Anda di halaman 1dari 38

REFERAT

Aspek Medikolegal Kekerasan Terhadap Anak

Pembimbing :
dr. Andriana Poernomo, Sp.FM
Disusun Oleh :
Maruf Hari Subroto - 2010221051
Nabila Alifah Zahra Perkasa - 2010221076
Kusvandita Giopratiwi - 2010221019
Maharani Ciara Putri - 2010221057
Kirani Indah Nuranisa - 2010221068
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA 2021
PENDAHULUAN
Di Indonesia kasus kekerasan terhadap
Kekerasan terhadap anak adalah semua anak selalu bertambah setiap tahunnya.
bentuk tindakan menyakitkan secara fisik Meningkatnya jumlah peristiwa
atau emosional yang mengakibatkan kekerasan terhadap anak yang
cidera/kerugian nyata ataupun potensial dilaporkan kepada Kementrian
terhadap kesehatan anak, kelangsungan Pemberdayaan Perempuan dan
hidup anak, tumbuh kembang anak atau Perlindungan Anak (KPPA) serupa
martabat anak, yang dilakukan dalam dengan pengaduan kekerasan terhadap
konteks hubungan tanggung jawab, anak yang diterima oleh Komisi
kepercayaan atau kekuasaan. Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
KPPA mencatat pada tahun 2015
terlapor kasus sebanyak 1.975 kasus
dan bertambah menjadi 6.820 kasus
pada tahun 2015, dan KPAI mencatat
kasus kekerasan terhadap anak sebesar
4.309 kasus pada tahun 2015 dan
menjadi 4.620 kasus pada tahun 2016.
Di masa pandemi ini, tercatat adanya peningkatan kasus kekerasan
terhadap anak. Berdasarkan data SIMFONI PPA, pada 1 Januari – 19 Juni
2020 telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak, diantaranya
852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual,
angka ini tergolong tinggi.
TINJAUAN
PUSTAKA
Sifat atau hal yang keras,
kekuatan, paksaan atau tekanan,
desakan yang keras, sehingga
kekerasan berarti membawa
kekuatan, paksaan atau tekanan.
KBBI

Kekerasan Membuat orang menjadi pingsan atau


tidak berdaya lagi (lemah) dijelaskan
bahwa melakukan kekerasan artinya
mempergunakan tenaga atau kekuatan
jasmani secara tidak sah, misalnya
memukul dengan tangan atau dengan
segala macam senjata, menyepak,
menendang dan sebagainya
Pasal 89 KUHP
Teori Kekerasan
Teori pertama yaitu kekerasan merupakan insting
manusia. Konrad Lorenz menjelaskan sifat agresif
merupakan insting untuk mempertahankan
kelangsungan spesies. Sebagian besar ahli telah
meninggalkan teori ini.

Teori kedua yaitu agresifitas sebagai respon frustasi. Rasa frustasi adalah keadaan yang
muncul saat aktivitas dengan tujuan mengalami hambatan. Teori frustasi - agresifitas
menggantikan teori insting dengan adanya pengaruh lingkungan terhadap perilaku agresif.

Faktor lainnya yaitu pengaruh alkohol dan napza. Penelitian di Inggris menjelaskan, peningkatan
angka kekerasan pada masyarakat yang mengkonsumsi alkohol. Penelitian lain melaporkan
sekitar 69 % korban & pelaku menunjukkan hasil positif pemeriksaan kadar alkohol di nafas.
Kekerasan Pada Anak
Kekerasan pada anak, di Indonesia, peraturan mengacu
pada UU RI nomor 34 tahun 2014 tentang perlindungan
anak, adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran,
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum.
Dalam rangka perlindungan dan pencegahan kekerasan pada anak,
pemerintah memfasilitasi berdirinya lembaga indpenden untuk
mengontrol keamanan, kenyamanan, dan terpenuhinya hak - hak anak
yaitu Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Terdapat beberapa norma umum yang mengatur hak anak seperti UUD
1945 hingga peraturan khusus yang mengatur perlindungan anak
dalam pencegahan kekerasan pada anak.
Faktor Yang Mempengaruhi
Kekerasan Pada Anak
1. Faktor Internal
2. Faktor Eksternal
Faktor Internal
Berasal Dalam Diri Anak Faktor Orang Tua / Keluarga
Terjadinya kekerasan terhadap anak dapat Faktor orang tua atau keluarga
disebabkan oleh kondisi dan tingkah laku memegang peranan penting terhadap
anak. Kondisi tersebut misalnya : terjadinya kekerasan pada anak, seperti:
Anak menderita gangguan Orang tua yang memiliki pola asuh
perkembangan membesarkan anaknya dengan
Ketergantungan anak pada kekerasan atau penganiayaan
lingkungannya Keluarga yang sering bertengkar
Anak mengalami cacat tubuh Orangtua tunggal
Retardasi mental Orangtua atau keluarga yang belum
Gangguan tingkah laku memiliki kematangan psikologis
Anak yang memiliki perilaku Riwayat orang tua dengan
menyimpang kekerasan pada masa kecil
Faktor Eksternal
Lingkungan Luar
Kondisi lingkungan
juga dapat menjadi Budaya
Budaya yang masih
penyebab terjadinya
menganut praktek-
kekerasan terhadap
praktek dengan Media Massa
anak, seperti kondisi
pemikiran bahwa Media massa merupakan salah satu alat
lingkungan yang
status anak yang informasi. Media massa telah menjadi bagian
buruk, terdapat
dipandang rendah dari kehidupan manusia sehari-hari dan media ini
sejarah penelantaran
sehingga ketika tentu mempengaruhi penerimaan konsep,
anak, dan tingkat
anak tidak dapat sikap, nilai dan pokok moral. Kemudian media
kriminalitas yang
memenuhi harapan elektronik seperti televise, video, dan film
tinggi dalam
orangtua maka anak sangat mempengaruhi perkembangan kejahatan
lingkungannya
harus dihukum. yang menampilkan adegan kekerasan, acara
berita criminal, penganiayaan, kekerasan
bahkan pembunuhan dalam lingkup keluarga.
Bentuk Kekerasan Terhadap Anak
Kekerasan Fisik
Kekerasan anak secara fisik adalah kekerasan yang dilakukan seseorang berupa
melukai bagian tubuh anak seperti penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan
terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda- benda tertentu, yang
menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak
Kekerasan Psikis
Kekerasan anak secara psikis meliputi penghardikan, penghinaan, penyampaian
kata-kata kasar dan kotor
Kekerasan Seksual
Kekerasan secara seksual adalah kekerasan yang berupa pemaksaan hubungan
seksual, perlakuan prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar
(melalui kata, sentuhan, gambar visual, exhibisionism), maupun perlakuan kontak
seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest, perkosaan,
eksploitasi seksual).
Kekerasan Sosial
Kekerasan anak secara sosial dapat mencakup penelantaran anak dan
eksploitasi anak.
Aspek
Medikolegal
Hukum yang mengatur tentang hak, tanggung jawab, dan penyelenggaraan
perlindungan anak: UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
Pemerintah membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia sebagai badan
untuk memastikan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak

Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan


perlindungan dan pemenuhan hak anak
Memberikan usulan dalam perumusan kebijakan
Mengumpulkan data dan informasi
Menerima dan melakukan telaah atas pengaduan
Tugas KPAI mengenai pelanggaran hak anak
Melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak
Melakukan kerja sama dengan lembaga yang dibentuk
masyarakat di bidang perlindungan anak
Memberi laporan kepada pihak berwajib
Larangan Kekerasan Pada Anak
Pasal 76 C-E
Dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta
melakukan kekerasan terhadap anak
Dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan
tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul
Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000. Jika
menyebabkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun
dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000. Sedangkan jika anak mati, maka pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak
Rp3.000.000.000
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76D dan E
dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000

Hukuman bagi yang melanggar


Kriteria Luka Berat
KUHP Pasal 90
1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
2. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencarian;
3. Kehilangan salah satu pancaindra;
4. Mendapat cacat berat (verminking);
5. Menderita sakit lumpuh;
6. Terganggu daya pikir selama empat minggu lebih;
7. Gugurnya atau matinya kandungan seseorang perempuan
Ilustrasi Kasus
Kasus Kekerasan Seksual
Seorang anak laki-laki diantar
oleh gurunya ke IGD dengan
keluhan perdarahan dari anus.
Menurut pasien, kejadian
tersebut disebabkan karena
pamannya memaksa
memasukkan alat kelaminnya
ke dalam anus pasien.
Pasien tinggal serumah
dengan paman dan bibinya
karena sudah tidak memiliki
orangtua. Sebelum dipaksa
melakukan hubungan seksual,
pasien mengaku dijanjikan
uang jajan dan diancam agar
tidak memberitahukan kejadian
tersebut kepada siapapun.
Kasus Penelantaran

Kasus penelantaran dan kelaparan pada Bayi meninggal karena penelantaran,


bayi. Anggota badan menjadi kurus, hipotermia, dan frostbite, ditinggalkan di
schapoid perut dan kepala tampak kamar tidur rumah (Farmhouse) yang tidak
relatif besar. Bagian belakang dihangatkan, kotak kardus yang berfungsi
menunjukkan ulserasi tekanan yang luas. sebagai ranjang bayi terdapat kristal urin
Mata dan pipi cekung akibat malnutrisi yang membeku di seprai. Setelah kematian
dan dehidrasi yang merupakan ciri-ciri dijatuhkan ke sumur pertanian dalam
dari ' Hippocratic facies’. karung ini dengan batu bata sebagai
pemberat.
Kasus Infantinicide

Bayi baru lahir dengan tali pusat dan Bayi baru lahir cukup bulan ditemukan
plasenta, ditinggalkan di tempat parkir terbungkus selimut di dalam tas belanja di
dibungkus dengan tirai dan kepalanya tempat sampah. Talipusat telah dipotong
dimasukkan ke dalam kantong plastik dengan alat tajam, tetapi anak itu tidak
namun tidak ada tanda-tanda mati dimandikan atau diberi makan. Paru-paru
lemas/kekurangan napas atau kelahiran tidak menunjukkan bukti respirasi yang
hidup yang dapat dideteksi. Sang ibu positif.
tidak pernah diidentifikasi.
Kasus Infantinicide

Sisa seorang bayi yang baru lahir, yang lahir ketika ibunya, seorang
siswi, sendirian di kamarnyaketika di sekolah asrama. Setelah
melahirkan, dia membungkus anak itu dengan kantong plastik.
Keesokan harinya dia pergi ke rumah dan mencoba untuk membakar
tubuhnya di kompor tetapi ketika tidak berhasil dan dia mengubur
tubuh yang sebagian terbakar di tumpukan salju di mana kemudian
ditemukan oleh seekor anjing.
Kasus Child Abuse

Kasus kekerasan Memar pada bibir dalam penganiayaan yang disebabkan oleh
terhadap bayi berupa pukulan di mulut. Saat anak sudah cukup besar untuk memiliki
adanya memar pada gigi, laserasi dapat terjadi di dalam bibir.
bagian lengan dan
punggung tangan bayi Frenulum di belakang garis tengah bibir atas (tidak
karena penganiayaan diperlihatkan) mengalami ruptur pada anak ini, yang
oleh seorang ibu dengan merupakan petunjuk kuat untuk pukulan di bibir atas.
gangguan mental.
Kasus Child Abuse Yang Menyebabkan Kematian
Pada tanggal 14 Juli 2010, pukul: 15.20 WIB, dikirim jenazah bayi laki-laki, umur 10 bulan (20
September 2009) dengan disertai Surat Permintaan Visum et Repertum. Dari keterangan
penyidik diketahui bahwa sebelum dibawa ke Instalasi Forensik dan Medikolegal RSUD Dr.
Soetomo, bayi mendapat perawatan di RS sejak pagi tanggal 14 Juli 2010 dan akhirnya tidak
tertolong . Oleh pihak rumah sakit tersebut setelah dilakukan perawatan, ditemukan banyak
memar pada tubuh bayi, yang diduga bukan akibat kecelakaan, mereka segera melaporkannya
pada pihak kepolisian.
 
Bayi yang diasuh oleh ibu angkat sekaligus sebagai nenek, karena merupakan anak dari
keponakan suami yang masih duduk di bangku SMA. Ibu angkat mengakui bahwa dia memang
sering memukul jika menangis dan mengikat kaki tangannya jika ditinggal keluar.
 
Pemeriksaan luar dilakukan pada tanggal 14 Juli 2010 pukul 17.30 WIB, sedangkan
pemeriksaan dalam dilakukan pada tanggal 15 Juli 2010 pukul 09.00 WIB. Hal ini disebabkan
karena penolakan pihak keluarga korban untuk dilakukan tindakan otopsi.
Kesimpulan pada Visum et Repertum
Jenazah anak-anak, laki-laki, umur antara enam sampai dengan sepuluh bulan, panjang
badan tujuh puluh empat sentimeter, berat badan delapan kilogram, kulit kuning langsat,
keadaan gizi cukup.
Pemeriksaan luar didapatkan:
Luka memar dengan warna luka (umur luka) yang berbeda-beda terletak di atas alis
kanan, pelipis kiri, tepi luar alis kiri, kelopak mata kiri, pipi kanan, telinga kiri, dada kiri,
perut bawah, kantong buah zakar, lengan kiri, kaki kanan dan kiri dengan memar pada
kaki berbentuk alur seperti bekas ikatan.
Luka lecet di hidung, selaput lendir mulut, dan kantong buah zakar. Didapatkan luka
lecet mengering alis kiri.
Pada pemeriksaan dalam didapatkan : resapan darah bawah kulit kepala, patah tulang atap
tengkorak, perdarahan di atas selaput tebal otak, di bawah selaput tebal otak, dan di
bawah selaput laba-laba otak, semua keadaan tersebut di atas akibat persentuhan dengan
benda tumpul.
Sebab kematian korban adalah perdarahan di dalam rongga kepala.
Pembahasan Kasus
Kumpulan luka memar yang ditemukan pada hampir seluruh badan bayi, karena kekerasan
tumpul. Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam
jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya pembuluh darah
kapiler akibat kekerasan benda tumpul.
Adanya memar pada kaki berbentuk alur seperti bekas ikatan dikuatkan oleh pengakuan
dari ibu bahwa dia memang suka memukul bayi jika menangis, mengikat kaki bayi sewaktu
ditinggal sendirian di rumah.
Fraktur linier cranial, epidural haemorrhage (EDH), subdural haemorrhage (SDH), subdural
haemorrhage (SAH) yang ditemukan menunjukkan adanya kekerasan tumpul pada kepala.
Kekerasan tumpul adalah kekerasan dengan sisi tumpul sebuah benda.
Pembahasan Kasus -> TindakPidana (UU PA No.23
Tahun 2002)
Pasal 77 bahwa setiap orang dengan sengaja melakukan tindakan :
Diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami
kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi
sosialnya; atau
Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami
sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial,
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 80
Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancamankekerasan, atau
penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6
(enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua jutarupiah).
Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat,maka pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)tahun dan/atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.
UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 pada Pasal 44
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah
tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana denganpidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima
belas juta rupiah).
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban
mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00(tiga puluh juta
rupiah).
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya
korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau
denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami
terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-
hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling
banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Adanya sanggahan ibu bahwa perdarahan kepala yang merupakan
penyebab kematian terjadi karena jatuh saat memandikan, membuat
kesulitan untuk menjerat pelaku dengan pasal-pasal tersebut di atas.
Juga karena ketiadaan saksi yang membantah hal tersebut.
Namun masih ada pasal 359 KUHP yang dapat menjeratnya yaitu :
“Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum
penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu
tahun.”.
Jadi kematian bayi disini tidak dimaksud sama sekali oleh terdakwa, akan
tetapi kematian tersebut hanya merupakan akibat dari kurang hati-hati
atau lalainya terdakwa.
Tetapi keputusan macam tindak pidana tetap berada di tangan hakim.
Dalam persidangan, keputusan hakim berdasar pada minimal dua alat
bukti yang sah.
Kesimpulan
Kekerasan pada anak adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau
penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk memastikan efektivitas penyelenggaraan
perlindungan anak.
Faktor – faktor yang mempengaruhi seperti pola asuh, faktor tontonan, pengaruh
lingkungan, dan teman sebaya.
Macam-macam kekerasan terhadap anak antara lain kekerasan fisik, kekerasan
mental, kekerasan seksual, dan anak anak yang menyaksikan berbagai bentuk
kekerasan, penganiayaan dan penelantaran pada anak yang sebabkan kematian
atau kecacatan yang parah.
Daftar Pustaka
1. Astuti, N. L. P. E. and Yudianto, A. (2010) ‘Child Abuse yang Berakhir Kematian’,Media Jurnal Pro Justitia
Universitas Airlangga, pp. 33–53. doi: 10.1515/9783112372760-008.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Pengembangan Puskesmas Mampu Tatalaksana
Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak. Jakarta.
3. KPPA dan BPS. 2017. Statistik Gender Tematik: Mengakhiri Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di
Indonesia. Jakarta
4. KPPA. 2020. ANGKA KEKERASAN TERHADAP ANAK TINGGI DI MASA PANDEMI, KEMEN PPPA
SOSIALISASIKAN PROTOKOL PERLINDUNGAN ANAK.
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2738/angka-kekerasan-terhadap-anak-tinggi-
di-masa-pandemi-kemen-pppa-sosialisasikan-protokol-perlindungan-
anak#:~:text=Anak%20merupakan%20kelompok%20rentan%20dalam%20masa%20pandemi.&text=%
E2%80%9CBerdasarkan%20data%20SIMFONI%20PPA%2C%20pada,seksual%2C%20angka%20i
ni%20tergolong%20tinggi.
5. Prawestiningtyas, E 2017, ‘Kekerasan Pada Anak Dan Aspek Medikolegal’, Prosiding Pertemuan Ilmiah
Tahunan Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia, Juli 2017, diakses 14 April 2021
http://fk.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/21.-ERIKO-KEKERASAN-PADA.pdf
6. Putrinda, CU & Zulfa, EA 2017, ‘Unsur Kekerasan Dalam Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dengan Korban Anak’, Fakultas Hukum
7. Universitas Indonesia, 2017, diakses 15 April 2021 https://library.ui.ac.id/naskahringkas/2019-10/S-pdf
Chika%20Unique%20Putrinda
8. Saukko, P. and Knight, B. (2004) ‘Knight’s Forensic Pathology, 3Ed’, Knight’s Forensic Pathology, 3Ed. doi:
10.1201/b13642.
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014. Perlindungan Anak. akarta.
10.Universitas, K. F. and Hasanuddin (2019) ‘kasus KDRT’.
Thank You!

Anda mungkin juga menyukai