Anda di halaman 1dari 16

SELAPUT DARA BERBASIS BUDAYA DAN ETIKOLEGAL

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Asuhan Kebidanan pada Remaja,


Pranikah dan Prakonsepsi

Dosen Pembimbing:
Rahayu Khairiah, SKM, M.Keb

Disusun oleh :

Adelia Martadila 210605310


Annisa Atika Rahmah 210605316
Cenayang Dara Yasa 210605318
Cindi Diana Novita 210605320
Dwi Desmawati 210605325
Nanda Pebiola 210605348
Olva Ferina 210605354
Shinta Novita 210605367
Yuni Astuti 210605379

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA


DEPARTEMEN KEBIDANAN
STIKES ABDI NUSANTARA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karuniaNya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik yang berjudul “Selaput Dara
Berbasis Budaya dan Etikolegal”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
pada mata kuliah Asuhan Kebidanan Remaja Pranikah dan Prakonsepsi.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen pengampu yang telah
banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian makalah ini. Semoga budi
baiknya mendapat imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran sangat diharapkan. Demikian makalah ini disusun, semoga dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Jakarta, 25 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................ 3
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Selaput Dara ........................................................................................................ 4
B. Selaput Dara Berbasis Budaya ........................................................................... 6
C. Selaput Dara Berbasis Etikolegal ....................................................................... 9
D. Contoh Kasus....................................................................................................... 11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ......................................................................................................... 12
B. Saran .................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia diciptakan dalam wujud pria dan wanita. Berbicara tentang wanita tentunya
banyak hal yang bisa dipelajari untuk dijadikan sebuah kajian keilmuan. Wanita dengan
segala kelebihan dan keistimewaan yang membuat mereka sangat dimuliakan perannya dalam
kehidupan.
Sejatinya wanita memiliki kodrat untuk dilindungi keindahannya dari ujung kepala
hingga ujung kaki yang keindahan itu bukan hanya keindahan lahiriyah namun juga batiniyah
layaknya perihasan yang harus dijaga dan dirawat. Berdasarkan kepercayaan dan kebudayaan
bahwa “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena
mereka (laki-laki) telah memberi nafkah dari hartanya.” Kemudian dijelaskan tentang
keistimewaan wanita disebutkan bahwa “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya
perhiasan dunia adalah istri yang shalihah.”
Berangkat dari kepercayaan dan pemikiran dari masyarakat tidak jarang wanita
mengalami suatu ketidakadilan terhadap dirinya yang berkaitan dengan kesucian dan
kehormatan yang dinilai dari suatu keperawanan. Jika kita berpikir bahwa dalam kehidupan
dunia ini hadirnya sosok wanita ialah sebagai penyempurna bagi pria dimana harus saling
menerima baik buruknya kekurangan kelebihannya.
Wanita merupakan separuh makhluk di dunia namun dinilai dari segi pengaruhnya
bagi keluarga dan dunia jumlah wanita lebih dari separuhnya. Masalah keperawanan bagi
wanita merupakan suatu hal yang sakral dan penting, namun beberapa wanita
menganggapnya sebagai sesuatu yang kurang berharga sehingga dengan mudah merelakan
keperawanannya dengan berbagai macam alasan. Perawan ialah sebutan bagi wanita yang
selaput daranya (hymen) belum robek atau disentuh laki-laki karena berhubungan intim.
Selaput dara (hymen) merupakan selaput (membran) tipis yang menutupi Sebagian liang
vagina yang berada ditengah lubang tempat keluarnya darah menstruasi yang pada umumnya
dimilki oleh wanita yang masih perawan. Namun keperawanan dapat robek atau rusak baik
yang disebabkan oleh kecelakaan yang disengaja ataupun tidak disengaja, atau karena
perbuatan manusia, dan perbuatan itu sendiri bisa jadi merupakan maksiat atau bukan
maksiat.

iv
Berkaitan dengan gelombang (problematika) yang ditemukan dalam kehidupan
berumah tangga, yang belakangan ini muncul yakni tentang selaput dara (hymen).
Permasalahan ini nampaknya sering terjadi atau bahkan menjadi permasalahan yang sangat
universal terjadi pada orang-orang yang baru membangun kehidupan berumah tangga
(pengantin baru). Pada Era tahun 70-an, memang terdapat suatu pandangan pada masyarakat
tertentu bahwa selaput dara diidentikkan dengan keperawanan seorang perempuan yang
merupakan hal paling berharga, paling rahasia dan lambang kehormatan yang paling asasi.
Oleh karenanya, selaput dara dijadikan sebagai tanda bahwa seorang perempuan itu masih
perawan dan terhormat. Robeknya selaput dara pada seorang perempuan sama dengan
hilangnya keperawanan (pernah melakukan perbuatan zina), hal ini dapat menjadi sebuah ‘aib
besar dan dapat merusak kehormatan harga diri keluarga.
Pandangan yang dikemukakan di atas telah berakar di budaya luas, memang tidak
dipungkiri bahwa salah satu faktor dari penyebab robeknya selaput dara itu karena
disebabkan oleh perbuatan zina. Apalagi jika dilihat secara kasat mata dengan maraknya
pergaulan bebas (free sex) di kalangan anak remaja, ditambah dengan model berpacaran anak
remaja saat ini yang memang sudah melewati batas norma-norma agama. Faktanya, dapat
dilihat mulai dari anak tingkat SMP hingga anak tingkat Universitas sudah berani melakukan
hubungan seksual di luar nikah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang -
terangan. Hal ini memberikan suatu implikasi pada masyarakat bahwa robeknya selaput sama
dengan hilangnya keperawanan, karena hal-hal tersebut.
Akibat dari pandangan masyarakat dan ditambah dengan data penelitian tersebut,
pada satu sisi banyak perempuan perawan yang telah robek selaput daranya sebelum menikah
yang bukan disebabkan karena perbuatan zina merasa resah ketika hendak menikah. Mereka
takut mengecewakan suami jika telah menikah dengannya disebabkan selaput daranya telah
robek terlebih dahulu dan tidak mengeluarkan percikan darah pada saat melakukan hubungan
intim malam pertama. Dan pada sisi lainnya, banyak pula perempuan yang sudah robek
selaput daranya dan hilang keperawanannya yang disebabkan karena perbuatan zina merasa
resah ketika hendak menikah. Mereka takut ketahuan oleh suami disebabkan selaput daranya
telah robek dan keperawanannya telah hilang terlebih dahulu.
Terlepas dari hal tersebut berkembangnya zaman turut menunjukkan tingkat
presentase nilai virginitas semakin rendah yang menandakan bahwa seks sudah dianggap
sebagai bagian dari gaya hidup modern yang bisa dilihat dengan gaya berpacaran remaja
maupun dewasa yang sudah melewati batasbatas norma agama. Hilangnya virginitas pun
memiliki dampak psikologi yaitu kehilangan rasa percaya diri, malu, merasa dirinya kotor

v
karena sudah tidak suci, rasa bersalah dan penyesalan yang terus menghantui dirinya takut
akan masa depan menjadi suram. Selain itu adanya kekhawatiran tidak akan mendapatkan
jodoh karena anggapan bahwa sudah tidak perawan adalah suatu aib buruk yang tidak
termaafkan menjadikan wanita tidak berharga lagi dimata pria.
Secara medis operasi pemulihan selaput dara (hymenoplasty) dapat membantu
memperbaiki selaput dara (hymen) wanita agar terlihat seperti belum pernah melakukan
hubungan intim. Operasi pemulihan selaput dara (Hymenoplasty) diartikan menempelkan
atau merapatkan selaput dara yang merupakan permukaan daging tipis dan lembut yang
terletak pada kelamin wanita.
Akan tetapi dalam melakukan tes keperawanan atau melakukan operasi selaput dara
tidak melindungi dan mendukung kesehatan pasien perempuan. Karenanya tes keperawanan
sangat tak kompatibel dengan tiga prinsip etika profesional obstetri dan ginekologi.
Berdasarkan uraian di atas, adapun judul yang diangkat dalam penulisan makalah ini
adalah “Selaput Dara Berbasis Budaya dan Etikolegal”.

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang diangkat, yaitu:
1. Apa yang dimaksud selaput dara?
2. Bagaimana selaput dara berabasis budaya?
3. Bagaimana selaput dara berbasis etikolegal?

B. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penulisan ini adalah, yaitu:
1. Mengetahui yang dimaksud selaput dara.
2. Mengetahui selaput dara berabasis budaya.
3. Mengetahui selaput dara berbasis etikolegal.

vi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Selaput Dara
1. Pengertian Selaput Dara
Secara etimologi kata selaput dara dalam bahasa Indonesia mengandung arti selaput
tipis yang menutupi liang vagina. Sedangkan secara terminologi yang dimaksud dengan
selaput dara itu sendiri adalah selaput tipis yang menghubungkan antara organ reproduksi
perempuan bagian luar (vulva) dengan organ reproduksi bagian dalam (vagina), atau
membran tipis yang berada antara labium mayora dan labium minora dari satu sisi dan
saluran vagina pada sisi yang lain.
Dalam Ilmu Kedokteran, selaput dara diistilahkan dengan hymen. Hymen
merupakan selaput (membran) tipis yang menutupi sebagian liang vagina yang pada bagian
tengahnya berlubang tempat keluarnya darah menstruasi dan pada umumnya dimiliki oleh
perempuan perawan. Dalam memberikan suatu definisi tentang selaput dara, para pakar di
Ilmu Kedokteran memiliki definisi yang beragam diantaranya :
a. Menurut Syaifuddin, selaput dara merupakan lapisan tipis yang menutupi
sebagian besar dari liang senggama, ditengahnya berlubang supaya kotoran
menstruasi dapat mengalir keluar, letaknya mulut vagina pada bagian ini.
b. Menurut Ida Bagus Gde Manuaba, selaput dara merupakan selaput tipis yang
menutupi sebagian lubang vagina luar. Pada umumnya selaput dara berlubang
sehingga menjadi saluran aliran darah menstruasi atau cairan yang dikeluarkan
oleh kelenjar rahim dan kelenjar endometrium (lapisan dalam rahim).
Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah dipahami bahwa selaput
dara merupakan selaput atau membran tipis yang terletak pada wilayah vagina yang
menghubungkan antara organ reproduksi perempuan bagian luar dengan organ reproduksi
bagian dalam, pada bagian tengahnya terdapat lubang tempat keluarnya darah menstruasi.
Dan pada umumnya selaput dara dimiliki oleh perempuan perawan sebagai tanda bahwa
perempuan tersebut belum pernah melakukan hubungan seksual.

2. Macam-Macam Selaput Dara


Pada umumnya setiap perempuan perawan memiliki selaput dara, hanya saja bentuk
dan fleksibilitasnya (tingkat kelembutan) berbeda-beda. Berikut ini adalah macam-macam

vii
bentuk selaput dara yang pada umumnya dimiliki oleh perempuan perawan, yakni sebagai
berikut:
a. Ada yang bentuknya melingkari lubang vagina (annular hymen).
b. Ada yang bentuknya ditandai dengan beberapa lubang yang terbuka
(septate hymen).
c. Ada yang bentuknya ditandai dengan beberapa lubang yang terbuka,
tetapi lebih kecil dan jumlahnya lebih banyak (cibriform hymen).
d. Ada yang bentuknya membesar, disebabkan sering berhubungan seksual.
Namun masih menyisakan jaringan selaput dara (introitus).
e. Ada yang bentuknya menutup lubang rahim (impervorate hymen),
sehingga menyebabkan wanita tidak bisa haid dan harus dioperasi.
Sedangkan fleksibilitas selaput dara terbagi kepada dua bagian, diantaranya sebagai
berikut:
a. Ada yang elastis.
b. Ada yang rigid.
Ukuran lubang selaput dara berbeda-beda, yakni:
a. Lubangnya ada yang seujung jari.
b. Lubangnya ada yang mudah dilalui dua ujung jari.

3. Faktor-faktor Penyebab Robeknya Selaput Dara


Berdasarkan atas bentuk dan fleksibilitas selaput dara yang berbedabeda. Maka
dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan robeknya selaput dara, yakni
sebagai berikut:
a. Hubungan seksual suami-istri.
b. Kecelakaan.
c. Olah raga (lompat-lompat, berkuda).
d. Masturbasi.
e. Akibat perkosaan.
Penjelasan lainnya tentang penyebab robeknya selaput dara, yakni sebagai berikut:
a. Terlalu Rapuh
Selaput dara sudah robek sebelumnya karena terlalu rapuh. Penyebabnya karena
olah raga seperti berkuda, bela diri, bersepeda. ƒ

viii
b. Kelewat Elastis
Tidak adanya bercak darah di malam pertama disebabkan belum robeknya
selaput dara karena sifatnya sangat elastis. Pada beberapa kasus ditemukan
bahwa elastisitas selaput dara memungkinkan tidak robek pada waktu pertama
kali berhubungan seksual. Bahkan ada yang baru terkoyak setelah perempuan
tersebut melahirkan. ƒ

c. Darahnya Tidak Banyak


Keluar banyak atau sedikit darah dari kemaluan wanita tergantung pembuluh
dara yang terdapat pada selaput dara tersebut. Jika selaput dara yang banyak
pembuluh darahnya otomatis mengeluarkan banyak darah, tetapi jika tidak
keluar darah berarti pembuluh darah yang ada pada selaput dara tersebut sedikit.
ƒ
d. Tidak Punya Selaput Dara
Perkembangan teknologi memungkinkan dilakukannya penelitian tentang
selaput dara secara mendalam. Hasilnya ternyata dalam penelitian yang
dilakukan para seksolog ditemukan beberapa perempuan yang sejak lahir
memang tidak memiliki membran ini.
Mengenai faktor-faktor penyebab robeknya selaput dara, dalam hal ini terdapat
perbedaan yang mencolok antara robeknya selaput dara yang disebabkan oleh kecelakaan
(terbentur benda keras, olah raga, masturbasi) dengan robeknya selaput dara yang disebabkan
oleh hubungan seksual (persetubuhan suami-istri, perbuatan zina, perkosaan). Perbedaannya
yakni sebagai berikut:
a. Selaput dara yang robek akibat kecelakaan bisa di area selaput dara yang mana saja dan
koyakannya tidak sampai ke tepi cincin selaput dara.
b. Sedangkan selaput dara yang robek akibat hubungan seksual biasanya terjadi pada area
selaput dara pukul 05.00-07.00 dan koyakannya sampai ke dasar cincin selaput dara.

B. Selaput Dara Berbasis Budaya


Kebudayaan adalah unsur yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia.
Melalui kebudayaan, suatu peradaban manusia dapat dikenali dan diamati dalam jangka
waktu yang tak terbatas. Dalam seperangkat kebudayaan, terdapat beberapa hal yang menjadi
dasarnya. Beberapa hal tersebut antara lain meliputi nilai, akal, budi, moral, tujuan, hingga
adat istiadat.

ix
Kebiasaan dan sistem yang berlaku di masyarakat membentuk kebudayaan itu
sendiri melalui proses tertentu. Sehingga, kebudayaan tersebut membentuk suatu identitas
pribadi yang unik dan menjadi pembeda antara masyarakat satu dengan lainnya.
Dalam sistem budaya, istilah keperawanan merupakan suatu hal yang harus dijaga.
Istilah ini juga punya kaitan erat dengan istilah virga, yang artinya baru, ranting muda atau
cabang yang tidak berbentuk.
Di beberapa bagian budaya di Indonesia, bahkan belahan dunia konsep keperawanan
memiliki arti yaitu:
1. Ada kebudayaan yang menganggap seorang wanita yang belum menikah
tetaplah perawan meski dia adalah seorang pelacur. Hanya lewat pernikahan
sajalah dia kehilangan keperawanan. Meski selama bertahun-tahun seorang
perempuan menjadi pelacur, saat menikah dia diperlakukan sebagai perawan,
berpakaian putih, dan menampilkan dirinya di hadapan suaminya dengan
begitu lugu dan murni. Dialah yang akan mencuri keperawanannya.
2. Di bagian dunia lain, seorang wanita yang sudah menikah tanpa anak adalah
seorang perawan. Keperawanan hilang hanya saat anak pertamanya lahir
lewat saluran vagina. Keperawanan tidak hilang karena hubungan seks
melainkan dengan menjadi ibu. Jadi setiap wanita tidak beranak, meski
sering berhubungan seks, tetaplah perawan.
3. Di antara orang-orang yang takut dengan mitos darah pada malam pertama,
darah memiliki cerita panjang yang cukup negatif konotasinya. Seorang laki-
laki akan menikahi seorang perempuan hanya setelah selaput daranya pecah
lewat hubungan seks dengan seorang asing yang tugasnya memang demikian.
Pekerjaan orang asing ini dianggap sulit, dan laki-laki yang melakukannya
akan dianggap pemberani karena dia menerima bahaya berulangkali saat
melakukan kontak dengan darah.
4. Seorang wanita yang diperawani oleh seorang walinya membuktikan pada
suaminya bahwa dia lebih murni dan lebih perawan daripada sebelumnya.
Karenanya melakukan hubungan seks dengannya tidaklah membahayakan.
5. Seorang wanita di kalangan dunia Barat akan tetap dianggap perawan sampai
dia melakukan hubungan seksual, oral ataupun anal dengan pria. Dan hal itu
masih kita pegang sampai sekarang. Bahkan juga di dunia Timur.
Sebagian masyarakat percaya bahwa robeknya selaput dara wanita yang
menimbulkan darah mengindikasikan bahwa wanita tersebut telah bersetubuh untuk pertama

x
kalinya. Dari asumsi tersebut, lahirlah kepercayaan lanjutan bahwa wanita yang selaput
daranya sudah rusak pasti sudah tidak perawan. Konsepsi ini kelak menciptakan berbagai
mitos yang seringkali menimbulkan kesalahan persepsi masyarakat tentang keperawanan.
Mitos-mitos tersebut meliputi kepercayaan bahwa selaput dara yang sudah rusak berarti pasti
sudah pernah bersetubuh, malam pertama tidak mengeluarkan darah artinya sudah tidak
perawan, wanita yang masih perawan masih “sempit” dan mitos-mitos lainnya menghantui
wanita sebagai subjek yang memiliki selaput dara. Hampir semua mitos yang ada mengenai
faktor penyebab kehilangan keperawanan itu bisa dijelaskan secara medis dan tidak
selamanya hanya berkisar soal seks. Robeknya selaput dara dapat disebabkan oleh berbagai
faktor lain, dari olahraga hingga penggunaan tampon yang salah. Sementara vagina yang
sempit sejatinya disebabkan oleh tegangnya otot pelvis karena belum pernah bersetubuh
Nyatanya, faktor penyebab kehilangan selaput dara (yang umumnya dikaitkan
dengan status “perawan”) berbeda antara satu wanita dan wanita lainnya. Hal ini disebabkan
karena adanya perbedaan ketebalan selaput dara tiap wanita dan variasi pada tingkat aktivitas
satu sama lain. Variasi ketebalan selaput dara berpengaruh terhadap kerentanannya untuk
robek karena faktor selain seks. Aktivitas yang intens memiliki kemungkinan untuk merobek
selaput dara tanpa seks. Bahkan, ada wanita yang terlahir tanpa selaput dara. Sehingga, faktor
penyebab kehilangan selaput dara menjadi tidak lagi eksklusif hanya karena aktivitas seksual.
Konsep keperawanan tidak dapat dipisahkan dari budaya patriarki yang terkonstruksi
secara sosial karena manusia menemukan sistem pertanian sebagai sebuah cara hidup.
Awalnya, pada masa berburu dan meramu, kedua gender secara umum memiliki pembagian
peran yang konsisten dimana laki-laki melakukan aktivitas berburu di luar tempat tinggalnya
sedangkan perempuan tinggal di rumah meramu dan menjaga anak-anaknya. Kegiatan
berburu dan meramu ini dilakukan secara komunal dan bersama-sama
Seiring perkembangan zaman, komunitas-komunitas yang ada saling bersaing untuk
mengeksploitasi alam dengan menciptakan inovasi melalui berbagai peralatan sehingga
menciptakan keunggulan kompetitif. Hal ini mendorong inovasi dari sebagian masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa berburu. Titik inilah yang menjadi pengenalan
manusia terhadap pertanian. Dengan terciptanya inovasi alat-alat pertanian, kegiatan
mengumpulkan makanan tidak lagi harus dilakukan secara komunal, melainkan dapat
dilakukan secara individu dan manusia mulai mengenal sistem kepemilikan pribadi (private
ownership) dan berlanjut sampai abad ke-19 dimana manusia mulai mengenal kepemilikan
lahan. Perubahan teknologi dan gaya hidup menjadi benih-benih awal munculnya sistem
kapitalisme.

xi
Produktivitas kegiatan bertani relatif lebih tinggi dibandingkan berburu dan meramu,
namun hanya muncul setiap musim panen sehingga masyarakat perlu menjaga stok panen
sampai musim panen berikutnya. Oleh karena itu, diperlukan sistem pembagian komunitas
kecil walaupun tidak sebesar dalam sistem berburu dan meramu. Sistem ini
diimplementasikan dalam keluarga yang kemudian menghasilkan pembagian peran di
dalamnya. Tugas bertani dan menjaga hasil panen membutuhkan banyak tenaga kerja
manual, sehingga dikhususkan pada laki-laki yang dianggap lebih kuat dan lebih mampu
mengoperasikan alat-alat pertanian yang berat. Kedudukan peran reproduksi pun semakin
penting dan kegiatan reproduksi menjadi lebih banyak diperlukan dibandingkan masa berburu
dan meramu. Hal ini menggeser peran wanita dalam sistem pertanian (yang tenaga kerjanya
didominasi oleh kaum pria) dari tenaga produktif, menjadi tenaga untuk keperluan
reproduksi. Wanita pada zaman tersebut diarahkan untuk peran lain seperti menjaga rumah,
menjaga anak, dan peran-peran lain yang tidak berkaitan langsung dengan produktivitas
komunitas masyarakat. Pergeseran peran inilah yang menjadi asal usul budaya patriarki yang
sedemikian kuatnya tertanam dalam masyarakat sampai sekarang ini. Konsep kesucian
keperawanan yang dapat ditelusuri dengan jelas hingga Eropa abad pertengahan dapat
menjadi contoh dari relasi antara pria dan wanita yang telah lama menjadi hegemoni;
kepantasan wanita untuk pernikahan bergantung dengan sangat tinggi terhadap kemampuan
reproduksi dan seksualitasnya. Bukan sebagai manusia lain yang memiliki kompleksitas dan
karakteristik manusiawi yang patut dihargai, namun hanya sebuah objek untuk tujuan
tertentu.

C. Selaput Dara Berbasis Etikolegal


Selaput dara adalah selaput vestigial yang secara embriologi memisahkan 2/3 bagian
atas vagina dengan 1/3 bagian bawahnya selama pertumbuhan janin perempuan. Pada saat
kelahiran, selaput dara membuka dan bergeser ke bagian luar alat kelamin pada kebanyakan
bayi perempuan. Jaringan selaput dara biasanya mengecil pada saat kelahiran sampai tersisa
beberapa milimeter saja, dan konfigurasinya bervariasi secara bentuk, ukuran dan kelenturan
pada masa kanak-kanak, dan berubah sepanjang kehidupan dewasa. Biasanya, selaput dara
anak perempuan memiliki bukaan yang sangat bervariasi ukurannya, untuk menstruasi.
Selaput dara berbeda ukuran dan bentuknya dari beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter tergantung usia, tahapan perkembangan seksual Tanner, dan status hormon. Pada
tahap dewasa, selaput dara memiliki bentuk dan ukuran yang sangat beragam. Selain ukuran
dan bentuk, selaput dara dapat memiliki berbagai ciri khusus, seperti polip, rabung, garis, dan

xii
torehan. Karena banyaknya variasi morfologi selaput dara, maka pihak yang melakukan
pemeriksaan ginekologi forensik harus memahami baik keragaman ciri-ciri fisik maupun
terbatasnya apa yang dapat ditemukan dari pemeriksaan fisik.
Dalam hal keperawatan, etikolegal merupakan suatu hal yang dihindari karena
memiliki arti pelanggaran kode etik. Sebagaimana ditunjukkan dan diterima secara luas oleh
komunitas perawatan kesehatan, tidak ada bukti medis atau ilmiah yang dapat mendukung
pemeriksaan selaput dara untuk menentukan terjadinya penetrasi vagina. Pemeriksaan
tersebut menjadi masalah medis dan hak asasi manusia yang serius jika dilakukan di luar
keinginan perempuan yang bersangkutan, seperti yang sering terjadi. Pemeriksaan selaput
dara yang dipaksakan merupakan perlakuan yang tidak manusiawi, kejam, atau merendahkan
martabat yang dilarang oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR), Kovenan
Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR), dan Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan
Martabat (CAT). Tergantung kondisi dalam pelaksanaannya, pemeriksaan selaput dara yang
dipaksakan untuk tujuan menentukan “keperawanan” dapat juga menjadi bentuk penyiksaan.
Pelapor Khusus PBB telah menyatakan tes keperawanan sebagai bentuk penyiksaan spesifik
gender.

D. Contoh Kasus
Dalam kasus Salmanoğlu and Polattaş v. Turkey, Pengadilan Hak Asasi Manusia
Eropa menetapkan bahwa pelaksanaan tes keperawanan terhadap dua orang perempuan
dalam tahanan merupakan perlakuan sangat buruk yang melanggar larangan penyiksaan dan
perlakuan atau penghukuman tidak manusiawi atau merendahkan martabat yang terkandung
di dalam Konvensi HAM Eropa.
Selanjutnya, pemeriksaan yang dipaksakan tersebut dalam beberapa kondisi
ditemukan tidak hanya merupakan penyiksaan, tapi juga pemerkosaan.
Dalam kasus Miguel Castro-Castro Prison v. Peru, Pengadilan Hak Asasi Manusia
Inter-Amerika menyatakan tindakan menyerahkan tahanan perempuan untuk “inspeksi”
vagina menggunakan jari, yang dilakukan oleh beberapa orang di rumah sakit kepolisian,
“merupakan pemerkosaan seksual dan dari dampaknya merupakan penyiksaan” yang
melanggar hak atas perlakuan manusiawi yang tercantum dalam Konvensi Amerika tentang
Hak Asasi Manusia, dan melanggar Konvensi Inter-Amerika untuk Mencegah dan
Menghukum Penyiksaan. Mengharuskan perempuan untuk menjalani pemeriksaan
keperawanan yang dipaksakan melanggar ketentuan non-diskriminasi dalam ICCPR,

xiii
Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dan UDHR. Pelapor Khusus PBB tentang
kekerasan terhadap perempuan, penyebab dan konsekuensinya baru-baru ini mengakui tes
keperawanan sebagai “pelanggaran berat” atas hak privasi yang tercantum dalam ICCPR dan
UDHR, dan menyatakan tes tersebut “mengurangi kapasitas perempuan untuk diakui sebagai
warga negara yang utuh dan setara masyarakat mereka.”
Disamping itu, operasi selaput dara juga termasuk etikolegal. Operasi selaput dara
adalah prosedur bedah yang bertujuan untuk memperbaiki selaput dara yang telah sobek
dengan menjahitnya kembali. Prosedur juga dikenal dengan istilah hymenorrhaphy atau
rekonstruksi selaput dara ini, tidak termasuk ke dalam kategori perawatan ginekologi
konvensional dan seringkali dikategorikan sebagai prosedur bedah plastik karena biasanya
dilakukan untuk alasan non-medis. Oleh karena itu, prosedur ini tidak tersedia secara luas di
rumah sakit, pasien perlu mendatangi klinik swasta untuk menjalani prosedur ini. Wanita
menjalani prosedur ini karena ingin selaput darahnya robek dan mengeluarkan darah saat
berhubungan seksual, sebab dalam budaya tertentu dianggap sebagai tanda keperawanan.
Tapi, prosedur ini dianggap tabu oleh budaya tertentu bahkan dikategorikan sebagai tindakan
ilegal di negara tertentu.
Umumnya operasi ingin aman, namun tetap ada beberapa resiko terkait seperti
operasi lainnya. Di antaranya:
1. Infeksi
Infeksi merupakan resiko umum yang menyertai setiap jenis operasi. Inilah yang
menjadi alasan pada kebanyakan kasus, dokter memberikan resep antibiotik
untuk mencegah timbulnya infeksi.
2. Perdarahan
Perdarahan sementara setelah prosedur adalah normal, dan dapat mereda dan
hilang sepenuhnya dalam beberapa hari. Namun, perdarahan berkepanjangan
mungkin merupakan tanda dari komplikasi.
3. Striktur
Ini terjadi ketika selaput dara adalah dikoreksi secara berlebih, dan sehingga
membran yang digunakan menjadi terlalu kaku ketat. Akibatnya pembukaan
menjadi terlalu sempit. Hal ini dapat menyebabkan rasa sakit selama hubungan
seksual, tetapi dapat hilang dengan sendirinya.

xiv
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Selaput dara merupakan selaput atau membran tipis yang terletak pada wilayah vagina
yang menghubungkan antara organ reproduksi perempuan bagian luar dengan organ
reproduksi bagian dalam, pada bagian tengahnya terdapat lubang tempat keluarnya darah
menstruasi. Berdasarkan kebudayaan selaput dara disimbolkan sebagai tanda keperwanan.
Keperawanan adalah seorang gadis yang mengeluarkan darah saat pertama kali berhubungan
seksual, diakibatkan karena robeknya selaput dara. Mengaitkan keperawanan dan keutuhan
selaput dara sebenarnya kurang tepat. Perlu diketahui bahwa tidak semua wanita terlahir
dengan selaput dara dan ada bentuk selaput dara yang tidak robek saat melakukan hubungan
seksual pertama kali. Selain itu, selaput dara bisa robek dengan mudah karena aktivitas selain
hubungan seksual. Berikut adalah beberapa hal yang bisa menyebabkan selaput dara robek,
diantaranya cedera saat berkuda, cedera olahraga, melompat dan lain lain.
Pemeriksaan selaput dara untuk menentukan keperawanan perempuan tidak memiliki
nilai klinik maupun ilmiah. Penggunaan pemeriksaan semacam itu dalam konteks untuk
menentukan status seksual perempuan melanggar standar dasar medis atau etikolegal dan
hukum sebagaimana diuraikan dalam risalah ini. Oleh sebab itu, para ahli kesehatan yang
melakukan pemeriksaan selaput dara untuk tujuan menentukan keperawanan perempuan
harus menolak untuk melakukannya karena terkena etikolegal.

B. Saran
Semoga dengan terbentuknya makalah ini, kami dapat memberikan pengetahuan yang
luas kepada semua orang yang membacanya dan bagi mahasiswa dan mahasiswi. Makalah
ini kami persembahkan bagi perkembangan struktur pendidikan, semoga apa yang tertulis
dalam makalah ini selalu abadi dan memberikan berkah yang tiada hentinya dalam kehidupan
kita bersama.

xv
DAFTAR PUSTAKA

Slamet, M. (2016). Hubungan antara nilai keperawanan (virginity value) dengan perilaku
seksual pranikah remaja. Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi, 4(2).
Munawaroh, H. (2018). Sadd al-dzari’at dan aplikasinya pada permasalahan fiqih
kontemporer. Ijtihad: Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam, 12(1), 63-84.
Pagayang, K. T., Mallo, J., & Tomuka, D. (2016). Gambaran Visum et Repertum kasus
kekerasan seksual khususnya perkosaan di RS Bhayangkara Manado periode juli
2015–juni 2016. JURNAL KEDOKTERAN KOMUNITAS DAN TROPIK, 4(4).
Sardi, N. A. A., Zahra, H. A., & Sadewo, F. X. S. (2021). Representasi Keperawanan
Perempuan dalam Konten Video TikTok@ Blood. Indonesia. Al-Hikmah Media
Dakwah, Komunikasi, Sosial dan Kebudayaan, 12(2), 141-150.
Afandi, D., Purwadianto, A., Sampurna, B., Sugiharto, A. F., Yudianto, A., Susanti, R., ... &
Fatriah, S. H. PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN 2017
PERHIMPUNAN DOKTER FORENSIK INDONESIA.
Arafah, I. (2020). Pendekatan Sadd Adz-Dzari’ah Dalam Studi Islam. Al-Muamalat: Jurnal
Hukum & Ekonomi Syariah, 5.
Indrayana, M. T. (2017). Profil Kasus Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan Anak
yang Diperiksa di Rumah Sakit Bhayangkara Dumai (2009-2013). Jurnal Kesehatan
Melayu, 1(1), 9-13.
Iskandar, I., & Zubir, Z. (2020). Karakteristik Kasus Kekerasan Seksual Pada Perempuan Di
Blud Rumah Sakit Cut Meutia Berdasarkan Visum Et Repertum Periode Tahun
2018. AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh, 6(1), 66-77.
Intiyaswati, I. (2020). Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Episiotomi
Pada Ibu Post Partum Di Pmb Istiqomah Surabaya. Jurnal Kebidanan, 9(1), 17-25.

xvi

Anda mungkin juga menyukai