Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PRAKTIK PROFESIONALISME BIDAN

“Pengembangan Kapasitas Diri (Resilience)”


Dosen Pengampu : Dr. Tetty Rina Aritonang,SST.,M.Keb

Disusun Oleh :

Kelompok IV

NAMA MAHASISWA NPM


Lulu Khoerul Mala 201560411016
Maria Paras Wathy Esa 201560411018
Neng Yana Rosiana 201560411021
Yuri Zuliani 201560411035

PROGRAM STUDI S1-KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDISTRA INDONESIA
2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis diberi kemudahan dalam menyusunan makalah ini dan
mampu menyelesaikan dengan tepat pada waktunya . Tidak lupa juga shalawat serta salam
atas junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw. serta kepada keluarga, saudara, sahabat dan
kerabatnya.
Dalam penyusunan makalah ini kami selaku  penulis banyak mendapatkan bantuan,
dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan kali ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah
ini.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih banyak kesalahan yang
dilakukan. Oleh karena itu, penulis meminta saran dan kritik yang membangun sehingga
kedepannya penulis akan lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
menambah pengetahuan pembaca dan kita semua.

Bekasi, 21 Februari 2023

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................................I


KATA PENGANTAR ....................................................................................................................II
DAFTAR ISI ..................................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................4
1.2 Tujuan Penulis .............................................................................................................4
1.3 Manfaat Penulis ...........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................6
A. Pengembangan Kapasitas Diri (Resilience)...............................................................6
a. Pengertian Resilience.....................................................................................6
b. Fungsi Resilience...........................................................................................7
c. Aspek-Aspek Resilience................................................................................8
d. Sumber-sumber Resilience............................................................................9
e. Tahapan Resilience........................................................................................10
f. Upaya Meningkatkan Resilience...................................................................11
BAB III PENUTUP ........................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................13
3.2 Saran .............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara bahasa, resiliensi merupakan istilah Bahasa Inggris dari kata resilience yang
artinya daya pegas, daya kenyal atau kegembiraan. Istilah resiliensi diformulasikan pertama
kali oleh Block (dalam Klohnen) dengan nama ego-resilience, yang diartikan sebagai
kemampuan umum yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat
dihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal. Menurut R-G Reed (dalam Nurinayanti
dan Atiudina) mendefinisikan resiliensi sebagai kapasitas atau kemampuan untuk beradaptasi
secara positif dalam mengatasi permasalahan hidup yang signifikan.

Resilience atau ketahanan merupakan konsep yang menggambarkan kemampuan suatu


sistem untuk bertahan dan kembali ke kondisi semula sesaat setelah mengalami guncangan
(Holling, 1973). Konsep resilience atau ketahanan populer dalam proses perencanaan wilayah
dan kota dalam dua dekade terakhir ini. Penggunaan konsep ketahanan tidak lepas dari
munculnya isu mengenai perubahan iklim dan meningkatnya frekuensi kejadian bencana.
Jabareen (2013), menginterpretasikan teori resilience untuk dapat diaplikasikan dalam
praktek ilmu perencanaan wilayah dan kota. Sedangkan Davoudi et al. (2012),
mengembangkan sebuah model yang disebut dengan siklus adaptif untuk memahami tahapan
yang dialami sebuah sistem hingga dapat disebut resilience. Teori ketahanan yang
diterjemahkan menjadi konsep kota tangguh (resilient city) mulai banyak dikembangkan
untuk mengikuti dinamika pembangunan yang memasukkan unsur mitigasi perubahan iklim
maupun bencana di dalam prosesnya. Berdasarkan definisi ketahanan atau resilience, kota
yang tangguh (resilient city) adalah kota yang dapat kembali ke kondisi awal (stabil) setelah
mengalami guncangan yang dapat berupa shock dan stress. Contoh guncangan yang dialami
perkotaan seperti dampak-dampak perubahan iklim dan kejadian bencana. Sebuah kota tidak
dapat dikatakan tangguh apabila belum pernah mengalami gangguan, tekanan atau guncangan
yang menyebabkan melemahnya sistem perkotaan. Ketahanan kota adalah kapasitas dari
individu, komunitas, masyarakat, institusi, pengusaha dan sistem dalam kota untuk dapat
bertahan dan beradaptasi dari berbagai guncangan dan tekanan yang dialami (100 Resilient
Cities, 2016).

1.2 Rumusan Masalah

4
Dapat memahami pengembangan kapasitas diri (resilience), mulai dari pengertian, fungsi,
aspek-aspek, sumber-sumber, tahapan dan upaya meningkatkan resilensi.

1.3 Manfaat Penulis


Makalah ini diharapkan dapat menjadi rujukan dan data dasar bagi makalah berikutnya
terutama terkait dengan topik “Pengembangan Kapasitas Diri (Resilience)”dalam mata kuliah
Praktik Profesionalisme Kebidanan

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Resilience
Resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk bertahan dan beradaptasi dalam
menghadapi, mengatasi, mencegah, meminimalkan atau menghilangkan dampak-
dampak yang merugikan serta mampu untuk bangkit dan pulih kembali dari tekanan,
keterpurukan, kesengsaraan atau hal-hal yang tidak menyenangkan dalam hidup.
Resiliensi merupakan kemampuan untuk bangkit kembali dari pengalaman negatif
yang mencerminkan kualitas bawaan dari individu atau merupakan hasil dari
pembelajaran dan pengalaman. Kemampuan resiliensi seseorang dapat dipengaruhi
oleh banyak faktor, antara lain dukungan eksternal, kekuatan personal yang
berkembang pada diri seseorang dan kemampuan sosial.
Resiliensi adalah kemampuan individu untuk segera kembali (to bounce back) dalam
menghadapi dan mengatasi situasi yang berisiko dan penuh tekanan melalui
pertahanan kompetensi yang dimiliki serta adaptasi yang positif dan fleksibel terhadap
perubahan dari pengalaman yang penuh tekanan. Resiliensi membuat seseorang
berhasil menyesuaikan diri dalam berhadapan dengan kondisi–kondisi yang tidak
menyenangkan dan tekanan hebat yang inheren sekalipun.
Berikut definisi dan pengertian resiliensi dari beberapa sumber buku: 
a. Menurut Lestari dan Mariyati (2016), resiliensi sebuah kemampuan individu
untuk bangkit dari penderitaan, dengan keadaan tersebut mental akan menjadi
lebih kuat dan lebih memiliki sumber daya. 
b. Menurut Kalil (2003), resiliensi sebuah kesadaran akan hasil yang baik dalam
menghadapi keadaan sulit, kemampuan yang menyokong ketika berada di bawah
tekanan, atau penyembuhan dari trauma. 
c. Menurut Grotberg (1995), resiliesi adalah kemampuan seseorang untuk menilai,
mengatasi, dan meningkatkan diri ataupun mengubah dirinya dari keterpurukan
atau kesengsaraan dalam hidup. 
d. Menurut Desmita (2012), resiliensi adalah kemampuan atau kapasitas insani yang
dimiliki seseorang, kelompok atau masyarakat yang memungkinkan untuk
menghadapi, mencegah, meminimalkan, bahkan menghilangkan dampak–dampak
yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan. 

6
e. Menurut Reivich dan Shatte (2002), resiliensi adalah kemampuan untuk bertahan,
beradaptasi terhadap sesuatu yang menekan, mampu mengatasi dan melalui, serta
mampu untuk pulih kembali dari keterpurukan
B. Fungsi Resilience
Menurut Reivich dan Shatte (2002), resiliensi pada seseorang memiliki beberapa
fungsi, yaitu sebagai berikut:
a. Mengatasi (Overcoming) 
Dalam kehidupan terkadang manusia menemui kesengsaraan, masalah-masalah
yang menimbulkan stres yang tidak dapat untuk dihindari. Oleh karenanya
manusia membutuhkan resiliensi untuk menghindar dari kerugian-kerugian yang
terjadi akibat dari hal-hal yang tidak menguntungkan tersebut. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara menganalisis dan mengubah cara pandang menjadi lebih
positif dan meningkatkan kemampuan untuk mengontrol kehidupan kita sendiri.
Sehingga, kita tetap dapat termotivasi, produktif, terlibat, dan bahagia meskipun
dihadapkan pada berbagai tekanan di dalam kehidupan.
b. Mengendalikan (Steering through) 
Setiap orang membutuhkan resiliensi untuk menghadapi setiap masalah, tekanan,
dan setiap konflik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang resilien
akan menggunakan sumber dari dalam dirinya sendiri untuk mengatasi setiap
masalah yang ada, tanpa harus merasa terbebani dan bersikap negatif terhadap
kejadian tersebut. Orang yang resilien dapat membantu serta mengendalikan
dirinya dalam menghadapi masalah sepanjang perjalanan hidupnya. Penelitian
menunjukkan bahwa unsur esensi dari steering through dalam stres yang bersifat
kronis adalah self-efficacy yaitu keyakinan terhadap diri sendiri bahwa kita dapat
menguasai lingkungan secara efektif dapat memecahkan berbagai masalah yang
muncul.
c. Efek kembali (Bouncing back) 
Beberapa kejadian merupakan hal yang bersifat traumatik dan menimbulkan
tingkat stres yang tinggi, sehingga diperlukan resiliensi yang lebih tinggi dalam
menghadapi dan mengendalikan diri sendiri. Kemunduran yang dirasakan
biasanya begitu ekstrim, menguras secara emosional, dan membutuhkan resiliensi
dengan cara bertahap untuk menyembuhkan diri. Orang yang resilien biasanya
menghadapi trauma dengan tiga karakteristik untuk menyembuhkan diri. Mereka
menunjukkan task-oriented coping style dimana mereka melakukan tindakan yang

7
bertujuan untuk mengatasi kemalangan tersebut, mereka mempunyai keyakinan
kuat bahwa mereka dapat mengontrol hasil dari kehidupan mereka, dan orang
yang mampu kembali ke kehidupan normal lebih cepat dari trauma mengetahui
bagaimana berhubungan dengan orang lain sebagai cara untuk mengatasi
pengalaman yang mereka rasakan.
d. Menjangkau (Reaching out) 
Resiliensi, selain berguna untuk mengatasi pengalaman negatif, stres, atau
menyembuhkan diri dari trauma, juga berguna untuk mendapatkan pengalaman
hidup yang lebih kaya dan bermakna serta berkomitmen dalam mengejar
pembelajaran dan pengalaman baru. Orang yang berkarakteristik seperti ini
melakukan tiga hal dengan baik, yaitu tepat dalam memperkirakan risiko yang
terjadi; mengetahui dengan baik diri mereka sendiri; dan menemukan makna dan
tujuan dalam kehidupan mereka.
C. Aspek–aspek Resiliensi
Menurut Connor dan Davidson (2003), resiliensi terdiri dari tiga aspek utama, yaitu
sebagai berikut: 
a. Tenacity (Kegigihan). Menggambarkan ketenangan hati, ketetapan waktu,
ketekunan, dan kemampuan mengontrol diri individu dalam menghadapi situasi
yang sulit dan menantang.
b. Strength (Kekuatan). Menggambarkan kapasitas individu untuk memperoleh
kembali dan menjadi lebih kuat setelah mengalami kemunduran dan pengalaman
di masa lalu. 
c. Optimism (Optimisme). Merefleksikan kecenderungan individu untuk melihat
sisi positif dari setiap permasalahan dan percaya terhadap diri sendiri dan
lingkungan sosial. Aspek ini menekankan pada kepercayaan diri individu dalam
melawan situasi yang sulit.

Sedangkan menurut Reivich dan Shatte (2002), aspek-aspek resiliensi yang harus
dimiliki seseorang adalah sebagai berikut: 

a. Regulasi emosi. Kemampuan untuk mengelola sisi internal diri agar tetap efektif
di bawah tekanan individu yang resilien mengembangkan keterampilan dirinya
untuk membantunya mengendalikan emosi, perhatian, maupun perilakunya
dengan baik.

8
b. Pengendalian dorongan. Kemampuan untuk mengelola bentuk perilaku dari
impuls emosional pikiran, termasuk kemapuan untuk menunda mendapatkan hal
yang dapat memuaskan bagi individu. Kemampuan mengendalikan dorongan juga
terkait dengan regulasi emosi.
c. Analisis kausal. Kemampuan untuk mengidentifikasi penyebab dari masalah
secara akurat. Individu yang resilien memiliki gaya berpikir yang terbiasa untuk
mengidentifikasi penyebab yang memungkinkan dan mendapatkan sesuatu yang
berpotensi menjadi solusi. 
d. Efikasi diri. Efikasi diri merupakan keyakinan individu dapat memecahkan
masalah dan berhasil individu tersebut yakin bahwa dirinya telah efektif dalam
hidupnya. Individu yang resilien yakin dan percaya diri sehingga dapat
membangun kepercayaan dengan orang lain, juga menempatkan dirinya untuk
berada di tempat yang lebih baik dan lebih banyak memiliki kesempatan. 
e. Realistis dan optimis. Kemampuan yang dimiliki individu untuk tetap positif
tentang masa depan yang belum menjadi terealisasi dalam perencanaan. Hal
tersebut terkait dengan self esteem, tetapi juga memiliki hubungan kausalitas
dengan efikasi diri juga melibatkan akurasi dan realisme.
f. Empati. Kemampuan untuk membaca isyarat perilaku orang lain untuk
memahami keadaan psikologis dan emosional mereka, sehingga dapat
membangun hubungan yang lebih baik. Individu yang resilien mampu membaca
isyarat-isyarat non verbal orang lain untuk membangun hubungan yang lebih
dalam dan cenderung untuk menyesuaikan keadaan emosi mereka. 
g. Keterjangkauan. Kemampuan untuk meningkatkan aspek positif dari kehidupan
dan mengambil suatu kesempatan yang baru sebagai tantangan. Menjangkau
sesuatu yang terhambat oleh rasa malu, perfeksionis, dan self handicapping
D. Sumber-sumber Resiliensi 
Menurut Desmita (2009), terdapat beberapa sumber yang dapat mempengaruhi
terbentuknya sebuah resiliensi pada seseorang, yaitu sebagai berikut:
a. I Have (aku punya) 
Faktor I Have merupakan dukungan eksternal dan sumber untuk meningkatkan
resiliensi. I have merupakan sumber resiliensi yang berhubungan dengan
pemaknaan remaja terhadap besarnya dukungan yang diberikan oleh lingkungan
sosial terhadap dirinya. Sebelum individu menyadari akan siapa dirinya (I Am)
atau apa yang bisa dilakukan (I Can), individu membutuhkan dukungan eksternal

9
dan sumber daya untuk mengembangkan perasaan keselamatan dan keamanan
yang meletakkan fondasi, yaitu untuk mengembangkan resiliensi. Beberapa
sumber yang menjadi landasan terbentuknya faktor I Have yaitu: 
1. Hubungan yang dilandasi oleh kepercayaan penuh. 
2. Struktur dan peraturan di rumah. 
3. Model-model peran. 
4. Dorongan untuk mandiri (otonomi)
5. Akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, keamanan dan kesejahteraan. 
b. I Am (ini Aku) 
I am merupakan sumber resiliensi yang berkaitan dengan kekuatan pribadi. Faktor
I Am merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri individu. Hal ini meliputi
perasaan, sikap, dan keyakinan di dalam diri individu. Beberapa hal yang dapat
mempengaruhi terbentuknya faktor I am yaitu: 
1. Disayang dan disukai oleh banyak orang. 
2. Mencinta, empati dan kepedulian pada orang lain. 
3. Bangga dengan dirinya sendiri. 
4. Bertanggung jawab terhadap perilaku sendiri dan menerima konsekuensinya.
5. Percaya diri, optimistic dan penuh harap. 
c. I Can (aku dapat) 
I can adalah sumber resiliensi yang berkaitan dengan apa saja yang dapat
dilakukan oleh remaja sehubungan dengan keterampilan-keterampilan sosial dan
inter personal. I can adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk
mengungkapkan perasaan dan pikiran dalam berkomunikasi dengan orang lain,
memecahkan masalah dalam berbagai seting kehidupan (akademis, pekerjaan,
pribadi dan sosial) dan mengatur tingkah laku, serta mendapatkan bantuan saat
membutuhkannya. Beberapa hal yang perlu dikembangkan untuk menumbuhkan
faktor I Can yaitu:
1. Berkomunikasi. 
2. Memecahkan masalah. 
3. Mengelola perasaan dan impuls-impuls. 
4. Mengukur tempramen sendiri dan orang lain. 
5. Menjalin hubungan-hubungan yang saling mempercayai. 
E. Tahapan Resiliensi 

10
Menurut Coulson (2006), terdapat empat tahapan yang terjadi ketika seseorang
mengalami situasi dari kondisi yang menekan (significant adversity) sebelum
akhirnya terjadi resiliensi, yaitu sebagai berikut:
a. Mengalah
Mengalah adalah kondisi yang menurun dimana individu mengalah atau menyerah
setelah menghadapi suatu ancaman atau keadaan yang menekan. Level ini
merupakan kondisi ketika individu menemukan atau mengalami kemalangan yang
terlalu berat bagi mereka. Outcome dari individu yang berada pada level ini
berpotensi mengalami depresi, narkoba dan pada tataran ekstrem bisa sampai
bunuh diri.
b. Bertahan (survival) 
Pada tahapan ini individu tidak dapat meraih atau mengembalikan fungsi
psikologis dan emosi positif setelah dari kondisi yang menekan. Efek dari
pengalaman yang menekan membuat individu gagal untuk kembali berfungsi
secara wajar.
c. Pemulihan (Recovery)
Recovery adalah kondisi ketika individu mampu pulih kembali pada fungsi
psikologis dan emosi secara wajar dan mampu beradaptasi dalam kondisi yang
menekan, walaupun masih menyisihkan efek dari perasaan negatif yang
dialaminya. Dengan begitu, individu dapat kembali beraktivitas untuk menjalani
kehidupan sehari-harinya, mereka juga mampu menunjukkan diri mereka sebagai
individu yang resilien.
d. Berkembang Pesat (Thriving) 
Pada tahapan ini, individu tidak hanya mampu kembali pada tahapan fungsi
sebelumnya, namun mereka mampu melampaui level ini pada beberapa respek.
Pengalaman yang dialami individu menjadikan mereka mampu menghadapi dan
mengatasi kondisi yang menekan, bahkan menantang hidup untuk membuat
individu menjadi lebih baik
F. Upaya Meningkatkan Resiliensi
Perlu diingat bahwa resiliensi bukanlah sebuah aspek tetap dari seseorang. Tingkatnya
dapat berubah sesuai kondisi atau situasi yang kita hadapi. Menurut penelitian yang
dilakukan Reivich dan Shatte (2002), kita bisa terus meningkatkan dan melatih tingkat
resiliensi dengan menerapkan kebiasaan dan pola pikir berikut:
a. Ubah persepsi tentang kegagalan

11
Kita perlu meyakini bahwa kegagalan adalah suatu hal yang wajar dalam usaha
untuk mencapai cita-cita. Dengan mengubah persepsi kegagalan menjadi hal yang
lebih positif seperti mampu membuat kita menjadi pribadi yang lebih matang dan
mampu memaknai kesuksesan secara lebih, dapat membantu kita untuk lebih
termotivasi dibandingkan mengurung diri dalam keterpurukan.
b. Bangun kepercayaan diri
Kepercayaan diri penting bagi pribadi yang ingin resilien. Dengan kepercayaan
diri kita akan memiliki keyakinan bahwa kita akan sukses suatu saat nanti
c. Belajar untuk relaks
Ketika kita menjaga pikiran dan tubuh kita, kita akan lebih mampu untuk
mengatasi tantangan dalam hidup secara lebih efektif. Beberapa caranya adalah
dengan membiasakan diri untuk tidur cukup, olahraga, meditasi, dan refreshing.
d. Kontrol respons diri
Ingat bahwa kita semua pernah mengalami hari-hari berat. Tetapi kita memiliki
pilihan dalam menanggapi. Kita bisa memilih reaksi yang panik dan pesimis
ataupun tenang dan optimis. Pribadi yang resilien mampu memilih respons yang
tepat dari masalah yang dihadapi yaitu dengan tetap tenang dan optimis.
e. Bersikap fleksibel
Pribadi yang resilien memahami bahwa segala sesuatunya berubah, bahkan
rencana yang sudah dibuat dengan hati-hati pun bisa gagal ataupun dibatalkan.
Namun, hal tersebut dapat diatasi dengan memahami masalah atau dengan
memilih jalur lain.

12
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Resilienci merupakan salah satu bagian dari human strengths yang dapat dimiliki dan
dikembangkan oleh individu untuk mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya. Aspek ini
merupakan kualitas pribadi yang diperlukan oleh individu untuk bisa menyesuaikan diri
dengan lingkungan. Melalui pengembangan keterampilan resilience dalam proses konseling
baik secara individual maupun kelompok, diharapkan karakter tangguh ini dapat terbentuk.
Dengan karakter ini, diharapkan agar seseorang dapat kuat menahan penderitaan, kesulitan
dan mempunyai pikiran dan sikap positif terhadap semua peristiwa yang dialaminya sehingga
tidak mudah terjerumus melakukan hal-hal yang negatif baik bagi diri sendiri maupun orang
lain. Keterampilan resilience ini dapat menciptakan dan memelihara sikap positif untuk
mengeskplorasi diri sehingga seseorang dapat menjadi percaya diri berhubungan dengan
orang lain serta berani mengambil resiko atas tindakannya. Terakhir, melalui kemampuan
resilience seorang akan terbuka dengan pengalaman baru dan memandang kehidupan dengan
positif dan optimis yang selanjutnya memberikan kontribusi terhadap kesehatan mental.

Saran

Diharapkan agar seseorang dapat kuat menahan penderitaan, kesulitan dan mempunyai
pikiran dan sikap positif terhadap semua peristiwa yang dialaminya sehingga tidak mudah
terjerumus melakukan hal-hal yang negatif baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

13
DAFTAR PUSTAKA
Kampus Psikolog.2021.”Resiliensi: Pengertian, Aspek, Cara Meningkatkan”
https://kampuspsikologi.com/resiliensi/?amp diakses pada tanggal 23 Februari 2023 pukul
14.30

Suyud,2019.”Resilience Adalah: Pengertian, Arti, dan Definisinya”


https://www.depkes.org/blog/resilience diakses pada tanggal 23 Februari 2023 pukul 15.00

Muchlisin Riadi.2021.”Resiliensi (Pengertian, Fungsi, Aspek, Sumber, dan Tahapan)”


https://www.kajianpustaka.com/2021.01.resiliensi-pengertian-fungsi-aspek-html?m+1 diakses
pada tanggal 23 Februari 2023 pukul 15.45

14

Anda mungkin juga menyukai