Anda di halaman 1dari 10

PAPPER

Tentang Permasalahan Usia Anak (< 21tahun)

Dosen pengampu: Puri Kresna Wati, SST.,M.KM

Disusun oleh :

                         Ernawati         ( 201560411007)       Ida KhaerunisaM    (201560411012)

Indah Fahriski         (201560411013)       Inka Octaviani   (201560411014)

Nabilla Huda         (201560411020)       Neng Yana R   (201560411021)

Novia Mubarokah  (201560411022)       Siti Indiyani   (201560411032)

                              

PROGRAM S1 KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDISTRA INDONESIA

BEKASI 2022/2023
A. PERMASALAHAN USIA ANAK < 21 TAHUN
1. Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Kekerasan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di
mana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk
rangsangan seksual. 
Efek kekerasan seksual terhadap anak antara lain depresi,gangguan stres
pascatrauma,kegelisahan, kecenderungan untuk menjadi korban lebih lanjut
pada masa dewasa,dan dan cedera fisik untuk anak di antara masalah lainnya.
Kekerasan seksual oleh anggota keluarga adalah bentuk inses, dan dapat
menghasilkan dampak yang lebih serius dan trauma psikologis jangka
panjang, terutama dalam kasus inses orang tua 

Kasus kekerasan seksual pada anak yang begitu memprihatinkan membuat


orang tua yang memiliki anak kecil menjadi lebih waspada dan takut akan
keselamatan anaknya. perlindungan diri. Komunikasi yang baik pada dasarnya
diterapkan antara orang tua dan anak agar tercipta hubungan yang positif.
Komunikasi harus dibangun mulai dari anak usia dini, hal ini bertujuan agar
terciptanya hubungan yang baik antara orang tua dan anak agar tercipta
hubungan yang harmonis.
Banyak dampak berbahaya yang ditimbulkan dari pelecehan seksual pada
anak, yaitu dapat berpengaruh pada psikologis, fisik, dan sosialnya. Inilah
beberapa di antaranya:
 Anak menjadi pribadi yang tertutup dan tidak percaya diri. 
 Timbul perasaan bersalah, stres, bahkan depresi.
 Timbul ketakutan atau fobia tertentu.
 Mengidap gangguan traumatik pasca kejadian (PTSD).
 Di kemudian hari, anak bisa menjadi lebih agresif, berpotensi
melakukan tindan kriminal bahkan menjadi calon pelaku kekerasan.
 Susah makan dan tidur, mendapat mimpi buruk.
 Terjangkit penyakit menular seksual.
 Disfungsi seksual.
 Adanya gangguan psikis, dan bisa menghambat tumbuh-kembang
anak.
Dampak yang timbul pada anak tergantung pada frekuensi dan durasi
kekerasan yang telah mereka terima. Semakin sering kekerasan yang diterima,
maka trauma yang timbul juga akan semakin besar dan membutuhkan
pemulihan jangka panjang.
                        Situasi kekerasan seksual pada anak di Indonesia
Kekerasan seksual terhadap anak sudah terjadi bertahun-tahun dan bentuk-
bentuk kekerasan yang dialami anak-anak di Indonesia sangat beragam dan
menakutkan. Data yang dikumpulkan dan dianalisis Pusat Data dan Informasi
(PUSDATIN) Komnas Anak, terdapat 21.689.797 kasus pelanggaran Hak
Anak.
Sebanyak 42-58% dari pelanggaran hak anak tersebut merupakan kejahatan
seksual, selebihnya adalah kasus kekerasan fisik, penelantaran dan perebutan
anak, eksploitasi ekonomi, perdagangan anak (child trafficking) untuk tujuan
eksploitasi seksual komersial. Data ini bersumber dari laporan masyarakat
melalui pelayanan pengaduan langsung (hotline service), pemberitaan media
massa serta pengelolaan data dan informasi yang dikumpulkan oleh Lembaga
Perlindungan Anak (LPA) di 34 provinsi dan 179 Kabupaten Kota.
Sedangkan di tahun 2014 saja, pelayanan pengaduan Komnas Anak sudah
menerima laporan 679 kasus, dengan jumlah korban 896 orang anak.
Sebanyak 52% adalah kejahatan seksual. Laporan KPAI yang bertajuk

Peran Pemerintah
beberapa program pemrintah yang bertujuan untuk menangani kekerasan
seksual pada anak :
1.        Meningkatkan kualitas materi pendidikan agama dan budi pekerti di
satuan pendidikan, memasukkan ke dalam kurikulum tentang hak dan
kewajiban anak, kesehatan reproduksi, dan pemberdayaan anak, melindungi
anak di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang
dilakukan oleh pendidik dan tenaga kependidikan serta pihak lain dalam
lingkungan sekolah.
2.        Melalui dinas kesehatan dilakukan sosialisasi kepada tenaga kesehatan
dan fasilitas kesehatan tentang kewajiban untuk memberikan informasi kepada
kepolisian dan/atau pemangku kepentingan terkait atas adanya dugaan
kejahatan seksual terhadap anak.
3.        Tenaga kesehatan untuk melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi
kepada anak, masyarakat dan pemangku kepentingan tentang kesehatan
reproduksi, dampak kejahatan seksual terhadap tumbuh kembang anak,
pemberdayaan anak, dan melakukan upaya pencegahan.
4.      Melalui kementerian Komunikasi dan Informasi, adanya upaya
pencegahan dan penanganan pornografi melalui pemblokiran situs-situs porno
dan situs-situs kekerasan terhadap anak dan perempuan, meningkatkan
koordinasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), asosiasi media cetak
dan media elektronika, serta asosiasi dan penyelenggara jasa internet dalam
rangka pencegahan dan pemberantasan kejahatan sesual terhadap anak.
5.        Melalui kementerian  Hukum dan HAM, adanya penyusunan peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan anak; melakukan
pencegahan dan penangkalan imigrasi terhadap pelaku yang diduga
melakukan kejahatan seksual terhadap anak sesuai dengan permintaan Polri
dan Jaksa Agung.
Jaksa Agung berwenang mempercepat proses penanganan dan penyelesaian
perkara yang berhubungan dengan kejahatan seksual terhadap anak,
melakukan tuntutan pidana seberat mungkin terhadap pelaku tindak pidana
kejahatan seksual terhadap anak, dan melakukan pengawasan terhadap
putusan pidana bersyarat, pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat
terhadap pelaku tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak.
6.        Adanya upaya dari pihak kepolisian RI dalam hal penanganan dan
penyelesaian proses penyidikan dan berkas perkara hukum bagi pelaku
kejahatan seksual terhadap anak, melakukan penegakan hukum yang optimal
kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak di tingkat penyidikan, dan
meningkatkan kegiatan kepolisian yang bersifat pre-emptif yaitu bimbingan
dan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya di satuan pendidikan dalam
rangka pencegahan dan pemberantasan keahatan seksual terhadap anak,
bekerja sama dengan instansi terkait.
7.        Negara berusaha meningkatkan kapasitas para penegak hukum ini agar
lebih terlatih menangani kasus-kasus kekerasan seksual, mereka juga perlu
memiliki sensitvitas terhadap korban sehingga lebih sungguh-sungguh bekerja,
adanya fasilitas yang handal sehingga dapat dengan mudah mengenali
kejahatan ini, disamping penambahan unit cyber crime dibeberapa kota yang
dinilai kadar kejahatan seksualnya tinggi.
8.        Menjamin tersedianya pusat-pusat rehabilitasi terhadap korban
kekerasan seksual anak di setiap kota di Indonesia yang pengelolaannya dapat
dilakukan bersama-sama dengan komponen-komponen terpilih di masyarakat
yang memiiki kepeduliaan terhadap pengasuhan, pemulihan masa depan anak.
Pusat-pusat rehabilitasi ini harus dikelola secara profesional dengan anggaran
yang mencukupi sehingga negara memberikan jaminan pemulihan yang
seimbang. Pusat-pusat rehabilitasi ini perlu diintegrasikan dengan peran
penyidik dan peran-peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
9.      Sektor swasta merupakan salah satu mitra kunci dalam memerangi
kekerasan seksual ini, sehingga negara tidak membiarkan mereka menjadi
“penonton” dan “pendengar” terhadap berbagai praktek kekerasan seksual
anak. Mereka perlu didorong dalam memberikan tanggapan, meningkatkan
kesadaran mereka dalam berpartisipasi mencegah, menanggulangi masalah
kekerasan seksual anak.
Ada kode etik atau hukum yang perlu diterapkan kepada mereka agar tidak
memfasilitasi terjadinya kekerasan seksual pada anak. Industri telekomunikasi,
penyedia layanan internet, industri pariwisata termasuk sektor swasta yang
sering bersentuhan dengan praktek-praktek kekerasan seksual pada anak.
Mereka harus memiliki aturan untuk menolak menjadi “tuan rumah” bagi
kekerasan seksual (online) pada anak, mereka juga didorong untuk
melaporkan kasus-kasus kekerasan seksual pada anak yang mereka ketahui,
mereka juga harus memiliki software atau hardware yang dapat mengenali
kekerasan seksual online pada anak dan melaporkannya, mereka juga didorong
untuk memiliki program corporate social responsibility dalam memulihkan
korban di daerah wisata.
10.    Kementrian Komunikasi dan Informasi memiliki peran strategis dalam
mencegah terjadinya kekerasan seksual online. Peran ini sudah mereka
lakukan, namun penapisan terhadap konten seksual online ternyata hanya
sebatas pada konten-konten yang mereka berhasil  pantau.
Kebijakan menyeluruh dalam melindungi anak-anak dari ancaman kekerasan
seksual online belum sepenuhnya berhasil dirumuskan mekskipun
kementerian ini faham betul apa yang harus dilakukan. Karena itu,
kementerian ini perlu dimotivasi agar sungguh-sungguh menjalankan mandat
sebagai institusi negara untuk mencegah kekerasan seksual online pada anak
Peran Bidan dalam Mencegah dan Menangani Kekerasan Seksual pada
Anak.
Sebagai tenaga kesehatan, seorang bidan harus mampu menangani jika
ditemukannya kasus kekerasan seksual pada anak, melalui langkah-langkah
berikut diharapkan agar bidan dapat menjadi tempat utama dalam
perlindungan korban kekerasan seksual pada anak, berikut merupakan langkah
yang diperlukan bidan :
1.        Melakukan pendekatan
Pendekatan awal untuk mengobati seseorang yang telah menjadi korban
pelecehan seksual tergantung pada beberapa faktor penting, yaitu :
a.    Umur pada saat pemberian arahan
b.    Keadaan pada saat pemberian arahan dan saat perawatan
c.    Kondisi tidak wajar
Tujuan pengobatan tidak hanya untuk mengobati masalah – masalah kesehatan
mental yang ada pada saat ini, tetapi juga mencegah hal yang sama pada masa
yang akan datang
2.        Membantu anak melindungi diri
Menjelaskan pada anak bahwa tidak ada seorangpun yang boleh menyentuh
nya dengan tidak wajar. Berikan pemahaman dan ajarkan anak untuk menolak
segala perbuatan yang tidak senonoh dengan segera meninggalkan dimana
sentuhan tersebut terjadi. Ingatkan anak untuk tidak gampang mempercayai
orang asing dan buat anak untuk selalu mencerikan jika terjadi sesuatu dengan
diri nya
3.        Melakukan penyuluhan terhadap anak tentang Pelecehan seksual
terhadap anak

2. Pernikahan Dini
Pernikahan dini menurut Indraswari (dalam Syafiq Hasyim, 1999: 31) dapat
diartikan sebagai pernikahan yang dilakukan sebelum usia 16 tahun bagi
perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki, batasan usia ini mengacu pada
ketentuan formal batas minimum usia menikah yang berlaku di Indonesia.
Definisi Indaswari mengenai pernikahan dini menekankan pada batas usia
pernikahan dini. Batas usia yang ditetapkan mengacu pada ketentuan formal
dalam UU perkawinan.

Peran pemerintah
Peran pemerintah dalam penanganan pernikahan usia dini, Diantaranya adalah
melalui pembatasan usia pernikahan. Untuk melangsungkan pernikahan telah
diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 7 bahwa
perkawinan diizinkan bila laki-laki berumur 19 tahun dan perempuan berumur
16 tahun. Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah
Kemenag Buat Strategi Pencegahan Pernikahan Dini Kantor Kementerian
Agama Kota Semarang Oktober 13, 2022. Sungguh ironis, Indonesia
menduduki peringkat ke-7 di dunia dan ke-2 di ASEAN dengan angka
perkawinan anak tertinggi. Selain memengaruhi Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), perkawinan anak juga memengaruhi Indeks Kedalaman
Kemiskinan (IKK). Siapa pun calon pengantinnya, baik salah satu maupun
kedua mempelai masih berusia anak, maka perkawinan tersebut merupakan
bentuk pelanggaran hak anak. Pelanggaran hak anak juga merupakan
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Perkawinan anak, selain mengancam kegagalan Sustainable
Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan
IPM, juga memiliki korelasi yang positif dengan IKK. Dari segi pendidikan,
pasti banyak anak yang putus sekolah karena sebagian besar anak yang
menikah dibawah usia 18 tahun tidak melanjutkan sekolahnya. Dampak lain
dari perkawinan anak antara lain, kurangnya kesiapan fisik anak perempuan
untuk mengandung dan melahirkan, meningkatkan risiko angka kematian ibu
dan anak, ketidaksiapan mental membina rumah tangga akan meningkatkan
risiko KDRT, perceraian, ketidaksehatan mental, pemberian pola asuh yang
tidak tepat, dan berpotensi meningkatkan risiko anak stunting (tengkes). Ada
beberapa faktor penyebab terjadinya perkawinan anak, antara lain ekonomi
keluarga, pendidikan rendah, interpretasi agama dan keluarga, serta stereotip
pada anak perempuan. Fenomena lainnya yang menyebabkan tingginya angka
perkawinan anak adalah tingginya tingkat kehamilan di kalangan perempuan
muda. Di satu sisi, anak merupakan generasi muda yang memiliki peran
penting dalam menjaga dan meneruskan cita-cita bangsa. Sebab itu, upaya
perlindungan dan pemenuhan hak bagi setiap anak merupakan kewajiban bagi
negara. Dalam upaya pencegahan perkawinan anak, Pemerintah melakukan
beberapa strategi diantaranya, menjamin pelaksanaan serta penegakan regulasi
dan meningkatkan kapasitas serta optimalisasi tata kelola kelembagaan,
menjamin anak mendapat layanan dasar komprehensif untuk kesejahteraan
anak, meningkatkan sinergi dan konvergensi upaya pencegahan perkawinan
anak, optimalisasi kapasitas anak dengan meningkatkan kesadaran dan sikap
anak terkait hak kesehatan reproduksi dan seksualitas yang komprehensif serta
peningkatan partisipasi anak dalam pencegahan perkawinan, dan menguatkan
peran orangtua, keluarga, organisasi sosial/kemasyarakatan, sekolah, dan
pesantren untuk mencegah perkawinan anak.
Upaya lainnya yang ditempuh Pemerintah adalah mencanangkan
pemberlakuan Sertifikasi Nikah pada 2020 yang wajib dimiliki oleh setiap
pasangan yang ingin menikah untuk menurunkan angka perceraian,
pernikahan di bawah umur, dan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.

Peran Bidan
Peran bidan dalam menekan pernikahan dini di Indonesia dengan cara
memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang dampak negative pernikahan
dini, serta memberikan penjelasan tentang organ reproduktif wanita yang
belum siap untuk mengandung. Serta bidan juga dapat memberikan saran
kepada pasangan muda yang sudah terlanjur menikah dengan memberi
pengetahuan pentingnya menggunakan alat kontrasepsi ketika sedang
berhubungan suami istri. Alat kontrasepsi ini digunakan untuk menunda
kehamilan hingga organ reproduksi wanita siap mengandung.Bidan juga dapat
memberi penjelasan kepada salah satu warga dipercaya dalam Desa tersebut
untuk menjelaskan ulang kepada warganya tentang bahaya dan dampak
pernikahan dini.
Serta bidan juga dapat memberikan penyuluhan di sekolah-sekolah.Yang
bertujuan agar remaja dapat mengerti tentang baik buruk pernikahan dini,
sehingga remaja-remaja tersebut memiliki gambaran akan bagaimana nanti
kedepannya, akan menikah diusia berapa nantinya dan mereka mampu
mewaspadai akan bahaya pernikahan dini. Mencegah dari sedini mungkin
memang lebih baik. Dari pada mereka melakukan pernikahan setelah lulus
bangku Sekolah Menengah Atas atau bahkan setelah lulus Sekolah Menengah
Pertama

3. Stunting pada Anak


Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam
kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun, dan bila tidak
diimbangi dengan catch-up growth (tumbuh kejar) mengakibatkan menurunnya
pertumbuhan, masalah stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
berhubungan dengan meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan
pada pertumbuhan baik motorik maupun mental.

Peran Pemerintah
Upaya pemerintah mencegah stunting dilakukan melalui program, pertama
Peningkatan Gizi Masyarakat melalui program Pemberian makanan tambahan
(PMT) untuk meningkatkan status gizi anak. Kementerian Kesehatan merilis,
725 ribu ibu hamil yang mendapatkan PMT untuk ibu hamil dan balita kurus
di Papua dan Papua Barat, Surveilans Gizi pada 514 Kabupaten/Kota dan
Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada 514 Kabupaten/Kota.
Kedua, Sanitasi berbasis Lingkungan melalui peningkatan kualitas sanitas
lingkungan di 250 desa pada 60 Kabupaten/Kota, dengan target prioritas pada
desa yang tingkat prevalensi stuntingnya tinggi. Ketiga, anggaran setiap desa
dalam program ini sebesar 100 juta, dengan target minimal 20 KK terlayani
jamban individu sehat dan cuci tangan pakai sabun dan kebijakan yang
menyasar kepada warga miskin agar ada perubahan perilaku. Keempat,
pembangunan infastruktur.
Pemerintah membangun infrastruktur air minum dan sanitasi untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia, salah satunya mencegah stunting.
Dalam kurun waktu empat tahun pemerintah telah membangun Instalansi
Pengolahan Air Limbah (IPAL), Tempat Pengolahan Air (TPA), dan Sanitasi
Berbasis Masyarakat (Sanimas). Stunting atau kondisi gagal tumbuh pada
anak balita akibat kekurangan gizi kronis menahun sejak dari awal kehamilan.
Stunting berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) Tahun 2018
mengalami penurunan sebesar 6,4 persen. Dari angka 37,2 persen (Tahun
2013) menjadi 30,8 persen (Tahun 2018). Data terbaru dari pemerintah, balita
dengan stunting yang tinggi masih banyak di pedesaan, namun angkanya
berbeda tipis dengan perkotaan. Sejauh ini, hanya ada satu provinsi yang tidak
mengalami Gizi Kronik atau stunting yaitu DKI Jakarta.

Peran Bidan
Menurut Effendy, salah satu peran bidan adalah melakasanakan
monitoring terhadap perubahan yang terjadi pada individu, keluarga, dan
masyarakat yang menyangkut masalah kesehatan dan keperawatan atau
kebidanan yang timbul serta berdampak terhadap status kesehatan melalui
kunjungan rumah, observasi dan pengumpulan data. Hal ini dapat ditunjukan
oleh tenaga kesehatan dengan melakukan kunjungan rumah, bahkan mengajari
ibu dan keluarganya untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Dengan
monitoring dari tenaga kesehatan dan bimbingan berupa pemberian informasi
maka keluarga juga dapat memberikan dukungan kepada pasien berupa
informasi atau dukungan emosional dan instrumental.

Anda mungkin juga menyukai