Anda di halaman 1dari 11

Referat

ATRESIA KOANA KONGENITAL

Oleh :

Nanda Fitri Ayu Muningrat, S. Ked


NIM. 1808436759

Pembimbing:
dr. Ariman Syukri, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKITTHT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
PEKANBARU
2020
ATRESIA KOANA KONGENITAL

I. DEFINISI

Atresia koana adalah oklusi membran atau tulang kongenital dari satu atau
dua koana akibat gagalnya membran bukonasalis untuk membelah sejak masa
embrional.1

II. EMBRIOLOGI

Terdapat empat teori dasar terjadinya atresia koana, yang pertama adalah
membran bukofaringeal yang persisten dari pembentukan saluran pencernaan atas
(foregut), teori kedua menyatakan terdapat adhesi abnormal saat pembentukan
mesoderm pada lokasi terbentuknya koana, teori ketiga terdapat abnormal
persisten membran nasobukal Hochstetter dan yang keempat adalah terdapat
kegagalan embriogenesis pada saat migrasi krista sel neural dalam pembetukan
koana.2

Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasar i


pembentukan anatomi sinonasal dapat dibagi menjadi dua proses. Pertama,
embrional bagian kepala berkembang membentuk dua bagian rongga hidung yang
berbeda; kedua adalah bagian dinding lateral hidung yang kemudian berinvaginasi
menjadi kompleks padat yang dikenal dengan konka (turbinate) dan membentuk
rongga-rongga yang disebut sebagai sinus. Sejak kehamilan berusia empat hingga
delapan minggu, perkembangan embrional anatomi hidung mulai terbentuk
dengan terbentuknya rongga hidung sebagai bagian yang terpisah yaitu daerah
frontonasal dan bagian pertautan prosesus maksilaris. Daerah frontonasal nantinya
akan berkembang hingga ke otak bagian depan, mendukung pembentukan
olfaktori. Bagian medial dan lateral akhirnya akan menjadi nares (lubang hidung).
Septum nasal berasal dari pertumbuhan garis tengah posterior frontonasal dan
perluasan garis tengah mesoderm yang berasal dari daerah maksilaris.2

Ketika kehamilan memasuki usia enam minggu, jaringan mesenkim mulai


terbentuk, yang tampak sebagai dinding lateral hidung dengan struktur yang
masih sederhana. Usia kehamilan tujuh minggu, tiga garis axial berbentuk lekukan

1
bersatu membentuk tiga buah konka (turbinate). Ketika kehamilan berusia
Sembilan minggu, mulailah terbentuk sinus maksilaris yang diawali oleh
invaginasi meatus media. Pada saat yang bersamaan terbentuknya prosesus
unsinatus dan bula etmoidalis yang membentuk suatu daerah yang lebar disebut
hiatus semilunaris. Pada usia kehamilan empat belas minggu ditandai dengan
pembentukan sel etmoidalis anterior yang berasal dari invaginasi bagian atap
meatus media dan sel etmoidalis posterior yang berasal dari bagian dasar meatus
superior.2

III. ANATOMI

Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari nares
anterior hingga koana di posterior yang memisahkan rongga hidung dari
nasofaring. Septum nasi membagi tengah bagian hidung dalam menjadi kavum
nasi kanan dan kiri. Setiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding
medial, lateral, inferior dan superior. Bagian inferior kavum nasi berbatasan
dengan kavum oris dipisahkan oleh palatum durum. Ke arah posterior
berhubungan dengan nasofaring melalui koana. Di sebelah lateral dan depan di
batasi oleh nasus externus. Di sebelah lateral belakang berbatasan dengan orbita:
sinus maksilaris, sinus etmoidalis, fossa pterygopalatina, fossa pterigoides.3

Gambar 1. Anatomi hidung 3

2
Deformitas anatomi pada atresia koana kavum nasi menjadi pendek dan
ruang nasofaring menjadi lebar (gambar 2).4

Gambar 2. Atresia koana unilateral sebelum dan sesudah pembedahan 4

IV. EPIDEMIOLOGI

Atresia koana diketahui lebih dari 200 tahun yang lalu pertama kali
dikenalkan oleh Roederer pada tahun 1755. Atresia koana terjadi dalam 1 : 5000-
7000 kelahiran. Secara umum 65-75 % kejadian atresia koana merupakan atresia
koana unilateral dan sisanya merupakan atresia koana bilateral. Pada tahun 1910
dilaporkan terdapat 90 % atresia koana tipe tulang dan 10 % atresia koana dengan
tipe membran. Pada pemeriksaan CT-Scan didapatkan struktur histologi 63 orang
pasien dengan tipe tulang murni sebanyak 30 % dan campuran 70 %.2

V. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Atresia koana merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan secara


autosomal resesif. Faktor eksternal yang dapat mencetuskan terjadinya atresia
koana adalah penggunaan obat-obatan antitiroid saat kehamilan, kurangnya
asupan gizi mikronutrien tertentu seperti vitamin B12, zink, metionin dan
konsumsi kopi lebih dari 2-3 gelas perhari.5,6

3
VI. DIAGNOSIS

Manifestasi klinis atresia koana bisa unilateral, bilateral, membranosa atau


tulang.7 Atresia koana bilateral biasanya berhubungan dengan kelainan kongenital
lainnya yang berhubungan dengan CHARGE (C = coloboma, H = heart disease,
A = atresia of choanae, R = retarded growth and development, G = genital
hypoplasia, E = ear deformities or deafness) terjadi dengan berbagai variasi
setidaknya pada 50 % kasus atresia koana bilateral. 1
Manifestasi atresia koana dapat ditemukan dalam tipe tulang atau
membranosa namun pada kebanyakan kasus dapat terjadi keduanya. Atresia koana
bilateral dan unilateral dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas terutama pada
tipe tulang dan sedikit pada tipe membran. Pada atresia koana bilateral dapat
terjadi kegawatdaruratan pada jalan nafas dengan manifestasi muncul sianosis
yang hilang spontan saat bayi menangis, sulit menyusui dan gagal tumbuh.8
Atresia koana unilateral menimbulkan manifestasi klinis berupa rinore kronik
unilateral. Penegakkan diagnosis sugestif atresia koana apabila kateter tidak dapat
masuk dari hidung ke dalam faring. Lokasi penyempitan dapat dilihat dengan
nasofaringoskop setelah mukus dihisap dan diberikan dekongestan pada hidung
(oxymetazolin). Diagnosis pasti dapat dilihat dengan pemeriksaan CT-Scan pada
kavitas hidung terdapat gambaran atresia dengan jaringan tulang atau membran
pada kavitas hidung.9
Atresia koana kongenital bilateral harus terdiagnosa sejak dini saat bayi
lahir dengan adanya tampilan sianosis dan kegagalan dalam memasukkan kateter
nasal nomor 6-F dari kavum nasi ke nasofaring. Pemeriksaan CT-Scan selain
memastikan diagnosis juga menentukan tipe atresia dan membantu pencitraan saat
operasi. Pemeriksaan konfirmasi menggunakan endoskopi didapatkan lempeng
koana yang mengalami atresia bilateral.8

4
10
Gambar 3. Atresia koana unilateral (A), atresia koana bilateral (B)

Gambar 4. Atresia koana unilateral tipe membran 11


(CA = Choanal atresia, C = Choana, IT = Inferior turbinate S = Septum)

5
Gambar 5. Atresia koana unilateral tipe membran sebelum dan sesudah
operasi (CA = Choanal atresia, C = Choana, IT = Inferior turbinate S =
Septum) 11

Gambar 6. Atresia koana bilateral tipe campuran 12

6
Tabel 1 Diagnosis Atresia Koana 13

Kriteria Diagnosis Atresia Koana

Mayor Minor Diagnosis

1. Koloboma iris 5. Malformasi kardiovaskular Memenuhi empat


kriteria mayor
2. Atresia koana 6. Hipoplasia genitalis
atau tiga kriteria
3. Abnormalitas 7. Cleft lip/palate mayor dan tiga
telinga kriteria minor
4. Abnormalitas 8. Fistula trakeoesofagus
nervus cranialis
9. Disfungsi hipotalamus-
termasuk SNHL
hipofisis
(sensory nerve
hearing loss) 10. Wajah dismorfik CHARGE

11. Gangguan pertumbuhan


dan perkembangan

VII. PENATALAKSANAAN

Atresia koana bilateral harus dilakukan pembedahan segera, sedangkan pada


atresia koana unilateral tindakan pembedahan dapat dilakukan kemudian hari.
Teknik pembedahan dipilih berdasarkan usia anak dan tipe atresia koana bilateral
ataupun unilateral.5

Atresia koana dapat diterapi dengan mengangkat jaringan yang


menyebabkan obstruksi transnasal. Kuret, pengerokkan dan pengeboran pada
tulang dapat menjadi metode yang tepat dalam mengangkat lempeng atresia.
Apabila lempeng tulang lebih tebal dan kavum nasi posterior terlalu sempit dapat
dilakukan pembedahan transpalatal direct.9

7
Transnasal puncture dibawah anestesi umum digunakan pada bayi baru
lahir dengan atresia koana bilateral tipe membranosa. Ahli bedah melakukan
palpasi pada belakang membran dan tangan lainnya menusukkan tabung silikon
ke dalam lubang yang dibuat, lokasi tersebut akan diobservasi selama beberapa
bulan dan dibersihkan tiap harinya. Teknik transpalatal paling sering digunakan
pada atresia koana bilateral tipe tulang namun dapat menimbulkan komplikasi
berupa kegagalan tumbuh kembang akibat rusaknya tuba eustachius karena cedera
saat prosedur pembedahan. Teknik transeptal dianjurkan pada anak usia di atas 5
tahun dengan atresia koana unilateral dengan eksisi tulang vomer posterior.5

Endoskopi transnasal untuk membuka koana saat ini dianjurkan karena


merupakan suatu metode yang minimal invasif dengan angka keberhasilan yang
tinggi dan rendahnya tingkat morbiditas.8 Endoskopi transnasal dengan atau tanpa
tabung inserter pasca operasi menggunakan teknik eksisi pada zona obstruktif dan
eksisi margin posterior vomer dengan pembuatan flap pada mukosa periosteal
untuk mencegah restenosis.5,7

VIII. KOMPLIKASI

Penggunaan teknik endoskopi memiliki keutamaan bekas operasi yang lebih


kecil dan minimal invasif namun memiliki komplikasi restenosis yang terjadi
beberapa minggu setelah tindakan sehingga membutuhkan tindakan pembedahan
ulang.5

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Husni T.R. Atresia koana. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 2009; 9(3):145-
55.

2. Kwong K. Current update of atresia choana. Frontiers In Pediatrics. 2015;


70: 81-2.

3. Pulsen F, Waschke J. Sobotta atlas anatomi manusia. Edisi ke-23. Jakarta:


ECG; 2012; 58-67.

4. Harner S, Reese DF. The anatomy of congenital choanal atresia. Newyork;


American Academy of Otolaringology. 1981; 89: 7-9.

5. Tusaliu M, Dragu A, Budu V, Mocanu B, Goanta CM, Nitesccu M, Zainea


V. Therapeutic management of choanal atresia. Romania; Balkan Medical
Union. 2015; 50 (4): 605-8.

6. Kancherla V, Romitti P, Sun L, Carey J, Burns T, Siega A.M. et al.


Descriptive and risk factor analysis for choanal atresia: the national birth
defect prevention study, 1997-2007. European Journal of Medical Genetics;
2014: 220-9.

7. Oldham J. 1997. Surgery of infant and children scientific principles and


practice. East Washington; Lippinncot Raven Publisher. 1997;51:888–9.

8. Gupta M, Kour C. Congenital bilateral choanal atresia: a rare case. Journal


of Rare Disorders: Diagnosis and Therapy. 2017; 3 (4): 9.

9. Grosfeld J. Pediatric surgery 16th Edition. Philadelphia. USA. 2006; 818-9.

10. Eladl H, Khafagy Y. Endoscopic bilateral congenital choanal atresia repair


of 112 cases evolving concept and technical experience. International
Journal of Pediatric Otorhinolaringology. 2016; 40: 40-5.

11. Assanasen P, Metheetrairut C. Choanal atresia. J Med Assoc Thai. 2009; 92


(5): 699-706.

12. Saitabau Z, Elimath M, Richard E, Ntunaguzi D. Bilateral congenital


choanal atresia in a 16-year old girl at muhimbili national health hospital,
Tanzania. Tanzania Journal of Health Research. 2018; 20 (3): 1-5.

9
13. Ramsden J, Campisi P. Choanal atresia and choanal stenosis. United
Kingdom; Elsevier. 2009; 339–52.

10

Anda mungkin juga menyukai