Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN MIOMA UTERI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Program Pendidikan Profesi Ners

Pada Stase Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh:

Amelia Putryanti Sudiono

21.14901.031

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

MIOMA UTERI

A. Pengertian
Mioma uteri merupakan penyakit tumor jinak pada otot rahim yang disertai jaringan
ikatnya. Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan, yaitu satu
dari empat wanita selama masa reproduksi yang aktif. Gejala terjadinya mioma uteri
sukar dideteksi karena tidak semua mioma uteri memberikan keluhan dan memperlukan
tindakan operatif. Walaupun kebanyakan mioma muncul tanpa gejala, tetapi sekitar 60%
ditemukan secara kebetulan pada laparatomi daerah pelvis (Setiati, 2018).
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya sehingga dapat disebut juga leimioma, fibriomioma atau fibroid. Mioma
uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang berasal dari otot polos
dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau
uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada
traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse). Mioma uteri
jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi dapat
berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa infertilitas, abortus spontan,
persalinan prematur dan malpresentasi (Aspiani, 2017).
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot polos dinding uterus.
Beberapa istilah untuk mioma uteri adalah fibromioma, miofibroma, laiomioma,
fibroleiomioma, atau uterin fibroid. Mioma merupakan tumor uterus yang ditemukan
pada 20-25% wanita diatas umur 35 tahun (Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma,
2015).
Dari berbagai pengertian dapat disimpulkan bahwa mioma uteri adalah pertumbuhan
jinak dari otot-otot polos, tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikat, biasanya mioma
uteri banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun.

B. Klasifikasi
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapiran uterus yang terkena.
1. Lokasi
Servical (2,6%), umumnya tumbuh ke rah vagina menyebabkan infeksi.
Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius.
Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.
2. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu :
a. Mioma Uteri Subserosa
Mioma uteri ini tumbuh keluar dari lapisan uterus yang paling luar yaitu
serosa dan tumbuh ke arah peritonium. Jenis mioma ini bertangkai atau memiliki
dasar lebar. Apa bila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol
kepermukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma serosa dapat tumbuh di antara
kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter. Mioma
subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum
atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut
wandering parasitis fibroid.
b. Mioma Uteri Intramural
Mioma uteri merupakan yang paling banyak ditemukan. Sebagian besar
tumbuh diantara lapisan uterus yang paling tebal dan paling tengah (miometrium).
Pertumbuhan tumor dapat menekan otot disekitarnya dan terbentuk sampai
mengelilingi tumor sehingga akan membentuk tonjolan dengan konsistensi padat.
Mioma yaang terletak pada dinding depan uterus dalam pertumbuhannya akan
menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan
keluhan miksi.
c. Mioma Uteri Submukosa
Mioma ini terletak di dinding uterus yang paling dalam sehingga menonjol ke
dalam uterus. Jenis ini juga dapat bertangkai atau berdasarkan lebar. Dapat
tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian di keluarkan melalui saluran seviks
yang disebut mioma geburt. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum
memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Tumor jenis ini sering mengalami
infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa
pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini
dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt
atau mioma yang dilahirkan.
C. Etiologi
Menurut Setiati (2018) Penyebab pasti mioma uteri belum diketahui secara pasti,
tetapi tumor ini mungkin berasal dari sel otot yang normal, dari otot imatur yang ada di
dalam miometrium atau dari sel embrional pada dinding pembuluh darah uterus. Mioma
tumbuh mulai dari benih – benih multipel yang sangat kecil dan tersebar pada
miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progresif. Faktor-faktor yang
mempengarui pertumbuhan mioma uteri:
1. Esterogen
Estrogen memegang peranan penting untuk terjadinya mioma uteri, hal ini
dikaitkan dengan: mioma tidak pernah ditemukan sebelum menarche, banyak
ditemukan pada masa reproduksi, pertumbuhan mioma lebih cepat pada wanita hamil
dan akan mengecil pada masa menopause. Ada terori menyatakan bahwa untuk
terjadinya mioma uteri harus terdapat dua komponen penting yaitu: sel nest (sel muda
yang terangsang) dan estrogen (perangsang sel nest secara terus menerus). Hormon
estrogen dapat diperoleh melalui alat kontrasepsi hormonal (Pil KB, Suntikan KB dan
susuk KB). Alat kontrsepsi hormonal mengandung estrogen, progesteron dan
kombinasi estrogen dan progesteron.
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu HPL, terlihat pada periode ini
dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan
mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan estrogen.

D. Faktor Risiko
Menurut Setiati (2018) ada beberapa faktor yang berpengaruh sebagai faktor risiko
terjadinya mioma uteri, yaitu:
1. Umur
Risiko mioma uteri meningkat seiring dengan peningkatan umur. Kasus
mioma uteri terbanyak terjadi pada kelompok umur 40-49 tahun. Mioma uteri jarang
ditemukan pada wanita di bawah umur 20 tahun dan belum pernah dilaporkan terjadi
kasus sebelum menarche, dan setelah menopause hanya 10% kejadian mioma uteri
yang masih dapat bertumbuh lebih lanjut. Mioma uteri biasanya akan menunjukkan
gejala klinis pada umur 40 tahun keatas.
2. Paritas
Mioma uteri lebih sering ditemukan pada wanita nullipara atau wanita yang
kurang subur. Mioma uteri berkurang pada wanita yang mempunyai anak lebih dari
satu dibandingkan dengan wanita yang belum pernah melahirkan, hal ini berkaitan
juga dengan keadaan hormonal. Beberapa penelitian menemukan hubungan saling
berbalik antara paritas dan munculnya mioma uteri. Hal ini disebabkan besarnya
jumlah reseptor estrogen yang berkurang di lapisan miometrium setelah kehamilan.
3. Ras dan Genetik
Pada wanita ras tertentu. Khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita
dengan riwayat keluarga penderita mioma uteri.
4. Fungsi Ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan
mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarche, berkembang setelah
kehamilan, dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH
dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma.
Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon
mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti
peningkatan produksi reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti
peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal, dan
insulin-like growth factor pertama yang distimulasi oleh estrogen.

E. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan lambat
laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak menyusun semacam
pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor didalam uterus mungkin terdapat
satu mioma akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh
intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila
terletak pada dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan
dan mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi
(Aspiani, 2017).
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat, berbatas
tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan gambaran kumparan yang khas.
Tumor mungkin hanya satu, tetapi umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan
ukuran berkisar dari benih kecil hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada
ukuran uterusnya. Sebagian terbenam didalam miometrium, sementara yang lain terletak
tepat di bawah endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa). Terakhir
membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ disekitarnya, dari mana tumor
tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan diri dari uterus untuk
menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar memperlihatkan fokus
nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan dan perlunakan kistik, dan setelah
menopause tumor menjadi padat kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins,
2007).
F. Manifestasi Klinis
Menurut Padila (2015) gejala yang dikeluhkan tergantung letak mioma, besarnya,
perubahan sekunder, dan komplikasi. Tanda dan gejala tersebut dapat digolongkan
sebagai berikut:
1. Perdarahan abnormal seperti dismenore, menoragi, metroragi.
2. Rasa nyeri karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai nekrosis
dan peradangan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan setempat dapat
menyempitkan canalis servikalis sehingga menimbulkan dismenore.
3. Gejala dan tanda penekanan seperti retensio urine, hidronefrosis, hidroureter, poliuri.
4. Abortus spontan karena disoroti rongga uterus pada mioma submukosum.
5. Infertilasi bila sarang mioma menutup atau menekan pars interstitialis tuba.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes laboratorium
Hitung darah lengkap dan apusan darah : leukositosis dapat disebabkan oleh
nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar hemoglobin dan hematocrit
menunjukkan adanya kehilangan darah yang kronik.

2. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin


Sering membantu dalam evaluasi suatu pembesaran uterus yang simetrik
menyerupai kehamilan atau terdapat bersama-sama dengan kehamilan.
3. Ultrasonografi
Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan
keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan
Computerized Tomografi Scanning (CT scan) ataupun Magnetic Resonance Image
(MRI), tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal.
4. Foto Bulk Nier Oversidth (BNO), Intra Vena Pielografi (IVP)
Pemeriksaaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai
fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
5. Pap smear serviks
Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks sebelum
histerektomi.
6. Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
7. Histerosal pingogram
Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian hari untuk
mengevaluasi distorsi rongga uterus dan kelangsungan tuba falopi.

H. Penatalaksaan
Penanganan mioma uteri menurut Setiati (2018) dilakukan tergantung pada umur,
paritas, lokasi, dan ukuran tumor.Penanganan mioma uteri terbagi atas beberapa
kelompok, yaitu :
1. Penanganan koservatrif
Dilakukan jika mioma yang muncul pada pra dan postmenopause tanpa gejala.
Cara penanganan konservatif adalah sebagai berikut :
a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
b. Jika terjadi anemia, maka Hb kurang.
c. Pemberian zat besi.
d. Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari pertama sampai
ketiga menstruasi setiap minggu, sebnyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan
pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat inti menekan sekresi
gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoesterrogenik yang serupa yang
ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi
ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu.
Terapi egonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedaahan karena
memberikan beberapa keuntungan, antara lain mengurangi hilangnya darah
selama pembedahan dan mengurangi kebutuhan akan transfusi darah.
2. Penanganan operatif
Dilakukan jika terjadi hal-hal berikut:
a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
b. Pertumbuhan tumor cepat.
c. Mioma subserosa bertangkai dari torsi.
d. Dapat mempersulit kehamilan berikutnya.
e. Hipermenorea pada mioma submukosa
f. Penekanan pada organ sekitarnya.
Jenis operasi yang dilakukan untuk mengatasinya dapat berupa langkah-
langkah berikut :
a. Enukleasi mioma
Enukleasi mioma dilakukan pada penderita yang infertil, masih manginginkan
anak, atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilasi. Sejauh ini,
tempaknya langkah ini aman, efektif dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi
sebaiknya tidak dilakukan jika ada kemungkinan terjadinya karsinoma
edometrium atau sarkoma uterus dan dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini
seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan tumor ya dengan mudah dapat
dijepit dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau
sangat berdekatan dengan endometrum, maka kehamilan berikutnya harus
dilahirkan dengan seksio sesarea.
Menurut American Collefe of Obstretricians Gynecologists (ACOG), kriteria
preoperasi adalah sebaigai berikut :
1) Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
2) Terdapat leimioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
3) Alasan yang jelas dari penyebab kegagalan kehamilan dan keguguran yang
berulang tidak ditemukan.
b. Histerektomi
Histerektomi dilakukan jika pasien tidak meninginkan anak lagi dan pada
pasien yang memiliki leiomioma yang simtomatik atau yang sudah bergejala.
Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut :
1) Terdapat satu sampai tiga leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari
luar dan dikeluhaknn oleh pasien.
2) Perdarahan uterus berlebihan.
3) Perdarahan yang banyak, bergumpal-gumpal, atau berulang-ulang selama
lebih dari delapan hari.
4) Anemia akut atau kronis akibat kehilangan darah.
Rasa tidak nyaman pada bagia pelvis akibat mioma uteri meliputi hal-hal
berikut :
1) Nyeri hebat dan akut.
2) Rasa tertekan yang kronis di bagian punggung bawah atau perut bagian
bawah.
3) Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulangulang dan tidak
disebabkan infeksi saluran kemih.
3. Penanganan Radoterapi
Tujuan dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan. Langkah ini
dilakukan sebagai penanganan dengan kondisi sebagai berikut :
a. Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
b. Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
c. Bukan jenis submukosa.
d. Tidak diserati radang pelvis atau penekanan pada rektum
e. Tidak dilakukan pada wanita muda karena dapat menyebabkan menopause.

I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada mioma uteri secara umum, yaitu:
1. Degenerasi ganas
Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan
apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
2. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadi sindrom
abdomen akut.

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan dengan
keluarga, pekerjaan, alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri, misalnya
timbul benjolan diperut bagian bawah yang relatif lama. Kadang-kadang
disertai gangguan haid
2) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan pengkajian,
seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri
setelah bedah dan adapun yang yang perlu dikaji pada rasa nyeri adalah
lokasih nyeri, intensitas nyeri, waktu dan durasi serta kualitas nyeri.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis pengobatan
yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan penggunaan obat-obatan,
tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan riwayat kehamilan dan riwayat
persalinan dahulu, penggunaan alat kontrasepsi, pernah dirawat/dioperasi
sebelumnya.
4) Riwaya Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga mempunyai penyakit
keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung, penyakit kelainan
darah dan riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit mental.
5) Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang perlu
diketahui adalah
a) Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab mioma uteri
tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan mengalami atrofi pada masa
menopause.
b) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana mioma uteri
tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen,
pada masa ini dihasilkan dalam jumlah yang besar.
c. Faktor Psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor-faktor budaya
yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang dimiliki pasien mioma uteri,
dan tanyakan mengenai seksualitas dan perawatan yang pernah dilakukan oleh
pasien mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri, peran diri,
personal identity, keadaan emosi, perhatian dan hubungan terhadap orang lain
atau tetangga, kegemaran atau jenis kegiatan yang di sukai pasien mioma
uteri, mekanisme pertahanan diri, dan interaksi sosial pasien mioma uteri
dengan orang lain.

d. Pola Kebiasaan sehari-hari


Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus dikaji adalah
frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan yang terjadi.
e. Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB terakhir. Sedangkan
pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi, warna, dan bau.
f. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan frekwensinya,
tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian, eliminasi, makan minum,
mobilisasi
g. Pola Istirahat dan Tidur
Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan malam hari,
masalah yang ada waktu tidur.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum: Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
2) Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
3) Pemeriksaan Fisik Head to toe
a) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan rambut.
b) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
c) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya pembengkakan
konka nasal/tidak.
d) Telinga : lihat kebersihan telinga.
e) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan rongga
mulut, lidah dan gigi, lihat adanya penbesaran tonsil.
f) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya pembengkakan
kelenjar getah bening/tidak.
g) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler dan
sirkulasi, ketiak dan abdomen.
h) Abdomen
− Inpeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
− Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
− Perkusi: timpani, pekak
− Auskultasi: bagaimana bising usus
i) Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada ekstremitas atas
dan bawah pasien mioma uteri
j) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan, adanya lesi, perdarahan diluar
siklus menstruasi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi,
iskemia, neoplasma)
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
c. Perfusi tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin
d. Risiko syok dibuktikan dengan kekurangan volume cairan
e. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif, penurunan imun tubuh
sekunder akibat gangguan hematologis (perdarahan)
f. Retensi urine berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra
g. Konstipasi berhubungan dengan penurunan mortlitas gastrointestinal
h. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, kurang terpapar informasi
3. Intervensi Keperawatan

SDKI SLKI SIKI


Nyeri akut berhubungan    Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen nyeri
dengan agen pencedera selama…x…jam diharapkan nyeri pada Observasi
fisiologis (mis. inflamasi, pasien berkurang dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
iskemia, neoplasma) Tingkat Nyeri intensitas nyeri
1. Nyeri berkurang dengan skala 2 2. Identifikasi skala nyeri
2. Pasien tidak mengeluh nyeri 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
3. Pasien tampak tenang 4. Identifikasi factor yang memperingan dan memperberat
4. Pasien dapat tidur dengan tenang nyeri
5. Frekuensi nadi dalam batas normal (60-100 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
x/menit) 6. Identifikasi budaya terhadap respon nyeri
6. Tekanan darah dalam batas normal (90/60 7. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup pasien
mmHg – 120/80 mmHg) 8. Monitor efek samping penggunaan analgetik
7. RR dalam batas normal (16-20 x/menit) 9. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
Kontrol Nyeri diberikan
1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan Terapeutik
menggunakan manajemen nyeri 10. Fasilitasi istirahat tidur
2. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, 11. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri ( missal: suhu
frekuensi dan tanda nyeri) ruangan, pencahayaan dan kebisingan).
Status Kenyamanan 12. Beri teknik non farmakologis untuk meredakan nyeri
SDKI SLKI SIKI
1. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri (aromaterapi, terapi pijat, hypnosis, biofeedback, teknik
berkurang imajinasi terbimbimbing, teknik tarik napas dalam dan
kompres hangat/ dingin)
Edukasi
13. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
14. Jelaskan strategi meredakan nyeri
15. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
16. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
17. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama…x… Manajemen Nutrisi
dengan ketidakmampuan jam diharapkan status nutrisi membaik dengan Observasi
mencerna makanan kriteria hasil: − Identifikasi status nutrisi
Status Nutrisi − Monitor asupan makanan
1. Porsi makan yang dihabisakan meningkat − Monitor berat badan
2. Kekuatan otot pengunyah meningkat Terapeutik
3. Kekuatan otot menelan meningkat − Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4. Pengetahuan tentang makanan sehat meningkat − Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
5. Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang
− Berikan suplemen makanan, jika perlu
tepat meningkat
− Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika
6. Penyiapan makanan dan penyimpanan yang
SDKI SLKI SIKI
aman asupan oral dapat ditoleransi
7. Perasaan cepat kenyang menurun − Berikan makanan sesuai keinginan, jika memungkinkan
8. Nyeri abdomen menurun Edukasi
9. Sariawan menurun − Anjurkan orang tua atau keluarga membantu memberi
10. Berat badan membaik makan kepada pasien
11. Frekuensi makan membaik Kolaborasi
12. Nafsu makan membaik − Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
13. Bising usus membaik dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
− Kolaborasi pemberian antiemetil sebelum makan, jika perlu
Perfusi tidak efektif Setelah dilakukan intervensi keperawatan Perawatan sirkulasi
berhubungan dengan selama ........maka perfusi perifer meningkat, Observasi
penurunan konsentrasi dengan kriteria hasil : 1. Periksa sirkulasi perifer
hemoglobin 1. denyut nadi perifer meningkat 2. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
2. warna kulit pucat menurun Terapeutik
3. pengisian kapiler membaik 3. Lakukan hidrasi
4. akral membaik Manajemen Hipovolemia
5. turgor kulit membaik Observasi:
1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
2. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
SDKI SLKI SIKI
3. Hitung kebutuhan cairan
4. Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
5. Anjurkan memperbanyak cairan oral
Kolaborasi :
6. Kolaborasi pemeberian cairan intravena (cairan isotonis,
hipotonis, dan koloid)
7. Kolaborasi pemberian produk darah
Risiko syok dibuktikan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x Pencegahan Syok
dengan kekurangan volume … jam, diharapkan masalah risiko syok tidak terjadi Observasi
cairan dengan kriteria hasil: 1. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,
Tingkat Syok frekuensi nafas, TD, MAP)
1. Kekuatan nadi meningkat 2. Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
2. Output urine meningkat 3. Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit,
3. Tingkat kesadaran meningkat CRT)
4. Saturasi oksigen meningkat 4. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
5. Akral dingin menurun 5. Periksa riwayat alergi
6. Pucat menurun Terapeutik
7. Haus menurun 6. Berikan oksigen untuk memperthankan saturasi oksigen
8. Konfusi menurun >94%
SDKI SLKI SIKI
9. Letargi menurun 7. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
10. Asidosis metbolik menurun 8. Pasang jalur IV jika perlu
11. Mean arterial pressure membaik 9. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine, jika perlu
12. Tekanan darah sistolik membaik 10. Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
13. Tekanan darah diastolic membaik Edukasi
14. Tekanan nadi membaik 11. Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
15. Pengisian kapiler membaik 12. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
16. Frekuensi nadi membaik 13. Anjurkan melapor jika menemukan / merasakan tanda dan
gejala awal syok
14. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
15. Anjurkan menghindari allergen
Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
17. Kolaborasi pemberian transfuse darah, jika perlu
18. Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu
Risiko infeksi dibuktikan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x... Pencegahan Infeksi
dengan efek prosedur jam diharapkan klien terhindar dari resiko infeksi Observasi
invasif, penurunan imun dengan kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
tubuh sekunder akibat Tingkat Infeksi Terapeutik
gangguan hematologis 1. Demam menurun 2. Batasi jumlah pengunjung
(perdarahan)
SDKI SLKI SIKI
2. Kemerahan menurun 3. Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Nyeri menurun 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
4. Bengkak menurun lingkungan pasien
5. Cairan berbau busuk menurun 5. Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
6. Drainase purulent menurun Edukasi
7. Periode mengigil menurun 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
8. Letargi menurun 7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
9. Kadar sel darah putih membaik 8. Ajarkan etika batuk
10. Kultur darah membaik 9. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
11. Kultur area luka membaik 10. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
11. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu
Retensi urine berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama…x… Manajemen Eliminasi Urine
dengan peningkatan jam diharapkan masalah retensi urine membaik Observasi
tekanan uretra dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi urine
1. Sensasi berkemih meningkat 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi urine
2. Distensi kandung kemih menurun 3. Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi, aroma,
3. Berkemih tidak tuntas menurun volume dan warna)
4. Volume residu urine menurun Terapeutik
SDKI SLKI SIKI
5. Urine menetes (dribbling) menurun 4. Catat waktu dan haluaran berkemih
6. Disuria menurun 5. Batasi asupan cairan, jika perlu
7. Frekuensi BAK membaik Edukasi
8. Karakteristik urine membaik 6. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
7. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
8. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat
untuk berkemih
9. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot
panggul/berkemih
10. Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
11. Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian obat Supositoria uretra jika perlu
Konstipasi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama… Manajemen konstipasi
dengan penurunan x…jam konstipasi pasien teratasi dengan kriteria 1. Identifikasi faktor risko konstipasi
mortlitas gastrointestinal hasil : 2. Monitor tanda-tanda ruptur bowel/peritonitis
Eliminasi fekal 3. Jelaskan penyebab dan rasionalisasi tindakan pada pasien
1. Kontrol pengeluaran feses meningkat 4. Lakukan massase abdomen
2. Keluhan defekasi lama dan sulit menurun 5. Anjurkan diet (cairan dan serat)
3. Konsistensi feses membaik 6. Jelaskan pada klien konsekuensi menggunakan laxative
SDKI SLKI SIKI
4. Frekuensi defekasi membaik dalam waktu yang lama
7. Kolaborasi penggunaan obat pencahar
Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Reduksi ansietas
dengan krisis situasional, selama .....x24 jam diharapakan kecemasan menurun 1. Monitor tanda-tanda ansietas
kurang terpapar informasi atau pasien dapat tenang dengan kriteria : 2. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
Tingkat ansietas kepercayaan
1. Menyingkirkan tanda kecemasaan. 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
2. Tidak terdapat perilaku gelisah 4. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang
3. Frekuensi napas menurun akan datang
4. Frekuensi nadi menurun 5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
5. Menurunkan stimulasi lingkungan ketika cemas. 6. Anjurkan keluarga untuk selalu disamping dan mendukung
6. Menggunakan teknik relaksasi untuk pasien
menurunkan cemas. 7. Latih teknik relaksasi
7. Konsentrasi membaik
8. Pola tidur membaik
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R. Y. (2017). Buku ajar kasuhan keperawatan maternitas: aplikasi NANDA. NIC
dan NOC, Jakarta: Trans Info Media.

Eni, S. (2018). Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Kusuma, H., & Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose
Medis & NANDA NIC-NOC.

Padila, P. (2015). Asuhan Keperawatan Maternitas 1. Yogyakarta: Nuha Medika.

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia.

PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia.

PPNI, T. P. S. D. (2019, October). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Kriteria Hasil Keperawatan. EGC.

Robbins, S. L., Kumar, V., & Cotran, R. Z. (2007). Buku Ajar Patologi Edisi 7. Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai