NERVUS OPTIKUS
Disusun oleh:
Ning Azura
1808436260
Pembimbing:
dr. M. Faisal Akbari, Sp.S
I. Anatomi
Retina adalah lembaran transparan tipis jaringan saraf yang melapisi
permukaan dalam 2/3 – ¾ bagian posterior bola mata, kecuali pada area diskus
optik. Lapisan retina akan meluas ke bagian anterior dan berakhir secara
sirkumferensial 360°. Fundus okuli merupakan bagian dalam bola mata yang
terlihat melalui pemeriksaan oftalmoskopi yang terdiri dari retina beserta
pembuluh darah retina (dan diskus optik). Pada kondisi normal retina akan terlihat
cerah dan berwarna cerah. Hal ini diakibatkan karena adanya latar belakang
pigmen melanin dari lapisan epitel pigmen retina dan koroid.1
Retina terdiri dari sepuluh lapisan, dengan lapisan sebelah dalam yaitu
retina neurosensorik, dan lapisan sebelah luar yaitu lapisan epitel pigmen retina.
Lapisan neurosensorik beraposisi dengan vitreus sedangkan lapisan epitel pigmen
retina melekat kuat pada koroid. Lapisan-lapisan tersebut yakni :1
1. Epitel pigmen retina (RPE, retinal pigment epithelium) dan lamina basal.
Merupakan lapisan paling luar dari retina yang bersinggungan dengan koroid.
2. Segmen dalam (IS, inner segment) dan segmen luar (OS, outer segment) sel-
sel fotoreseptor.
3. Membran limitans eksterna (ELM, external limiting membrane). Lapisan ini
memisahkan segmen dalam dari fotoreseptor dengan nukleusnya.
1
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor (ONL, outer nuclear/layer). Lapisan ini
terdiri atas badan sel dari sel-sel batang dan kerucut retina. Pada retina perifer,
jumlah badan sel batang melebihi jumlah sel kerucut. Hal yang sebaliknya
ditemukan pada retina sentral.
5. Lapisan pleksiform luar (OPL, outer plexiform layer). Lapisan ini terdiri dari
akson sel kerucut dan batang, dendrit sel horizontal, dan dendrit sel bipolar.
6. Lapisan ini dalam (INL, inner nuclear layer). Lapisan ini terdiri dari nuklei
dari sel horizontal, sel bipolar dan sel amakrin. Lapisan ini lebih tebal pada
area sentral dari retina dibandingkan area perifer. Pada lapisan ini ditemukan
juga sel penunjang Muller.
7. Lapisan pleksiform dalam (IPL, inner plexiform layer). Lapisan ini terdiri dari
sinaps-sinaps (sambungan) antara dendrit dari sel ganglion dan sel amakrin
dan sel bipolar dari akson.
8. Lapisan sel ganglion (GCL, ganglion cell layer). Lapisan ini terdiri dari nuklei
sel ganglion, dan juga mengandung fotoreseptor non-batang, dan non-kerucut,
yaitu sel ganglion fotosensitif yang berperan penting dalam respon refleks
pada cahaya terang siang hari.
9. Lapisan serabut saraf (NFL, nerve fiber layer). Lapisan ini terdiri dari akson
dari sel ganglion yang bersatu menuju ke nervus optikus.
10. Membran limitan interna (ILM, inner limiting membrane). Merupakan
perbatasan antara retina dan badan vitreous. Membran limitan interna dibentuk
oleh astrosit dan footplates sel Muller dan lamina basal.
2
Total luas area retina adalah 1100 mm3. Pada retina posterior, terdapat
bagian sentral yang disebut dengan makula lutea. Makula lutea berwarna
kekuningan akibat adanya pigmen luteal (xantofil) dan berdiameter sekitar 5,5
mm. Makula bertanggung jawab terhadap penglihatan sentral dan memiliki
ketajaman penglihatan terbaik. Pusat makula disebut dengan fovea yang
berdiameter 1,5 mm bersifat avaskuler dan merupakan daerah paling tipis daru
retina karena hanya terdiri dari sel kerucut (tanpa sel batang). Ketebalan retina di
daerah makula adalah 400 μm dan akan menipis menjadi 150 μm di area fovea.
Semakin ke anterior retina akan semakin menipis pada region ekuatorial hingga
mencapai 80 μm pada ora serrata.1
Secara topografi makula terdiri dari umbo, foveola, fovea, parafovea dan
perifovea. Secara histologis terdiri dari suatu lamina basal yang tipis, sel-sel
Muller dan sel kerucut. Fovea adalah pusat dari makula berupa cekungan dengan
diameter ± 1,5 mm. Pada daerah ini sel kerucut akan terdorong ke arah tepi,
lapisan pleksiforma luar (lapisan Henle) sedangkan serat sel Muller tersusun
secara miring didalam fovea. Parafovea setebal 0.5 mm mengelilingi fovea.
Parafovea terdiri dari sepuluh lapisan retina. Perifovea mengelilingi parafovea
seteba l,5 mm, area ini merupakan bagian yang paling luar dari makula.
Vaskularisasi makula disuplai oleh arteri retina sentralis, korio kapiler, arteri silio
retina yang berjalan dari papil nervus optikus ke makula.3
3
Akson panjang sel ganglion melewati papilla optika (diskus nervi optika)
dan meninggalkan mata sebagai nervus optikus yang mengandung sekitar 1 juta
serabut.Pada bagian tengah kaput nervus optikus tersebut keluar cabang-cabang
dari arteri centralis retina yang merupakan cabang dari arteri oftalmika.5
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di
depan tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung
menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal
dari masing-masing mata akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut
temporal mata yang lain membentuk traktus optikus dan melanjutkan perjalanan
untuk ke korpus genikulatum lateral dan nukleus pretektalis (gambar 2).5,6
4
Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang
membawa impuls penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika (optic
radiation) atau traktus genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di girus
kalkarina.
Korteks penglihatan primer tersebut mendapat vaskularisasi dari arteri
kalkarina yang merupakan cabang dari arteri serebri posterior. Serabut yang
berasal dari bagian parietal korpus genikulatum lateral membawa impuls lapang
pandang bawah sedangkan serabut yang berasal dari temporal membawa impuls
dari lapang pandang atas (gambar 3).5,7
5
II. Pemeriksaan sistem visual
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada sistem visual antara lain7,8
1. Pemeriksaan visus
2. Pemeriksaan refleks pupil
3. Pemeriksaan lapang pandang
4. Pemeriksaan funduskopi
5. Pengenalan warna
Apabila pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan
nervus optikus dan pemeriksa juga tidak mencurigai adanya gangguan, maka
dilakukan pemeriksaan visus dan lapang pandang secara kasar, tetapi apabila
dicurigai adanya gangguan, maka dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti, dan
dilakukan pemeriksaan funduskopi sebagai pemeriksaan rutin dalam neurologi.7
6
Gambar 6. Pemeriksaan visus menggunakan pinhole 7
7
2.2 Pemeriksaan refleks pupil
Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari reaksi cahaya
langsung dan tidak langsung (konsensual). Refleks cahaya langsung maksudnya
adalah mengecilnya pupil (miosis) pada mata yang disinari cahaya. Sedangkan
refleks cahaya tidak langsung atau konsensual adalah mengecilnya pupil pada
mata yang tidak disinari cahaya.5
Jika cahaya jatuh pada retina maka terjadi perubahan diameter pupil.
Reflek cahaya pupil mempunyai pengaruh yang sama seperti pengaturan
diafragma otomatis dari kamera fotografik yaitu melindungi retina dan
fotoreseptornya melawan pemaparan terhadap cahaya yang berlebihan, serta
mempertajam bayangan obyek yang terlihat, yang diproyeksikan pada retina.5,10
Serat aferen dari arkus reflek menyertai saraf dan traktus optikus lalu
kemudian meninggalkan traktus dekat korpus genikulatum lateral sebagai berkas
medial yang berlanjut ke arah kolikulus superior dan berakhir pada nukleus area
pretektal. Neuron interkalasi berhubungan dengan nukleus Edinger-Westphal
parasimpatik atau nukleus asesorius otonom dari kedua sisi menyebabkan reflek
cahaya menjadi konsensual yaitu cahaya yang jatuh ke dalam satu mata juga
menyebabkan penyempitam pupil mata kontralateralnya.5,10
Serat eferen motorik berasal dari nukleus Edinger-Westphal dan menyertai
saraf okulomotorius ke dalam orbita. Disini serat preganglionik parasimpatik
menjadi bebas dan memasuki ganglion siliaris dimana impuls dikirim ke serat
postganglionik yang pendek. Serat-serat ini memasuki mata dan mempersarafi
otot sfingter dari pupil.5,10
8
Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer
penglihatan, yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu
titik. Lapang pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama
ke semua jurusan, misalnya ke lateral dapat melihat 90–100o dari titik fiksasi, ke
medial 60o, keatas 50–60o, dan kebawah 60–75o. Terdapat dua jenis pemeriksaan
lapang pandang yaitu pemeriksaan secara kasar (tes konfrontasi) dan
pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan kampimetri atau perimetri.7
Cara pemeriksaan dengan tes konfrontasi (gambar 7):7
a. Pasien disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan
jarak kira-kira satu meter. Jika hendak memeriksa mata kanan, maka mata
kiri pasien harus ditutup misalnya dengan menggunakan tangannya,
sedangkan pemeriksa menutup mata kanannya.
b. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan
pemeriksa harus selalu melihat pada mata kanan pasien.
c. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jarinya dibidang pertengahan antara
pemeriksa dengan pasien, gerakan dilakukan dari arah dalam keluar.
d. Jika pasien mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, maka pasien harus
memberi tahu dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah
pemeriksa juga melihatnya.
e. Apabila pasien ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan
lebih dahulu melihat gerakan jari-jari tersebut. Gerakan jari-jari dilakukan
dari semua jurusan dan masing-masing mata harus diperiksa.
9
Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai
keadaan fundus okuli terutama retina dan papil nervus optikus. Pemeriksaan
dilakukan dengan menggunakan alat berupa oftalmoskop. Papil normal berbentuk
lonjong, warna jingga muda, di bagian temporal sedikit pucat, batas dengan
sekitarnya tegas, batas di bagian nasal agak kabur. Selain itu juga terdapat lekukan
fisiologis. Pembuluh darah muncul di bagian tengah, bercabang ke atas dan ke
bawah. Jalannya arteri agak lurus, sedangkan vena berkelok-kelok. Perbandingan
besar vena : arteri adalah 3:2 sampai 5:4.8
2.5 Pengenalan warna
Pengenalan warna bergantung kepada sel-sel kerucut di retina yang
terbanyak terdapat di makula. Sel kerucut mempunyai tiga pigmen, yaitu biru,
hijau dan merah-kuning. Satu sel kerucut hanya mempunyai satu pigmen. Dalam
pengiriman impuls, terdapat dua sistem warna yaitu merah-hijau dan kuning-biru.
Pengenalan warna diperiksa dengan menggunakan kartu ishihara (gambar 9).10
10
Reaksi pupil terhadap cahaya dapat menghilang atau berkurang jika
terdapat lesi yang mengenai jaras penglihatan pada lintasan saraf yang berperan
pada refleks pupil atau refleks cahaya tersebut. Kelainan tersebut termasuk
diataranya :10
1. Kegagalan cahaya untuk mencapai retina, misalnya akibat katarak dan
kekeruhan cairan vitreus pada pasien diabetes melitus.
2. Penyakit pada retina, seperti retinitis atau scar.
3. Penyakit atau kelainan pada nervus optikus seperti neuritis optik, neuritis
retrobulbar dan atrofi nervus optikus.
4. Kelainan yang mengenai traktus optikus dan hubungannya dengan batang
otak.
5. Penyakit atau kelainan pada batang otak.
6. Penyakit atau kelainan pada nervus okulomotorius atau ganglion siliare.
Defek pupil aferen ditemukan jika suatu lesi di nervus optikus, refleks
pupil terhadap cahaya kurang kuat dibandingkan pada mata yang sehat.
Fenomena ini disebut Relative afferent papillary defect (RAPD). Keadaan ini
dapat juga disebabkan kelainan refraksi, kekeruhan lensa, perdarahan vitreus dan
penurunan penglihatan fungsional. 10
3.3 Kelainan pada pemeriksaan lapang pandang
Lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik,
akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang atau
medan penglihatan. Lesi pada nervus optikus akan mengakibatkan kebutaan atau
anopsia pada mata yang disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan
arteri centralis retina yang memperdarahi retina tanpa kolateral, ataupun arteri
karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian
menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut
amaurosis fugax.5
Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan
temporal yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian
lateralnya akan menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan
menyebabkan hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika
bagian temporal akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim
11
kontralateral, sedangkan lesi pada serabut parietal akan menyebabkan
quadroanopsia inferior homonim kontralateral (gambar 10).5,7
12
menuju badan genikulatum lateral tidak menyebabkan hilangnya lapangan
pandang centralis kecuali terjadi lesi yang masif.
Fenomena ini disebut macular sparing. Lesi yang hanya pada subgroup akson
pada jaras visual menyebabkan skotoma. Skotoma juga disebut blind spot.
13
patologiknya terjadi di nervus optikus, setelah serabut saraf melewati lamina
kribosa.10
Papil edema ialah sembab papil yang bersifat noninfeksi dan terkait pada
tekanan intrakranial yang meninggi. Gambaran fundus hampir tidak bisa
dibedakan dengan gambaran papilitis, bedanya pada papiledema daya penglihatan
masih bertahan lama sampai terjadi atrofi. Pada neuritis optika, daya penglihatan
hilang secara akut dan hampir tidak terasa nyeri, baik di dalam mata maupun di
kepala.8
a. Retinopati hipertensi
Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan
kelainan pada vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah.
Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19
pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada
retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal,
perlengketan atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk
flame-shape dan blot-shape, cottonwool spots dan edema papilla. Pada tahun
1939, Keith et al menunjukkan bahwa tanda tanda retinopati ini dapat dipakai
untuk memprediksi mortalitas pada pasien hipertensi.10
14
Gambar 13. Retinopati hipertensi ringan10
b. Retinopati diabetik
15
Retinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang
merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa. Risiko menderita
retinopati DM meningkat sebanding dengan semakin lamanya seseorang
menyandang DM. Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak
mengalami gejala penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan
sawar darah retina, dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein,
edema serta perdarahan intraretina.11
16
a. Protanomali (lemah merah) Terjadi karena sel kerucut warna merah tidak
berfungsi dengan baik, sehingga penderita kurang sensitif atau kesulitan
mengenali warna merah dan perpaduannya.
b. Deuteranomali (lemah hijau) Terjadi karena sel kerucut warna hijau tidak
berfungsi dengan baik, sehingga penderita kurang sensitif atau kesulitan
mengenali warna merah dan perpaduannya.
c. Tritanomali (lemah biru) Terjadi karena sel kerucut warna biru tidak berfungsi
dengan baik, sehingga penderita kurang sensitif atau kesulitan mengenali warna
merah dan perpaduannya.
2) Dikhromat: keadaan ketika satu dari tiga sel kerucut tidak ada. Ada tiga
klasifikasi dikromasi yaitu:
a. Protanopia (buta warna merah) Protanopia terjadi karena sel kerucut warna
merah tidak ada sehingga tingkat kecerahan warna merah atau perpaduannya
menjadi berkurang.
b. Deuteranopia (buta warna hijau) Deuteranopia terjadi karena sel kerucut warna
hijau tidak ada sehingga tingkat kecerahan warna hijau atau perpaduannya
menjadi berkurang.
c. Tritanopia (buta warna biru) Tritanopia terjadi karena sel kerucut warna biru
tidak ada sehingga tingkat kecerahan warna biru atau perpaduannya menjadi
berkurang.
3) Monokhromat: Monokromasi adalah kondisi retina mata yang
mengalami kerusakan total dalam merespon warna. Monokromasi ditandai dengan
hilangnya atau berkurangnya semua penglihatan warna, sehingga yang terlihat
hanya putih dan hitam yang mampu diterima retina. Jenis buta warna ini
prevalensinya sangat jarang12
DAFTAR PUSTAKA
17
47.
2. Anthony L. M. Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas. Fourteenth.
Indiana: McGraw-Hill Education; 2016.
3. Riordan-Eva P. Anatomy & Embryology of the Eye. In: Riordan-Eva P,
Augsburger JJ, eds. Vaugan & Asbury’s General Ophtalmology.
Nineteenth. New York: McGraw-Hill Education; 2018:37-38.
4. Remington LA. Retina. In: Remington LA, ed. Clinical Anatomy and
Physiology of the Visual System. Third Edit. New York: Elsevier Saunders;
2012:61-92.
5. Frotscher M, Baehr M. Duus’ topical diagnosis in neurology. 4th
completely revised edition. Stuttgart: Thieme; 2005. 115,130-7,155
6. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Edisi V. Jakarta : Dian
Rakyat; 2004. 121-130
7. Lumban tobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006. 25-37
8 Ropper AH, Brown RH. Adams and victor’s principles of neurology. 8th ed.
New York: McGraw-Hill, 2005; 203-221,241
9.. Snellen Chart Diunduh dari:
http://www.shutterstock.com/s/snellen+chart/search.html
10. Eva PR. Sklera. Dalam : Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P, Suyono
J, Editor. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC; 2010. 264-65
11. Pauwels LW, Akessson EJ, Stewart PA, Spacey SD. Cranial nerves in
health and disease. London: BC Decker Inc: 2002. 42-45
12. Dhika RY, Ernawati, Andreswari D. Aplikasi tes buta warna dengan
metode ishihara pada smartphone android. JP. Bengkulu, 2014 : 1(1); 53-
54.
18