tidak harus diambil.
Karena setiap benda itu bertuan, baik nyata ataupun tidak

11. Cerpen tentang ibu


Malaikatku yang Renta

Sesosok manusia yang sangat kuat, bahkan kadang melebihi kuatnya ayah. Ibu lah wujud sosok
itu. Semenjak kepergian ayah beberapa tahun lalu, ibu menanggung beban atas aku dan kedua
adikku. Dialah malaikat hatiku.

“Sini aku bantu bu…” ucap adikku iba melihat ibu sedang menggendong satu keranjang plastik
besar penuh jemuran. Ia hanya tersenyum melihat adikku yang membantunya.

Ibu sama sekali tidak pernah mengeluh padahal kami tahu ibu sangat letih, pusing, bingung
membesarkan anak-anaknya sendiri. Sama sekali tak pernah terlihat ia lemah, kecuali melalui
tatap matanya yang bening.

“Nak, kamu sudah mulai besar, bantu ibu cari uang ya, kasihan adik-adik kamu masih sekolah”,
ucapnya suatu malam padaku.
“Iya bu… aku pasti akan membantu ibu…” ucapku menahan air mata.

Jauh di matanya terlihat jelas bahwa ia hanya ingin mengajariku untuk mandiri.Membekaliku
dengan keterampilan.

Ibu selalu bisa menjadi pelindung dan memberikan solusi atas semua masalah yang kami
hadapi. Ibu menjadi tempat mengadu, menjadi tempat melampiaskan sumpah serapah, karena
ibu adalah segala-galanya bagi kami.

“Kak, kasihan ibu, sekarang ibu sudah tak sekuat dulu…” kata si adik sulung.
“Iya benar… makanya kamu yang rajin belajar, sudah tidak perlu terlalu banyak main”, jawabku.

“Iya kak, tapi aku ingin membantu ibu jualan…”, bisik adik pelan
“Tidak usah, biar kakak saja, kamu belajar saja yang rajin. Lagi pula sebentar lagi kakak lulus
kuliah, mudah-mudahan kakak bisa segera mencari uang untuk kebutuhan kita dengan bekerja
lebih mapan…” kataku yakin.

“Iya kak kalau begitu…”, jawab adik


“Ya sudah, sana kamu jaga adikmu, ajak dia bermain sambil belajar…” suruhku
“Baik kak….”, dengan senang hati

Sebagai seorang anak, kami merasakan bagaimana perih dan pahit yang ibu rasakan.
Bukan hanya memenuhi kebutuhan kami, tapi juga mendidik dan memberikan tauladan.

Aku sebagai anak tertua sudah tidak takut letih, bahkan sampai malam aku terus membantu ibu
membuka warung makan.

+Di kampus aku juga tidak kalah dengan yang lain, sering mendapatkan nilai terbaik, bahkan
sudah ditawari untuk bekerja di perusahaan ternama.

Adikku yang masih SMA pun cukup mandiri, ia tidak pernah berontak dan meminta sesuatu
yang tidak berguna. Ia bahkan dengan setia membantu ibu mencuci piring, bahkan menyapu
lantai.
S

i bungsu pun dari kecil sudah mandiri, hanya saja ia sedikit manja, terutama kepada kakak-
kakaknya. Tapi begitulah, kami semua mendapatkan pendidikan yang sangat baik dari sang
malaikat.

Kini masa kejayaan ibu sudah mulai surut, langkahnya kian tertatih. Kulitnya kini sudah mulai
keriput, bahkan pendengarannya pun mulai berkurang.

Waktu berlalu, aku kini sudah bekerja. Segala kebutuhan hidup kini aku yang menanggung dari
hasil kerja di kantor, sehingga ibu sudah bisa sedikit tenang dan tak takut kurang uang.

Kami sepakat, ibu harus istirahat, mengurangi semua aktivitas. Akhirnya, aku meminta adikku
untuk lebih banyak meluangkan waktu mengurus warung makan, sementara si bungsu aku
tugaskan untuk lebih sering bersama ibu.

Aku dan kedua adikku bertekad dan berjanji untuk memberikan yang terbaik bagi masa tua
malaikat kami itu. Senyum ibu adalah kebahagiaan kami.

Unsur intrinsik
Tema: ibu

Tokoh –Tokoh
● Aku : sabar, pekerja keras penyayang,
● Adik sulung : rajin
● Adik bungsu : manja
● Ibu : pekerja keras, tidak mudah putus asa kuat, sabar, bijaksana.

Alur: maju
Latar:
● Latar tempat: di rumah, di halaman belakang rumah, di kampus
● Latar waktu: pagi hari
● Latar suasana: haru, ramai

Gaya bahasa: lugas


Sudut pandang: orang pertama tunggal
Amanat: hargailah pengorbanan ibu dengan terus membuatnya senang walaupun tidak dengan
uang. Menunjukkan rasa sayang kepada ibu dengan rajin membantunya adalah salah satu cara
sederhana yang terbaik.

Anda mungkin juga menyukai