Anda di halaman 1dari 8

Penulis:Hanifa Humaira

Senyum Terakhir

Dengan nafas yang terengah-engah setelah mengendarai sepeda. Aku terhenti saat ku melihat
dia, aku tak tahusiapa dia. Wajahnya cukup cantik dan manis, aku singgah membeli segelas
air untuk melepaskan dahaga yangmelanda tenggorokanku.Setelah beristirahat aku langsung
mengayuh pedal sepeda untuk pulang ke rumah. Sesampai di rumah, keduaorang tuaku
sedang pergi ke sebuah tempat yang aku tidak tahu. Aku segera pergi mandi karena badanku
sudahbermandi keringat. Setelah mandi aku memakai pakaian dan menuju taman yang tak
jauh dari kompleks rumahku. Aku kaget si dia juga sedang berada di taman. Tanpa pikir
panjang aku langsung menghampirinya.
“Hai…..”, kataku
Dengan senyum aku menyapanya.Tapi dia tidak merespon dan tetap saja membaca sebuah
novel. Sekali lagi aku mengulangi sapaanku.
“Hai.. boleh kenalan gak?”.

“Iya ada apa?”, katanya sambil menatap novel yang dibacanya.

“Aku boleh gak kenalan? Namaku Zhaky”, sambil mengulurkan jemariku.


Dia langsung berdiri lalu meletakkan bukunya di atas kursi dan memberi tahu namanya.
“Namaku Tamara”, katanya dengan senyum.

“Kamu tinggal dimana?”, kataku.

“Aku tinggal di sebelah kiri toko buku dekat gerbang kompleks. Aku baru pindah kemarin.”

“Oooo…. Kamu anak baru yah?”.

“Memang kenapa?”.

“Tidak kenapa-kenapa kok”.

“Ayo aku temani jalan-jalan di taman ini. Lagi pula gak enak juga kalau suasananya begini-
begini saja”, pintaku.

“Ok.. baiklah”, katanya dengan lembut.


Langkah demi langkah mengawali perkenalanku dengan si dia yaitu Tamara. Kami berjalan
mengelilingi taman,dari pada hanya terdiam lebih baik aku memulai pembicaran. Aku
menanyakan banyak hal kepadanya. Dan kamiselalu menyelingi pembicaraan kami dengan
candaan yang cukup untuk mengocok perut hingga sakit.Sekarang sang mentari akan kembali
ke peraduannya. Kami berjalan pulang bersama karena arah rumah kamisearah. Tamara
berada di depan kompleks sedangkan rumahku ada di lorong kedua sebelah kanan di
komplekstempat tinggalku. Sesampai di depan rumah Tamara, kami berhenti dan
menyempatkan diri untuk bercandasebentar.Suara teriakan Ibunya yang memanggil membuat
kami berdua kaget.
“Tamara… Tamara… ayo cepat masuk, udah hampir malam nih!, teriak ibunya.

“Ya bu.. tunggu!, Zhaky aku duluan yah?”, katanya dengan senyum.

“Iya…”, kataku sembari membalas tersenyumnya.

“Kamu juga cepetan pulang, nanti di cariin sama Ibu kamu”.

“Ok… aku pulang yah.. dadah..!”, sambil berjalan dan melambaikan tangan.

Di perjalanan, aku hanya bisa berkata “Baru kali ini aku bisa cepat berkenalan dengan
seorang gadis, apalagigadis seperti Tamara”. Kini aku be
rjalan di antara jalan yang sepi dengan sedikit penerangan dari lampu jalanyang mulai redup
dan di kerumuni serangga.Sesampai di rumah aku di marahi oleh Ibuku.
“Kamu ke mana aja”?, bentak Ibu.

“Maaf Bu, aku tadi dari keliling taman”, kataku sambil menun
duk.
“Lain kali jangan pulang telat lagi yah?”.

“ Iya Bu”, sembariku meninggalkan ibu di teras rumah.

Keesokan paginya aku bertemu dengan Tamara, ternyata aku sama sekolah dengan dia,
kemarin aku lupananya sih. Aku langsung berlari menghampirinya.
“Tamara… Tamara…. tunggu aku!”, kataku sambil berlari.
Tamara berhenti dan memegang pundakku.
“Masih pagi-pagi kok dah keringatan kayak gini?, ini usap keringatmu!”, katanya sembari
menyodorkan sapu
tangannya.
“Iya nih, kamunya tuh. Kamu jalannya cepat amat”
“Iya maaf”, kataya sambil tersenyum.

“Ayo buruan entar pintu gerbang ditutup”.


Sesampai di sekolah aku langsung ke kelas dan ternyata Tamara juga sekelas dengan aku.
Dia duduk disampingku, karena Dino teman aku baru pindah sekolah dua hari yang lalu.
Tamara naik dan memperkenalkandirinya ke teman-teman kelasku.
“Hai perkenalkan namaku Tamara Adelia, panggil aja aku Tamara. Aku baru pindah dari
Makassar kemarin,semoga kita semua bisa menjadi teman yang akrab”.

“Ok….”, Teriak semua temanku.


Kini kami semakin dekat. Kami selalu bersama, kami duduk di depan kelas sembari bercerita
tentang tugassekolah.
“Kamu suka pelajaran apa?”, tanyaku.

“Aku paling suka pelajaran matematika”.

“Kenapa kamu suka pelajaran itu?, padahal pelajaran itu agak rumit dan memusingkan”.

“Karena aku suka aja dengan pelajaran itu, kalau kamu sukanya pelajaran apa?”.

“Aku paling suka dengan pelajaran bahasa Indonesia, yah pelajaran sastra”.

“Kenapa kamu suka pelajaran itu?, tanyaku.

“Seperti kamu tadi, aku suka aja dengan pelajaran itu. Aku sudah buat beberapa cerpen, mau
baca?”, kataku
sambil menyodorkan beberapa cerpen karyaku.
“Ini buatan kamu?, aku gak percaya”.

“Iyalah, ini buatan aku. Kamu baca yah dan berikan saran, ok?”.

“Ok…”, katanya sambil tersenyum.

“Tttttttteeettt….”,
Bunyi bel menandakan kami akan melanjutkan ke pelajaran berikutnya. Tapi, guru
yangmengajar tidak datang. Jadi aku dan Tamara bersama teman-teman yang lain hanya
bercerita tentang hal-halyang dapat mengocok perut.Tak lama kemudian, kami pun pulang.
Aku bersama Tamara dan temanku yang lain berjalan menuju pintu
gerbang, menertawai hal yang tak patut ditertawai. Di perjalanan pulang Tamara berteriak,
“Auuuuhh sakit,Zhaky bantu aku berdiri!” pintanya sambil meneteskan air matanya. Kaki
Tamara tersandung batu, dan kelihatannya kaki Tamara terkilir.
“Sudah jangan nangis dong, pasti kamu akan sembuh kok”, kataku menyemangati.

“Iya Zhaky, tapi kaki aku sakit banget. Bantu aku berdiri dong!”, pintanya

“Auuuuhh…. Sakit!!”, katanya sambil merintih kesakitan.

“Sini biar aku gendong deh, gak apakan?” .

“Betul mau gendong aku, aku berat loh!”, katanya sambil tersenyum.

“Sakit-sakit gini sempat aja ngelawak, sini naik cepat”.


“Hehehe…. Aku beratkan?”, tanyanya, sambil tertawa.

“Gak kok..”, kataku sambil tersenyum.

Sesampai di depan rumah Tamara, Ibunya yang sedang membaca koran kaget saat melihat
kedatanganku yangmenggendong Tamara.
“Tamara, kamu gak apa-apakan nak?”.

“Gak apa-apa kok Bu”, kata Tamara.

“Kakinya terkilir tadi waktu jalan pulang tante”, kataku.

“Terima kasih yah nak ….”

“ Zhaky, tante!”, ucapku dengan maksud memperkenalkan diri.

“Iya terima kasih yah nak Zhaky”, katanya sambil tersenyum.

“Tamara, tante, Zhaky pulang dulu yah?”, kataku.

“Iyaa nak Zhaky, kapan-kapan main ke rumah yah?”, kata ibu Tamara.

“Baik tante”, kataku sambil tersenyum.


Sehabis menggendong Tamara punggungku rasanya ingin copot, benar juga kata Tamara
badannya berat. Tapi,tidak apalah dari pada sahabat aku Tamara gak pulang ke rumah.
Sesampai di rumah aku langsung melepaspakaian dan makan siang. Sesudah itu aku langsung
tidur karena aku lelah banget udah gendong Tamara.***Keesokan paginya aku menunggu
Tamara di depan rumahnya. Saat melihat dia keluar rumah, dia sudah bisaberjalan dengan
baik. Aku kaget dan bengong melihatnya.
“Woii kamu kenapa bengong kayak gitu?”, tanyanya sambil mencubit pipiku.

“Akh gak apa kok!, eh kok cepat amat sembuhnya?”.

“Iyaa nih, semalam aku dibawa ke tukang urut, rasanya sakit amat waktu di urut”.

“Baguslah, daripada berjalan dengan pincang”, kataku sambil


tersenyum.Sampai di sekolah teman-teman ku berkumpul membicarakan sesuatu, aku dan
Tamara bergegas ke sana danmendengar apa yang di ceritakan teman-temanku itu.
“Teman-teman, besokkan kita libur bagaimana kalau kita liburan?”, kata Naila.

“Kita mau ke mana ?”, tanyaku memotong pembicaraan.


“Kita akan pergi liburan, baiknya kita ke mana?”, kata Denny.

“Bagaimana kalau kita pergi ke tempat rekreasi terkenal di kota ini!”, kata Tamara.

“Baiklah kita akan ke Pantai Bira!”, kataku.


Tak sabar menunggu saat itu, aku menceritakan sedikit tentang Pantai Bira kepada Tamara.
Kami tidakmemerhatikan penjelasan guru, akibat cerita kami yang semakin mengasyikkan.
Tak lama kemudian bel istirahatpun berbunyi. Rasanya aku tidak ingin berpisah dengan
Tamara walau sekejap saja. Tapi, mungkin itu cumanperasaanku saja. Kami berkeliling
sekolah mencari hal-hal yang baru dan melupakan apa yang aku banyangkantadi.Tidak lama
kemudian, bel kembali berbunyi kami berlari ke kelas. Kami berlari sambil tertawa
dengansenangnya. Rasanya hal ini adalah hal yang terindah bagiku. Sesampai di kelas kami
duduk dan menungguguru. Tak lama kemudian, guru yang mengajar pun datang.Aku merasa
agak tidak enak badan. Tamara iseng mencubit pipiku dan Tamara kaget.
“Zhaky kamu gak apa-apa, kan?”
tanyanya dengan khawatir.
“Aku gak apa-apa kok”, kataku dengan nada yang pelan.

“Kamu sakit dan aku harus antar kamu pulang!”, katanya sambil berjalan menuju guruku.

“Pak, Zhaky sakit”, katanya.

“Baiklah bawa dia pulang, kamu mau mengantarnya?” tanya pak guru.
“Iya pak aku bisa kok”, katanya.
Berhubung sudah hampir pulang Tamara memasukkan barang-barangku ke dalam taslalu dia
juga membereskan barang-barangnya.
“Ayo aku antar kamu pulang”, katanya.

Tamara meminta izin mengantar aku pulang. Sambil memegang jemari-jemariku dan sesekali
memegang
keningku. Tamara selalu bertanya tentang keadaanku. Tapi, aku hanya bisa menjawabnya
dengan kalimat, “Aku
baik-baik saja kok, gak usah khawatir”.
Sesampai di rumah aku langsung di bawa Tamara ke kamarku sembari ibu
mengomel-ngomeliku.
“Ini sebabnya kalau makan gak teratur”, katanya.

“Sudah tante, Zhaky „kan lagi sakit”, pinta Tamara ke Ibuku.

“Biarlah nak, biar dia tahu rasa”, kata Ibuku.

“Kalau begitu aku pulang dulu tante”.


“Nak nama kamu siapa?”.

“Nama aku Tamara, tante”.

“Terima kasih yah nak Tamara, udah bawa pulang anak tante ini”.

“Iya, sama-sama tante”, katanya. Aku melihat senyuman indah dari Tamara saat akan keluar
dari kamarku.
Keesokan paginya, rasanya badanku udah sehat. Aku bergegas menyiapkan barang yang akan
ku bawa. Akumandi dan sesudah itu berpakaian rapi dan langsung menuju rumah Tamara.
Tapi, Tamara sudah berangkatduluan. Aku langsung ke sekolah. Sampai di sekolah aku
melihat Tamara dan langsung menghampirinya.
“Zhaky, kamu udah sembuh?”, katanya

“Iya.. aku udah sembuh kok”.

“Betul aku udah sembuh”, kataku sambil meraih tangannya dan meletakkannya di keningku.
Tak berapa lama kemudian, bus yang akan mengantar kami ke Pantai Bira pun datang. Aku
duduk di belakangbersama anak lelaki lainnya. Tamara berada di depan bersama teman
wanitanya. Di perjalanan rasa gelisahkusemakin tak menentu. Aku memiliki firasat buruk dan
naas tak berselang beberapa lama mobil yang akutumpangi kecelakaan.Aku merasa kepalaku
sakit, saat ku pegang kepalaku mengeluarkan darah yang banyak. Tapi, yang ada di
pikiranku sekarang adalah Tamara. Aku langsung berteriak dengan nada yang lemah.
“Tamara.. kamu gak apa-apa, kan?”. Aku tak mendengar suaranya. Aku melihat
teman-temanku terluka dan mengeluarkan banyak darah.Saat aku ke tempat duduk Tamara,
aku melihat kepala Tamara mengeluarkan banyak darah. Rasa sakit yangaku rasa membuat
aku pingsan.
“Zhaky, Zhaky, bangun nak, ibu di sini”, kata ibuku sambil menangis.
Mendengar suara itu, aku terbangun. Aku sekarang berada di rumah sakit, aku kaget dan
berteriak.
“Dimana Tamara Bu? Tamara baik
baik sajakan Bu?”.
Ibu hanya terdiam sambil menatap ayah.
“Ibu apa yang terjadi?”, aku mulai meneteskan air mata.

“Maaf nak, kini Tamara sudah berada di tempat lain”, dengan nada yang pelan ibu
memberitahuku.
“Jadi maksud ibu?”.

“Iya Nak, Tamara telah meninggal akibat kecelakaan itu”, kata ibu sembari memelukku.

Aku terduduk di ranjang dan dipeluk ibu sambil menangis dengan keras dan berkata “
Kenapa dia terlalu cepatmeninggalkan aku Bu?”. Aku
terdiam dan mengingat saat aku sakit, dia memberiku senyuman yang kuanggapindah itu dan
menjadi senyuman terakhir darinya.(SELESAI)

ANALISIS
JUDUL : SENYUM TERAKHIR

1.UNSUR INTRINSIK

● Tema : Persahabatan Sejati

● Latar : -Tempat : Taman, sekitar kompleks rumah, rumah Zacky, jalan menuju
sekolah,sekolah, bus
-waktu: pagi,siang petang
-Suasana:Menyenangkan,asik,seru,tragis,sedih, mengharukan.

● Alur : Maju

● Penokohan:
-Zaky: Protagonis
-Tamara: Protagonis
- Ibu Zaky: Protagonis
-Ibu Tamara: Protagonis
-Teman temannya: Protagonis
-Pak guru: Protagonis

● Sudut pandang: Orang pertama

● Amanat :
Hargailah semua waktu-waktu kebersamaan bersama sahabatmu, karena kita tak pernah tahu
kapanakan berpisah selamanya dengannya.
Sayangilah sahabatmu dengan tulus dari hati hingga akhir waktu.

2. UNSUR EKSTRINSIK

● Bahasa: Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

● Nilai Sosial :Sehabis menggendong Tamara punggungku rasanya ingin copot, benar
juga kata Tamara badannya berat. Tapi,tidak apalah dari pada sahabat aku Tamara gak
pulang ke rumah.Tamara meminta izin mengantar aku pulang. Sambil memegang
jemari-jemariku dan sesekali memegang keningku. Tamara selalu bertanya tentang
keadaanku. Tapi, aku hanya bisa menjawabnya dengan kalimat, “Aku baik-baik saja
kok, gak usah khawatir”.
● Nilai Moral: kebaikan hati,ketulusan.

● Nilai Budaya: -
● Nilai Religi: -
● Nilai Politik: -

● Latar belakang pengarang:Penulis cerpen ini adalah seorang remaja pria sekaligus
pelajar. Baru mulai belajar menjalin persahabatandengan seorang wanita. Di mana
ending dari kisahnya adalah sedih. Tapi dapat membuktikan, bahwapersahabatan
sejati yang dijalin hingga akhir hayat itu masih ada.

Anda mungkin juga menyukai