Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

“ATRESIA KOANA”

Disusun oleh
Muzdalifa Bin Usman
10119210042

Pembimbing :
dr. Novimaryana Drakel, Sp.THT-KL, M.Kes

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT THT-KL


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
2023

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................... 3

A. Anatom i Hid u n g ................................................................................................................. 3


B. Em b rio lo g i ...........................................................................................................................5
C. Definisi ................................................................................................................................ 6
D. Epidem iolog i ....................................................................................................................... 6
E. Etio lo g i ................................................................................................................................ 6
F. Patofisiologi ........................................................................................................................ 6
G. Gejala Klin is ........................................................................................................................7
H. Diag n o sis .............................................................................................................................8
I. Diferen tial d iagnosa ............................................................................................................ 9
J. Penatalaksanaan ................................................................................................................ 10
K. Kom plikasi ........................................................................................................................ 11
L. Prognosis ........................................................................................................................... 11

BAB III KESIMPULAN..............................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................. 13

2
3
BAB I
PENDAHULUAN

Atresia koana merupakan suatu kelainan perkembangan kegagalan hubungan antara


kavum nasi bagian posterior dengan nasofaring. Kelainan pertama kali dilaporkan oleh
Roederer (1775) dan merupakan salah satu kelainan dalam hidung yang sering dijumpai,
walaupun insiden pastinya tidak diketahui.4,5

Angka kejadian kelainan ini sekitar 1 diantara 7000-8000 kelaianan hidup. Perbandingan
perempuan dan laki-laki adalah 2:1. Penutupan dapat terjadi secara parsial atau total dan bisa
berupa membrane atau tulang. Hampir 90% atresia koana adalah jenis tulang sedangkan 10%
adalah jenis membrane. Berdasarkan penelitian lain menyebutkan sekitar 0,82 kasus dari 10.000
kasus adalah atresia koana. Adanya kelaianan kromosom ditemukan pada bayi baru lahir
sekitar 6% menderita atresia koana. Dengan setiap ras memiliki frekuensi yang sama, dan 50%
anak dengan CHARGE menderita atresia koana hamper seluruhnya.5

Gejala yang paling khas pada atresia koana adalah tidak adanya atau tidak
adekuantnya jalan nafas hidung. Pada bayi baru lahir hanya bisa bernafas melalui hidung,
kondisi ini merupakan keadaan kegawatdarurat dan perlu pertolongan yang cepat pada jalan
nafas atas untuk menyelamatkan hidupnya. Obstruksi koana unilateral kadang-kadang tidak
menimbulkan gejala pada saat lahir tapi kemudian akan menyebabkan gangguan drainase
nasal kronis unilateral pda masa anak-anak sedangkan atresia koana bilateral menyebabkan
keadaan darurat pada saat kelahiran.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Hidung
Hidung luar berbentuk seperti pyramid dengan bagian-bagiannya berupa
pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (hip), ala nasi,
kolumela dan lubang hidung (nares anterior).1

Hidung bagian luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi oleh kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk
melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri atas ostium
nasalis, prosesus frontalis ostium maksila dan prosesus nasalis ostium frontal.
Sedangkan tulang rawan terdiri atas sepasang kartilago nasalis lateralis superior,
sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala
mayor dan terakhir tepi anterior kartilago septum.1

Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari nares anterior
hingga koana di posterior yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Septum
nasi membagi tengah bagian hidung dalam menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Setiap
kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior. Bagian inferior kavum nasi berbatasan dengan kavum oris dipisahkan oleh
palatum durum. Ke arah posterior berhubungan dengan nasofaring melalui koana. Di
sebelah lateral dan depan di batasi oleh nasus externus. Di sebelah lateral belakang
berbatasan dengan orbita : sinus maksilaris, sinus etmoidalis, fossa pterygopalatine,
fossa pterigoides.2

3
Gambar 1. Susunan tulang pada hidung

Gambar 2. Anatomi hidung

4
B. Embriologi
Terdapat empat teori dasar terjadinya atresia koana, yang pertama adalah
membrane bukofaringeal yang persisten dari pembentukan saluran pencernaan atas
(foregut), teori kedua menyatakan terdapat adhesi abnormal saat pembentukan
mesoderm pada lokasi terbentuknya koana, teori ketiga terdapat abnormal persisten
membran nasobukal Hochstetter dan yang keempat adalah terdapat kegagalan
embryogenesis pada saat migrasi krista sel neural dalam pembentukan koana. 3

Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasari


pembentukan anatomi sinonasal dapat dibagi menjadi dua proses. Pertama,
embryonal bagian kepala berkembang membentuk dua bagian rongga hidung yang
berbeda; kedua adalah bagian dinding lateral hidung yang kemudian berinvaginasi
menjadi kompleks padat yang dikenal dengan konka (Turbinate) dan membentuk
rongga-rongga yang disebut sebagai sinus. Sejak kehamilan berusia empat hingga
delapan minggu, perkembangan embryonal anatomi hidung mulai terbentuk dengan
terbentuknya rongga hidung sebagai bagian yang terpisah yaitu daerah frontonasal
dan bagian pertautan prosesus maksilaris. Daerah frontonasal nantinya akan
berkembang hingga ke otak bagian depan, mendukung pembentukan olfaktori.
Bagian medial dan lateral akhirnya akan menjadi nares (lubang hidung). Septum
nasal berasal dari pertumbuhan garis tengah posterior frontonasal dan perluasan
garis tengah mesoderm yang berasal dari daerah maksilaris.3

Ketika kehamilan memasuki usia enam minggu, jaringan mesenkim mulai


terbentuk, yang tampak sebagai dinding lateral hidung dengan sruktur yang masih
sederhana. Usia kehamilan tujuh minggu, tiga garis axial berbentuk lekukan
Bersatu membentuk tiga buah konka (turbinate). Ketika kehamilan berusia
Sembilan minggu, mulailah terbentuk sinus maksilaris yang diawali oleh invaginasi
meatus media. Pada saat yang bersamaan terbentuknya prosesus unsinatus dan bula
etmoidalis yang membentuk suatu daerah yang lebar disebut hiatus semilunaris.
Pada usia kehamilan empat belas minggu di tandai dengan pembentukan sel
etmoidalis anterior yang berasal dari invaginasi bagian atap meatus media dan sel
etmoidalis posterior yang berasal dari bagian dasar meatus superior.3

5
C. Definisi
Atresia koana adalah suatu kelainan kongenital yang ditandai dengan
kegagalan perkembangan kavum nasi bagian posterior untuk berhubungan dengan
nasofaring. Atresia koana disebabkan kegagalan resorpsi dari membran
buccopharyngeal selama perkembangan embrio.4,5
D. Epidemiologi
Angka kejadian kelainan ini sekitar 1 diantara 7000-8000 kelahiran hidup.
Perbandingan perempuan dan laki-laki adalah 2:1, dan kelainan unilateral dan
bilateral adalah 2:1.5,6

Berdasarkan penelitian lain menyebutkan sekitar 0,82 kasus dari 10.000


kasus adalah atresia koana. Adanya kelaianan kromosom ditemukan pada bayi baru
lahir sekitar 6% menderita atresia koana. Dengan setiap ras memiliki frekuensi yang
sama, dan 50% anak dengan CHARGE menderita atresia koana hamper
seluruhnya.5

Sekitar 30% atresia koana murni tipe tulang, sedangkan 70% adalah
campuran tulang dan membrane plat atresia biasanya berlokasi didepan ujung
posterior dari septum hidung. Pada cacat anatomi termasuk rongga hidung sempit,
obstruksi tulang lateral oleh plat pterygoidus lateral, obstruksi medial yang
disebabkan oleh penebalan vomer, dan obstruksi membrane.5

E. Etiologi
Atresia koana merupakan suatu kelainan genetic yang diturunkan secara
autosomal resesif. Factor eksternal yang dapat mencetuskan terjadinya atresia koana
adalah penggunaan obat-obatan antitiroid saat kehamilan, kurangnya asupan gizi
mikronutrein tertentu seperti vitamin B12, zink, metionin dan konsumsi kopi lebih
dari 2-3 gelas per hari.1
F. Patofisiologi
kavitas nasi meluas ke posterior selama masa perkembangan dalam pengaruh
fusi posterior secara langsung dari proses pembentukan palatum. Penipisan membrane
pun terjadi, yang memisahkan kavitas nasi dengan rongga mulut. Pada perkembangan
hari ke-38, dua lapisan membrane yang masing-masing terdiri atas epitel nasal dan
oral membelah dan membentuk koana (nares posterior). Kegagalan membelah inilah

6
yang menyebabkan atresia koana. Pada sejumlah besar kasus, terdapat oklusi tulang
pada atresia koana, dan pada kasus yang jarang, sumbatan tersebut berupa struktur
membran. Malformasi ini dapat timbul unilateral atau bilateral.1,7
Beberapa teori menerangkan tentang embryogenesis abnormal terjadinya
atresia koana, diantaranya adalah :
1. Membran bukofaringeal yang persisten
2. Kegagalan pemisahan membran bukonasal
3. Medial outgrowth dari proses vertical dan horizontal tulang palatum
4. Abnormalitas panyatuan mesodermal yang membentuk area koana.

G. Gejala Klinis
Gejala klinis atresia koana dapat ditemukan dalam tipe tulang atau
membranosa namun pada kebanayakan kasus dapat terjadi keduanya. Atresia koana
bilateral dan unilateral dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas terutama pada tipe
tulang dan sedikit pada tipe membrane. Pada atresia koana bilateral dapat terjadi
kegawatdaruratan pada jalan nafas dengan manifestasi muncul sianosis yang hilang
spontan saat bayi menangis, sulit menyusui dan gagal tumbuh. Atresia koana
unilateral menimbulkan manifestasi klinik berupa rinore kronik unilateral.
Penegakkan diagnosis sugestif atresia koana apabila kateter tidak dapat masuk dari
hidung ke dalam faring.4,8

Pada atresia koana perlu dicari kelainan lain yang berhubungan dengan
sindrom CHARGE, yang terdiri dari:

 Coloboma iris, koroid, dan atau mikroftalmia (80%)

 Heart defect seperti ASD dan atau lesi conotruncal (58%)

 Atresia koana (100%)

 Retarded growth and development (retradasi mental 94%, gangguan


pertumbuhan 87%

 Genitourinary abnormality seperti kriptokismus, mikrofalus,


dan/tanpa hidronefrosis (hypoplasia genital pada laki-laki 75%)

 Ear defect yang berhubungan dengan ketulian, dapat disertai defek


telingan luar, tengah dan dalam (88%).6

7
Gambar. 3 Atresia Koana unilateral (A), Atresia Koana Bilateral (B)

H. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis yang sering ditemukan adalah bayi tampak
sianosis bila bibir terkatup, dan kembali memerah bila menangis atau keadaan
mulut terbuka. Gejala tersebut cepat dapat diketahui pada atresia koana bilateral.
Pada atresia koana unilateral gejala baru tampak setelah bayi berumur beberapa
tahun berupa secret hidung yang menumpuk dan keluar terus menerus dari salah
satu lubang hidung.6,10

Pada uji pipa nasogastric terdapat tahanan pada lubang hidung cara lain
adalah dengan memastikan udara yang berhembus lewat lubang hidung. Pada
pemeriksaan radiologi di daerah hidung dengan menggunakan pipa nasogastric
yang diisi zat kontras, akan terlihat zat kontras tertahan pada daerah koana. Dengan
CT-scan yang dilakukan di daerah sinus dapat di deteksi kelainan obstruksi yang
terdiri dari tulang atau membrane, atau dapat diketahui ketebalannya, dan dapat
diketahui pula adanya kelainan di daerah dasar tengkorak. Diagnosis pasti dapat
dilihat dengan pemeriksaan CT-Scan pada kavitas hidung terdapat gambaran atresia
dengan jaringan tulang atau membrane pada kavitas hidung. Pemeriksaan CT-scan
selain memastikan diagnosis juga menentukan tipe atresia dan membantu
pencitraan saat operasi. Pemeriksaan konfirmasi menggunakan endoskopi
didapatkan lempeng koana yang mengalami atresia bilateral.6,10

Tes untuk mendeteksi atresia koana:

8
1. Mencoba memasukkan kateter plastic (biasanya ukuran 6-8F) melalui
hidung. Jika tidak ada atresia, maka kateter tersebut akan bebas
melewati kavum nasi ke nasofaring. Jika terdapat atresia koana maka
akan terasa adanya tahanan kira-kira 3-3,5 cm dari pinggrina alar. Jika
obstruksi kira-kira 1-2 cm dari nares anterior, maka bisa jadi disebabkan
oleh defleksi traumatic dari septum nasi akibat trauma.

2. Meletakan kapas atau kaca di depan hidung. Bila terdapat udara, maka
kapas akan bergerak dan kaca akan berembun.

3. Meneteskan metilen blue ke dalam kavum nasi anterior hidung dan lihat
keberadaannya melalui mulut. Jika tidak ada obstruksi, maka metilen
blue akan tampak dimulut melewati nasofaring, namun jika adanya
obstruksi akibat atresia koana, maka melihat metilen blue tidak tampak
dari mulut karena tidak bisa melewati nasofaring.9

I. Diferential diagnosa

1. Devisiasi septum

Gejala utama : sumbatan pada satu atau kedua rongga hidung, sumbatan ini
dapat terjadi unilateral atau bilateral, sebab pada sisi yang mengalami konka
hipotrofi dan pada sisi sebelahnya terjadi konka hipertrofi. Rasa nyeri kepala
dan sekitar mata, gangguan penciuman, kongesti nasal, epistaksis, infeksi sinus
berulang dan nafas yang berbunyi sewaktu tidur.

2. Hematom septum nasi

Hematom septum adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan


pembengkakan, memar atau perdarahan di dalam septum nasi. Gejala utama :
hidung tersumbat, kesulitan bernafas, dan pembengkakan pada sekat hidung
yang menyakitkan.

3. Hipertrofi konka (Rhinitis Hipertrofi)

Istilah hipertrofi digunakan untuk menunjukan perubahan mukosa hidung pada


konka inferior yang mengalami hipertrofi karena proses inflamasi kronis yang
disebabkan oleh infeksi bakteri primer atau sekunder. Gejala utama : sumbatan
pada hidung atau gejala diluar hidung akibat hidung tersumbat, seperti mulut

9
kering, nyeri kepala, gangguan tidur, secret biasanya banyak dan mukopurulen.

4. Polip hidung

Gejala utama: hidung tersumbat dari ringan sampai berat, rhinorea yang jernih
sampai kental, hyposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin, rasa
nyeri pada hidung disertai sakit kepala daerah frontal.1

J. Penatalaksanaan

Atresia koana bilateral harus dilakukan pembedahan segera, sedangkan pada


atresia koana unilateral tindakan pembedahan dapat dilakukan kemudian hari.
Teknik pembedahan dipilih berdasarkan usia anak dan tipe atresia koana bilateral
ataupun unilateral.5

Atresia koana dapat diterapi dengan mengangkat jaringan yang meneybabkan


obstruksi transnasal. Kuret, pengerokkan dan pengeboran pada tulang dapat
menjadi metode yang tepat dalam mengangkat lempeng atresia. Apabila lempeng
tulang lebih tebal dan kavum nasi posterior terlalu sempit dapat dilakukan
pembedahan transpalatal direct.11

Transnasal puncture dibawah anastesi umum digunakan pada bayi baru lahir
dengan atresia koana bilateral tipe membranosa. Ahli bedah melakukan palpasi
pada belakang membrane dan tangan lainnya menusukkan tabung silicon ke dalam
lubnag yang dibuat, lokasi tersebut akan di observasi selama beberapa bulan dan
dibersihkan tiap harinya. Teknik transpalatal paling sering digunakan pada atresia
koana tipe tulang namun dapat menyebabkan komplikasi berupa kegagalan tumbuh
kembang akibat rusaknya tuba eustachia karena cedera saat prosedur pembedahan.
Teknik transeptal dianjurkan pada anak usia diatas 5 tahun dengan atresia koana
unilateral dengan eksisi tulang vomer posterior.5

Endoskopi transnasal untuk membuka koana saat ini dianjurkan karena


merupakan suatu metode yang minimal invasive dengan angka keberhasilan yang
tinggi dan rendahnya tingkat morbiditas. Endoskopi transnasal dengan atau tanpa
tabung inserter pasca operasi menggunakan teknik eksisi pada zona obstruktif dan
eksisi margin posterior vomer engan pembuatan flap pada mukosa periosteal untuk
mencegah restenosis.5,10

10
K. Komplikasi

Berbagai komplikasi yang dapat muncul antara lain : aspirasi saat pemberian
makanan maupun saat berusaha bernapas melalui mulut, henti napas, maupun
penyempitan Kembali daerah operasi setelah dilakukan operasi.12

L. Prognosis

Prognosis bergantung pada banyaknya kelainan yang terjadi. Deteksi dini


pada periode perinatal penting untuk menemukan kelaianan ini lebih awal, karena
atresia koana bilateral masih merupakan penyebab kematian pada periode neonatus
yang sering terjadi tetapi tidak diketahui.

Jika bayi berhasil diresusitasi begitu saat lahir dan kondisinya telah terdeteksi
sebelum masalah yang lain dijumpai, maka tidak akan terjadi masalah jangka
Panjang pada perkembangan bayi. Meskipun hampir separuh dari anak akan
mempunyai defek pada hidung atau palatumnya, jadi kemungkinan beberapa
pembedahan akan menyebabkan ketidaknyamanan dan mempengaruhi penampilan
anak.

Atresia koana berkisar dari yang sangat ringan sampai sangat berat. Bisa jadi
tidak mungkin mendeteksi apakah jalan nafas hidung telah diperbaiki dengan
pembedahan, atau dalam kasus lain hal ini dapat mempengaruhi penampilan wajah
yang dapat menyebabkan anak menjadi tidak percaya diri. 13

11
BAB III

KESIMPULAN

Atresia koana adalah suatu kelainan kongenital yang ditandai dengan


kegagalan perkembangan kavum nasi bagian posterior untuk berhubungan dengan
nasofaring. Atresia koana disebabkan kegagalan resorpsi dari membran
buccopharyngeal selama perkembangan embrio.

Frekuensi atresia koana unilateral jauh lebih banyak (75%) dari pada atresia
koana bilateral. Atresia koana merupakan kelaianan tersendiri, tetapi sekitar 20-50%
disertai dengan kelaianan lain. Ada beberapa kelainan yang di hubungkan dengan
atresia koana, yaitu koloboma retina, kelaianan jantung, hipopalasia alat kelamin
pada laki-laki, keterbelakangan pertumbuhan atau mental termasuk system saraf
pusta, dan kelainan telinga termasuk tuli, yang semuanya disebut sindrom
CHARGE.

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Manifestasi klinik yang sering ditemukan adalah bayi
tampak sianosis bila bibir terkatup, dan kembali memerah bila menangis atau
keadaan mulut terbuka. Gejala tersebut cepat dapat diketahui pada atresia koana
bilateral. Pada atresia koana unilateral gejala baru tampak setelah bayi berumur
beberapa tahun berupa secret hidung yang menumpuk dan keluar terus menerus
dari salah satu lubang hidung.
Atresia koana bilateral harus dilakukan pembedahan segera, sedangkan pada
atresia koana unilateral tindakan pembedahan dapat dilakukan kemudian hari. Teknik
pembedahan dipilih berdasarkan usia anak dan tipe atresia koana bilateral ataupun
unilateral

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjipto D.Endang Manungkusumo, dan Retno SW.2007. Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi : 6. Jakarta :
FKUI

2. Pulsen F, Waschke J. Sobotta atlas anatomi manusia. Edisi ke-23. Jakarta: ECG:
2012:58-67

3. Kwong K. Current Update of Atresia Choana. Frontiers in Pediatric. 2015;70:


81-2

4. Ballenger, JJ. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jilid I:
Tanggerang: Binarupa Aksara Publisher

5. Tewfik TL, Atresia Choanal. 2014. Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/82409-overall#showall

6. Widodo, E & Retno Widyaningsih. Atresia Koana. 2012. Buku Ajar Respirologi
Anak. Jakarta : IDAI

7. Perkasa MF. Penanganann Meningosil dan Atresia Koana Bilateral. Dalam


ORLI Vol. 43 No. 1 Tahun 2013. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin
Makssar

8. Negel, P & Robert Gurkov. 2012. Dasar-Dasar Ilmu THT. Ed 2. Jakarta : EGC

9. Majalah Kedokteran Andalas Vol 2. Penatalaksanaan Atresia Koana Bilateral


Kongenital. Jakarta

10. Sjamsuhidajat, S. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta : EGC

11. Yantis M. 2014. Choanal Atresia : Diagnosis, Management and Association


with CHARGE Syndrome, Grand Round Presentation. Department Of
Otolaryngology The University of Texas Medical Branch.
(www.utmb.edu>otorefyGRNDS>choanal.atresia).

12. Bluestone, Stool, Kenna, PEDIATRIC OTOLARYNGOLOGY VOLUME


ONE-THIRD EDITION, WB Saunders Company, New York, 1996, Hal : 840-
845, 770-771, 754-755

13. Kelvin M, Kwong 2015. Current Update on Choanal Atresia. US National

13
Library Of Medicine

14

Anda mungkin juga menyukai