Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KETERAMPILAN DASAR PRAKTIK KEBIDANAN

DOSEN PENGAMPU : SILVIA MARIANA,SKM.,M.Kes


NAMA MAHASISWI : ADE LINA DAMAYANTI
NIM : 20.10.152O1.1.001

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA DAN PROGRAM


PENDIDIKAN PROFESI BIDAN PROGRAM PROFESI SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN KELUARGA BUNDA JAMBI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
berkat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini guna
melengkapi tugas yang diberikan oleh Ibu SILVIA MARIANA,SKM.,M.Kes yaitu
Dosen Pengampu Mata Kuliah “Keterampilan Dasar Praktik Kebidanan”di
STIKES KELUARGA BUNDA JAMBI .
Makalah ini berisi materi tentang "Sejarah Dan Dasar Pelaksanaan
Kewaspadaan Universal". Di samping itu juga dapat bermanfaat untuk
menambah pengetahuan dan pengalaman para pembaca/pendengar.
Dari hati yang terdalam, kami mengutarakan permintaan maaf atas
kekurangan dalam makalah ini, karena kami tahu makalah yang kami buat ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya berharap kritikan, saran,
dan masukan yang membangun dari pembaca/pendengar guna
penyempurnaannya ke depan. Akhir kata kami ucapkan terimakasih dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat sesuai dengan fungsinya.
DAFTAR ISI
Kata
pengantar ..............................................................................................................
.....
Daftar
isi ..................................................................................................................
BAB I
Pendahuluan .........................................................................................................
.........................
A.Latar belakang
…………………………....................................................................................................
..
B.Rumusan Masalah
...............................................................................................................................
...
C.Tujuan Makalah
...............................................................................................................................
...
D.MetodePenulisan
...............................................................................................................................
...
BAB II Pembahasan
...............................................................................................................................
..
A. Sejarah Dan Dasar Pelaksanaan Kewaspadaan Universal
...............................................................................................................................
..
B. Kewaspadaan Universal
...............................................................................................................................
..
BAB III PENUTUP
...............................................................................................................................
..
A.Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Defenisi Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan
pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk
mengurangi resiko penyebaran infeksi dengan didasarkan pada prinsip bahwa
darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal
dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam & ninuk, 2007).
Kewaspadaan universal (Universal Precaution) merupakan suatu upaya yang
dilakukan untuk melindungi petugas pelayanan kesehatan dari infeksi lewat
darah dan cairan tubuh dan mencegah penularan dari pasien ke pasien dan
dari petugas ke pasien (Tietjen, dkk,2004). Kewaspadaan universal adalah
suatu cara penanganan baru untuk meminimalkan pajanan darah dan cairan
tubuh dari semua pasien, tanpa memperdulikan status infeksi. Kewaspadaan
universal hendaknya dipatuhi oleh tenaga kesehatan karena ia merupakan
panduan mengenai pengendalian infeksi yang dikembangkan untuk melindungi
para pekerja di bidang kesehatan dan para pasiennya sehingga dapat terhindar
dari berbagai penyakit yang disebarkan melalui darah dan cairan tubuh
tertentu. Penerapan Kewaspadaan Universal diharapakan dapat menurunkan
patogen melalui darah dan cairan tubuh lain dari 2 sumber yang diketahui
maupun tidak diketahui. Penerapan ini merupakan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang harus rutin dilaksanakan terhadap semua pasien dan
di semua fasilitas pelayanan kesehatan (Tietjen, dkk, 2004). Kewaspadaan
umum tersebut ditujukan untuk melindungi setiap orang (pasien, klien, dan
petugas kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak.

B.Rumusan Masalah
-Menjelaskan Sejarah dan Dasar Pelaksanaan Kewaspadaan Universal

C.Tujuan Makalah
1. Untuk melengkapi tugas yang di berikan oleh Dosen Mk Keterampilan Dasar
Praktik Kebidanan yaitu Ibu SILVIA MARIANA,SKM.,M.Kes
2. Menambah wawasan bagi penulis maupun pembaca.

D.Metode Penulisan
Metode yang digunakan kedalam penulisan makalah ini adalah metode
Penalaran dan browsing internet. saya menggunakan kedua metode tersebut
agar isi makalah ini bisa lebih lengkap dan berbobot.
BAB II
PEMBAHASAN

A.Sejarah Dan Dasar Pelaksanaan Kewaspadaan Universal

1.Sejarah Kewaspadaan Universal


Kewaspadaan Universal dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial ( infeksi yg di timbulkan
dari tindakan medis) yg terus menjadi ancaman bagi petugas kesehatan dan pasien. Pada
Tahun 1847 di ketahui bahwa tindakan medis dapat menularkan infeksi,yaitu melalui
pengamatan Dr.Ignael F. sammelweis , Melakukan pengamatan pada satu bagian dirumah
sakit umum Vienna tempat ia bekerja.
Pada pengamatan nya ditemukan bahwa sebanyak 600-800 Ibu meninggal dunia setiap
tahun akibat demam setelah persalinan. Sementara dibagian luar, rata-rata kematian ibu
berkisar 60 orang per tahun.
Melalui Penelitian yg seksama Dr.Semmelweis menentukan bahwa sumber infeksi berasal
dari tangan petugas kesehatan yang menolong persalinan. Para dokter menyebarkan infeksi
karena tidak mencuci tangan setelah melakukan bedah mayat dan sebelum menolong
persalinan. Sedangkan di bagian lain, pertolongan persalinan di lakukan oleh bidan yang
tidak melaksanakan bedah mayat. setelah petugas di haruskan mencuci tangan
menggunakan larutan klorin , rata-rata kematian ibu bisa di tekan hingga 11,4% pada bagian
pertama dan 2,7% pada bagian kedua.
Pada tahun 1889 , Sarung Tangan diperkenalkan pertama kali sebagai salah satu prosedur
perlindungan dalam melakukan tindakan medis. Selain melindungi petugas kesehatan,
sarung tangan juga mengurangi penyebaran infeksi pada pasien.
Sejak Tahun 80-an Indonesia telah menerapkan pelaksanan semacam pada program
pengendalian infeksi nosokomial,yaitu penerapan kategori isolasi, yaitu isolasi
pernapasan,saluran cerna,perlindungan dari bload precautions.

2.Dasar Pelaksanaan Kewaspadaan Universal


Dasar Kewaspadaan Universal meliputi pengelolaan alat kesehatan, seperti cuci tangan
guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantaranya sarung tangan untuk
mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yg lain, Pengelolaan jarum dan alat
tajam untuk mencegah perlukaan, dan pengelolaan limbah.

B.Kewaspadaan Universal

Kewaspadaan Universal adalah suatu tindakan pengendalian infeksi yg dilakukan oleh


seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dgn di dasarkan
pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik
berasal dari pasien maupun petugas medis .
1.Tujuan kewaspadaan universal

Kurniawati dan Nursalam (2007), menyebutkan bahwa kewaspadaan universal perlu


diterapkan dengan tujuan :
1) Mengendalikan infeksi secara konsisten
Universal precautions merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus diterapkan dalam
pelayanan kesehatan kepada semua pasien, setiap waktu untuk mengurangi resiko infeksi
yang ditularkan melalui darah.
2) Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atau tidak terlihat
seperti beresiko.
Prinsip universal precautions diharapkan akan mendapat perlindungan maksimal dari
infeksi yang ditularkan melalui darah maupun cairan tubuh yang lain baik infeksi yang telah
didiagnosis maupun yang belum diketahui.
3) Mengurangi resiko bagi petugas kesehatan dan pasien
Universal precautions tersebut bertujuan tidak hanya melindungi petugas dari resiko
terpajan oleh infeksi HIV, HBV, HCVnamun juga melindungi klien yang mempunyai
kecenderungan rentan terhadap segala infeksi yang mungkin terbawa oleh petugas.
4) Asumsi bahwa resiko atau infeksi berbahaya
Universal precautions ini juga sangat diperlukan untukmencegah infeksi lain yang bersifat
nosokomial terutama untuk infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh.

2.Indikasi Kewaspadaan Universal


Universal precautions diterapkan secara rutin oleh semua tenaga kesehatan dalam merawat
seluruh pasien di rumah sakit dan di fasilitas kesehatan lainnya, baik pasien sudah
terdiagnosa infeksi, diduga terinfeksi atau kolonisasi (Rekam Medik Instalasi Keamanan dan
Keselamatan Kerja RSUP dr. Sardjito, 2011). Universal precautions juga diterapkan ketika
petugas kesehatan kontak dengan cairan infeksius seperti darah, cairan sekresi dan
ekskresi (kecuali keringat), luka pada kulit, selaput lendir,cairan semen, cairan vagina,
cairan sendi, cairan amnion, cairan serebrospinal, ASI, cairan pericardium (Nursalam dan
Kurniawati, 2009).

3.Macam Kewaspadaan Universal


Universal precautions meliputi 5 kegiatan pokok yaitu mencuci tangan untuk mencegah
infeksi silang, pemakaian alat pelindung diri,pengelolaan jarum dan benda tajam untuk
mencegah perlukaan,pengelolaan limbah dan sanitasi lingkungan, serta pengelolaan alat
kesehatan habis pakai (Nursalam dan Kurniawati, 2009).
Penjabaran dari 5 kegiatan pokok universal precautions tersebut adalah:
a. Cuci Tangan
● Pengertian cuci tangan
Tindakan mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting yang harus
dilakukan oleh petugas kesehatan dengan tujuan mencegah penularan penyakit infeksi.
Larson dalam Potter & Perry (2005), mencuci tangan adalah tindakan menggosok tangan
dengan sabun pada seluruh permukaan tangan secara kuat, ringkas, dan dibilas dengan air
mengalir. Cuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
keperawatan walaupun memakai sarung tangan dan memakai alat pelindung diri lainnya.
Tindakan ini penting untuk mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga
penyebaran infeksi dapat dikurangi dan lingkungan kerja terjaga dari infeksi. Tangan yang
terkontaminasi dianggap merupakan penyebab utama perpindahan infeksi (Kurniawati dan
Nursalam, 2007).

● Tujuan cuci tangan.


Tujuan mencuci tangan adalah untuk menghilangkan kotoran dan mengurangi
mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi di lingkungan kerja dapat
dikurangi (Nursalam dan Kurniawati, 2009).
● Indikasi cuci tangan.
Larson dalam Potter & Perry (2005) menganjurkan perawat untuk mencuci tangan pada
keadaan seperti tangan tampak kotor, sebelum dan setelah kontak dengan pasien, setelah
kontak dengan sumber mikroorganisme (darah, cairan tubuh, membran mukosa, kulit yang
tidak utuh, atau obyek mati yang terkontaminasi) dan sebelum melakukan prosedur invasif
(pemasangan kateter intra vaskuler atau kateter menetap).
Indikator mencuci tangan digunakan dan harus dilakukan untuk antisipasi terjadinya
perpindahan kuman melalui tangan.
Kebersihan tangan wajib dilakukan pada 5 keadaan yaitu :
a) Sebelum kontak dengan pasien
b) Setelah kontak dengan pasien
c) Sebelum tindakan aseptik
d) Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
e) Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien.
● Sarana yang diperlukan
(a) Air mengalir.
Sarana utama untuk mecuci tangan adalah air mengalir dengan saluran pembuangan atau
bak penampung yang memadai. Rutala dalam Depkes. RI (2007), mencuci tangan
sebaiknya menggunakan air mengalir, tidak dianjurkan mencuci tangan dengan
menggunakan waskom yang berisi air dengan tambahan cairan antiseptik seperti dettol atau
savlon karena mikroorganisme dapat bertahan dan berkembang biak dalam larutan tersebut.
(b) Cairan pembersih (cairan antiseptik sabun dengan formulasi antiseptik seperti
chlorhexidin glukonat dan triclosan). Larson dalam Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa
cairan anti mikroba ini dianjurkan dipakai jika perawat akan mengurangi jumlah mikroba total
di tangan, sebelum melakukan prosedur invasif dan mengikuti prosedur pembedahan.
(c) Sikat steril dan spon steril (untuk cuci tangan bedah)
(d) Kertas tissue atau handuk sekali pakai
● Jenis-jenis cuci tangan.
Sesuai dengan kebutuhannya, cuci tangan dapat dikategorikan menjadi
3 macam, yaitu :
(a) Cuci tangan higienis atau cuci tangan rutin Cuci tangan higienis atau cuci tangan rutin
dilakukan untuk mengurangi kotoran dan flora yang ada di tangan dengan menggunakan
sabun atau detergen (Depkes. RI, 2007)

(b) Cuci tangan aseptik


WHO (2011), Cuci tangan aseptik adalah cuci tangan yang yang wajib dilakukan pada 5
keadaan (5 moment). Ada 2 jenis cuci tangan aseptik, yaitu handrub dan handwash. wajib
dilakukan pada 5 keadaan (5 moment). Ada 2 jenis cuci tangan aseptik, yaitu handrub dan
handwash.
(c) Cuci tangan bedah (surgical handscrub)
Cuci tangan bedah merupakan cuci tangan yang dilakukan secara aseptik sebelum
melakukan tindakan pembedahan dengan menggunakan cairan antiseptik dan
menggunakan sikat dan busa steril (Depkes. RI, 2007).
Grundemann dalam Muttaqin dan Kumalasari (2009) menyatakan bahwa mencuci tangan
sebelum pembedahan dilakukan dengan air mengalir dan menggunakan larutan scrub. Jenis
larutan scrub yang digunakan harus memiliki kemampuan membunuh mikroba dan
direkomendasikan untuk dilakukan selama 3-5 menit (Muttaqin dan Kumalasari, 2009).
Clorheksidine gluconat merupakan larutan scrub yang paling sering digunakan di kamar
operasi. Clorheksidine glukonat memiliki efek residual dan efektif untuk waktu lebih dari 4
jam. Jenis cairan antimikroba lain yang biasa digunakan di kamar operasi adalah triclosan.
Grundemann dalam Muttaqin dan Kumalasari (2009) menyatakan bahwa triclosan
merupakan bahan campuran yang sering terdapat pada sabun penghilang bau badan serta
diserap melalui kulit yang utuh.
● Cara Cuci Tangan
(a) Cuci Tangan hand wash.
Langkah-langkah mencuci tangan menggunakan sabun antiseptik (hand wash) menurut
WHO dalam Depkes. RI (2011) adalah sebagai berikut :
(1) Gunakan wastafel dengan air mengalir yang mudah digapai, sabun cair atau anti
microbial, kertas tissue.
(2) Lepaskan jam tangan, cincin, dan gelang, gulung lengan baju panjang di atas
pergelangan tangan.
(3) Usahakan supaya kuku tetap pendek dan datar.
(4) Pastikan tidak ada luka atau sayatan pada permukaan tangan dan jari.
(5) Berdiri di depan wastafel, usahakan agar tangan dan seragam tidak menyentuh wastafel.
(6) Gunakan tissue untuk membuka kran air untuk menghindari tangan yang kotor
mengkontaminasi kran air.
(7) Basahi tangan dan pergelangan tangan, tuangkan 5 ml sabun cair di telapak tangan dan
ratakan dengan kedua tangan.
(8) Gosokkan sabun pada kedua permukaan tangan, punggung tangan, dan sela-sela jari
tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya.
(9) Jari-jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci.
(10) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya.
(11) Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan sebaliknya.
(12) Bilas telapak tangan sampai pergelangan tangan dengan air mengalir secara seksama,
pertahankan supaya letak tangan di bawah siku.
(13) Keringkan seluruh permukaan tangan, pergelangan tangan dengan kertas tissue.
(14) Gunakan kertas tissue untuk menutup kran air.
(15) Buang kertas tissue pada tempat sampah yang telah disediakan.
(16) Cuci tangan handwash ini dilakukan selama kurang lebih 40- 60 detik.

(b) Cuci Tangan Hand rub


Langkah-langkah cuci tangan hand rub yang berbasis alkohol dan gliserin menggunakan 7
langkah, adalah :
(1) Basahi kedua telapak tangan dengan menggunakan sabun antiseptik yang mengandung
alkohol dan gliserin, usap dan gosok dengan lembut pada kedua telapak tangan.
(2) Gosok masing-masing punggung tangan secara bergantian.
(3) Jari jemari saling masuk untuk membersihkan sela-sela jari.
(4) Gosokkan ujung jari (buku-buku) dengan mengatupkan jari tangan kanan terus gosokkan
ke telapak tangan kiri bergantian
(5) Gosok dan putar ibu jari secara bergantian.
(6) Gosokkan ujung kuku pada telapak tangan secara bergantian.
(7) Cuci tangan hand rub dilakukan selama kurang lebih 20-30 detik.

7) Cuci Tangan Bedah (Surgical Handscrub)


Langkah-langkah cuci tangan bedah (surgical handscrub) adalah :
1) Sebelum memulai cuci tangan, semua perlengkapan busana harus sudah tepat.
Perangkat pelindung diri seperti kaca mata, masker, penutup kepala, pelindung kaki, dan
celemek dari bahan tidak tembus air harus sudah dipakai.
2) Lepaskan semua perhiasan seperti cincin, jam tangan, atau gelang.
3) Pastikan bahwa kuku dalam keadaan pendek, jika perlu kuku dipotong dahulu dengan
pemotong kuku yang sudah disediakan.
4) Lipat lengan baju lebih kurang 5cm di atas siku.
5) Berdiri di depan kran air, dan alirkan kran. 6) Basahi tangan dengan air dari ujung jari
sampai 2 cm di atas siku.
7) Tuangkan larutan antiseptic (clorheksidin gluconate 4%) sebanyak lebih kurang 5 ml ke
telapak tangan dengan menekan pompa container cairan scrub dengan siku tangan kanan.
8) Ratakan cairan scrub ke seluruh telapak tangan dan lakukan pencucian tangan di telapak
tangan, punggung tangan, jari-jari, lengan bawah secara menyeluruh sampai 2 cm di atas
siku selama 1 menit.
9) Bilas kedua tangan dengan air mengalir. 10) Bersihkan kuku, jari, sela-sela jari, telapak
tangan, dan punggung tangan.
11) Ambil sikat tangan atau spon steril dan tuangkan cairan antiseptic sebanyak lebih
kurang 5 ml.
12) Bersihkan kuku secara menyeluruh dengan sikat.
13) Bilas kuku di kedua tangan dengan air sampai batas pergelangan tangan.
14) Gosok dan bersihkan daerah telapak tangan, punggung tangan, sela- sela jari,
pergelangan kedua tangan dengan spon. Dengan gerakan dari pergelangan tangan ke
ujung jari selama 1,5 menit.
15) Bilas tangan secara menyeluruh, pastikan posisi telapak tangan lebih tinggi dari siku.
16) Ulangi pemakaian cairan antiseptic (Clorheksidin glukonat 4%) lakukan cuci tangan
hand wash selama 1 menit.
17) Bilas dengan air kedua tangan, pastikan posisi kedua tangan di atas dan biarkan air
menetes melalui siku.

b. Pemakaian Alat Pelindung Diri.


Alat pelindung diri adalah sarana yang digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir
perawat dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, secret atau ekskreta, kulit
yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Alat pelindung diri tidak semuanya harus dipakai,
tetapi tergantung pada jenis tindakan yang akan dikerjaka (Depkes. RI, 2007).
● Adapun jenis-jenis pelindung diri meliputi :
1) Sarung Tangan.
Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan petugas dari kontak dengan
darah, semua jenis cairan tubuh, dan benda yang terkontaminasi, sehingga mencegah
penularan penyakit secara langsung maupun tidak langsung. Garner dan Favero dalam
Depkes. RI (2003), penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan merupakan
komponen kunci dalam meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan
lingkungan yang bebas infeksi. Williams dalam Potter & Perry (2005) berpendapat bahwa
tenaga kesehatan harus memakai sarung tangan dengan beberapa alasan seperti :
(a) Mengurangi kemungkinan pekerja kontak dengan organisme infeksius pada klien.
(b) Mengurangi kemungkinan pekerja memindahkan flora endogen ke pasien.
(c) Mengurangi kemungkinan pekerja menjadi tempat kolonisasi sementara mikroorganisme.

2) Perlindungan Wajah (masker, kacamata, penutup kepala).


(a) Masker
CDC dalam Potter & Perry (2005), pemakaian masker dapat mencegah penularan infeksi
melalui kontak langsung dengan membran mukosa. Masker di kamar operasi digunakan
untuk melindungi petugas kesehatan dari percikan darah atau cairan tubuh pasien,
melindungi petugas kesehatan dari menghirup partikel-partikel aerosol yang melintas dalam
jarak pendek dan cairan tubuh pasien ke perawat. Masker harus cukup besar agar dapat
menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan rambut pada dagu (jenggot). Masker
harus terbuat dari bahan yang tahan cairan. Masker yang terbuat dari kertas atau katun
sangat nyaman tetapi tidak mampu menahan cairan atau tidak efektif sebagai filter. Masker
untuk di kamar bedah yang terbaik juga tidak dirancang untuk benar-benar menutup secara
tepat / rapat, sehingga tetap ada kebocoran udara dari tepi masker. Masker dan kaca mata
secara bersamaaan digunakan petugas medis yang melakukan tindakan beresiko tinggi
terpajan oleh darah dan cairan tubuh seperti pembersihan luka, membalut luka, mengganti
kateter atau dekontaminasi alat bekas pakai (Potter & Perry, 2005).
(b) Pelindung Mata (kaca mata)
Garner dalam Potter & Perry (2005) petugas medis diharuskan memakai kacamata pada
saat mengikuti prosedur invasif, irigasi luka besar di abdomen, insersi catheter arterial, dan
menjadi asisten dokter pada saat operasi yang bertujuan untuk melindungi petugas dari
percikan darah atau cairan tubuh lain.
(c) Topi / Penutup Kepala
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala petugas medis agar serpihan kulit
dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan dan melindungi perawat dari
percikan darah atau cairan tubuh pasien secara tidak sengaja. Topi yang digunakan harus
cukup besar agar dapat menutup semua rambut (Potter & Perry, 2005).

3) Gaun Perlindung (baju kerja dan apron / celemek)


Gaun pelindung digunakan untuk mencegah kontak mikroorganisme, percikan darah, dan
cairan tubuh, dari pasien ke petugas medis.
(a) Baju Kerja / Gaun Pelindung
Baju kerja/gaun pelindung merupakan salah satu jenis pakaian yang digunakan untuk
bekerja. Baju kerja sebaiknya terbuat dari bahan yang sedapat mungkin tidak tembus cairan.
Baju kerja / gaun pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian pada saat
merawat pasien. Perawat kamar bedah yang mengikuti tindakan operasi harus mengenakan
baju atau gaun steril (Potter & Perry, 2005).
(b) Apron / Celemek
Apron atau celemek yang terbuat dari plastik merupakan penghalang tahan air untuk
sepanjang bagian depan tubuh Petugas medis . Petugas medis harus memakai apron /
celemek di bawah gaun penutup pada saat melakukan perawatan langsung pada pasien,
membersihkan pasien, atau melakukan prosedur yang beresiko dari tumpahan darah, cairan
tubuh, atau sekresi pada saat menjadi asisten dokter bedah (Potter & Perry, 2005)

(4) Sepatu Pelindung


Sepatu / pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam
atau benda berat yang jatuh secara tidak sengaja. Sandal jepit atau sandal yang tidak
menutupi kaki dan sepatu yang terbuat dari bahan yang lunak atau kain tidak boleh
digunakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberi perlindungan yang lebih
baik, tetapi harus dijaga supaya tetap bersih dan bebas dari kontaminasi darah atau cairan
tubuh pasien. Sepatu atau pelindung kaki yang tahan terhadap benda tajam dan kedap air
harus tersedia di kamar bedah (Potter & Perry, 2005).

c. Pengelolaan Jarum dan Alat Tajam Untuk Mencegah Perlukaan


Benda tajam sangat beresiko menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan terjadinya
penularan penyakit melalui kontak darah. Benda-benda tajam sekali pakai (jarum suntik,
silet, pisau bedah) memerlukan pengelolaan khusus karena benda-benda tajam tersebut
dapat melukai perawat dan masyarakat sekitarnya jika benda ini dibuang di pembuangan
limbah umum (Depkes. RI, 2007).
Kecelakaan terjadi pada saat memindahkan alat tajam dari satu orang ke orang lain, oleh
karena itu tidak dianjurkan menyerahkan alat tajam secara langsung, melainkan
menggunakan teknik tanpa sentuh (Hands free) yaitu menggunakan nampan atau alat
perantara agar dokter mengambil sendiri nampan atau bengkok terutama pada prosedur
pembedahan. Resiko perlukaan dapat ditekan dengan mengupayakan situasi kerja yang
bebas tanpa halangan, dengan cara meletakkan pasien pada posisi yang mudah dilihat,
mengatur sumber pencahayaan yang baik, dan menjalankan prosedur kerja yang baik
seperti pada penggunaan forsep dan pinset pada saat mengerjakan penjahitan.

d. Pengelolaan limbah dan Sanitasi Ruangan


Pengelolaan limbah merupakan salah satu upaya kegiatan pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakait atau fasilitas kesehatan. Limbah dari sarana kesehatan atau rumah
sakit secara umum dibedakan menjadi limbah yang terkontaminasi dan limbah tidak
terkontaminasi. Limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit atau fasilitas kesehatan sebanyak
85% merupakan limbah tidak terkontaminasi dan tidak berbahaya bagi perawat, tetapi
limbah ini harus dikelola dengan baik dan benar (Depkes. RI, 2007).

Teknik pengelolaan sampah/limbah di pelayanan kesehatan meliputi tahap pemilahan,


penanganan, penampungan sementara, dan pembuangan. Tahap-tahap pengelolaaan
sampah/limbah tersebut adalah:
(1) Pemilahan
Pemilahan merupakan tindakan mmisahkan sampah di kamar operasi yang dilakukan
dengan cara memasukkan sampah pada kantong sampah yang sudah disediakan sesuai
dengan jenis sampahnya. Wadah-wadah tersebut biasanya menggunakan kantong kantong
plastik berwarna, misalnya kantong warna kuning untuk sampah infeksius / terkontaminasi,
kantong warna hitam untuk sampah non infeksius / non terkontaminasi.
(2) Penanganan
Penanaganan sampah dari masing-masing sumber dilakukan dengan ketentuaan tempat
sampah / kantong plastik tidak boleh luber atau penuh, jika sampah sudah memenuhi ¾
bagian harus segera dibawa ke tempat pembuangan akhir. Tempat sampah berupa kantong
plastik harus diikat rapat pada saat pengangkutan dan dibuang dengan kantongnya.
(3) Penampungan Sementara
Pewadahan sementara sangat diperlukan sebelum sampah dibuang ditempat pembuangan
akhir. Sampah sebaiknya berada ditempat yang mudah dijangkau oleh perawat, pasien dan
pengunjung. Tempat sampah harus tertutup dan kedap air, tidak mudah bocor agar
terhindar dari tikus dan serangga, serta hanya bersifat sementara dan tidak boleh lebih dari
satu hari (Depkes. RI,2007).
(4) Pembuangan / Pemusnahan
Sampah yang dihasilkan pada akhirnya harus dilakukan pemusnahan. Sistem pemusnahan
yang dianjurkan adalah dengan pembakaran dengan suhu tinggi agar dapat mengurangi
volume sampah dan membunuh mikroorganisme. Pembuangan limbah cair di tempatkan
pada bangunan penampungan yang kedap air (septic tank), kuat, dan dilengkapi dengan
lubang ventilasi.
e. Pengelolaan Alat Kesehatan Bekas Pakai
Pengelolaan alat-alat kesehatan / instrument bedah setelah dipakai bertujuan untuk
mencegah penyebaran infeksi melalui instrumen bedah, menjamin alat dalam kondisi steril,
dan alat dalam kondisi siap pakai. Proses pencegahan dasar yang dianjurkan untuk
mengurangi penularan penyakit melalui instrumen bedah meliputi dekontaminasi,
pencucian,sterilisasi, dan penyimpanan (Depkes. RI, 2007). Penjabaran dari proses
pencegahan dasar pengelolaan alat bedah setelah dipakai adalah sebagai berikut:
1) Dekontaminasi
Depkes. RI (2007), menyebutkan bahwa instrumen setelah dipakai untuk pembedahan
sebaiknya dilakukan prabilas / dekontaminasi terlebih dahulu terutama jika alat - alat
tersebut akan dibersihkan dengan tangan. Dekontaminasi adalah proses menghilangkan
mikroorganisme pathogen dan kotoran pada benda atau alat bedah sehingga aman untuk
dilakukan pengelolaan lebih lanjut. Dekontaminasi alat bedah dilakukan dengan
menggunakan bahan desinfektan kimia seperti klorin 0,5 % atau dengan alkacide, tetapi
klorin lebih bersifat korosif terhadap alat-alat bedah sehingga alkacide lebih banyak
digunakan. Khusus untuk alat bedah yang digunakan untuk operasi pasien dengan virus
hepatitis B dan pasien HIV/AIDS dilakukan dekontaminasi dengan klorin 0,5 % selama 15-
30 menit.

2) Pencucian Alat
Pencucian merupakan tahap yang harus dilakukan setelah proses dekontaminasi. Instrumen
/ alat bedah di rumah sakit besar biasanya dicuci oleh instalasi tersendiri yang khusus
mengelola instrumen pembedahan dan perawatan luka dengan peralatan yang canggih
(Depkes. RI, 2007).
3) Sterilisasi
Sterilisasi merupakan proses menghilangkan seluruh mikroorganisme dan endospora dari
alat keseharan atau instrument bedah. Sterilisasi dapat dilakukan secara fisik maupun
kimiawi. Zat dan cara yang sering digunakan untuk sterilisasi di rumah sakit adalah dengan
uap panas bertekanan tinggi, pemanasan kering, gas ethilen okside, dan dengan zat kimia.
Sterilisasi alat kesehatan dan instrument bedah di RSUP Dr. Kariadi Semarang dilakukan
oleh Central Sterile Supply Department (CSSD) (Depkes. RI, 2007).
4) Penyimpanan Instrumen Bedah
Penyimpanan alat bedah yang baik sama pentingnya proses sterilisasi. Instrumen / alat
bedah dapat disimpan dengan cara dibungkus dan dimasukkan dalam tromol instrumen.
Alat bedah dinyatakan tetap steril selama alat tersebut masih terbungkus dengan baik
selama 3 bulan dalam tromol instrumen. Beberapa faktor yang mempengaruhi umur
sterilisasi alat yaitu tehnik sterilisasi jenis material yang digunakan untuk membungkus,
beberapa lapis kain pembungkus yang digunakan, kebersihan, dan kelembaban tempat
penyimpanan alat (Depkes. RI, 2007).

BAB III
PENUTUP

A. Saran
Semoga Makalah Ini bermanfaat Untuk mahasiswi / pembaca terutama kepada calon tenaga
kesehatan agar selalu menerapkan kewaspadaan universal, seperti selalu mencuci tangan
dengan benar sebelum melakukan tindakan medis.

Anda mungkin juga menyukai