Anda di halaman 1dari 29

JOURNAL READING

ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK REMAJA DAN PRANIKAH

“Dismenorhea Pada Remaja”

Disusun oleh :
Melanda Puspita Aidi

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PRODI PROFESI KEBIDANAN
KOTA BENGKULU
2020
HALAMAN PERSETUJUAN

JOURNAL READING ASUHAN KEBIDANAN

“DISMENORHEA PADA REMAJA“ DI BPM OCIK

LESTARI, SST

OLEH:
Melanda Puspita Aidi
NIM: P05140420009

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING LAHAN

Desi Widiyanti, SST, M.Keb Ocik Lestari, SST


Nip. 19801217200112200 Nip. 197708282007012011

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang maha kuasa karena atas rahmat dan
karunianya kita dapat mengenalilmu, pengetahuan, tidak lupa kita haturkan
shalawat beserta salamat atas junjungan alam Nabi besar kita yaitu nabi
Muhammad saw. Dan saya mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen yang
telah mengajari saya ilmu yang sangat banyak,berkat ilmu itu juga saya
mampu menyelesaikan Journal Reading “Asuhan Kebidanan Holistik
Remaja dan Pranikah” dengan berjudul “ Dismenorhea Pada Remaja”.
Dalam menyusun journal reading ini, saya menyadari masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang saya
miliki. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan
laporan pendahuluan saya selanjutnya.

Bengkulu, 18 September 2020

Penulis

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................2


DAFTAR ISI ..............................................................................................3
BAB I ISI JURNAL
A. Judul jurnal ...........................................................................................5
B. Abstrak ...............................................................................................5
C. Pendahuluan .......................................................................................6
D. Metodologi ..........................................................................................7
E. Hasil dan pembahasan........................................................................8
F. Kesimpulan dan saran........................................................................14
BAB II TELAAH JURNAL
A. Judul jurnal ...........................................................................................16
B. Abstrak ...............................................................................................16
C. Pendahuluan .......................................................................................16
D. Metodologi ..........................................................................................16
E. Hasil dan pembahasan........................................................................16
F. Kesimpulan dan saran........................................................................16
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
G. Konsep Dasar Dismenore...................................................................17
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................27
B. Saran........................................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA 28

4
BAB I
ISI JURNAL

FAKTOR RISIKO DISMENORE PRIMER PADA WANITA USIA


SUBUR DI KELURAHAN PLOSO KECAMATAN TAMBAKSARI
SURABAYA
Ulya Rohima Ammar
FKM Universitas Airlangga, ulya.rohima@yahoo.com Alamat
Korespondensi: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, Jawa timur, Indonesia

A. Judul Jurnal
Faktor Risiko Dismenore Primer Pada Wanita Usia Subur Di Kelurahan Ploso
Kecamatan Tambaksari Surabaya.

B. Abstrak
Dismenore primer adalah nyeri menstruasi tanpa kelainan nyata pada alat
genital dan bisa merupakan tanda adanya gangguan sistem reproduksi.
Prevalensi dismenore primer cukup tinggi, namun kurang mendapatkan
perhatian dari dunia medis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor
risiko dismenore primer di Kelurahan Ploso, Kecamatan Tambaksari, Kota
Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan
desain cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara multistage
cluster sampling. Responden adalah 80 wanita usia subur yang berusia 15-35
tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi dismenore primer
adalah sebesar 71,3%. Sebagian besar dampak dismenore primer yang
dirasakan responden adalah menurunnya produktivitas yaitu sebesar 77,2%.
Responden sebagian besar tidak pernah memeriksakan rasa nyeri atau
keluhan terkait dismenore primer ke dokter maupun bidan (84,2%) dengan
alasan mayoritas responden menganggap gejala dismenore primer yang
dirasakan merupakan hal yang wajar (54,2%). Proporsi tertinggi karakteristik

5
responden adalah berusia 15-25 tahun (51,3%), memiliki riwayat keluarga
(52,5%), pernah melahirkan (60%), lama menstruasi 3-7 hari (86%), usia
menarche 12-13 tahun (53,8%), tidak memiliki kebiasaan olahraga (53,8%),
mempunyai status gizi normal (38,8%), dan mengalami stres berat (25%).
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia
(p=0,002) dan riwayat keluarga dengan dismenore primer (p=0,006), dan
tidak ada hubungan antara pengalaman melahirkan, lama menstruasi, usia
menarche, kebiasaan olahraga, status gizi, dan keadaan stres dengan
dismenore primer. Wanita usia berusia 15-25 tahun atau yang memiliki
riwayat keluarga dismenore primer berisiko mengalami dismenore primer.

C. Pendahuluan/Latar Belakang/Tujuan
Kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental, dan
kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan
sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang
bebas dari penyakit dan kecacatan. Kesehatan reproduksi tidak bermula dari
beberapa masalah atau penyakit, seperti penyakit menular seksual, kematian
ibu atau dari daftar program kesehatan ibu dan anak, safe motherhood, serta
keluarga berencana. Kesehatan reproduksi harus dipahami dalam konteks
hubungannya dengan risiko.
Wanita usia subur mengalami menstruasi yang datang setiap bulan, tetapi
banyak wanita yang mengalami ketidaknyamanan fisik atau merasa tersiksa
saat menjelang atau selama haid berlangsung. Salah satu ketidaknyamanan
fisik saat menstruasi yaitu dismenore. Terdapat beberapa gangguan
ginekologi yang sangat sering terjadi pada masa remaja seperti gangguan
yang berhubungan dengan siklus menstruasi dan perdarahan uterus disfungsi
yang di dalamnya termasuk dismenore (Wirawan, 2007).
Penelitian Gunawan (2000) di empat SLTP di Jakarta menunjukkan
bahwa sebanyak 76,6% siswi tidak masuk sekolah karena nyeri haid.
Beberapa orang masih menganggap tidak masalah untuk menahan rasa sakit
yang dirasakan setiap haid sehingga perempuan cenderung enggan untuk

6
pergi ke dokter. Banyak wanita yang membeli obat sendiri dan hanya sedikit
yang berkunjung ke dokter untuk berkonsultasi tentang gejala dismenore
primer yang dirasakan (French, 2005). Angka kejadian dismenore di
Indonesia belum dapat diketahui secara pasti. Kesadaran untuk menjaga
kesehatan diri dan melindungi sesegera mungkin dari penyakit masih rendah
di kalangan masyarakat. Rasa malu ke dokter dan kecenderungan untuk
meremehkan penyakit sering membuat data penderita penyakit tertentu di
Indonesia tidak bisa dipastikan secara mutlak (Anurogo, 2011).
Data menunjukkan bahwa dismenore primer terjadi pada 60-75%
perempuan muda dan tiga perempat dari jumlah tersebut mengalami
dismenore dengan intensitas ringan/sedang, sedangkan seperempatnya
mengalami dismenore dengan tingkat berat yang terkadang mengakibatkan
penderita tidak berdaya dalam menahan nyeri (Hendrik, 2006).
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Ploso Kecamatan Tambaksari
Surabaya dengan pertimbangan Kecamatan Tambaksari adalah Kecamatan
dengan jumlah wanita usia subur (WUS) paling banyak di Surabaya, yaitu
sebesar 61.053 WUS, sedangkan untuk Kelurahan Ploso sendiri merupakan
Kelurahan dengan jumlah WUS paling banyak di Kecamatan Tambaksari.

D. Metodologi
Jenis penelitian yang dilakukan adalah analitik observasional. Desain
penelitian adalah cross sectional karena penelitian dilakukan dalam satu
periode waktu, setiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja.
Populasi penelitian adalah semua wanita usia subur yang berusia 15-35 tahun
di Kelurahan Ploso Kecamatan Tambaksari Surabaya. Jumlah sampel adalah
80 responden wanita usia subur yang berusia 15-35 tahun di Kelurahan Ploso
Kecamatan Tambaksari Surabaya. Dalam penentuan jumlah sampel
digunakan rumus jumlah sampel minimal untuk desain studi cross sectional.
Ada beberapa kriteria inklusi dalam penelitian ini, antara lain wanita yang
berusia 15-35 tahun, sudah atau masih mengalami menstruasi, mengalami
menstruasi yang teratur setiap bulannya selama enam bulan terakhir, tidak

7
merokok dan minum alkohol, tidak mempunyai kelainan maupun penyakit
pada alat genital atau alat reproduksi, tidak sedang hamil dan tidak
menggunakan kontrasepsi hormonal. Teknik pengambilan sampel adalah
dengan cara multistage cluster sampling (penarikan sampel melalui dua atau
lebih tahapan). Dalam penelitian ini digunakan multistage cluster sampling
karena populasi sasaran penelitian berada di wilayah yang besar atau luas dan
dengan jumlah penduduk yang banyak. Lokasi penelitian dilakukan di
Kelurahan Ploso Kecamatan Tambaksari Surabaya dan waktu penelitian
dilaksanakan mulai bulan November 2013 sampai bulan September 2014.
Analisis data menggunakan penyajian analisis univariat dan analisis bivariat.
Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan prevalensi dismenore
primer, dampak dismenore primer, dan pemeriksaan dismenore primer ke
dokter atau bidan. Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis hubungan
antara variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Uji
statistik yang digunakan yaitu uji Chi-Square.

E. Hasil dan Pembahasan


1. Gambaran Kejadian Dismenore Primer pada Responden di Kelurahan
Ploso Kecamatan Tambaksari Surabaya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden di
Kelurahan Ploso Kecamatan Tambaksari Surabaya mengalami dismenore
primer dengan prevalensi sebesar 71,3%. Hasil ini tidak berbeda jauh
dengan penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2011) pada mahasiswi
FKM Unair yaitu 73,8%. Rasa nyeri yang ditimbulkan oleh dismenore
primer menyebabkan kontraksi uterus yang tidak teratur dan tidak
terkoordinasi yang disebabkan oleh produksi prostaglandin yang
meningkat. Wanita yang mengalami dismenore mempunyai tekanan
infrauteri yang lebih tinggi dan memiliki kadar prostaglandin dua kali
lebih banyak dalam darah selama periode menstruasi oleh karena itu pada
wanita yang mengalami dismenore primer kontraksi uterus yang tidak
teratur dan tidak terkoordinasi yang terjadi pada uterus juga akan lebih

8
sering terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden
produktivitasnya menurun dikarenakan dismenore primer. Dismenore
primer bisa berdampak pada menurunnya produktivitas perempuan dan
absentisme sekolah maupun kerja. (Anurogo, 2011). Hasil penelitian
Gunawan (2000) dalam Anurogo tahun 2011 di empat SLTP di Jakarta
menunjukkan bahwa sebanyak 76,6% siswi tidak masuk sekolah karena
nyeri haid. Rasa nyeri yang ditimbulkan oleh dismenore primer
menyebabkan kontraksi uterus yang tidak teratur dan tidak terkoordinasi
yang disebabkan oleh produksi prostaglandin yang meningkat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
tidak memeriksakan dismenore primer ke dokter atau bidan. Banyak kasus
nyeri haid yang muncul tetapi sebagian besar tidak ada penanganan yang
berarti karena masih banyaknya anggapan bahwa dismenore primer sudah
semestinya dialami wanita dan bisa sembuh sendiri saat menstruasi
berakhir. Begitu juga dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa
alasan terbanyak responden tidak memeriksakan dismenore primer ke
dokter maupun bidan adalah karena responden mengganggap dismenore
primer merupakan hal yang wajar dan alasan terbanyak kedua adalah
karena sudah terbiasa dengan rasa sakit yang muncul.
2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden dan Analisis Hubungan
antara Variabel Dependent dengan Dismenore Primer
Usia responden diketahui dari jumlah tahun yang dihitung mulai
lahir sampai tahun saat responden diwawancarai. Dalam penelitian ini usia
responden dibagi menjadi dua kategori yaitu usia 15-25 tahun dan 26-35
tahun. Wanita pada usia 25 tahun mengalami peningkatan rasa nyeri, dan
sampai usia mencapai 30 sampai 35 tahun nyeri akan berkurang (Reeder
and Koniak, 2011). Puncak terjadinya adalah pada usia 15 dan 25 tahun
(Andira, 2013). Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan
antara usia responden dengan terjadinya dismenore primer. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Suliawati (2013) yang
juga menunjukkan adanya hubungan umur dengan kejadian dismenore

9
primer pada wanita usia subur. Pertambahan umur menjadi penyebab
dismenore primer menghilang, diduga karena adanya kemunduran saraf
rahim akibat penuaan (Wirawan, 2007).
Variabel pengalaman melahirkan dibagi menjadi responden yang
pernah melahirkan secara normal dan responden yang tidak pernah
melahirkan secara normal. Keluhan nyeri dapat berkurang apabila wanita
pernah mengalami kehamilan dan pelahiran per vagina (Reeder and
Koniak, 2011). Nyeri yang dialami oleh wanita akan semakin hebat pada
saat potongan jaringan atau bekuan dari lapisan rahim melewati
serviks/leher rahim terutama bila salurannya sempit (Andira, 2013).
Sebelum melahirkan, salah satu bagian dari leher rahim yaitu lubang
(ostium) externum berbentuk bulat kecil, namun setelah melahirkan
berbentuk garis melintang (Arsyad, 2011). Beberapa teori yang ada tidak
sejalan dengan hasil penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
yang mengalami dismenore primer pernah melahirkan dan dari hasil uji
statistik dengan Chi Square menunjukkan bahwa paritas (pengalaman
melahirkan) tidak mempunyai hubungan dengan kejadian dismenore
primer. Hal ini dapat disebabkan karena adanya faktor lain seperti riwayat
keluarga menderita dismenore primer, namun hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Suliawati (2013) yang menyatakan bahwa paritas
tidak berhubungan dengan dismenore primer. Wanita yang mengalami
dismenore mempunyai tekanan infrauteri yang lebih tinggi dan memiliki
kadar prostaglandin dua kali lebih banyak dalam darah selama periode
menstruasi oleh karena itu pada wanita yang mengalami dismenore primer
kontraksi uterus yang tidak teratur dan tidak terkoordinasi yang terjadi
pada uterus juga akan lebih sering terjadi. Jika aktivitas uterus yang
abnormal terus terjadi, maka berkurangnya aliran darah pun akan terjadi
yang mengakibatkan iskemia atau hipoksia uterus yang menyebabkan rasa
nyeri (Reeder dan Koniak, 2011).

10
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang
mengalami dismenore primer sebagian besar lama menstruasinya normal
(3-7 hari) dan berdasarkan hasil uji statistic dengan chi square dapat
diketahui bahwa lama menstruasi tidak berhubungan dengan dismenore
primer. Hasil ini berbeda dengan teori. Hanya sedikit responden yang lama
menstruasinya lebih dari 7 hari.
Usia menarche merupakan usia responden ketika mendapatkan
menstruasi pertama kali. Pada umumnya menstruasi pertama terjadi pada
usia 12- 13 tahun, tetapi ada juga yang baru mendapatkan menstruasi pada
usia lebih dari 16 tahun. Usia menarche seorang anak perempuan sangat
variatif. Ada kecenderungan bahwa saat ini menarche terjadi pada usia
yang lebih muda. Penerimaan remaja terhadap masa kematangan
seksualnya bisa saja kurang baik karena belum siap dalam hal psikis.
Semakin muda usia perempuan mengalami menarche maka semakin
belum siap juga untuk menerima menstruasi karena secara psikis hal
tersebut dianggap sebagai gangguan atau reaksi kejutan (shock reaction)
dalam tanggapan dan fantasi anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
responden yang mengalami dismenore primer sebagian besar mendapatkan
menstruasi pertama kali (menarche) pada usia normal wanita mengalami
menarche, yaitu usia 12-13 tahun dengan tingkat signifikansi 0,977 yang
berarti tidak ada hubungan antara usia menarche dengan kejadian
dismenore primer. Hasil penelitian ini bertentangan dengan teori yang ada.
Bagi beberapa remaja putri permulaan menstruasi bisa menjadi
suatu hal yang traumatik apabila tidak mempersiapkan diri terlebih dahulu.
Jika menstruasi terjadi pada usia sangat muda maka remaja semakin belum
siap menerimanya dan terasa menekan jiwa (shock psikis) karena
pengalaman baru terkait masalah genetalis (alat kandungan) anak yang
bersangkutan (Pudiastuti, 2012), namun hasil penelitian ini sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Utami (2012) dan Harmono (2012) yang
menyatakan bahwa variabel usia menarche tidak berhubungan dengan
kejadian dismenore primer. Perbedaan hasil penelitian ini dengan beberapa

11
teori yang ada bisa disebabkan oleh produksi hormon prostaglandin yang
berbeda- beda pada setiap wanita. Peningkatan hormon prostaglandin
menyebabkan kontraksi uterus yang tidak teratur dan tidak terkoordinasi.
Mekanisme lain oleh prostaglandin dan hormon lain yang bisa
menyebabkan nyeri adalah kemampuan beberapa hormon termasuk
prostaglandin yang bisa membuat serat saraf sensori nyeri di uterus
menjadi hipersensitif terhadap kerja bradikinin dan stimulus nyeri fisik
maupun kimiawi lainnya (Reeder dan Koniak, 2011).
Kebiasaan olahraga merupakan kegiatan fisik/ olah raga yang
dilakukan responden meliputi senam, lari/joging, bersepeda, renang, jalan
sehat. Olahraga secara teratur diyakini bermanfaat untuk mengurangi
hiperplasia endometrium dan menurunkan produksi prostaglandin (Chang
et al, 2010). Melakukan latihan fisik menyebabkan reseptor di dalam
hipotalamus dan sistem limbik yang berfungsi untuk mengatur emosi
menangkap hormon β-endorphin yang dapat dihasilkan setelah seseorang
melakukan aktivitas fisik. Peningkatan β-endorphin telah terbukti
berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ingat,
memperbaiki nafsu makan, kemampuan seksual, tekanan darah dan
pernapasan (Harry, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar responden yang mengalami dismenore primer tidak melakukan
olahraga. Responden yang melakukan olahraga sebagian besar juga masih
mengalami dismenore primer. Hasil dari perhitungan statistik dengan Chi
Square menunjukkan tingkat signifikansi 0,669 yang berarti tidak ada
hubungan antara kebiasaan olahraga dengan terjadinya dismenore primer.
Hal ini berarti bahwa kebiasaan oleh raga tidak mempunyai peran untuk
terjadinya dismenore primer. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Blakey et al. (2009) yang menyatakan tidak ada hubungan
antara aktivitas olahraga dengan dismenore primer, tetapi hasil penelitian
ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa olahraga dapat
menurunkan produksi prostaglandin sehingga tidak terjadi dismenore
primer. Penelitian yang dilakukan oleh Branco yang menyatakan bahwa

12
ada hubungan antara aktivitas olahraga dengan nyeri menstruasi berbeda
dengan hasil penelitian ini (Branco et al, 2006). Pada penelitian Branco
metode penelitian yang digunakan berbeda yaitu menggunakan metode
penelitian semi eksperimental sehingga durasi, frekuensi, dan intensitas
olahraga dapat terukur dengan jelas. Pada penelitian Branco et al. (2006)
level aktivitas yang ditentukan berdasarkan jumlah kalori yang dikonsumsi
per hari berdasarkan metode Bouchard dan aktivitas fisik dikelompokkan
berdasarkan pengeluaran energi dalam kcal/kg. Pengukuran olahraga
seperti frekuensi dan intensitas yang tidak diukur dengan jelas dalam
penelitian ini juga bisa menyebabkan hasil penelitian bertentangan dengan
teori.
Status gizi dikategorikan berdasarkan hasil perhitungan Indeks
Massa Tubuh (IMT) yang dihitung dengan membagi antara berat badan
(dalam kilogram) dengan tinggi badan kuadrat (dalam meter), sehingga
dilakukan penimbangan berat badan (BB) menggunakan bathroom scale
dan pengukuran tinggi badan (TB) menggunakan microtoise.
Pengkategorian status gizi berdasarkan IMT menggunakan kriteria Asia
Pasifik. Status gizi dibagi menjadi 5, yaitu gizi kurang, normal, gizi lebih,
obesitas I dan obesitas II. Obesitas merupakan hasil dari predisposisi
genetik dan faktor lingkungan yang memberi ketidakseimbangan antara
asupan energi dan pengeluaran energi. Obesitas ditandai dengan adanya
adiposit hipertrofi (sel dalam jaringan adiposa yang mengalami
peningkatan dalam ukuran) ketika terjadi sintesis trigliserida secara
berlebihan. Trigliserida merupakan kelebihan energi yang disimpan dalam
jaringan adiposa (Volat et al, 2012). Berdasarkan hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dan dismenore
primer. Responden yang mengalami dismenore primer sebagian besar
memiliki status gizi normal. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Prastiwi (2007) di Semarang yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian
dismenore primer. Pada penderita obesitas, respons imun bawaan berubah

13
sehingga bisa meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Hal tersebut
disebabkan oleh peningkatan asam lemak jenuh pada penderita obesitas
sehingga mengubah resolusi peradangan dengan merangsang produksi
prostaglandin dan mengurangi fagositosis makrofag. Prostaglandin
menyebabkan kontraksi pada uterus meningkat sehingga terjadi dismenore
primer (Hellmann et al., 2013). Hasil penelitian ini berbeda dengan teori
yang ada bahwa penderita obesitas lebih berisiko mengalami dismenore
primer oleh karena adanya kadar prostaglandin yang berlebih pada
penderita obesitas. Hal ini bisa disebabkan karena adanya faktor lain
seperti adanya riwayat keluarga menderita dismenore primer dan faktor
usia responden yang lebih muda karena mayoritas responden dalam
penelitian ini lebih banyak yang berusia lebih muda.
Dismenore primer sering terjadi dua kali lebih besar pada wanita
yang memiliki tingkat stres tinggi dibandingkan dengan wanita dengan
tingkat stres rendah (Melissa, 2007). Stres menimbulkan penekanan
sensasi sarafsaraf pinggul dan otot-otot punggung bawah sehingga
menyebabkan dismenore. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada
hubungan antara stres dengan terjadinya dismenore primer, namun banyak
teori yang menyatakan kaitan antara stres dengan dismenore primer
sehingga teori tidak mendukung hasil penelitian yang ada. Hal ini bisa
disebabkan karena selain faktor stres/psikologi, ada faktor lain seperti
ketidakseimbangan hormon prosgesteron dalam darah dan
ketidakseimbangan hormon prostaglandin. Sebaiknya pengukuran tingkat
stres dilakukan menjelang atau pada saat menstruasi awal agar hasil
analisis hubungan antara keadaan stres dengan terjadinya dismenore
primer bisa lebih tepat.

F. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian disimpulkan prevalensi dismenore primer pada
responden wanita usia subur di Kelurahan Ploso Kecamatan Tambaksari

14
Dari hasil penelitian disimpulkan prevalensi dismenore primer pada
responden wanita usia subur di Kelurahan Ploso Kecamatan Tambaksari
Surabaya adalah sebesar 71,3%. Sebagian besar dampak dismenore primer
yang dirasakan responden adalah menurunnya produktivitas yaitu sebesar
77,2%. Responden sebagian besar tidak pernah memeriksakan rasa nyeri
atau keluhan terkait dismenore primer ke dokter maupun bidan (84,2%)
dengan alasan sebagian besar karena responden menganggap gejala
dismenore primer yang dirasakan merupakan hal yang wajar (54,2%).
Proporsi tertinggi karakteristik responden adalah berusia 15-25 (51,3%),
memiliki riwayat keluarga menderita dismenore primer (52,5%), pernah
melahirkan (60%), lama menstruasi normal 3-7 hari (86%), usia menarche
normal 12-13 tahun (53,8%), tidak memiliki kebiasaan olahraga (53,8%),
mempunyai status gizi normal (38,8%), dan mengalami stres berat (25%).
Ada hubungan antara variabel usia (p = 0,002) dan variabel riwayat
keluarga (p = 0,006) dengan dismenore primer.
2. Saran
Apabila dirasakan adanya gejala dismenore primer disarankan segera
memeriksakan keluhan tersebut ke dokter untuk mendapatkan terapi
(psikoterapi atau terapi medikasi) maupun bidan sehingga responden bisa
tetap bekerja atau beraktivitas dan produktivitas sehari-hari tidak
terganggu. Bagi responden yang berusia lebih muda yaitu 15–25 tahun
agar diberikan edukasi tentang kesehatan reproduksi terutama tentang
dismenore primer agar bisa mempersiapkan diri sehingga siap secara
psikis dalam menerima pengalaman baru terkait masalah genetalis (alat
kandungan) remaja yang bersangkutan. Untuk penelitian selanjutnya
dilakukan pengkajian lebih lanjut terkait dismenore primer yang dikaitkan
dengan pekerjaan dan sebaiknya pengukuran tingkat stres dilakukan
menjelang atau pada saat menstruasi awal agar hasil analisis hubungan
antara keadaan stres dengan terjadinya dismenore primer bisa lebih tepat.

15
BAB II
TELAAH JURNAL
A. Judul Jurnal
Judul jurnal sudah sesuai dengan syarat penulisan judul jurnal yang baik
yaitu relevan dengan tema yang dikaji. Judul jurnal sudah menggambarkan
isi dari penelitisn. Judul sudah ditulis secara ringkas, padat dan jelas.

B. Abstrak
Isi abstrak dari jurnal ini sudah mencakup latar belakang, metode
penelitian, hasil dan kesimpulan. Kemudian kaidah penulisan juga sudah
sesuai. Abstrak sudah mewakili inti penelitian. Bahasanya mudah dimengerti
dan dipahami, sehingga pembaca mudah memahaminya.
C. Pendahuluan
Pada pendahuluan jurnal ini belum dijelaskan mengenai angka kejadian
Dismenorea di dunia ataupun negara lain. Pendahulaun sudah baik karena
sudah membahas mengenai dampak yang ditimbulkan akibat dismenorea dan
sudah menggunakan referensi yang terpercaya yaitu dari jurnal.
D. Metodologi
Metodologi yang digunakan sudah sesuai tujuan penelitian.
E. Hasil dan Pembahasan/Diskusi
Hasil dari jurnal ini sudah membahas sesuai dengan tujuan penelitian. Hasil
dijabarkan dengan lengkap dan akurat,. Pembahasan juga sudah
menggunakan referensi dari banyak jurnal pendukung, sehingga
menggunakan teori dari berbagai sumber. Bahasanya juga jelas dan mudah
dipahami oleh pembaca. Tetapi ada beberapa kalimat yang diulang dan
mempunyai arti yang sama.
F. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan sudah mampu menjawab secara ringkas dari tujuan penellitian.
Saran juga sudah menjawab secara ringkas dari manfaat penelitian.

16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Dismenore
1. Definisi Penyakit
Secara etimologi nyeri menstruasi (dismenore) berasal dari bahasa
Yunani kuno, dys yang berarti sulit, nyeri, abnormal; meno yang berarti
bulan; dan rrhea yang berarti aliran atau arus. Disimpulkan bahwa
dysmenorrhea atau dismenore adalah aliran menstruasi yang sulit atau
aliran menstruasi yang mengalami nyeri .Dismenore adalah perasaan nyeri
pada waktu haid dapat berupa kram ringan pada bagian kemaluan sampai
terjadi gangguan dalam tugas sehari-hari. Gangguan ini ada dua bentuk
yaitu dismenorre primer dan dismenorre sekunder. Dismenore (nyeri haid)
merupakan gejala yang timbul menjelang dan selama mentruasi ditandai
dengan gejala kram pada abdomen bagian bawah (Djuanda, Adhi.dkk,
2008). Dismenore adalah nyeri selama menstruasi yang disebebkan karena
adanya kejang otot uterus.
2. Epidemiologi
Angka kejadian nyeri pada wanita di Indonesia mencapai angka
54,89%, sedangkan sisanya adalah penderita tipe sekunder, yang
menyebabkan mereka tidak mampu melakukan tindakan apapun, dan ini
akan menurunkan kualitas hidup masing-masing individu (Proverawati &
Misaroh, 2009). Nyeri menstruasi menyebabkan gangguan aktivitas
sehari-hari dan harus absen dari sekolah 1 – 7 hari setiap bulannya.
Remaja yang mengalami nyeri menstruasi berat mendapat nilai yang
rendah (6,5%), menurunnya konsentrasi (87,1%), dan absen dari sekolah
(80,6%).
3. Etiologi
Etiologi dapat diklasifikasikan menurut macam dari disminore itu sendiri.
a. Disminore Primer : Jumlah prostaglandin F 2α yang berlebih pada darah
menstruasi, yang merangsang aktivitas uterus

17
b. Disminore sekunder : Timbul karena adanya masalah fisik, seperti
endometriosis, polip uteri, leiomioma, stenosis serviks, atau penyakit
radang panggul.
4. Gejala Klinis
Tanda dan gejala dari dismenore adalah
a. Dimenore primer
1) Usia lebih muda, maksimal usia 15-25 tahun
2) Timbul setelah terjadinya siklus haid yang teratur
3) Sering terjadi pada nulipara
4) Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastic
5) Nyeri timbul mendahului haid dan meningkat pada hari pertama
atau kedua haid
6) Tidak dijumpai keadaan patologi pelvic
7) Hanya terjadi pada siklus haid yang ovulatorik
8) Sering memberikan respon terhadap pengobatan medikamentosa
9) Pemeriksaan pelvik normal
10) Sering disertai nausea, muntah, diare, kelelahan, nyeri kepala
b. Dismenore sekunder
1) Usia lebih tua, jarang sebelum usia 25 tahun
2) Cenderung timbul setelah 2 tahun siklus haid teratur
3) Tidak berhubngan dengan siklus paritas
4) Nyeri sering terasa terus menerus dan tumpul
5) Nyeri dimulai saat haid dan meningkat bersamaan dengan
keluarnya darah
6) Berhubungan dengan kelainan pelvic
7) Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi
8) Seringkali memerlukan tindakan operatif
9) Terdapat kelainan pelvic
Nyeri pada disminore juga dapat dibagi menjadi beberapa bagian,
berdasarkan gradenya :
0 : Tidak disminore

18
1 : Nyeri ringan, aktivitas sedikit terganggu, jarang membutuhkan
obat, namun jika obat dikonsumsi dapat efektif mengurangi nyeri
2 : Nyeri sedang, aktivitas terganggu, membutuhkan obat, dan obat
tersebut efektif mengurangi nyeri
3 : Nyeri hebat, mengganggu sebagian besar aktivitas, membutuhkan
obat, tapi obat jarang efektif dalam mengurangi rasa nyeri.
5. Patofisiologi
Saat fase luteal, korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi
pembuahan dan implantasi. Maka kadar estrogen dan progesterone di
sirkulasi akan menurun drastic. Penurunan kadar hormone tersebut
merangsang pengeluaran prostaglandin uterus. Prostaglandin adalah suatu
nyeawa yang berasal dari fosfolipid. Melalui enzim fosfolipase, fosfolipid
akan diubah menjadi as. Arakidonat. Asam ini akan disiklasi menjadi
prostaglandin endoperoksida siklik dalam bentuk PGG 2 dengan bantuan
enzim endoperoksida isomerase dan peroksidase. Selanjutnya PGH2
diubah menjadi PGF2α dibentuk oleh enzim PGF2α reduktase dan
peroksidase. Prostaglandin yang dihasilkan tersebut akan menginduksi
terjadinya kontraksi uterus. Kontraksi uterus selama menstruasi mulai dari
tekanan basal < 10mmHg, sehingga menghasilkan tekanan intrauterine
yang lebih tinggi sapai sering mencapi 150 – 180 mmHg dan juga bisa
melebihi 400mmHg, frekuensi lebih sering yaitu <4 – 5 setiap 10 menit
dan tidak beritme atau berkoordinasi karena kontraksi dari uterus yang
berkepanjangan menyebabkan aliran darah keuterus akan menurun,
sehingga uterus akan mengalami iskemia. Selama uterus iskemia maka
akan terjadi metabolisme anaerob, dimana hasilnya akan merangsang saraf
nyeri kecil tipe C yang akan memberikan kontribusi untuk terjadinya
dismenore. Nyeri tersebut dapat menyebar kearah pinggang dan paha di
karenakan, pada uterus dipersarafi oleh T12, L1, L2, L3, S2, S3 dan S4
yang memberikan penyebaran nyeri ke pinggang dan paha (Rasjdid,
2008). Selain itu PGF2α dan PGE2 juga dapat menyebabkan timbulnya
keluhan seperti diare, mual, muntah, dll (Fritz & Speroff, 2010).

19
Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea) dapat terjadi kapan
saja setelah menarche (haid pertama), namun paling sering muncul di usia
20-an atau 30-an, setelah tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively
painless cycles). Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada
dismenorea sekunder, namun, secara pengertian (by definition), penyakit
pelvis yang menyertai (concomitant pelvic pathology) haruslah ada.
Penyebab yang umum termasuk: endometriosis, leiomyomata (fibroid),
adenomyosis, polip endometrium, chronic pelvic inflammatory disease,
dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IUD (intrauterine device).
Faktor yang terlibat dalam patogenesis dismenorea sekunder. Kondisi
patologis pelvis berikut ini dapat memicu atau mencetuskan dismenorea
sekunder :
a. Endometriosis
b. Pelvic inflammatory disease
c. Tumor dan kista ovarium
d. Oklusi atau stenosis servikal
e. Adenomyosis
f. Fibroids
g. Uterine polyps
h. Intrauterine adhesions
i. Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate
uterus)
j. Intrauterine contraceptive device
k. Transverse vaginal septum
l. Pelvic congestion syndrome
m. Allen-Masters syndrome
6. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi menurut etiologinya, dismenore dibagi menjadi
dismenore primer dan sekunder.
a. Primer

20
Dismenorea ini terasa sangat nyeri tanpa patologis pelvis yang
dapat diidentifikasi. Dapat terjadi [ada waktu menarke ata segera
setelahnya. Dismenorea ditandai dengan oleh nyeri kram yang
dimulais sebelum atau segera setelah awitan aliran menstrual dan
berlanjut sampai beberapa 48 atau 72 jam. Jarang ada yang sampau 72
jam.
Gejala utama adalah nyeri, nyeri dapat tajam, tumpul, siklik, atau
menetap. Gejala sistemik yang menyertai adalah berupa mual, diare,
sakit kepala, dan perubahan emosional. Faktor psikologis seperti
ansietas dan ketegangan juga dapat menunjang dismenorea. Dengan
bertambahnya usia wanita, nyeri cenderung hilang, dan akan hilang
sama sekali setelah melahirkan anak (Brunner & Suddarth, 2002)
b. Sekunder
Dismenore sekunder terjadi bila terdapat gangguan patologis
pelvis, seperti endometriosis, tumor, atau penyakit inflammatory.
Biasanya mereka mengalami nyeri sebelum haid, disertai ovulasi dan
kadang kala pada saat melakukan hubungan seksual. (Brunner &
Suddarth, 2002)
Sedangkan berdasarkan klasifikasi menurut jenis nyerinya :
1) Nyeri Spasmodik
Nyeri ini terasa dibagian bawah perut dan berawal sebelum
masa haid atau segera setelah masa haid mulai. Biasanya
perempuan terpaksa harus berbaring karena terlalu menderita
nyeri itu sehingga ia tidak dapat mengerjakan apapun. Ada
diantara mereka yang pingsan, mereka sangat mual, bahkan ada
yang benar benar muntah. Kebanyak dari mereka adalah wanita
muda, walaupun dijumpai juga pada wanita umur 40 th keatas.
Disminore spasmodic dapat diobat atau paling tidak dikurangi
dengan lahirnya bayi pertama, walaupun banyak pula perempuan
yang tidak mengalami gejala seperti itu.
2) Nyeri Kongestif

21
Penderita disminore kongestif yang biasanya akan tahu sejak
berharihari sebelumnya bahwa masa haidnya akan segera tiba
mungkin mengalami pegal, sakit pada buah dada, perut kembung
tidak menentu, pakaian dalam terasa terlalu ketat, sakit kepala,
sakit punggung, pegal pada paha, merasa lelah atau sulit
dipahami, mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan, menjadi
ceroboh, terganggu tidur, dan muncul memar dipaha dan lengan
atas. Semua itu merupakan symptom pegal menyiksa yang
berlangsung antara 2 dan 3 hari sampai kurang dari 2 minggu.
Proses menstruasi mungkin tidak terlalu menimbulkan nyeri jika
sedang berlangsung. Bahkan sekian hari pertama masa haid orang
yang menderita dismonore kongesif akan merasa lebih baik.
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi :
1) Kepala : Pemeriksaan konjungtiva, pemeriksaan membrane mukosa
bibir
2) Dada :
Paru : peningkatan frekuensi nafas
Jantung : Peningkatan denyut jantung
3) Payudara dan ketiak : Adanya nyeri pada payudara
4) Abdomen : Nyeri pada bagian bawah abdomen, kaji penyebab nyeri,
Kualitas nyeri, Region nyeri, Skala Nyeri, Awitan terjadinya nyeri,
sejak kapan dan berapa lama
5) Genetalia : Kaji siklus menstruasi pasien
6) Integumen : kaji turgor kulit
8. Pemeriksaan Dignostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien dengan
dismenore adalah :
a. Tes laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap : normal.
2) Urinalisis : normal

22
b. Tes diagnostic tambahan
- Laparaskopi : penyikapan atas adanya endomeriosi atau kelainan
pelvis yang lain.
9. Therapi
Therapi diberikan berdasarkan klasifikasi dismenore. Pada nyeri primer
diberikan agen antiinflamasi nonsteroid, yang menyekat sistensis
prostaglandin melaluo penghambatan enzim siklooksigenase, misalnya :
ibuprofen (Motrin), naproxen, alleve, Anaprox, Naproxyn, dan as.
Mefenamat (ponstel). Dengan pemberian obat-obatan ini biasanya wanita
akan mengalami efek samping pada gastrointestinal. Kontra indikasi obat-
obatan ini adalah pada wanita dengan alergi, riwayat ulkus peptikum,
sensitive terhadap aspirin, asma dan terjadinya kehamilan.
Terapi akan baik bila dilaksanakan sebelum gejala menstruasi
sampai gejala berkurang. Dapat juga diberikan kontrasepsi oral, yang
berfungsi menghambat prostaglandin endometrium oleh progesterone.
Obat-obatan ini akan menurunkan jumlah menstruasi sehingga
menurunkan konsentrasi prostaglandin.
Pemberian analgesic sebelum kram mulai, juga dapat mengurangi
rasa nyeri. Aspirin, inhibitor prostaglandin ringan juga dapat di berikan
sesuai dosis, biasanya dianjurkan setiap 4 jam. Sedangkan, tindakan yang
dapat dilakukan untuk nyeri sekunder adalah mengobati penyakit yang
mendasarinya.
Primer Sekunder
Gejala Kram dan disertai gejala Nyeri, yang terjadi beberapa
sistemik yang berlangsung hari sebelum awitan, pada
sebelum awitan sampai 2 – ovulasi, dan pada saat
3 hari setelah awitan pada melakukan hubungan
wanita seksual.
Penyebab Produksi prostaglandin yang Adanya penyakit patologis
berlebih yang mendasari.
Penanganan Antiprostaglandin, latihan Evaluasi dan pengobatan
dan kontrasepsi oral untuk penyebab yang
spesifik (penyakitnya).

23
10. Penatalaksanaan
Pada dismenorea primer, penyebab rasa nyaman dijelaskan dan pasien
ditenangkan bahwa menstruasi adalah fungsi normal dari sistem
reproduktif. Jika pasien muda dan ditemani ibunya, ibunya juga harus
ditenangkan dan diberikan pengetahuan mengenai hal ini. Banyak anak
perempuan yang menduga bahwa mereka akan mengalami periode haid
yang sangat menyakitkan apabila ibu mereka mengalaminya juga. Keram
yang tidak nyaman dapat diatasi jika kecemasan dan kekawatiran terhadap
signifikansi gejala tersebut dijelaskan secara adekuat. Gejala biasanya
menghilang dengan medikasi yang sesuai. Pasien dianjurkan untuk
melakukan aktivitas normalnya dan untuk meningkatkan latihan fisik
karena latihan memberikan dasar neurofisiologis untuk peredaan. Terapi
lain yang bisa dilakukan misalnya :
a. Therapi kompres hangat : Kompres hangat ditujukan agar
memperlancar sirkulasi darah, mengurangi rasa sakit, memperlancar
pengeluaran cairan, merangsang peristaltik usus dan memberikan rasa
nyaman klien.
b. Therapy Relaksasi Progresif :
1) Tarik nafas, arahkan nafas ke ujung kaki dan relaksasikan bagian
tersebut. Arahkan nafas ke telapak kaki dan tumit dan relaksasikan
bagian tersebut, kemudian hembuskan
2) Tarik nafas, arahkan nafas ke otot kaki bagian bawah dari tumit ke
lutut dan relaksasikan. Pertama kaki kiri kemudian kaki kanan.
Hembuskan nafas, rasakan relaksasi dari ujung kaki ke atas.
3) Tarik nafas, arahkan nafas ke bokong dan panggul kemudian
relaksasikan. Hembuskan nafas.
4) Tarik nafas arahkan ke perut dan otot pinggang, relaksasikan dan
hembuskan.
5) Tarik nafas arahkan ke dada dan otot punggung, relaksasikan dan
hembuskan nafas.

24
6) Tarik nafas arahkan ke bahu, tangan dan ujung jari, relaksasikan
dan hembuskan nafas.
7) Tarik nafas arahkan ke otot dahi, pipi, alis dan rahang. Biarkan
rahang turun, rasakan kenyamanan saat otot tersebut relaksasi.
Biarkan perasaan relaksasi ini menyebar ke otot leher, tenggorokan
dan lidah, hembuskan nafas.
8) Bernafaslah secara perlahan dan teratur dalam latihan.
c. Imagery Guided
Merupakan kegiatan yang menggunakan imajinasi untuk
menciptakan gambaran mental yang serealistik mungkin dari keadaan
atau perilaku baru yang ingin kita bentuk. Secara berkala kegiatan
difokuskan pada perhatian tentang gambaran mental tersebut, sehingga
diharapkan akhirnya dapat menjadi kenyataan. Sebaiknya dilakukan di
pagi hari dan hari yang sama (bila dilakukan sesaat setelah bangun
tidur pagi hari, akan mengangkat semangat sepanjang hari). Sebaiknya
dilakukan 2 kali sehari, selama 5-15 menit. Dilakukan dengan posisi
duduk tegak dan usahakan posisi yang nyaman, boleh dilakukan
dengan posisi duduk di lantai dengan punggung bersandar pada
dinding atau duduk di kursi dengan kaki di lantai dan kedua tangan
diletakkan di paha atau di lutut. Rilekskan tubuh dan fikiran sedalam
mungkin sehingga fokus perhatian dapat dilakukan secara penuh
tertuju pada gambaran mental yang ingin diciptakan.
d. Yoga
Yoga dipercaya sangat efektif mengurangi cairan yang menumpuk
di bagian pinggang yang menyebabkan nyeri haid, lakukan latihan
yoga sekitar 30 menit dengan kombinasi gerakan dan nafas dalam
( tehnik relaksasi progresif) sebagai berikut:
1) Duduk dengan posisi kedua tangan diletakkan di atas kaki.
2) Posisi sujud dengan kedua tangan diarahkan ke belakang (lakukan
selama 2 menit)

25
3) Posisi telentang, kaki ditekuk, kedua tangan melingkar di atas
kepala, lakukan selama 2 menit.
4) Posisi duduk bersila, kedua tangan memegang jari kaki, lakukan
selama 1 menit.
5) Posisi kaki kiri ditekuk, kaki kanan diluruskan, badan
membungkuk dengan kedua tangan ke arah kaki kanan sambil
mencium lutut kanan, lakukan selama 2 menit. Selanjutkan ganti
ke posisi berlawanan.
6) Posisi kedua kaki diluruskan, badan membungkuk mencium kedua
lutut, tangan memegang kedua jari kaki, lakukan selama 2 menit.
7) Posisi duduk dengan kedua kaki dibuka lebar, tangan dan badan
sujud ke depan, lakukan selama 2 menit.
8) Posisi tengkurap dengan badan ditengadakan keatas, tumpuan pada
kedua lengan, lakukan selama 2 menit.
9) Posisi duduk dengan kaki kiri diluruskan, kaki kanan ditekuk dan
dipegang tangan kiri, badan memutar kearah belakang, lakukan
selama 3 menit
10) Posisi sujud dengan kedua tangan diarahkan ke belakang, lakukan
selama 2 menit.
11) Posisi telentang, kedua kaki diangkat ke atas, kedua tangan diatas
kepala melingkar, lakukan selama 3 menit.
12) Posisi telentang dengan kedua kaki dibuka, kedua tangan
diletakkan disamping badan, posisi rileks, lakukan selama 5-10
menit.

26
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara keseluruhan jurnal ini sudah bagus, topik bahasan yang menarik dan
bahasa yang mudah dipahami. Hasil penelitian dibahas secara detail dan
mendalam. Referensi yang digunakan pun banyak, sehingga sudah bisa
menjadi jurnal sebagai sumber informasi yang akurat.

B. Saran
Hendaknya bagian pembahasan di bikin sub-bab agar pembaca lebih
memahami dan kalimat tidak perlu berulang agar pembaca tidak bingung
memahaminya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Andira, Dita. 2013. Seluk Beluk KesehatanReproduksi Wanita. Jogjakarta: A Plus Books

Andriani, Ayu Kusuma. 2011. Hubungan Riwayat Keluarga dan Keadaan Stres Dengan
Terjadinya Dismenore Pada Mahasiswi FKM Unair. Skripsi. Surabaya; Universitas
Airlangga

Anurogo, Dito dan Wulandari, Ari. 2011. Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid. Yogyakarta: CV
ANDI OFFSET (Penerbit ANDI) Arsyad, H., Organ Reproduksi Wanita.

Blakey H., Chisholm C., Dear F., Harris B., Hartwell R., Daley A.J., dan Jolly K., 2010. Is
exercise associated with primary British Journal of Obstetrics & Gynaecology), 117:222-4

Branco C.C., Reina F., Montivero A.D., Colodron M., dan Vanrell J.A., 2006. Influence of
high intensity training and of dietetic and anthropometric factors on menstrualcycle
disorders in ballet dancers. Gynecol Endocrinol, 22(1): 31- 35

Chang, Esther; Daly, John; dan Elliott, Doug. 2010. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik
Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

French, Linda. 2005. Dysmenorrhea American Family Phisician. Volume 71/No. 2 (Januari
2005). Lancester General Hospital.

Harmono. 2012. Hubungan Antara Kebiasaan Olahraga, Menarche, dan Lama Menstruasi
Dengan Kejadian Dismenore Pada Remaja di SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga Tahun
2012. Skripsi. Purwokerto; Universitas Muhammadiyah Purwokerto Harry. Mekanisme
endorphin dalam tubuh.

Hellmann J, Zhang, M.J., Tang Y., Rane M., Bhatnagar A., dan Spite M., 2013. Increased
saturated fatty acids in obesity alter resolution of inflammation in part by stimulating
prostaglandin production. Journal Of Immunology. American Association of

28
Immunologists Country of Publication Hendrik. 2006. Problema Haid. Jakarta: Tiga
Serangkai Melissa, Stopler/Painful Periods Related to Stress.

Serba Serbi KesehatanPerempuan. Jakarta: Bukune Prastiwi, Indah. 2007. Hubungan


Beberapa Faktor Remaja Putri Kelas II dan III dengan Kejadian Dismenore Primer di
SMPN 30 Semarang Bulan Maret-Mei Tahun 2007. Skripsi. Semarang; Universitas
Diponegoro

29

Anda mungkin juga menyukai