Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

PERIOPERATIF PADA PASIEN DENGAN

MIOMA UTERI

Disusun Oleh :
Muhammad Izza Nuril Hilmy
2211102412187

Program Studi Profesi Ners


Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

MIOMA UTERI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Mioma Uteri
Mioma Uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan
ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga dengan leiomioma,
fibriomioma atau fibroid (Prawirohardjo Sarwono, 2009). Mioma uteri terbatas
tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrosus, sehingga
mioma uteri dapat berkonsisten padat jika jaringan ikatnya dominan dan
berkonsentrasi lunak jika otot rahim yang dominan. Mioma uteri biasa juga
disebut leiomioma uteri, fibroma uteri, fibroleiomioma, mioma fibroid atau
mioma simpel. Mioma terdiri atas serabut-serabut otot polos yang diselingi
dengan jaringan ikat dan dikelilingi kapsul yang tipis. Tumor ini dapat berasal
dari setiap bagian duktus muller, tetapi paling sering terjadi pada miomatreium.
Disini beberapa tumor dapat timbul secara serentak. Ukuran tumor dapat
bervariasi dari sebesar kacang polong sampai sebasar bola kaki. Degenarasi
ganas mioma uteri, ditandai dengan terjadinya perlunakan serta warna yang
keabu- abuan, terutama jika mioma tumbuh dengan cepat atau ditemukan
pada pot menopause. Adanya bagian nekrotik, lunak dan perdarahan pada
potongan mioma perlu diwaspadai adanya proses ganas. Bila berasal dari
miometrium, maka dinding uterus menebal, sehingga terjadi pembesaran
uterus. (Marco, 2013)
Mioma uteri belum pernah tumbuh pada wanita yang belum mengalami
menstruasi. Setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih
bertumbuh. Mioma uteri belum pernah ditemukan sebelum terjadinya
mentruasi. Sebagian besar mioma uteri ditemukan pada masa reproduksi oleh
karena adanya rangsangan estrogen. Pada masa menopause mioma uteri
akan mengalami pengecilan. Mioma uteri atau juga dikenal dengan leiomioma
uteri atau fibroid adalah tumor jinak rahim yang paling 4 sering didapatkan
pada wanita. Leiomioma berasal dari sel otot polos rahim dan pada beberapa
kasus berasal dari otot polos pembuluh darah rahim. (Yonika, 2012).
Kejadian mioma uteri sukar ditetapkan karena tidak semua mioma uteri
memberikan keluhan dan memerlukan tindakan operasi. Mioma uteri tidak
memberikan tanda dan gejala klinik yang bermakna namun lebih sering pada
dekade ke- 4 serta pada wanita kulit hitam dan sekitar 5 – 10 % merupakan
submukosa. Diet dan lemak tubuh juga berpengaruh terhadap resiko
terjadinya mioma. Marshall (1998), Sato (1998) dan Chiaffarino menemukan
bahwa resiko mioma meningkat seiring bertambahnya indeks massa tubuh
dan konsumsi daging dan ham. Sebagian besar mioma uteri ditemukan pada
masa reproduksi, karena diduga berhubungan dengan aktivitas estrogen.
Dengan demikian mioma uteri tidak dijumpai sebelum menarke dan akan
mengalami regresi setelah menopause, atau bahkan bertambah besar maka
kemungkinan besar mioma uteri tersebut telah mengalami degenerasi ganas
menjadi sarkoma uteri. Bila ditemukan pembesaran abdomen sebelum
menarke, hal itu pasti bukan mioma uteri tetapi kemungkinan besar kista
ovarium dan resiko untuk mengalami keganasan sangat besar. (Yonika, 2012).
2. Epidemiologi
Mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduktif sebanyak 20%
- 25%. Pada usia melebihi 35 tahun insidensi mioma uteri lebih tinggi. Menurut
penelitian yang dilakukan di Amerika Syarikat, 3-9 kali lebih banyak pada ras
kuli berwarna dibandingkan dengan ras berkulit putih. Selama 5 dekade,
ditemukan 50% kasus mioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna. Namun di
Afrika, wanita kulit putih sedikit sekali menderita mioma uteri. Perbedaan
Amerika dan Afrika dikaitkan dengan perbedaan pola hidup. Di Amerika
Syarikat, dari 650.000 histerektomi yang dilakukan per tahun, sebanyak 27%
adalah disebabkan mioma uteri. Di Indonesia, mioma uteri ditemukan
sebanyak 2,39%-11.7% (Ita Rahmi, 2012).
Pada tahun 2010 kejadian mioma uteri terbanyak masih pada kelompok
umur >35 tahun yaitu sebanyak 43 orang (63,2%) dan 45 orang (66,2%) terjadi
pada multipara. Periode Januari 2011–Mei 2011 angka kejadian mioma uteri
yaitu 39 orang (35,8%) dari 109 kasus ginekologi yang dirawat. Angka
tersebut lebih tinggi bila dibandingkan penderita ca cerviks yang hanya 21
orang (19,3%), penderita kista ovarium 13 orang (11,9%), penderita
menometroragi 12 orang (11%) serta penyakit ginekologi lainnya sebanyak 24
orang. Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, insidensi mioma uteri pada
tahun 2011 ini pun terjadi pada kelompok umur >35 tahun sebanyak 28 orang
(71,8%) dan terjadi pada wanita multipara yaitu sebanyak 26 orang (66,7%).
Mioma uteri belum pernah ditemukan sebelum terjadinya menarche (Dewi,
2009)
3. Etiologi
Penyebab dari terjadinya Mioma Uteri masih belum diketahui sampai saat
ini. Walaupun mioma uteri terjadi banyak tanpa penyebab, namun dari hasil
penelitian Miller dan Lipschultz yang megutarakan bahwa terjadi mioma uteri
tergantung pada sel- sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang
selanjutnya dapat dirangsang, terus menerus oleh estrogen (Prawirohardjo
Sarwono, 2009).
Beberapa penelitian mengatakan bahwa masing-masing mioma muncul
dari 1 sel neoplasma soliter (satu sel ganas) yang berada diantara otot polos
miometrium (otot polos di dalam rahim). Selain itu didapatkan juga adanya
faktor keturunan sebagai penyebab mioma uteri. Pertumbuhan dari leiomioma
berkaitan dengan adanya hormon estrogen. Tumor ini menunjukkan
pertumbuhan maksimal selama 5 masa reproduksi, ketika pengeluaran
estrogen maksimal. Mioma uteri memiliki kecenderungan untuk membesar
ketika hamil dan mengecil ketika menopause berkaitan dengan produksi dari
hormon estrogen. Apabila pertumbuhan mioma semakin membesar setelah
menopause maka pertumbuhan mioma ke arah keganasan harus dipikirkan.
Pertumbuhan mioma tidak membesar dengan pemakaian pil kontrasepsi
kombinasi karena preparat progestin pada pil kombinasi memiliki efek anti
estrogen pada pertumbuhannya. Perubahan yang harus diawasi pada
leiomioma adalah perubahan ke arah keganasan yang berkisar sebesar
0,04%.

4. Faktor Predisposisi
Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang diduga
kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :
a. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan
sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling
sering memberikan gejala klinis antara 35 – 45 tahun.
b. Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif infertil,
tetapi sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan
mioma uteri atau
sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua
keadaan ini saling mempengaruhi.

c. Faktor ras dan genetik


Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
d. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan
mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah
kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis
GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi
ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin
berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan
faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor
yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan
munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma
daripada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan
mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini
tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana
yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang
setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.
5. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil di dalam miometrium
dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium terdesak
menyusun semacam pseudekapsula atau simpai semu yang mengelilingi
tumor di dalam uterus mungkin terdapat satu mioma, akan tetapi mioma
biasanya banyak. Jika ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus
uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada
dinding depan uterus, uterus mioma dapat menonjol ke depan sehingga
menekan dan mendorong kandung kencing ke atas sehingga sering
menimbulkan keluhan miksi Tetapi masalah akan timbul jika terjadi:
berkurangnya. pemberian darah pada mioma uteri yang menyebabkan tumor
membesar, sehingga menimbulkan rasa nyeri dan mual. Selain itu masalah
dapat timbul lagi jika terjadi perdarahan abnormal pada uterus yang berlebihan
sehingga terjadi anemia. Anemia ini bisa mengakibatkan kelemahan fisik,
kondisi tubuh lemah, sehingga kebutuhan perawatan diri tidak dapat
terpenuhi. Selain itu dengan perdarahan yang banyak bisa mengakibatkan
seseorang mengalami kekurangan volume cairan.
Pathway

Mioma Uteri

Pendarahan Pembesaran Uterus

Penurunan Gangguan Kurang Penekanan


Suplai Hematolo Pengetahua Gangguan
Sirkulasi Saraf
Darah gi n

Anemia Penurunan Cemas Nekrosis


Imun
Kelemaha Tubuh
n Fisik
Resiko
Intoleransi Infeksi Nyeri
Aktivitas Kronis

Penekanan

Kandung Kemih Uretra

Gangguan
Eliminasi
Urin
6. Klasifikasi
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang
terkena, dibagi menjadi:
a. Lokasi
- Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi.
- Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan
traktus urinarius.
- Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.
b. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi
tiga jenis yaitu :
- Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan
saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus
melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam
ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma
yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa.
Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya
menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke
omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga
mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas
dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis
parasitik.
- Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila
masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan
menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan
berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang
berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah
perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma
subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam
otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan
otot rahim dominan).
- Mioma Uteri Submukosa
Terletak di bawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak.
Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada
keadaan ini mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas
permukaan ruangan rahim. Dari sudut klinik mioma uteri submukosa
mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang
lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun
ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang
tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil
selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan
sulit untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan
histerektomi.

7. Gejala Klinis
Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan
apa-apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor
dalam uterus. Faktor- faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik
meliputi :
a. Besarnya mioma uteri.
b. Lokalisasi mioma uteri.
c. Perubahan-perubahan pada mioma uteri.
Gejala klinik terjadi hanya pada sekitar 35 % – 50% dari pasien yang
terkena. Adapun gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri:
- Perdarahan abnormal, merupakan gejala klinik yang sering ditemukan
(30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa: menoragi, metroragi,
dan hipermenorrhea. Perdarahan dapat menyebabkan anemia defisiensi
Fe. Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena bertambahnya
area permukaaan dari endometrium yang menyebabkan gangguan
kontraksi otot rahim, distorsi dan kongesti dari pembuluh darah di
sekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium.
- Penekanan rahim yang membesar, terasa berat di abdomen bagian bawah,
gejala traktus urinarius: urine frequency, retensi urine, obstruksi ureter dan
hidronefrosis, gejala intestinal: konstipasi dan obstruksi intestinal, dan
terasa nyeri karena tertekannya saraf.
- Nyeri, dapat disebabkan oleh,: penekanan saraf, submukosa mioma
terlahir, infeksi pada mioma.
- Infertilitas, akibat penekanan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di
cornu. Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma submukosa dapat
menghalangi implantasi. Terdapat peningkatan insiden aborsi dan kelahiran
prematur pada pasien dengan mioma intramural dan submukosa.
- Sulit BAK dan BAB
- Kongesti vena, disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan
edema ekstremitas bawah, hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia.
- Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan.

8. Pemeriksaan Fisik
Adapun pemeriksaan fisik yang difokuskan ialah :
a. Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.
b. Pemeriksaan ginekologik dengan rahim pemeriksaan bimanual
didapatkan tumor tersebut menyatu dengan rahim atau megisi kavum
douglasi.
c. Konsultasi padat, kenyal, permukaan tumor umumnya rata.
d. Pemeriksaan Luar Teraba masa tumor pada abdomen bagian bawah
serta pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas.
e. Pemeriksaan Dalam Tumor teraba yang berasal dari rahim dan
pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas dan ini biasanya
ditemukan secara kebetulan.

9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan ini ditemukan adanya anemia. Anemia disebabkan
perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Namun
pada kebanyakkan pasien akan terjadi mekanisme eritrositosis. Pada
kasus dengan komplikasi menjadi degenerasi akut atau infeksi akan
ditemukan leukositosis.
b. USG
Mioma uteri yang besar paling bagus didiagnosis dengan kombinasi
transabdominal dan transvaginal sonografi. Gambaran sonografi mioma
kebiasaanya adalah simetrikal, berbatas tegas, hypoechoic dan degenerasi
kistik menunjukkan anechoic. USG menunjukkan gambaran massa padat
dan homogen pada uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai
massa pada abdomen bawah dan pelvis, dan kadang terlihat tumor dengan
kalsifikasi (Howard, 2000).
c. Magnetic Resonance Imagine (MRI)
Lebih baik daripada USG tetapi mahal. MRI mampu menentukan saiz,
lokasi dan bilangan mioma uteri serta bisa mengevaluasi jarak
penembusan mioma submukosa di dalam dinding miometrium. MRI akan
menghasilkan gambaran dengan menyerap energy dari suatu gelombang
radio berfrekuensi tinggi yang menunjukkan adanya mioma
d. Histerosalfingografi (HSG)
Digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh kearah k avum
uteri pada pasien infertil. Merupakan suatu prosedur yang me nghasilkan
gambaran foto rontgen bagian dalam lavitas uterus dan u ntuk mengetahui
keadaan tuba falopii. Sejumlah cairan yang menga ndung iodine
diinjeksikan melalui cervix ke dalam uterus dan tuba falopii, hasil foto
rontgen didapatkan.
e. Urografi Intravena
Digunakan pada kasus massa di pelvis sebab pada kasus tersebut sering
terjadi deviasi ureter atau penekanan dan anomali sistem urinarius. Cara
ini baik untuk mengetahui posisi, jumlah massa pada ureter dan ginjal.
f. Computed Tomography (CT)
CT merupakan salah satu tipe rontgen yang menggunakan komputer untuk
menghasilkan gambaran struktur tubuh seperti uterus. Walapun jarang
dibutuhkan, hasil gambaran CT dapat memperlihatkan adanya mioma
g. Sonohistografi
Suatu prosedur ultrasonic di mana kavitas uterus dibatasi oleh sejumlah
kecil cairan. Cairan ini ditempatkan pada uterus melalui suatu selang
plastik kecil. Pasien bisa
merasakan kram yang ringan. Sonohistografi meningkatkan kemampuan
pemeriksa untuk mengidentifikasi mioma yang masuk ke dalam kavum uteri
(Stuti, 2011) .

10. Therapy
a. Terapi Emergensi
Transfusi darah mungkin diperlukan untuk memperbaiki anemia.
Transfusi dikemas sel darah merah lebih digunakan daripada whole
blood. Operasi biasa diindikasikan untuk pasien ketika mereka menjadi
secara hemodinamik stabil. Operasi emergensi diindikasikan untuk infeksi
mioma, torsi akut, atau obstruksi usus yang disebabkan oleh pedunkulata
atau parisitik mioma.
b. Terapi Medikasi
Tujuan daripada perawatan medis adalah untuk meringankan atau
mengurangi gejala. Meskipun tidak ada terapi medikasi yang pasti ada
pada saat ini tersedia untuk mioma uteri, gonadotropinreleasing
hormone(GnRH) agonis membuktikan bahwa GnRH adalah sangat
berguna untuk membatasi pertumbuhan atau membantu mengurangi
ukuran tumor. GnRH agonis dapat menyebabkan hypogonadism melalui
hipofisis desensitisasi, mengatur turun reseptor, dan penghambatan
gonadotropin. Terapi gonadotropin yang dilakukan untuk mioma uteri
untuk 3 bulan akan mencapai penyusutan maksimum mioma uteri untuk
lebih kurang 35%-60% daripada volumnya dan hasil amenorrhea akan
membaiki dalam parameter hematologik. Terapi GnRH dilimitasi oleh efek
samping hipopoestrogenik dan keropos tulang, terutama dengan terapi
yang dilakukan untuk lebih 6 bulan. Ada kembalinya cepat volume uterus
dan menstruasi pada penghentian terapi GnRH agonis mungkin berguna
untuk perdarahan control untuk
mioma uteri; tingkat preoperatif hematokrit, bertindak sebagai ukuran
raguan sampai operasi dapat dijadwalkan atau menopause diantisipasi
atau penyusutan mioma akan mengizinkan histerektomi vagina. Pil
kontrasepsi oral umumnya diresepkan untuk mengontrol perdarahan
uterus abnormal tetapi terapinya tidak efektif dalam pengobatan mioma.
Pil kontrasepsi oral dapat membantu dalam mengobati kondisi hidup
bersama perdarahan anovulasi yang mungkin memberikan kontribusi
untuk mioma. Suatu penelitian menunjukkan hasil yang baik dengan
penggunaan levonorgestrel-releasing intrauterine alat untuk terapi
menorrhagia terkait dengan beberapa mioma kecil (Tinelli, 2014).

11. Penatalaksanaan
a. Penanganan konservatif
Penanganan konservatif sebagai berikut :
1) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
2) Bila anemia , Hb < 8 g% tranfusi PRC.
3) Pemberian zat besi.
4) Pengunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada 1-3
menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini
mengakibatkan pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat
ini menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan keadaan
hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode
postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor
diobservasi dalam 12 minggu. Tetapi agonis GnRH ini dapat pula
diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan beberapa
keuntungan : mengurangi kebutuhan akan tranfusi darah. Namun
obat ini menimbulkan kehilangan masa tulang meningkat dan
osteoporosis pada wanita tersebut. (Mansyoer, 2001)
b. Operasi
Operasi adalah terapi yang paling penting untuk mioma. Pemeriksaan
Imaging paling sering harus disertai dengan evaluasi untuk
menyingkirkan proses neoplastik panggul lainnya. Semua pasien harus
mengikuti serviks Papanicolaou smear test dan endometrium evaluasi
jikalau perdarahannya irregular. Sebelum operasi definitive, volume darah
yang diperlukan harus disediakan terlebih dahulu.

dan langkahlangkah lain seperti administrasi antibiotika profilatik atau


heparin harus dipetimbangkan. Mekanikal dan persediaan antibiotika usus
dapat digunakan bila operasi panggul menjadi sukar.
a. Miomektomi
Miomektomi adalah salah satu pilihan simptomatik pasien yang
ingin untuk memelihara fertilitas atau melindungi uterus. Kerugian
signifikan adalah resiko untuk mioma yang akan timbul.
Pascamiomektomi setelah 5 tahun, 50% - 60% pasien akan
mempunyai mioma baru yang akan dideteksi dalam ultrasound (USG),
dan lebih dari 25% pasien akan memerlukan operasi major untuk kali
kedua. Pasangan harus menjalani evaluasi infertilitas menyeluruh
sebelum wanita tersebut menjalani miomektomi untuk memajukan
fertilitas. Kebanyakkan wanita akan dinasihati untuk melambatkan
kehamilan untuk 3-6 bulan selepas miomektomi abdomen dan untuk
merencanakan sektio sesarean selepas mengeliminasi mioma
transmural. Resiko untuk kerusakan uterus disebabkan oleh paritas
selepas miomektomi abdomen dilaporkan sebanyak 0,0002%.

Miomektomi yang dilakukan melalui histeroskopi dalam kasus


mioma submukosa dan melalui laparaskopi untuk mioma subserosa
yang angkanya kecil atau mioma intramural sedang meningkat.
Kekuatan penutupan uterus dalam laparaskopi mioma ialah
kontroversi, dan kerusakan uterus dilaporkan apabila masa gestasi 33
minggu. Pasien yang menginginkan fertilitas dinasihatkan tentang
resikonya. Pedunculated mioma submukosa yang bertumbuh dalam
vagina dapat disingkirkan kadang-kala dengan menggunakan tali yang
ada lengkungan atau melalui histereskopi. Tindakan ini adalah langkah
yang paling efektif jikalau tidak ada tumor yang diperlukan untuk
dieliminasi. Jikalau pedunculated mioma tidak dapat disingkirkan
melalui vagina maka biopsi dilakukan untuk mengelakkan miosarcoma
atau mesodermal sarcoma. Indikasi untuk miomektomi dalam
kehamilan adalah tanda torsi dalam mioma pedunculated di mana
hemostasis stalk dapat dicapai dengan keselamatan relatif. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa tindakan ini mempunyai resiko yang
besar untuk mendapatkan perdarahan atau transfusi.

b. Histerektomi
Mioma uteri adalah indikasi paling sering untuk histerektomi dengan
resiko kumulatif sebanyak 7% untuk semua wanita yang berusia dalam
lingkungan 25 tahun - 45 tahun. Lebih dari 50% histerektomi dilakukan
pada wanita yang kulit hitam disebabkan oleh mioma, dengan resiko
kumulatif sebanyak 20% sehingga umur 45 tahun. Histerektomi
menyingkirkan gejala dan rekuren. Uterus dengan mioma kecil
mungkin dapat dieliminasikan dengan tindakan histerektomi vagina
total, terutamanya jika relaksasi vagina membutuhkan perbaikan
cystocele, rectocele, atau entrocele. Bila tumor yang besar ditemukan
banyak, histerektomi abdomen total diindikasikan. Ovari umumnya
dipelihara pada wanita premenopausal. Tidak ada komplikasi dalam
mengangkat ovary daripada wanita yang pasca menopause.
c. Embolisasi Mioma Uteri
Okulasi emboli arteri uterus adalah suatu alternatif untuk operasi
major pada wanita premenopausal yang tidak menginginkan fertilitas
tetapi menginginkan untuk terus memelihara uterus atau mengelakkan
efek samping daripada terapi medikasi. Dalam prosedur ini,
arteriogram akan dilaksanakan untuk mengidentifikasikan suplai darah
ke mioma. Selepas itu satu kateter akan dimasukkan ke dalam bagian
distal arteri uterus, biasanya melalui arteri femoris sebelah kanan.
Arteri tersebut akan diinfusi dengan agen embolisasi (polyvinyl alcohol
particles atau tris-acryl gelatine microspheres) sehingga alirannya
terhenti. Prosedur ini akan bertahan selama 1 jam secara menyeluruh.
Studi observasi menunujukkan bahwa terapinya sama efektif seperti
histeretomi dan miomektomi, dengan banyak komplikasi minor dan
dengan komplikasi major yang sikit. Frekuensi mioma rekuren adalah
sedikit dengan embolisasi dibandingkan dengan miomektomi.
d. Ablasi Endometrium
Untuk wanita yang tidak menginginkan fertilitas, ablasi endometrium
dapat mengkontrol gejala perdarahan. Prosedur ini lebih efektif jika
dikombinasikan dengan miolisis.
e. Miolisis
Prosedur ini adalah teknik laparascopic thermal coagulation tidak
membutuhkan penjahitan dan senang untuk dilaksanakan. Destruksi
jaringan lokal mungkin akan mengakibatkan kerusakan pada masa
kehamilan.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan


suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Data yang akan
dikumpulkan mencakup:
A. Identitas
Identitas dalam pengkajian ada 2, yaitu identitas pasien dan identitas
penanggung jawab pasien atau keluarga pasien. Identitas pasien
menjelaskan tentang nama pasien, alamat, umur, agama, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan serta berisi tanggal MRS, tanggal dilakukannya
pengkajian, no register dan diagnose medis. Sedangkan dalam identitas
penanggung jawab berisi nama penanggung jawab, hubungan
penanggung jawab dengan pasien, alamat serta pekerjaan penanggung
jawab.
B. Status Kesehatan
1. Status Kesehatan Saat Ini
a. Keluhan Utama
Keluhan utama biasanya dijelaskan mengenai keluhan pasien ketika
MRS dan ketika dilakukan pengkajian. Keluhan utama pada klien
dengan mioma uteri ialah nyeri pada abdomen atau pendarahan yang
abnormal.
b. Alasan Masuk Rumah Sakit
Biasanya pasien atau keluarga akan menjelaskan bagaimana
perjalanan penyakit yang dialami pasien sehingga pasien dibawa ke
rumah sakit.
c. Upaya Untuk Mengatasi
Menjelaskan tentang upaya apa saja yang telah dilakukan oleh
keluarga atau pasien sendiri, dalam menangani penyakit yang
dideritanya.

2. Status Kesehatan Masa Lalu


a. Penyakit yang Pernah Dialami
Pasien atau keluarga menjelaskan apakah pernah mengalami atau
mengidap penyakit serupa atau penyakit lainnya sebelumnya
b. Pernah Dirawat
Pasien menjelaskan apakah ia pernah dirawat karena suatu penyakit atau
tidak
c. Alergi
Pasien menjelaskan apakah memiliki riwayat alergi terhadap
makanan, obat dan lain sebagainya.
d. Kebiasaan
Pasien menjelaskan apakah ia memiliki kebiasaan seperti merokok,
meminum kopi, mengkonsumi alcohol dan lain sebagainya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien atau keluarga menjelaskan apakah dalam silsilah keluarga
pasien terdapat penyakit bawaan atau penyakit turunan.
C. Diagnosa Medis/Therapy
Berisikan data mengenai diagnose medis dan terapi apa saja yang sudah
dijalani oleh pasien. Disertai pula dengan nama obat-obatan yang
dikonsumsi, dosis obat, rute pemberian obat, indikasi dan juga efek
samping.
D. Pola Kebutuhan Dasar
Disesuaikan dengan menggunakan format Gordon berdasarkan keterangan klien.
1. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Pasien atau keluarga menjelaskan mengenai persepsinya terhadap
kesehatan dan bagaimana ia mengelola kesehatannya sehingga dapat
meningkatkan kualitas kesehatannya.
2. Pola Nutrisi-Metabolik
Pada pola ini, pasien atau keluarga menjelaskan mengenai asupan
nutrisi pasien, bagaimana nafsu makannya, apa saja yang dimakan
dan diminum dan berapa porsi atau cc jumlah makanan dan minuman
yang dikonsumsi saat sudah sakit maupun sebelum sakit.

3. Pola Eliminasi
Pasien menjelaskan bagaimana proses eliminasi BAB dan BAK ketika
sebelum sakit dan sudah sakit. Lengkap dengan berapa kali BAB/BAK
dalam sehari, jumlahnya, warna, dan konsistensi.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Pasien atau keluarga menjelaskan tentang bagaimana klien
melakukan aktivitasnya atau melakukan pergerakan sebelum sakit
maupun sesudah sakit. Apakah pasien dapat melakukannya dengan
mandiri, dibantu oleh orang lain, dibantu orang lain dan alat, atau
bergantung total.
5. Pola Kognitif dan Persepsi
Pasien menjelaskan mengenai apakah fungsi panca inderanya masih
bagus dan pengetahuannya tentang kesehatan selama ini
6. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pasien menjelaskan mengenai konsep dirinya, bagaimana ideal
dirinya, pandangannya terhadap dirinya sendiri dan apakah ia telah
mampu memahami dirinya sendiri
7. Pola Tidur dan Istirahat
Pasien menjelaskan mengenai kondisi tidurnya sebelum sakit dan saat
sakit. Apakah tidurnya nyenyak, berapa lama ia tertidur, apakah ada
kendala ketika ia tertidur.
8. Pola Peran dan Hubungan
Pasien menjelaskan mengenai perannya dalam kehidupan sehari-hari,
bagaimana kehidupan sosialnya/ bagaimana ia berhubungan atau
berinteraksi dengan orang lain
9. Pola Seksual dan Reproduksi
Pasien menjelaskan mengenai apakah ia memiliki gangguan atau
kendala dalam seksualitas dan system reproduksinya baik sebelum
sakit maupun saat sakit.
10. Pola Toleransi Stress dan Koping
Pasien menjelaskan bagaimana kondisi psikisnya ketika ia mengidap
penyakit ini. Apakah ia terlalu berpikir tentang penyakitnya dana pa
yang dilakukannya untuk tetap tenang dalam menghadapi masalah
penyakitnya.

11. Pola Nilai dan Kepercayaan


Pasien menjelaskan tentang nilai-nilai spiritual yang diyakininya.

E. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kesadaran komposmestis, gelisah, dan
lelah. GCS : Verbal: …. Psikomotor: …..
Mata: …..
Tanda-Tanda Vital : TD ….. Nadi …. Suhu …. RR….

2) Pemeriksaan Fisik
a. Kepala dan Leher
Pengkajian melalui inspeksi dan palpasi pada daerah kepala
dan leher pasien. Periksa apakah ada peningkatan tekanan
vena jugularis.
b. Mata
Pengkajian dengan inspeksi dan palpasi, mengenai
kesimetrisan, kondisi konjungtiva, pupil dan sklera apakah ada
nyeri tekan atau tidak.
c. Hidung
Pengkajian dengan inspeksi dan palpasi, mengenai
kesimetrisan, kondisi bulu hidung dan apakah ada nyeri tekan
atau tidak
d. Telinga
Pengkajian dengan inspeksi dan palpasi, mengenai
kesimetrisan, apakah ada benjola atau tidak.
e. Mulut
Pengkajian dengan inspeksi dan palpasi, mengenai kondisi
daerah mulut apakah ada stomatitis, bau mulut, kondisi mukosa
bibir, dan lain sebagainya.
f. Dada
Paru-Paru dan jantung : dilakukan pemeriksaan inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi
g. Abdomen
• Inspeksi : Abdomen terlihat membesar
• Auskultasi : didengarkan menggunakan stetoskop
• Perkusi : sonor
• Palpasi : Teraba tumor pada abdomen

2. Diagnosa Keperawatan
• Nyeri Kronis berhubungan dengan Penekanan syaraf
• Resiko Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
• Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan kelemahan otot pelvis
• Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
NO SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri Kronis b/d SLKI: Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri
Penekanan syaraf Setelah dilakukan tindakan (I.08238)
keperawatan …x 24 jam 1.1 Identifikasi lokasi, karakteristik,
diharapkan Nyeri dapat berkurang durasi, frekuensi, kualitas, itensitas
dengan kriteria hasil: nyeri
Meringis (5) 1.2 Identifikasi skala nyeri
Gelisah (5) 1.3 Berikan Teknik non farmakologis
Sikap Proktektif (5) untuk mengurangi rasa nyeri
Keterangan : 1.4 Kontrol lingkungan yang
1 : meningkat memperberat rasa nyeri
2 : cukup meningkat 1.5 Jelaskan penyebab, periode dan
3 : sedang pemicu nyeri
4 : cukup menurun 1.6 Kolaborasi pemberian analgetik
5 : menurun

2. Resiko infeksi b/d Tingkat infeksi ( L.14137) Pencegahan Infeksi (I.14539)


ketidakadekuatan Setelah dilakukan tindakan 2.1 Monitor tanda dan gejala infeksi
pertahanan tubuh sekunder keperawatan …x 24 jam local dan sistemik
diharapkan infeksi dapat 2.2 cuci tangan sebelum dan
berkurang dengan kriteria hasil: sesudah kontak dengan pasien dan
Demam (5) lingkungan pasien
Nyeri (5) 2.3 batasi jumlah pengunjung
Keterangan : 2.4 ajarkan cara memeriksa kondisi
1 : meningkat luka atau luka operasi
2 : cukup meningkat 2.5 kolaborasi pemberian imunisasi
3 : sedang
4 : cukup menurun
5 : menurun

3 Gangguan eliminasi urin Eliminasi urine (L.04034) Dukungan Perawatan Diri BAB/BAK
b/d kelemahan otot pelvis Setelah dilakukan tindakan (I.11349)
keperawatan …x 24 jam Observasi
diharapkan Eliminasi urine 3.1 Monitor Integritas kulit pasien
membaik dengan kriteria hasil: 3.2 Sediakan alat bantu mis, kateter
- Desakan berkemih (5) eksternal, urinal)
- Distensi kandung kemih (5) 3.3 Bersihkan alat bantu BAK/BAB
setelah digunakan
Keterangan : 3.4 Anjurkan Ke kamar mandi/toilet,
1 : meningkat jika perlu
2 : cukup meningkat
3 : sedang
4 : cukup menurun
5 : menurun
4 Intoleransi aktivitas b/d Toleransi aktivitas (L.05047) Manajemen Energi (L.05178)
kelemahan Setelah dilakukan tindakan 4.1 Identifikasi gangguan fungsi
keperawatan …x 24 jam tubuh yang mengakibatkan
diharapkan masalah Toleransi kelelahan
Aktivitas dapat meningkat 4.2 Monitor kelelahan fisik
dengan kriteria hasil: 4.3 Lakukan Latihan rentang gerak
- Frekuensi nadi (5) pasif dan aktif
- Kemudahan dalam melakukan 4.4 berikan aktivitas distraksi yang
aktivitas sehari-hari (5) menenangkan
Ket : 4.5 anjurkan tirah baring
1. menurun 4.6 anjurkan melakukan aktivitas
5.Meningkat secara bertahap

-Tekanan darah (5)


- frekuensi nafas (5)
Keterangan :
1 : memburuk
2 : cukup memburuk
3 : sedang
4 : cukup membaik
5 : membaik
DAFTAR PUSTAKA

Michael, Marcho. 2013. Laporan Pendahuluan Mioma Uteri. Tersedia


pada scribd.com/doc/124856389/LP-MIOMA-UTERI-doc diakses pada 29
Juni 2019
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. StandarIntervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Yonika. 2012. Asuhan Keperawatan Mioma Uteri. Tersedia
pada: eprints.ums.ac.id/20274/14/11._Mioma Uteri.pdf diakses pada 29 Juni
2019
Zan. 2016. Mioma Uteri. Tersedia pada scribd.com/doc/296390317/ -MIOMA-
UTERI- docx diakses pada 29 Juni 2019

Anda mungkin juga menyukai