Anda di halaman 1dari 10

Referat

VESTIBULITIS

Oleh :

Nur Ulfah Parassadita


NIM. 1808436716

Pembimbing:
dr. Ariman Syukri, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
PEKANBARU
2020
VESTIBULITIS

I. DEFINISI

Vestibulitis adalah kondisi infeksi kulit pada vestibulum hidung


yang dapat terjadi secara akut maupun kronik.1,2 Vestibulitis juga
didefinisikan sebagai keadaan infeksi folikel rambut pada vestibulum
hidung.3

II. ANATOMI

Hidung terbagi menjadi hidung luar dan rongga dalam hidung.


Sepertiga atas hidung luar merupakan tulang dan duapertiga bawah
merupakan tulang rawan.4 Hidung luar berbentuk piramid dengan
bagian dari atas ke bawah:
1) Pangkal hidung (bridge)
2) Batang hidung (dorsum nasi)
3) Puncak hidung (tip)
4) Ala nasi
5) Kolumela
6) Lubang hidung (nares anterior).5

Gambar 1. Anatomi Hidung (Anterior View)6

Rongga hidung (kavum nasi) berbentuk terowongan yang dipisahkan


dibagian tengah oleh septum nasi. Lubang masuk kavum nasi bagian
depan disebut nares anterior, sedangkan lubang bagian belakang disebut
nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan

1
nasofaring.5 Bagian dari kavum nasi yang ditutupi kulit dan letaknya
tepat dibelakang nares anterior disebut vestibulum. Bagian kavum nasi
yang ditutupi mukosa, mempunyai 4 buah dinding (dinding medial,
lateral, superior dan inferior).4,5

Gambar 2. Anatomi Kavum Nasi (Dinding Lateral)6

Vestibulum nasi dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar


sebasea, folikel rambut dan rambut-rambut panjang yang disebut
vibrise. Bagian atas vestibulum terbatas pada dinding lateral yang
ditandai oleh ala nasi atau limen nasi (katup hidung), dibentuk oleh
batas belakang dari kartilago nasalis lateralis superior. Dinding medial
vestibulum dibentuk oleh kolumela dan bagian bawah dari septum
nasi.4,5 Lapisan kulit vestibulum secara histologik terbagi menjadi dua,
yaitu daerah awal sampai pertengahan dilapisi oleh epitel skuamosa
berlapis berkeratin4 dan daerah vestibulum selanjutnya dilapisi oleh
epitel torak berlapis semu.5

Gambar 3. Dinding-Dinding Vestibulun3

2
III. EPIDEMIOLOGI

Insidensi vestibulitis paling umum terjadi pada populasi anak-anak


dan dewasa tanpa mempengaruhi jenis kelamin. Frekuensi kejadian
lebih banyak pada populasi dewasa dibandingkan populasi anak-anak
namun sampai saat ini, kepastian jumlah insidensi dan prevalensi belum
tersedia data penelitian yang jelas.7 Hasil penelitian dari universitas di
Turki menerangkan bahwa daerah vestibulum kanan lebih sering
mengalami vestibulitis daripada sisi yang kiri. Hal ini kemungkinan
sesuai dengan 90% populasi yang predominan tangan kanan. 8

IV. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Etiologi pada vestibulitis disebabkan oleh kolonisasi bakteri


patogen, yakni bakteri Staphylococcus aureus.3 Bakteri S. aureus secara
normal berada di daerah kulit dan mukosa pada hidung, mulut dan usus
besar, namun pada kondisi ini bertambah secara abnormal karena terjadi
kerusakan epitel pada lapisan kulit vestibulum. 9,10 Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor predisposisi, diantaranya;
1. Iritasi akibat proses inflamasi pada mukosa yang memicu
hipersekresi sel goblet dan kelenjar seromusinosa yang
menyebabkan keluarnya discharge (rinore) secara terus-
menerus. Rinore yang purulen berkaitan dengan kondisi
sinusitis kronis, sedangkan rinore serosa ini biasanya terjadi
pada rinitis alergi
2. Kebiasaan mengorek atau menekan berulang pada vestibulum
hidung dapat menyebabkan iritasi
3. Kebiasaan mencabut atau memotong bulu hidung yang dapat
menyebabkan infeksi kulit pada vestibulum
4. Benda asing di hidung terutama sering terjadi pada anak-anak
yang mengalami vestibulitis.3,9,10

3
V. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Pada anamnesis didapatkan keluhan nyeri yang meningkat terutama
nyeri saat disentuh atau ditekan pada puncak hidung (nasal tip) disertai
rasa berdenyut-denyut dan kemerahan. Keluhan penyerta lainnya dapat
berupa demam, nyeri kepala dan malaise. Pada pemeriksaan inspeksi
pada nasal tip, ala nasi, dan area di atas bibir (disekitar nares anterior)
dapat dijumpai pembengkakan, Rudolf sign (+) dan keropeng (krusta).
Rudolf sign merupakan tanda eritema yang ditemukan pada nasal tip,
lebih sering dijumpai unilateral dibandingkan bilateral.10,11

Gambar 4. Rudolph sign11

Gambar 5. Vestibulitis Akut (kiri)2 dan Vestibulitis Kronik (kanan)8

Diagnosis banding dari vestibulitis adalah furunkulosis, erisipelas


dan selulitis.10 Furunkulosis merupakan kondisi infeksi akut pada
folikel rambut oleh bakteri Staphylococcus aureus yang dipengaruhi
oleh beberapa faktor predisposisi. Keluhan yang dirasakan adalah nyeri

4
hebat pada hidung. Lesi yang tampak berukuran kecil, biasanya dapat
dijumpai pada nares anterior. Lesi dapat menyebar ke nasal tip dan
kolumela dengan klinis kemerahan dan pembengkakan.2 Erisipelas
adalah kelainan kulit akibat infeksi bakteri yang bersifat akut terutama
disebabkan oleh Strepotococcus beta hemolyticus group A. Erisipelas
juga dikelompokkan sebagai bentuk selulitis kutaneus superfisial akut.12
Selulitis merupakan kelainan kulit akibat infeksi bakteri Staphylococcus
aureus dan atau Streptococcus sp. yang biasanya bersifat akut.3
Manifestasi klinis erisipelas dan selulitis memiliki kesamaan berupa
eritema, edema dan rasa panas pada perabaan. Perbedaan antara
erisipelas dan selulitis adalah berdasarkan adanya keterlibatan lapisan
dermis bagian atas dan limfatik superfisial. Berdasarkan epidemiologi,
selulitis lebih sering ditemukan pada kelompok usia pertengahan dan
usia tua, sedangkan erisipelas lebih sering ditemukan pada anak-anak
dan usia tua.12

VI. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan vestibulitis berfokus pada pembersihan vestibulum


yang berkrusta maupun bernanah, dengan menggunakan aplikator kapas
dengan larutan hidrogen peroksida dan mengaplikasikan antibiotik
topikal, seperti salep Bacitrasin dan Polimiksin B. Pengobatan
sebaiknya tetap dilanjutkan setelah fase perbaikan karena risiko
kemungkinan terjadinya relaps.2 Infeksi bakteri Staphylococcus sp. atau
Streptococcus sp. pada vestibulum hidung, biasanya berhubungan
dengan cedera dan manipulasi.13 Tindakan manipulasi pada hidung
diberhentikan selama pengobatan. Jika curiga bahwa terjadi furunkel,
antibiotik oral atau parenteral dosis tinggi sebaiknya diberikan, seperti
amoksisilin 3x500 mg/hari, eritromisin 4x250 – 500 mg/hari selama 7-
10 hari.3,14
Kompres hangat sebagai terapi non-medikamentosa dapat membantu
mengurangi proses peradangan yang lebih berat. Dan penderita
diedukasi untuk tidak memegang atau menggosok-gosok hidung

5
terutama pada area yang mengalami infeksi sementara waktu ini.13

VII. KOMPLIKASI

Komplikasi dari infeksi ini dapat menyebar ke lapisan jaringan


dibawah kulit (selulitis) dan ke pembuluh darah otak secara retrograd
melalui pembuluh darah vena yang akan bermuara ke sinus kavernosus.
Kondisi ini dapat mengancam nyawa karena susunan sinus kavernosus
yang tidak memiliki katup mengakibatkan terjadinya sumbatan pada
pembuluh darah otak (trombosis sinus kavernosus) dan selanjutnya
penyebaran infeksi akan berlanjut ke otak. Gejala yang dapat ditemukan
pada trombosis sinus kavernosus adalah pembengkakan/penonjolan
pada mata, penglihatan ganda, atau penurunan penglihatan. Keluhan
awal yang dirasakan penderita adalah nyeri kepala yang semakin lama
semakin memberat dan menunjukkan gejala opthalmoplegia.
Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah abses septum nasi. 1,15

Gambar 6. Anatomi Sinus Kavernosus6

Gambar 7. Periorbital Selulitis (kiri) dan Parese Nervus III (kanan) yang
merupakan manifestasi klinis Trombosis Sinus Kavernosus15

6
VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Bonam


Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam.14

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Wardani RS, Mangunkusumo E. Infeksi hidung. In: Soepardi EA, Iskandar N,


Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. 7th edition. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2012.
hal. 116-117.

2. Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Chapter 25: Diseases of nasal vestibule.


Disease of ear, nose and throat & head and neck surgery. 6th edition. India:
Elsevier Saunders co. 2014: p. 145-146.

3. Bull P, Clarke R. Chapter 18: Acute nose and sinus infections. Diseases of the
ear, nose and throat. 11th edition. UK: Willey-Blackwell publish. 2014: p.
100-101.

4. Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Chapter 23: Anatomy of nose. Disease of


ear, nose and throat & head and neck surgery. 6th edition. India: Elsevier
Saunders co. 2014: p. 134-138.

5. Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani RS. Hidung. In: Soepardi EA,


Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. 7th edition. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2012. hal. 96-97.

6. Netter FH. Head and neck: nasal region. Atlas of human anatomy. 7th edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders co. 2017: p. 42-64.

7. Sakat MS, Kilic K, Ucuncu H. Nasal Vestibular Furunculosis Presenting as


the Rudolph Sign. Journal of Craniofacial Surgery. 2015; 26(6): 545-6.

8. Lipschitz N, Yakirevitch A, Sagiv D, Migirov L, Talmi YP, Wolf M, et al.


Nasal vestibulitis: Etiology, risk factors, and clinical characteristics: A
retrospective study of 118 cases. Diagn Microbiol Infect Dis. 2017; 89: 131-4.

9. Driweesh TA. Nasal vestibulitis – review of literature. Scholars Journal of


Applied Medical Sciences. 2017; 5(4E):1556-8.

10. Bansal M. Chapter 27: Disease of external nose and epistaxis: disease of
external nose. Disease of ear, nose and throat. 1st edition. India: Jaypee
Brothers Medical Publishers (P) Ltd. 2013: p 290-291.

11. Dahle KW, Sontheimer RD. The Rudolph sign of nasal vestibular
furunculosis: Questions raised by this common but under-recognized nasal
mucocutaneous disorder. Dermatology Online Journal. 2012; 18(3): 6-7.

8
12. Sawitri, Listiawan MY, Rosita C. Selulitis. Dalam: Pedoman Diagnosis Dan
Terapi Departemen/SMF Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin FK UNAIR/RSU
Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: Airlangga University Press. 2005. hal. 39-
40.

13. Probst R, Grevers G, Iro H. A step by step guide learning. Basic


Otolaryngology. New York: Thieme. 2006: p. 94-96.

14. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: PB IDI. 2017. hal.
278-279.

15. Budiman BJ, Irfandy D, Huriyati E, Lestari DY. Trombosis Sinus Kavernosus
Akibat Komplikasi Furunkulosis Hidung. Jurnal Kesehatan Andalas. 2017;
6(1): 231-3.

Anda mungkin juga menyukai