TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus
dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal
juga istilah fibromyoma, leiomyma, ataupun fibroid. Nama lain mioma uteri
antara lain leimyoma yaitu tumor jinak yang berasal dari otot polos, paling
sering pada uterus. Fibromyoma merupakan tumor yang terutama terdiri dari
jaringan penunjang yang berkembang lengkap atau fibrosa (Saifuddin, 2009).
Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran servik
sehingga ostium uteri eksternum berbentuk seperti bulan sabit dan apabila
mioma dibelah maka akan tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos
dan jaringan ikat yang tersusun sebagai kumparan (whorle like pattern) dengan
pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan sarang mioma (Sparic dkk,2016).
Mioma uteri adalah tumor jinak dari organ reproduksi wanita yaitu di
dalam rahim, yang terdiri dari sel otot polos dan jaringan ikat fibrosa. Mioma
uteri terdiri dari myometrium dan jaringan ikat yang akan membentuk
pseudocapsule secara progresif, dengan kandungan serat kolagen, serabut
syaraf dan pembuluh darah, yang mempengaruhi kontraktilitas uterus. Dalam
istilah kedokteranya disebut fibromioma uteri, leiomioma, atau uterine fibroid.
Mioma uteri terdiri dari mioma submukosa, mioma intramural, dan mioma
subserosa.
2.2 KLASIFIKASI
Keterangan :
1)Miom bertangkai dangkal dibawah selaput lender rahim (submucosa miom)
2)Miom bertangkai di lapisan luar dinding rahim (pedunculated subserous miom)
3)Miom diantara lapisan otot rahim (intramural miom)
4)Miom di bawah lapisan dinding rahim (subserous miom)
2.3 EPIDEMIOLOGI
Mioma uteri merupakan tumor kandungan yang terbanyak pada organ
reproduksi wanita. Kejadiannya lebih tinggi antara 20% – 25 % terjadi pada
wanita diatas umur 35 tahun, tepatnya pada usia produktif seorang wanita,
menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen (Sjamsuhidajat,
2010). Berdasarkan penelitian World Health Organisation (WHO) penyebab dari
angka kematian ibu karena mioma uteri pada tahun 2010 sebanyak 22 kasus
(1,95%) dan tahun 2011 sebanyak 21 kasus (2,04%). Di Indonesia kasus mioma
uteri ditemukan sebesar 2,39% -11,7% pada semua pasien kebidanan yang di
rawat. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada wanita kulit hitam dibandingkan
wanita kulit putih. Data statistik menunjukkan 60% mioma uteri terjadi pada
wanita yang tidak pernah hamil atau hamil hanya satu kali (Handayani, 2013).
1) Estrogen
2) Progesteron
Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma sepanjang siklus
menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan antagonis natural dari
estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan mioma dengan dua cara
yaitu: Mengaktifkan 17-Beta hidroxydesidrogenase dan menurunkan
jumlah reseptor estrogen pada mioma.
3) Growth hormone
Penyebabnya tidak dapat ditemukan pasti, namun tumor jnak ini jarang
sekali ditemukan sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi hormone
reproduksi.
Hormonal.Progesteron menghambat pertumbuhan mioma pada model
hewan yang menghasilkan perubahan yang degenerative, beberapa kasus baru
menyebutkan bahwasanya progesterone itu sendiri memiliki peranan penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma. Marua et, al menunjukkan
bahwasanya Bcl-2 (Limfoma sel beta-2) proto-onkogen merupakan gen seluler
yang unik yang dalam kemampuannya dapat memblokir kematian sel itu sendiri
dan dapat ditemukan dalam mioma dengan jumlah yang lebih banyak. BCL-2
sangat banyak diekspresikan dalam mioma yang diperoleh pada saat fase
menstruasi dibandingkan pada masa proliferative sehingga kadar progesterone
meningkat. mRNA gen reseptor protein Bcl-2 pada kasus ini mengekspresikan
secara berlebihan sehingga kematian sel tidak terjadi. Konsentrasi reseptor
esterogen dalam jaringan mioma juga lebih tinggi dibandingkan myometrium
sekitarnya, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan endometrium.
Gambar 3. Skema vaskularisasi normal uterus. Sumber: Valle R.F et Ekpo. G.E. 201
2.6. GEJALA KLINIS MIOMA UTERI
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi,
arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50%
saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh
apapun. Hipermenore, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari
mioma uteri. Dar ipenelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita
ditemukan 44% gejala perdarahan, yang paling sering adalah jenis mioma
submukosa, sekitar 65% wanita dengan mioma mengeluh dismenore, nyeri perut
bagian bawah, serta nyeri pinggang. Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan
mioma, maka kandung kemih, ureter, dan usus dapat terganggu, dimana peneliti
melaporkan keluhan disuri (14%), keluhan obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai
penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2-10% kasus. Infertilitas terjadi sebagai
akibat obstruksi mekanis tuba falopii. Abortus spontan dapat terjadi bila mioma
uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang
abnormal, dan mencegah terlepas atau tertahannya uterus di dalam
panggul(Goodwin,2009).
A.Anamnesis
Dalam anamnesis terdapat keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya,
faktor risiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Biasanya teraba
massa menonjol keluar dari jalan lahir yang dirasakan bertambah panjang
serta adanya riwayat perdarahan pervaginam terutama pada wanita usia 40-
an. (Hart, 2000). Selain itu juga didapatkan nyeri panggul, gangguan
berkemih jika tumor berukuran besar, dan disfungsi reproduksi. (Hadibroto,
2005)
B. PemeriksaanFisik
C. Pemeriksaan penunjang
a) Temuan Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan
perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-
kadang mioma menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus
menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan
penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang
menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi
pembentukan eritropoietin ginjal.
b) Imaging
1. Konservatif
Penderita dengan mioma kecil serta tanpa gejala, tidak memerlukan
pengobatan, namun harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma
lebih besar dari kehamilan 10-12 minggu, tumor yang berkembang cepat,
terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi.
2. Medikamentosa
Pada penelitian yang dilakukan Verala pada tahun 2003 menunjukkan
bahwa tidak ada terapi yang dapat memperkecil volume atau
menghentikan pertumbuhan mioma uteri pada saat ini. Penggunaan terapi
medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti
sementara dari operatif. Preparat yang selalu digunakan untuk terapi
medikamentosa adalah analog GnRHa (Gonadotropin Realising Hormon
Agonis), progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin,
antiprostaglandin, agen-agen lain seperti gossypol dan amantadine.
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Baziad pada tahun 2003
menytakan bahwa dari pemberian GnRH agonis selama 6 bulan pada
pasien mioma uteri didapati adanya pengurangan volume mioma sebesar
44%. Terapi hormonal lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat
progesterone akan mengurangi gejala perdarahan uterus yang abnormal
namun tidak dapat mengurangi ukuran dari mioma.
3. Operatif
2.8 PROGNOSIS
Pada dasarnya, mioma uteri ialah tumor jinak. Tumor ini tidak memiliki
kapsul sesungguhnya, sehingga jaringannya muda dibebaskan dari
myometrium sekitar. Hal ini memungkinkan terapi secara operatif.
(Prawirohardjo, Sarwono,dkk. 2010). Kejadian rekurensi setelah dilakukan
miomektomi ialah 40-50% (Hoffman, B.L, dkk. 2016). Pasien diedukasi
bahwa mioma uteri merupakan tumor jinak pada otot rahim. Tumor ini
terjadi pada perempuan usia produktif, dan sangat dipengaruhi kondisi
hormonal. Tumor ini dapat menimbulkan gejala berupa benjolan, nyeri
saat haid, perdarahan uteri abnormal, infertilitas, serta berbagai gejala
lainnya. Modalitas terapi pada kondisi ini dapat secara konservatif,
medikamentosa, maupun operatif, bergantung pada ukuran tumor, serta
dampak klinis tumor terhadap kehidupan pasien. Pasien di-edukasi untuk
mengurangi konsumsi alcohol dan kafein, serta menurunkan berat badan
(apabila berlebih).
2.9 KOMPLIKASI MIOMA UTERI
– Infertilitas
Mioma uteri pada kehamilan merupakan kejadian penyulit kehamilan yang serius.
Sering dijumpai pada wanita usia reproduktif dan dikaitkan dengan komplikasi
kehamilan yang akan menyebabkan prognosis kehamilan memburuk. Pada
beberapa kasus tidak menimbulkn masalah kepada bayi maupun ibu. Namun,
kebanyakan kasus berakhir dengan masalah seperti aborsi, persalinan prematur,
disfungsi uterus, partus lama, malpresentasi, malposisi dan lainnya. Komplikasi
mioma uteri pada kehamilan dapat muncul pada antenatal, intrapartum atau masa
puerperium.4Ukuran mioma dan lokasi mioma dapat menjadi penyebab
dilakukannya kelahiran dengan cara operasi sesar. Walaupun banyak kemajuan
signifikan pada terapi mioma secara bedah dan non-bedah, penanganan mioma
pada seksiosesaria (CS; cesareansection) masih menjadi suatu kontroversi.
Miomektomi merupakan tindakan pembedahan yang biasanya tidak
dilakukan saat operasi sesar. Pada umumya ahli kandungan menghindari
miomektomi pada kehamilan maupun operasi sesar dikarenakan ketakutan akan
perdarahan yang sulit dihentikan. Hanya ada sedikit penelitian mengenai
miomektomi rutin pada operasi sesar. Disamping itu semua, beberapa studi
menunjukkan metode ini sangat efektif dan aman karena tidak berkaitan dengan
jumlah perdarahan yang banyak maupun kompikasi. Laporan terbaru juga
mengindikasikan bahwa miomektomi pada saat operasi sesar dapat dilakukan
secara aman.
Mioma yang kurang dari 5 cm dalam diameter umumnya tetap stabil atau
bahkan mengecil seiring tuanya usia kehamilan. Mioma dengan ukuran yang lebih
besar dari 5 cm seringnya akan membesar selama kehamilan. Resiko kehamilan
akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya ukuran. Komplikasi
fibroid yang telah dilaporkan pada kehamilan meliputi perdarahan postpartum
(PPH), malposisi fetus, akut abdomen, laparotomi, kelahiran prematur, retensi
plasenta dan gangguan pertumbuhan intrauterin. Faktor yang paling penting dalam
menentukan morbiditas pada kehamilan dengan mioma meliputi jumlah mioma,
ukuran, lokasi dan hubungannya dengan implantasi plasenta semakin dekat letak
mioma dengan implantasi plasenta juga menjadi faktor yang penting. Secara
spesifik kejadian abortus, persalinan preterm, abrupsi plasenta dan perdarahan
postpartum akan meningkat apabila plasenta berdekatan atau berimplantasi pada
mioma.
3.1 TATALAKSANA MIOMA UTERI PADA KEHAMILAN
Aktivitas fisik. Perempuan dengan aktivitas fisik yang lebih sering maka
esterogennya lebih rendah.
Nyeri. Nyeri akibat penekanan myoma uteri dapat diberikan obat preventif
yaitu acetaminophen 25mg/kgbb
Achadiat CM. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC, pp:
94-97.
Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 2. Jakarta: EGC.
Goodwin SC, Spies TB. 2009. Uterin fibroid embolization. 361: 690-697.
Gross K, Morton C. 2001. Genetic and development of fibroid. 44: 355- 349.
Hoffman, B.L, dkk. 2016. Williams Gynecology Third Edition. Amerika Serikat:
McGraw-Hill Education.
Joedosapoetro MS. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka, pp: 38-41.
Pitkin J, Peattie AB, Magowa BA, (2003). Obstetricas and Gynaecology and
Illustrated Colour Text. London: Churchill Livingstone
Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Valle R.F et Ekpo. G.E. 2015. Pathophysiology of Uterine Myomas and Its
Clinical Implications. Springer International Publishing Switzerland. A.
Tinelli, A. Malvasi (eds.), Uterine Myoma, Myomectomy and Minimally
Invasive Treatments, DOI 10.1007/978-3-319-10305-1_1.