Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN REMAJA

PENELITIAN JURNAL REMAJA TENTANG


DESMINORE, KEK DAN ANEMIA

Dosen Pengampu :
Rafidah, S.Si.T, M.Kes
Disusun Oleh
Kelompok 1
Aisha Salsabila Rahmah ( P07124220002 )
Charisma Nurul Hidayani ( P07124220014 )
Fanisa Salsabila Putri ( P07124220020 )
Nadia ( P07124220038 )
Novia Randa Acin Mangkole ( P07124220048 )
Reygina Tasya Kamila ( P07124220059 )
Suci Rahma Damayanti ( P07124220067)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
JURUSAN KEBIDANAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Anemia,
KEK, dan Desminore”
 Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita tentang “Anemia, KEK, dan Desminore”. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang kami buat
demi masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
 Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya.

Banjarbaru, 25 Agustus 2021

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Desminore.......................................................................................................................3
1. Pengertian desminore.................................................................................................3
2. Kasus desminore.........................................................................................................4
B. KEK ..............................................................................................................................10
1. Pengertian KEK........................................................................................................10
2. Kasus KEK...............................................................................................................10
C. Anemia..........................................................................................................................14
1. Pengertian Anemia...................................................................................................14
2. Kasus Anemia...........................................................................................................15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................................18
B. Saran .............................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dismenorea adalah nyeri saat haid, biasanya dengan rasa kram dan terpusat di abdomen
bawah (Prawirohardjo,2011). Dismenorea dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu
dismenorea primer dan dismenorea sekunder. Dismenorea primer adalah nyeri haid tanpa
ditemukan keadaan patologi pada panggul atau alat kandungan dan organ lainnya, sedangkan
dismenorea sekunder adalah nyeri haid yang berhubungan dengan berbagai keadaan patologi
di organ genitalia. Derajat dismenorea atau nyeri menstruasi ini dapat terjadi bervariasi mulai
dari yang ringan sampai berat (Manuaba, 2009).

Masalah gizi merupakan masalah kompleks yang penanggulanganya perlu dilakukan


melalui berbagai pendekatan, mengingat penyebabnya yang bersifat multi faktor. Salah satu
kelompok rawan gizi yang menjadi sasaran program penanggulangan masalah gizi adalah
wanita usia subur (WUS) khususnya remaja putri, karena kelompok ini sangat menentukan
kualitas generasi yang akan datang. Masalah gizi utama yang cukup menonjol pada kelompok
ini adalah Kekurangan Energi Kronik (KEK). Berdasarkan Riskesdas 2013 diketahui bahwa
prevalensi risiko KEK pada wanita usia 15 - 45 tahun di provinsi Bali cukup tinggi yaitu
12,8%. Sebaran menurut kabupaten berkisar antara 8,3% sampai 17,6%. Persentase tertinggi
terdapat di Kabupaten Karangasem (17,6%) dan jumlah persentase terendah adalah di
Kabupaten Klungkung 8,3%.

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari
normal. Faktor-faktor penyebab anemia gizi besi adalah status gizi yang dipengaruhi oleh pola
makanan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan dan status kesehatan. Anemia dapat
menyebabkan darah tidak cukup mengikat dan mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh
tubuh. Kekurangan oksigen akan berakibat pada sulitnya berkonsentrasi sehingga prestasi
belajar menurun, daya tahan fisik rendah yang mengakibatkan mudah sakit karena daya tahan
tubuh rendah dan mengakibatkan jarang masuk sekolah atau bekerja. Akibat dari anemia ini
jika tidak diberi intervensi dalam waktu lama akan menyebabkan beberapa penyakit seperti
gagal jantung kongestif, penyakit infeksi kuman, thalasemia, gangguan sistem imun, dan
meningitis (DILLA Nursari, 2010).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud desminore?
2. Apa saja kasus yang dibahas dari desminore pada jurnal?
3. Apa yang dimaksud KEK?
4. Apa saja kasus yang dibahas dari KEK pada jurnal?
5. Apa yang dimaksud Anemia?
6. Apa saja kasus yang dibahas dari Anemia pada jurnal?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari desminore
2. Untuk mengetahui pembahasan kasus desminore pada jurnal
3. Untuk mengetahui pengertian dari KEK
4. Untuk mengethui pembahasan kasus KEK pada jurnal
5. Untuk mengetahui pengertian anemia
6. Untuk mengetahui pembahasan kasus anemia pada jurnal

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Desminore
1. Pengertian Dismenore
Dismenore atau nyeri haid adalah keluhan ginekologi yang paling umum terjadi dan
menjadi penyebab utama ketidakhadiran di sekolah pada kalangan remaja perempuan.
Dismenore dibagi menjadi dua yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder.
Dismenore primer yaitu menstruasi yang disertai rasa sakit yang pada umumnya dialami
dalam masa tiga tahun sejak awal menstruasi dan tidak ada penyakit tertentu yang
menjadi penyebabnya sedangkan dismenore sekunder adalah nyeri yang disebabkan oleh
simptom penyakit ginekologi seperti endometriosis atau fibroid.
2. Pengertian Disminore primer
Prevalensi dismenore primer yang terjadi di dunia sangat besar, dengan rata-rata lebih
dari 50% perempuan di setiap negara mengalami dismenore primer. Prevalensi dismenore
primer berkisar 45-49% terjadi di kalangan wanita usia produktif. Pada umumnya
dismenore primer tidak berbahaya, tetapi sering kali dirasa mengganggu bagi wanita yang
mengalaminya. Derajat nyeri dan kadar gangguan tentu tidak sama untuk setiap wanita.
Ada yang masih bisa beraktifitas, dan ada pula yang tidak bisa beraktifitas karena nyeri.
Beberapa studi memperoleh informasi bahwa dismenore primer berdampak pada
penurunan aktivitas dan konsentrasi belajar, serta bolos sekolah. Dari hasil penelitian
terdahulu, dapat diperkirakan prevalensi kejadian dismenore primer di Indonesia berkisar
antara 67% - 82%, dimana kejadian dismenore primer terbanyak pada rentang umur 15-
20 tahun.
Dismenore primer pada umumnya terjadi setelah 2-3 tahun dari usia menarche.
Secara nasional, rata-rata usia menarcheanak di Indonesia adalah13-14 tahun. Tujuan
penelitianiniadalahuntuk mengetahui faktor-faktor yangmempengaruhikejadiandismenore
primer pada siswi SMA Negeri di Palembang.
Dismenore primer diartikan sebagai masa menstruasi yang menyakitkan pada wanita
yang ditandai dengan nyeri panggul yang berlangsung satu sampai tiga hari. Terjadi
beberapa waktu setelah menarche, biasanya lebih dari 12 (dua belas) bulan, segera setelah

3
siklus ovulasi teratur ditentukan. Pada penelitian ini mayoritas responden berumur 15-17
tahun (tabel 1). Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel umur dengan kejadian
dismenore primer (tabel 2). Pada umumnya dismenore primer terjadi 2-3 tahun setelah
menarche, dimana umur menarcheideal adalah pada umur 13-14 tahun, sehingga
mayoritas dismenore primer terjadi pada usia 15-17 tahun. Hal ini disebabkan karena
pada umur tersebut organ-organ reproduksi sedang berkembang dan adanya perubahan
hormonal yang signifikan.4Usia seorang wanita mempengaruhi kejadian dismenore
primer dimana rasa sakit yang dirasakan sebelum dan saat menstruasi umumnya
disebabkan karena adanya peningkatan sekresi hormon prostaglandin.
Umur menarche yang lebih awal (<12 tahun), organ-organ reproduksi belum
berkembang dengan maksimal dan penyempitan pada leher rahim masih terjadi, sehingga
menimbulkan rasa sakit saat menstruasi karena fungsi organ reproduksi wanita yang
belum berfungsi dengan maksimal. Semakin lama menstruasi berlangsung, kontraksi
uterus semakin sering terjadi yang mengakibatkan peningkatan prostaglandin yang
menyebabkan vasokonstriksi yang sangat kuat dan kontraksi miometrium dengan
peningkatan aliran kalsium ke sel-sel otot halus yang menyebabkan iskemia dan nyeri
pada perut bagian bawah. Hasil penelitian didukung oleh penelitian Omidvar dan
Begumdengan nilai p-value=0,005.
3. Contoh Kasus Dismenore
Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan populasi seluruh siswi
SMA Negeri di Palembang dan sampel sebanyak 146 siswi dariSMA Negeri 6 dan SMA
Negeri 14 Palembang dengan menggunakan teknik multistage sampling. Analisis data
multivariat menggunakan Regresi Logistik Ganda Model Prediksi.

4
Tabel 1.
Analisis Univariat Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Dismenore Primer pada Siswi
SMA Negeri di Palembang

Variabel Total Responden


N %
Variabel Dependen
Dismenore Primer
Ya 109 74,7
Tidak 37 25,3
Variabel Independen
Umur
<15 tahun dan/ >17 tahun 23 15,8
15-17 tahun 123 84,2
Umur menarche
Lebih awal 36 24,7
Normal 110 75,3
IMT
Tidak normal 50 34,2
Normal 96 65,8
Lamanya menstruasi
Tidak normal 10 6,8
Normal 136 93,2
Siklus menstruasi
Tidak normal 51 34,9
Normal 95 65,1
Riwayatdismenorekeluarga
Ada 94 64,4
Tidak ada 52 35,6
Meal skipping
Ya 78 53,4

5
Tidak 68 46,6
Olahraga
Tidak rutin 83 56,8
Rutin 63 43,2
Waktu tidur malam
Tidak sehat 27 18,5
Sehat 119 81,5
Waktu bangun pagi
Tidak sehat 53 36,3
Sehat 93 63,7
Jumlah waktu tidur
Tidak sehat 66 45,2
Sehat 80 54,8
Konsumsi alkohol
Ya 0 0
Tidak 146 100
Stres
Stres 68 46,6
Normal 78 53,4
Keterpaparanasaprokok
Terpapar 108 74
Tidak terpapar 38 26
Jumlah 146 100

Berdasarkan Tabel 1 diatas, hampir tiga per empat total responden (74,7%)
mengalami dismenore primer. Mayoritas responden berumur 15-17 tahun. Sebanyak
75,3% dari total responden dengan umur menarche normal (≥12 tahun), serta hampir
70% responden dengan IMT normal. Hampir seluruh responden dengan lama menstruasi
normal. Lebih dari setengah total responden dengan siklus menstruasi normal dan
mempunyai riwayat dismenore keluarga. Setengah dari total responden mempunyai
kebiasaan melewati makan (meal skipping). Lebih dari setengah total responden tidak

6
rutin berolahraga, sedangkan 81,5% responden dengan waktu tidur malam yang sehat.
Lebih dari setengah total responden dengan waktu bangun pagi yang sehat dan jumlah
waktu tidur sehat. Tidak ada responden yang mengkonsumsi alkohol. Stres yang normal
dialami oleh setengah total responden,sedangkan tiga per empat responden terpapar asap
rokok.
4. Faktor Penyebab Dismenore
Hubungan yang signifikan pada riwayat dismenore keluarga diperkuat oleh teori bahwa
kondisi anatomi dan fisiologi seseorang hampir sama dengan orang tua dan saudara-
saudaranya, yang didukung oleh penelitian Kural et al.dengan risiko mengalami
dismenore primer 3 kali lebih tinggi pada responden yang memiliki riwayat dismenore
primer dibandingkan yang tidak memiliki riwayat dismenore. Sebagian besar responden
mempunyai kebiasaan melewati makan (meal skipping). Melewati makan besar dalam
sehari berarti mengurangi asupan energi yang dibutuhkan oleh tubuh yang menyebabkan
kekurangan zat gizi. Kekurangan zat gizi yang merupakan salah satu faktor penting yang
menyebabkan disfungsi hipotalamus-hipofisis-ovarium. Hasil inididukung oleh penelitian
Gagua et al.
Kurangnya waktu tidur dapat mempengaruhi kognitif, emosional, neurologis,
metabolik, dan fungsi kekebalan tubuh, sehingga memiliki efek yang besar pada
kesehatan reproduksi. Namun, pada waktu tidur malam menunjukkan tidak ada
hubungan. Faktor yang menyebabkan tidak adanya hubungan adalah karena waktu tidur
yang sehat diduga memicu normalnya kadar melatonin yang disekresikan pada malam
hari sehingga hormon LH dan FSH disekresikan dalam jumlah yang normal. Adapun
pada siswi yang olahraga secara teratur dapat menurunkan kadar estrogen dan
progesteron. Tingginya sekresi endorfin selama olahraga dapat menghambat pelepasan
Gonadotropin Releasing Hormone(GnRH) dari hipotalamus yang akan mempengaruhi
penurunan kejadian dismenore. Hal yang serupa juga ditunjukkan oleh penelitian
Ramadani. Mayoritas responden mengalami stres yang normal. Stres menyebabkan
perubahan hormonal melalui Hipotalamik Pituitari-Ovarium(HPO) yang menyebabkan
perubahan dalam hormon ovarium yang rentan terhadap gangguan menstruasi. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa stres mempengaruhi peningkatan sensitivitas yang dapat

7
meningkatkan keparahan gejala menstruasi. Penelitian yang mendukung ditunjukkan oleh
hasil penelitian Naik dan Pais.
Stres pada remaja dapat dipicu oleh berbagai hal, seperti stres karena proses belajar, sulit
tidur, lelah karena banyaknya kegiatan sekolah, serta dapat juga dipicu oleh konflik
keluarga yang berasal dari rumah.Adanya kondisi sosial budaya seperti persaingan dalam
pergaulan serta kejadian hidup sehari-hari yang dialami seseorang yang berbeda-beda
bisa memicu stres. Seseorang yang kelebihan gizi mengakibatkan terdesaknya pembuluh
darah oleh jaringan lemak organ reproduksi wanita sehingga darah yang mengalir pada
saat proses menstruasi mengalami gangguan dan menimbulkan nyeri. Status gizi yang
rendah dapat menimbulkan anemia yang dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap
rasa nyeri, sehingga ketika menstruasi dapat mengakibatkan dismenore primer. Faktor
yang dapat menjadi penyebab tidak adanya hubungan adalah penggunaan 2 kategori
status gizi (normal dan tidak normal), sedangkan kategori status gizi pada orang dewasa
ada 5 kategori (underweight, normal, overweight, obese I, dan obeseII) sehingga rentang
nilai kategori status gizi pada remaja lebih besar daripada status gizi orang dewasa. Hasil
yang sama dikemukakan oleh penelitian yang dilakukan oleh Utami et al.
Siklus menstruasi yang normal berlangsung selama 21-35 hari, namun tidak terdapat
hubungan yang signifikan pada penelitian ini. Siklus menstruasi yang tidak teratur
menunjukkan adanya ketidakteraturan pusat Luteinizing hormone-Releasing
hormone(LH-RH) dan fisiologis hormon periferal yang berbeda. Dengan adanya
perubahan estrogen, progesteron, atau prostaglandin yang mungkin berpengaruh terhadap
keparahan gangguan menstruasi. Faktor yang dapat menjadi penyebab tidak adanya
hubungan adalah faktor hormonal, dimana setiap wanita tidak pernah sama dalam proses
menstruasi sejak dari menarchehingga menopause meskipun serupa dalam proses
fisiologisnya.

Sebanyak 74% responden terpapar asap rokok, sedangkan 26% lainnya tidak terpapar
asap rokok. Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan dengan kejadian dismenore
primer, yang didukung oleh penelitian lain dengan nilai p-value=0,258. Nikotin yang
terdapat dalam tubuh wanita berperan sebagai vasokontriktor yang dapat mengurangi
aliran darah endometrium dan dapat meningkatkan pelepasan prostaglandin F2-alpha

8
yang menjelaskan hubungan antara status merokok pasif dengan dismenore primer.
Vasokontriksi menyebabkan iskemia yang dapat merangsang pengeluaran prostaglandin.
Faktor yang memungkinkan menjadi penyebab tidak adanya hubungan adalah status
paparan dilihat dalam waktu 1 bulan terakhir, sedangkan suatu paparan hingga bisa
menimbulkan suatu efek penyakit dapat dilihat dalam waktu yang lama.

Status konsumsi alkohol menunjukkan 100% tidak ada yang mengkonsumsi alkohol.
Kebiasaan mengkonsumsi alkohol berarti menumpuk racun di dalam tubuh. Alkohol
yang terdapat di dalam tubuh dapat mengganggu fungsi hati yang mengakibatkan
estrogen tidak dapat dieksresi sehingga estrogen menumpuk di dalam tubuh dan dapat
merusak pelvis yang mengakibatkan dismenore primer.

5. Upaya Pencegahan dan Penanganan Terhadap Dismenore


1. Upaya pencegahan dismenore yang dapat dilakukan siswi
Diharapkan siswi dapat menurunkan tingkat stres dengan cara istirahat yang cukup,
manajemen waktu yang tepat, mendiskusikan masalah dengan orang tua dan saudara
di rumah. Sedangkan di sekolah, siswi dapat melakukan bimbingan konseling
bersama guru BP/BK tentang manajemen stres. Siswi juga disarankan mengetahui
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian dismenore primer, sehingga dapat
melakukan pencegahan atau menekan faktor-faktor yang berisiko menyebabkan
dismenore primer, serta lebih mempersiapkan diri dalam periode menstruasi
selanjutnya.
2. Upaya pencegahan dismenore yang dapat dilakukan pihak sekolah
Memberikan informasi atau penyuluhan dengan menjalin kerja sama dengan tenaga
kesehatan dalam memberikan penyuluhan khususnya tentang dismenore primer
padasiswa-siswi dan pendampingan pada petugas usaha kesehatan sekolah (UKS),
sehingga kegiatan yang dilakukan di UKS dapat aktif bukan hanya usaha kuratif,
melainkan juga usaha promotif dan preventif serta dapat diterapkan oleh siswa-siswi
di kehidupan sehari-hari. Pihak sekolah juga diharapkan memasukkan materi tentang
dismenorea.

9
B. KEK ( Kurang Energi Kronik )
1. Pengertian KEK
Kekurangan Energi Kronis (KEK) merupakan suatu keadaan dimana status gizi seseorang
buruk disebabkan karena kurangnya konsumsi pangan sumber energi yang mengandung zat
gizi makro yang berlangsung lama atau menahun (Rahmaniar et al, 2011). Kehamilan
merupakan suatu investasi yang perlu di persiapkan, dalam proses ini gizi memiliki peran
penting untuk menunjang petumbuhan dan perkembangan janin. Sampai saat ini masih
banyak ibu hamil yang mengalami (KEK) atau Kurang Energi Kronis. Kenaikan berat badan
pada saat hamil merupakan komponen yang mengalami perkembangan selama masa
kehamilan. Kurang Energi Kronis (KEK) yang di tandai dengan lingkar lengan atas LILA <
23,5 cm. Kurang Energi Kronis (KEK) dapat terjadi pada wanita usia subur (WUS) dan ibu
hamil (Irianto,2014).
2. Contoh kasus KEK
Berdasarkan rekomendasi Disdikpora Kabupaten Karangasem ditetapkan lokasi
penelitian di dua SMA yang diwakili oleh SMAN 1 Selat dan SMAN1 Sidemen, dan satu
SMK yang diwakili oleh SMAK Giri Pandawa Rendang dengan total sampel sebanyak 298
siswi. Faktor pemicu KEK diidentifikasi berdasarkan enam faktor yang terdiri atas 15 sub
variabel. Faktor asupan zat gizi terdiri atas enam sub variabel yaitu asupan energi; protein;
lemak; karbohidrat; zat besi; dan zinc diolah dengan mengkonversi penggunaan bahan
makanan yang dikonsumsi harian ke dalam komposisi kandungan zat gizi dengan aplikasi
komputer, dan hasilnya ditentukan secara prosentase terhadap kebutuhan gizi individu
menggunakan rumus Harris Bennedict.
Adapun kategori asupan zat gizi digolongkan menjadi >120% (asupan lebih); 80 – 120%
(asupan cukup); dan <80% (asupan kurang). Faktor perilaku gizi diamati berdasarkan tiga sub
variabel yaitu pengetahuan, persepsi, dan praktek tentang gizi. Data pengetahuan gizi diolah
dengan memperhitungkan skor yang dikumpulkan atas jawaban benar. Jawaban benar
mempunyai nilai 5, jawaban salah nilai 0. Jumlah jawaban benar dibagi dengan total skor
maksimal (75) dikalikan 100%.

Faktor layanan kesehatan remaja diolah dengan memberikan penilaian terhadap


bentuk pelayanan kesehatan yang menunjang upaya perbaikan kesehatan remaja. Dibedakan
menjadi dua kategori yaitu terjangkau apabila remaja mendapatkan kemudahan dalam

10
mengakses layanan kesehatan dan tidak terjangkau apabila remaja mendapatkan hambatan
dalam mengakses layanan kesehatan.

Faktor perilaku hidup sehat terdiri atas dua sub variabel yaitu status infeksi dan higiene
sanitasi remaja. Status infeksi ditentukan berdasarkan penyakit yang diderita selama enam
bulan terakhir, sedangkan higiene sanitasi ditentukan dengan memberikan penilaian pada 3
komponen yaitu kebersihan badan, kebersihan rambut, dan kebersihan gigi.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian diketahui sampel yang konsumsi energinya kurang dijumpai
lebih banyak yang mengalami KEK dibandingkan dengan yang tidak mengalaminya. Bila
kelompok sampel dengan konsumsi energi dalam kategori kurang dianggap sebagai kelompok
yang berisiko, maka diperoleh nilai odds ratio (OR) sebesar 2,101 (95% CI = 1,295 – 3,409)
yang mengandung arti bahwa mereka yang mengkonsumsi energi dalam kategori kurang dari
kebutuhan akan memiliki risiko KEK 2,101 kali lipat dibanding mereka yang mengkonsumsi
energi dengan kategori sesuai kebutuhan. Hal serupa juga dijumpai pada hasil penelitian yang
dilakukan oleh Palupi (2011) yang menemukan hubungan yang bermakna antara asupan
energi dan status gizi kurang (OR=8,556; 95% CI = 1,118 – 65,499) pada pengamatan
terhadap 173 siswi di 4 SMU/SMK Depok . Pada level generalisasi yang lebih luas, hubungan
antara asupan energi dan gizi kurang ternyata bukan hanya terjadi pada kelompok remaja putri
saja. Hasil penelitian penelitian yang dilakukan di FKM Universitas Diponegoro Semarang
terhadap 45 narapidana wanita menemukan adanya korelasi positif (r=0,428) yang signifikans
(p=0,003) antara asupan energi dan status gizi narapidana wanita berdasarkan ukuran
LILAnya. Hubungan antara asupan energi dan status gizi juga mencakup lingkup wilayah
yang luas terjadi baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan. Pada pengamatan yang
dilakukan terhadap 70 remaja putri di wilayah perdesaan Banyumas juga memperoleh
hubungan yang bermakna antara asupan energi dan kejadian KEK.

Secara keseluruhan sampel tidak mengalami masalah defisiensi protein namun dijumpai
adanya kecenderungan yang berbanding terbalik antara konsumsi protein dan kejadian KEK.

11
Bila kelompok sampel yang mengkonsumsi protein melebihi kebutuhannya dianggap sebagai
kelompok yang tidak berisiko, maka diperoleh nilai odds ratio (OR) sebesar 0,394 (95% CI =
0,241 – 0,644) yang mengandung arti bahwa mereka yang mengkonsumsi protein melebihi
kebutuhan justru memiliki efek protektif dengan risiko mengalami kejadian KEK 0,394 kali
lebih rendah dibanding mereka yang mengkonsumsi protein di bawah kebutuhannya. Fakta
berbanding terbalik ini sebenarnya menjelaskan tentang fungsi protein dalam tubuh. Protein
adalah sumber energi kedua setelah karbohidrat. Agar metabolisme energi tidak terganggu,
maka disamping glikogen, tubuh juga memerlukan protein sebagai cadangan energi. Hasil
studi terkini menunjukkan bahwa diet kaya protein secara signifikans akan meningkatkan
cadangan glikogen di hati. Efek bermanfaat ini terjadi dikarenakan kemampuan protein dalam
meningkatkan aktifitas regulatori dan beragam enzim hepatis yang bertanggung jawab pada
metabolisme energi . Berdasarkan pengamatannya terhadap 40 siswi di SMA Muhammadiyah
6 Surakarta,Tri Pujiatun juga menemukan adanya hubungan yang bermakna antara asupan
protein dan kejadian KEK pada remaja putri. Disamping pada remaja putri, kaitan erat antara
konsumsi protein dengan kejadian KEK ternyata juga ditemukan pada kelompok wanita usia
subur lainnya. Penelitian kualitatif yang dilaksanakan pada ibu hamil yang melakukan
pemeriksaan di Poli Kebidanan RSI&A Lestari Cirendeu Tanggerang Selatan menemukan
bahwa kebiasaan makan yang tidak sesuai dengan pedoman gizi seimbang merupakan salah
satu pemicu KEK pada kelompok ibu hamil.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman tentang gizi yang keliru justru akan
mendatangkan masalah gizi bagi dirinya sendiri. Bila kelompok sampel dengan persepsi
tentang gizi yang buruk dianggap sebagai kelompok yang berisiko, maka diperoleh nilai odds
ratio (OR) sebesar 1,942 (95% CI = 1,197 – 3,151) yang mengandung arti bahwa mereka
yang memiliki persepsi tentang gizi yang buruk akan memiliki risiko mengalami kejadian
KEK 1,942 kali lipat dibanding mereka yang memiliki persepsi gizi baik. Menurut Baron
(2014), sikap tentang sesuatu tumbuh diawali dari pengetahuan yang dipersepsikan sebagai
suatu hal yang baik maupun yang tidak baik, kemudian diinternalisasikan ke dalam dirinya.
Hal ini dapat diartikan bahwa sikap yang baik dan kurang terbentuk dari komponen
pengetahuan dan hal ini akan mempengaruhi pemahaman seseorang yang biasanya disebut
sebagai persepsi. Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan terhadap 100 siswa
SMA Lab Universitas Syah Kuala Banda Aceh yang menemukan adanya hubungan yang

12
bermakna antara pengetahuan tentang gizi seimbang dan status gizi siswa di kota Banda Aceh.

Persepsi merupakan akumulasi dari pengetahuan yang dimiliki seseorang. Persepsi yang
tepat akan menumbuhkan perilaku yang diharapkan. Sebaliknya apabila subyek tidak dibekali
dengan pengetahuan yang cukup, maka dengan sendirinya pemahaman atau persepsinya
tentang sesuatu menjadi keliru sehingga berpotensi menimbulkan masalah bagi dirinya
sendiri. Persepsi body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran
tubuhnya. Persepsi body image dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh aktual serta
harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya. Perasaan tidak puas dengan
bentuk dan keadaan tubuh inilah yang diduga merupakan pemicu masalah gizi paling
dominan di masa remaja. Pergaulan dengan teman sebaya sangat berpengaruh terhadap
pembentukan persepsi body image, apalagi di kalangan remaja masa kini sudah muncul
stigma bahwa penampilan fisik merupakan modal dasar paling utama untuk dapat diterima di
lingkungan pergaulan. Persepsi body image yang semacam inilah yang pada akhirnya akan
memicu munculnya masalah gizi.

Hasil penelitian ini juga menemukan adanya kecenderungan berbanding lurus antara
persepsi body image dan status KEK. Bila kelompok sampel dengan persepsi body image
yang buruk dianggap sebagai kelompok yang berisiko, maka diperoleh nilai odds ratio (OR)
sebesar 1,863 (95% CI = 1,133 – 3,062) yang mengandung arti bahwa mereka yang memiliki
persepsi body image yang buruk akan memiliki risiko mengalami kejadian KEK 1,863 kali
lipat dibanding mereka yang memiliki persepsi body image yang baik. Menurut Kurniawan,
dkk (2015) Kepedulian terhadap penampilan dan gambaran tubuh yang ideal dapat mengarah
kepada upaya obsesif seperti mengontrol berat badan secara berlebihan. Berdasarkan hasil
pengamatannya terhadap 120 mahasiswa program studi Ilmu Gizi di IPB Bogor diketahui
bahwa kecemasan menjadi gemuk dan pengkategorian ukuran tubuh (langsing/gemuk) akan
memicu munculnya gangguan makan yang pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi
mereka . Pengaruh teman sebaya terhadap pembentukan persepsi diri juga diungkapkan pada
hasil pengamatan terhadap 97 siswa SMA Negeri 1 Kupang yang menyimpulkan adanya
hubungan yang bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan status gizi siswa SMA
Negeri 1 Kupang.

13
Pada penelitian ini, faktor pemicu KEK yang juga memiliki kontribusi bermakna
terhadap kejadian KEK remaja putri adalah aktifitas fisik. . Bila kelompok sampel dengan
aktifitas fisik yang rendah dianggap sebagai kelompok yang berisiko, maka diperoleh nilai
odds ratio (OR) sebesar 1,83 (95% CI = 1,029 – 3,252) yang mengandung arti bahwa mereka
yang memiliki persepsi body image yang buruk akan memiliki risiko mengalami kejadian
KEK 1,83 kali lipat dibanding mereka yang memiliki aktiftas sedang/tinggi. Pada masa
remaja individu akan mengalami fase pertumbuhan cepat (adolescence growth spurt) yang
ditandai dengan meningkatnya pertambahan massa otot. Oleh karena itu, penting bagi remaja
untuk melakukan aktifitas yang tinggi agar tidak mengalami gangguan pertumbuhan massa
ototnya. Berdasarkan hasil pengamatannya terhadap 54 santriwati di Pondok Pesantren
Ta’mirul Islam Surakarta, Khasanah (2016) menemukan adanya hubungan yang bermakna
antara aktifitas fisik dan status gizi remaja putri. Remaja yang jarang berolahraga cenderung
memiliki massa otot yang lebih rendah dibanding mereka yang rajin berolahraga. Hasil
penelitian Pramodya, dkk (2015) yang dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 64
siswi SMA Negeri 1 Grogol Kabupaten Kediri menemukan bahwa kelompok siswi yang
mengalami KEK cenderung memiliki skor aktifitas fisik (1,405±0,0) yang lebih rendah
dibanding kelompok siswi yang tidak mengalami KEK (skor aktifitas fisik=1,48±0,17) meski
secara statistik kecenderungan tersebut tidak bermakna.

C. ANEMIA
1. Pengertian Anemia
Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) seseorang dalam
darah lebih rendah dari normal. Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang berisiko
menderita anemia. Berbagai penelitian di beberapa daerah di Indonesia masih menunjukkan
tingginya prevalensi anemia pada remaja putri. Berdasarkan hasil skrining tahunan yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan terhadap siswa putri tingkat SMP dan SMA diperoleh
prevalensi anemia yang juga tinggi.
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah berada di bawah
batas normal. Pada remaja putri, batas kadar hemoglobin untuk anemia adalah 12 g/dl."
Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang berisiko tinggi menderita anemia.
Mereka adalah calon pemimpin di masa datang, calon tenaga kerja yang akan menjadi tulang
punggung produktivitas nasional, serta yang paling penting adalah sebagai calon ibu yang

14
akan melahirkan generasi penerus dan merupakan kunci perawatan anak di masa datang.
Remaja putri perlu mendapat perhatian yang serius dan dipersiapkan untuk menjadi calon ibu
yang sehat." Remaja putri lebih rentan terkena anemia karena remaja berada pada masa
pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi yang lebih tinggi. Adanya siklus menstruasi setiap
bulan merupakan salah satu faktor penyebab remaja putri mudah terkena anemia.

2. Contoh Kasus Anemia


Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) pada tahun
2008, anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat dunia terutama di negara berkembang. Survei prevalensi anemia yang dilakukan
WHO dari tahun 1993-2005 menunjukkan angka 48,8% terhadap insiden anemia secara
global. Prevalensi anemia di tingkat nasional juga masih menunjukkan angka yang cukup
tinggi. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2005, menunjukkan bahwa prevalensi
anemia pada remaja putri usia 10-14 tahun 57,1% dan pada Wanita Usia Subur (WUS) usia
17-45 tahun sebesar 39,5%. Anemia menjadi masalah kesehatan masyarakat karena
prevalensi nya diatas 20%.
Beberapa hasil penelitian di beberapa daerah di Indonesia juga menunjukkan masih
tingginya prevalensi anemia pada remaja putri. Berdasarkan hasil skrining tahunan yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Sawahlunto tahun 2013 tentang anemia pada remaja
putri tingkat SMP dan SMA di Kota Sawahlunto diperoleh prevalensi anemia yang juga
cukup tinggi. Prevalensinya lebih banyak ditemukan pada siswa SMA dengan persentase
57,9% dengan angka kejadian tertinggi di SMAN 2 Sawahlunto yaitu sebesar 71,8%.
Pembahasan
Status Gizi
Berdasarkan hasil penelitian, dari 123 sampel didapatkan 63 orang responden memiliki
status gizi normal, 52 orang dengan status gizi kurus dan 8 orang dengan status gizi gemuk.
Pada umumnya responden memiliki status gizi normal dengan rata-rata IMT sebesar 19,96
kg/m, tetapi banyak pula yang memiliki status gizi kurus dengan IMT paling rendah yaitu
16,01 kg/m. Status gizi pada remaja putri sering dipengaruhi oleh perilaku makan dan body
image.

15
Kebiasaan makan sehari-hari sangat berpengaruh terhadap pencapaian tubuh yang ideal,
misalnya saja pembatasan asupan makanan agar berat badan tidak berlebih. Banyak remaja
yang merasa tidak puas dengan penampilan dirinya sendiri, apalagi yang menyangkut
tentang body image atau persepsi terhadap tubuhnya, dimana bentuh tubuh tinggi dan kurus
merupakan hal yang diinginkan oleh remaja putri. Hal ini terkadang membawa pengaruh
buruk, banyak remaja yang menerapkan pola makan tidak sehat demi mendapat tubuh ideal.
Kekurangan gizi pada remaja terjadi akibat pembatasan konsumsi makanan dengan tidak
memperhatikan kaidah gizi dan kesehatan sehingga asupan gizi secara kuantitas dan kualitas
tidak sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan.
Pembatasan ini dipengaruhi oleh ketidak puasan body image. Ketidakpuasan pada
remaja putri dengan menganggap tubuh gemuk ini membuat remaja melakukan upaya
penurunan berat badan dengan pola yang salah sehingga hal tersebut akan mempengaruhi
status gizi. Penelitian yang dilakukan oleh Kusumajaya et al ini juga menyatakan bahwa
terdapat 12% remaja yang merasa gemuk padahal status gizi nya normal.

Hasil Penelitian
Pada penelitian ini didapatkan prevalensi anemia pada remaja putri di SMAN 2
Sawahlunto sebesar 70,7% dengan rata-rata kadar Hb yaitu 11,32 g/dl. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Kaur et al tahun 2006 terhadap remaja putri India,
yaitu didapatkan rata-rata kadar Hb adalah 11,35 g/dl dengan prevalensi anemia sebesar
59.8%.
Penelitian yang dilakukan oleh Kaur et al tahun 2006 menyimpulkan bahwa remaja putri
dengan asupan harian besi <14 mg cenderung akan menderita anemia 5x lipat dibandingkan
dengan remaja putri yang asupan hariannya >20 mg (OR=5.09, CI=2.84- 9.11). Sedangkan
remaja dengan asupan harian besi 14-20 mg juga akan cenderung menderita anemia sebesar
2x lipat dibanding remaja putri yang asupan hariannya >20 mg (OR=2.07, CI=1.17-3.64).
Penelitian ini juga mendapatkan bahwa remaja dengan pola makan vegetarian akan
cenderung berisiko terhadap kejadian anemia (OR=8.54, CI=5.7-12.8)."
Remaja putri termasuk salah satu kelompok yang rentan terhadap kejadian anemia. Ada
banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya anemia, salah satu faktor yang paling
berkontribusi adalah defisensi zat besi. Hal ini terjadi akibat asupan nutrisi yang tidak

16
mempertimbangkan menu seimbang yang meliputi unsur karbohidrat, lemak, protein, zat
besi, vitamin, mineral dan lain lain. Pola konsumsi makanan juga mempunyai peran besar
terhadap kejadian anemia.

Hubungan Status Gizi dengan Anemia


Hasil uji statistik chi-square dalam penelitian ini menunjukkan nilai p adalah 0,008 (p <
0,05) yang berarti bahwa terdapat hubungan bermakna antara status gizi dengan kejadian
anemia pada remaja putri di SMAN 2 Sawahlunto. Pada hasil penelitian ini dapat dilihat
bahwa semakin baik status gizi responden akan mengurangi risiko kejadian anemia. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yu Qin et al tahun 2013 di Cina yang
menyatakan bahwa kadar hemoglobin cenderung meningkat seiring dengan peningkatar
IMT. Responden yang overweight/obesitas memiliki rísiko lebih kecil menderita anemia
dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi normal.
Pada keadaan gizi buruk/kurang, asupan nutrisi berkurang, tubuh secara perlahan akan
melakukan proses adaptasi. Secara berangsur-angsur terjadi wasting dari jaringan tubuh,
metabolisme melambat, kebutuhan energi dan oksigen akan berkurang sehingga sel darah
merah yang dibutuhkan untuk mengangkut oksigen tersebut juga akan berkurang. Jadi,
pengurangan massa sel darah merah adalah konsekuensi normal dari pengurangan massa
tubuh. Selain itu, pada saat asupan nutrisi berkurang terjadi pembatasan beberapa
mikronutrien yang dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah.
Sedangkan pada keadaan overweight I status gizi berlebih, anemia juga dapat terjadi.
Berdasarkan penelitian ini didapatkan sebesar 25% responden dengan status gizi gemuk
menderita anemia. Menurut Nead et al tahun 2004 pada keadaan beberapa faktor yang
berperan, yaitu ada pengaruh genetik/ras dan asupan yang tidak adekuat dimana terbatasnya
asupan makanan yang kaya besi. 19 Menurut Nadia et al tahun 2011 hal ini dapat terjadi
karena adanya inflamasi kronis dan peningkatan produksi leptin pada obesitas yang juga
akan meningkatkan sekresi hepcidin dari hati yang mana hepcidin tsb dapat mengurangi
absorpsi dari asupan Fe. Maka terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan
kejadian anemia.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Faktor-faktor yang mendominasi kejadian dismenore primer padasiswi SMA
Negeri di Palembang Tahun 2016 adalah faktor perilaku (stres, waktu tidur malam,
waktu bangun pagi, dan jumlah waktu tidur), faktor hereditas (riwayat dismenorea
keluarga), dan faktor internal (lamanya menstruasi). Stres menjadi faktor utama yang
berhubungan dengan kejadian dismenore primer padasiswi SMA Negeri di Palembang.
Stres pada remaja bisa saja disebabkan karena proses belajar, persaingan, pengaruh
pergaulan, konflik keluarga, maupun dari lingkungan sekitar. Stres pada wanita berisiko
menimbulkan dismenore primer. Oleh karena itu,dibutuhkan kemampuan dalam upaya
pencegahan serta penanganannya.

Dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini dapat ditarik kesimpulan proporsi
KEK pada remaja putri pelajar SMU/SMK di Kabupaten Karangasem masih tinggi
(35,2%).Dari 15 faktor pemicu KEK yang dianalisis dalam penelitian ini, terdapat lima
faktor pemicu KEK yang bermakna yaitu konsumsi energ dan protein, persepsi tentang
gizi; aktifitas fisik; dan persepsi body image remaja. Dianjurkan bagi remaja putri untuk
meaksanakan perbaikan pola makan dengan memenuhi prinsip gizi seimbang pada setiap
kali memilih makanan. Pola makan remaja masakini yang lebih mengutamakan makanan
cepat saji yang tinggi lemak dan karbohidrat sebaiknya divariasikan dengan makanan
tradisional yang kaya protein dan zat gizi mikro. Misalnya dengan cara mengganti
minuman softdrink yang biasanya menjadi satu paket pada pesanan makanan siap saji
dengan jus buah. Disamping itu konsumsi sayur dan buah juga perlu ditingkatkan, karena
kedua bahan makanan tersebut banyak mengandung zat gizi mikro yang diperlukan
dalam metabolisme tubuh.Perlu juga diupayakan penanaman persepsi gizi yang baik
melalui penyuluhan gizi dengan mengambil tema yang sesuai dengan masalah gizi
remaja. Tumbuhnya persepsi diri (body image) yang keliru pada sebagian besar remaja
putri masakini, sebenarnya terjadi karena mereka tidak memiliki bekal pengetahuan yang
cukup tentang gizi.

18
Anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat dunia terutama di negara berkembang. Prevalensinya lebih banyak
ditemukan pada siswa SMA dengan persentase 57,9% dengan angka kejadian tertinggi di
SMAN 2 Sawahlunto yaitu sebesar 71,8%. Hal ini terjadi akibat asupan nutrisi yang tidak
mempertimbangkan menu seimbang yang meliputi unsur karbohidrat, lemak, protein, zat
besi, vitamin, mineral dan lain lain. Pola konsumsi makanan juga mempunyai peran besar
terhadap kejadian anemia. Pada hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa semakin baik
status gizi responden akan mengurangi risiko kejadian anemia. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Yu Qin et al tahun 2013 di Cina yang menyatakan bahwa
kadar hemoglobin cenderung meningkat seiring dengan peningkatar IMT. Responden
yang overweight/obesitas memiliki rísiko lebih kecil menderita anemia dibandingkan
dengan responden yang memiliki status gizi normal.

B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika materi di atas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu,penulis akan memperbaiki lagi
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun
dari para pembaca

19
DAFTAR PUSTAKA

Angeliaet al. Maret 2017, Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, MODEL PREDIKSI KEJADIAN
DISMENORE PRIMER PADA SISWI SMA NEGERI DI PALEMBANG, 8(1):10-18,
Palembang: https://ejournal.fkm.unsri.ac.id/

Poltekkes Kemenkes Padang, Jurnal Sehat Mandiri, Volume 15 No 1 Juni 2020

Shara, Fhany El dan Irza Wahid. 2017. Hubungan status gizi dengan kejadian Anemia pda
remaja putri di SMAN 2 Sawahiuto Tahun 2014. Jurnal Kesehatan Andalas. 2017; 6(1)

20

Anda mungkin juga menyukai