Anda di halaman 1dari 4

NAME : DEVI SUCI NIRWANA

NPM : 1202050358

CLASS : VII D Afternoon Class

SUBJECT : Literary Criticism

LECTURER : Halimahtussa’diah, S.S, M.A

DALAM DIAM KU MENCINTAIMU

Aku tersenyum manja ketika melihat laki-laki yang baru saja pulang dari sekolahnya,
yang kini sedang memasuki lorong teras rumahnya. Rumah laki-laki itu berada di seberang
rumahku. Aku masih asyik memandangi punggung laki-laki tampan itu dari depan pintu
rumahku, tak kusangka sebelumnya, dia pun berbalik dan memberikan senyuman manisnya
kepadaku. Suhu kaku pun menghampiri badanku. Aku yang tiba-tiba kikuk langsung berlari
masuk ke dalam rumah.

“Oh, senyuman yang indah”. Gumamku di dalam kamar.

Aku langsung membaringkan tubuhku dikapuk kesayanganku. Dari kejauhan kutatap


selembar foto teman-teman sekelasku ketika duduk dibangku SD dan pandanganku tertuju
jelas pada wajah laki-laki kecil yang menggunakan seragam Sekolah Dasar yang terpampang
dimeja belajar yang berada didepan kaca jendela kamar. Foto itu telah dihias rapi dengan
bingkai hitam yang cukup manis dipandang oleh mata.

“Oh, Tama.” Anganku pun melayang. “Dreeettt…Dreeettt..Dreeett…Dreettt”. Alunan


getaran itu menyadarkanku bahwa aku sedang melamun. Ku sentuh touchscreen
handphoneku dan kubaca message dari nomor yang tak kukenal.

“Nomor misterius ini menyuruhku untuk kedepan pintu rumah? Untuk apalagi sich?” ucapku
sewot. Dengan penasaran akupun mengikuti perintah pesan itu.

Kali ini didepan rumahku terdapat sepucuk surat berwarna Merah Jambu yang tergeletak
dilantai teras rumahku.

“Surat? Lagi-lagi surat misterius.” gumamku santai. Kubawa surat itu masuk kedalam rumah.
Ini adalah keempat kalinya aku mendapatkan hadiah yang misterius. Tapi ku tak membaca
surat itu. Aku hanya meletakkan sepucuk surat itu disamping hadih-hadiah misterius lainnya.

“Wiisshh, kayaknya ada hadiah baru nich,Wana.” Celetuk Kak Nindy yang melihat benda
baru diatas meja belajarku, ‘Surat Merah Jambu’ yang sempat kutemui didepan teras rumah.
“Kira-kira menurutmu siapa nih yang ngirim hadiah-hadiah misterius ini?” goda Kak Nindy.
“Entahlah, kak, mungkin sang penggemar rahasiaku yang tak berani bertemu
denganku.Hehehhe…”, ucapku bangga. “Hahahaaa…may be yes, Dek!”. Tangan Kak Nindy
melayang disurat Merah Jambu itu. “Kakak baca ya?”, pintanya. Aku hanya mengangguk
sedikit.

Kami hanya tinggal berdua di dalam rumah yang cukup megah ini. Kedua orang tua
kami tinggal diluar kota untuk sementara waktu karena harus ada masalah pekerjaan yang
mesti diselesaikan. Biasalah, mereka selalu sibuk dengan urusan bisnis Restaurantnya.

“Wana, menurut Kakak ya, yang mengirim hadiah-hadiah ini si Joko anak Pak Satpam
Komplek kita deh”.ucap Kak Nindy yang mulai sok tahu. “May be yes, May be No!”
jawabku cuek.

Kak Nindypun lantas keluar dan meninggalkanku sendirian dikamar. Kemungkinan Kak
Nindy ingin beristirahat dikamarnya.

“Seandainya yang ngirim hadiah ini adalah si Tama”, harapku sambil memandangi hadiah-
hadiah itu.

Malam semakin larut , akupun terlelap dalam tidurku.

*****

Aku terpaku saat melihat benda yang tergeletak manis diteras rumahku. Kali ini
adalah boneka beruang putih kecil yang lucu dan sepucuk surat berwarna hijau. Aku
penasaran dengan isi surat itu, kali ini sengaja ku baca isi surat aneh itu. “Sudah ku duga!.
Isinya hanya gombalan kacangan yang tak mempunyai nama.”, ucapku cuek.

Ku dongkakkan kepalaku ke hadapan pintu rumah laki-laki yang kukagumi. Sampai detik ini
aku masih tak tahu siapa nam laki-laki tersebut. Dia terlalu pendiam. Orang yang kutunggu
pun keluar dari kediamannya. Diapun mengeluarkan sepeda motornya dari dalam bagasi
rumah dan melaju dengan kecepatan sedang kearah jalanan sekolahnya berada.

“Oh My God!Wana!!jadi sekolah gak?”, protes Kak Nindy mengagetkanku.

“Oh Iya!”,ucapku baru tersadar. Aku langsung meluncur lari kekamarku yang berada dilantai
2 untuk sedikit berdandan, memakai sepatu dan mengambil tas boneka yang biasa kupakai
untuk sekolah. Kak Nindy ternyata sudah stay didalam mobil, menjadi supir pribadiku. Tanpa
basa basi Kak Nindy langsung tancap gas ke sekolahku.

*****

Hari semakin panas. Aku telah bersantai di balkon depan kamarku sambil ditemani
oleh segelas Jus Jambu Biji yang paling kusukai. Dirumah hanya ada aku sendiri. Siang
seperti ini Kak Nindy belum pulang dari kantor, kemungkinan Kak Nindy akan pulang nanti
sore. Bel rumah tiba-tiba berbunyi. Menandakan ada seorang tamu yang sedang menunggu
pintu rumahku dibuka. Aku bergegas ingin membukakan pintu untuk seorang tamu. Pintu
telah ku buka, tetapi tamu yang kunanti tak ada. Kali ini aku masih tertipu lagi oleh seorang
yang misterius, kini aku mendapatkan bunga mawar merah dan kertas putih kecil. Ku ambil
kedua benda itu dan ku bawa masuk. Kubaca kertas putih kecil itu, tapi hanya ada sebuah
kalimat “04.00 Sore”. “Dasar kertas yang aneh!” celetukku sedikit kesal. Karena tak ingin
dibawa pusing, akupun merabahkan badanku dan terlelap untuk siang ini diatas kasur yang
lumayan empuk.

Masih dalam keadaan sendirian di rumah dan mata masih berkunang-kunang karena
baru saja aku bangun dari mimpi di siang hari. Akupun beralih ke kamar mandi untuk
membersihkan badan. Lumayan lama menempuh waktu mandi dan berdandan ria sedikit.
Telah siap, akupun bergegas pergi ke Taman untuk menghilangkan kesuntukkan di rumah.
Tidak begitu jauh Taman yang ingin kujumpai sekarang ini.

Sesampainya di Taman, aku langsung menempati bangku Taman yang telah disediakan oleh
Taman Kota. Tanpa kusadari tiba-tiba ada seseorang yang memegang bahu kiriku dari arah
belakang. Ku pandang mata jernih orang yang memegang pundakku tadi. “Oh No, laki-laki
itu!”, bisik batinku. Laki-laki itupun terenyum manis ke arahku. Sedangkan aku terpaku
dalam keringat dingin yang tiba-tiba keluar dari pelipisku.

“Wana, kan?”, sapanya terlebih dahulu dan mengulurkan tangannya. Kupandang dengan
heran tingkahnya yang saat itu.

“Ternyata dia kenal sama aku”, bisik batinku lagi.

“Maaf, ini Wana kan?”, ulangnya lagi. Aku mengangguk kecil sambil membalas uluran
tangan laki-laki itu.

“Aku Tama!”, ucapnya pasti. Aku yang mendengar tiba-tiba terperangkap bingung.

“Tama?”, ulangku tak yakin.

“Iya, aku Tama teman sekelasmu ketika SD dulu. Masih ingat?”

“Kenapa selama kamu jadi tetanggaku, kamu tak pernah bilang kalau kamu itu Tama?”,
tanyaku cukup kecewa.

“Aku malu. Aku takut kamu tiba-tiba tak kenal lagi denganku”, ucapnya pasrah.

“Asalkan kamu tahu, aku tak pernah melupakanmu karena kamu adalah teman sekelasku di
masa SD dan ……”, ucapanku terputus.

“Dan apa?”, tanyanya.

“Ya, kamu teman sekelasku.” Akupun kembali terduduk. Perasaanku saat ini bahagia dan
sedikit kecewa karena aku baru tahu sekarang karena laki-laki yang sering kulihat itu adalah
Tama, teman sekelas SD ku dan orang yang selama ini kutunggu-tunggu.

“Dan asal kamu tahu, aku adalah orang misteriusmu”, ucapnya cukup pelan, tetapi aku
cukup mendengarnya dengan jelas.
“Apa?”. Aku mendongkakkan kepala ku ke atas dan melihat mukanya yang cukup pucat pasi
karena takut mungkin. “Jadi yang sering mengirim benda-benda aneh itu kamu?” tanyaku
heran.

“Iya.”, jawabnya pucat. “Ya amppuunn, kenapa aku tak menyadarinya?”, ucap batinku sedih.
Akupun terdiam. Tama merasakan kebisuanku dan duduk disampingku.

“Kamu marah ya?”, tanya laki-laki itu pelan. Aku tak menjawab secara langsung. “Aku tak
marah. Aku cukup bahagia, bahkan aku senang. Tapi, aku sedih karena aku baru
menyadarinya.”, ucap hati kecilku.

“Tidak, aku tak marah.”, jawabku pasti. Kuberikan senyuman manisku untuk laki-laki yang
berada disampingku kali ini.

“Yakin nih gak marah? Mie apa?”, tanyanya kurang percaya sambil bergurau sejenak.

“Iya. Yakin !”, jawabku mantap. “Mie pangsit, mie rebus, mie ramen atau mie gemes pun gak
papa…Hahahaa”, godaku padanya.

“Hahahaaaaa…hahaaa….”, kamipun tertawa ria bersama.

“Maaf jika kamu terganggu dengan kiriman dariku, itu hanya sebagian kecil untuk
mengungkapkan perasaanku padamu.”, ucapnya begitu mantap dan jujur. Aku terpaku oleh
ucapannya. Aku benar-benar tak bisa menjawab. “Sekali lagi maaf, Wana”, sambungnya.

“Hah? Iya, Tam”, jawabku singkat.

“Dan…..”, ucapnya terputus.

“Dan apa?”, tanyaku bingung.

“Maukah kamu jadi kekasih hatiku?”, ucapnya pelan dan malu-malu kucing.

“Apa?”, tanyaku heran`

“Maaf kalau aku lancang.”. ucapnya was was.

Aku bingung ingin menjawab apa. Ucapannya cukup membuatku terpaku. Kupaksakan saja
kepalaku mengangguk pelan.

“Ya aku mau!, jawabku malu.”Hah?”. Tama tak percaya. Aku hanya tersenyum. “Akhirnya.”,
seru laki-laki itu.

Aku hanya malu-malu di hadapannya sambil senyum-senyum aneh. Dan akhirnya kamipun
menjadi pasangan kekasih.   

-The End-

Anda mungkin juga menyukai