Anda di halaman 1dari 27

CASE REPORT

Mioma uteri

Disusun oleh:

Reza Ardi Wibowo

1102012242

Pembimbing :

dr. Husny Budi Sismawan, Sp.OG

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kandungan

RSUD Arjawinangun

Fakultas Kedokteran YARSI


BAB I

PENDAHULUAN

Mioma uteri adalah suatu tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel jaringan otot
polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan
fibromioma, fibroid ataupun leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus
dan jaringan ikat di sekitarnya. Mioma bisa menyebabkan gejala yang luas termasuk perdarahan
menstruasi yang banyak, penekanan pada daerah pelvis, dan disfungsi reproduksi. Mioma uteri
merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Sering ditemukan pada
wanita usia reproduksi (20-25%), dimana prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%
dengan pemeriksaan patologi anatomi uterus, yang membuktikan bahwa banyak wanita yang
menderita mioma uteri asimptomatik.
Kejadian mioma uteri lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40%.
Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma
uteri dengan estrogen. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke,
sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Di Indonesia,
angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39-11,87% dari semua penderita ginekologi yang
dirawat.
Perihal penyebab pasti terjadinya tumor mioma belum diketahui. Bentuk tumor bisa
tunggal atau multiple (banyak), umumnya tumbuh didalam otot rahim yang dikenal dengan
intramural mioma. Tumor mioma ini akan cepat memberikan keluhan, bila mioma tumbuh ke
dalam mukosa rahim, keluhan yang biasa dikeluhkan berupa perdarahan saat siklus dan di luar
siklus haid. Sedangkan pada tipe tumor yang tumbuh di kulit luar rahim yang dikenal dengan tipe
subserosa tidak memberikan keluhan perdarahan, akan tetapi seseorang baru mengeluh bila
tumor membesar yang dengan perabaan di daerah perut dijumpai benjolan keras, benjolan
tersebut kadang sulit digerakkan bila tumor sudah sangat besar. Selain itu, mioma juga dapat
menimbulkan kompresi pada traktus urinarius sehingga terjadi gangguan berkemih.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat
kenyal, batas jelas, mempunyai pseudokapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel.
Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau uterine
fibroid. Mioma berwarna lebih pucat, relatif bulat, kenyal, berdinding licin, dan apabila
dibelah bagian dalamnya akan menonjol keluar sehingga mengesankan bahwa
permukaan luarnya adalah kapsul.

B. Epidemiologi
Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh faktor
yang tidak diketahui dengan pasti. Insidensinya 3-9 kali lebih banyak pada ras kulit
berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. Mioma uteri belum pernah dilaporkan
terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma
yang masih bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20-30% dari seluruh
wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39-11,7% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35-45
tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause.
Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya
mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil.
Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah
hamil atau hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat
keluarga, ras, kegemukan dan nulipara.

C. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah tumor
monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal.
Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. Ada beberapa
faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :
1. Umur : mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan
sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
2. Paritas : lebih sering terjadi pada nulipara atau pada wanita yang relatif infertil,
tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri atau
sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan ini
saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik : pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit
hitam, angka kejadiaan mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini
tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga yang menderita mioma.
4. Fungsi ovarium : diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan
pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang
setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.

D. Patofisiologi
Penyebab mioma uteri menurut teori onkogenik dibagi menjadi 2 faktor, yaitu
inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma uteri
masih belum diketahui dengan pasti. Dari penelitian yang menggunakan glucose-6-
phosphatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan yang
uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi
somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan
growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses
pertumbuhan tumor.
Tidak didapatkan bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab
mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma
terdiri dari reseptor estrogen dengan konsistensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
miometrium sekitarnya, namun konsentrasinya lebih rendah jika dibandingkan dengan
endometrium. Hormon progesteron meningkatkan aktivitas mitotik dari mioma pada
wanita muda, namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui
secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-
regulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan
meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.
Namun, tidak ada bukti yang kuat untuk mengatakan bahwa estrogen menjadi
penyebab mioma. Telah diketahui bahwa hormon memang menjadi prekursor
pertumbuhan miomatosa. Mioma tumbuh cepat saat penderita hamil atau terpapar
estrogen dan mengecil atau menghilang setelah menopause.

E. Klasifikasi Mioma Uteri


Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.

Lokasi

1. Cervical (2,6%) umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi


2. Isthmica (7,2%) lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius
3. Corporal (91%) merupakan lokasi paling lazim dan seringkali tanpa gejala

Lapisan Uterus

Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa (48%),
submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).

1. Mioma Submukosa
Mioma submukosa berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga
uterus. Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan
keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum
memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa dapat tumbuh
bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks disebut mioma
geburt. Hal ini dapat menyebabkan dismenorrhea.
Dari sudut klinik, mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting
dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural
walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak
berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan
keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai
terapinya dilakukan histerektomi.

Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa
pedunculated. Mioma submukosa pedunculated adalah jenis mioma submukosa yang
mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal
dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami
infeksi, ulserasi, nekrosis, dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami
anemia dan sepsis karena proses di atas.

2. Mioma Intramural
Mioma intramural terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium.
Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk
simpai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma,
maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang
padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan
menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan
miksi.
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil
dan tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-
benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak
memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa
tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadangkala tumor tumbuh sebagai mioma
subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat
besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan).
Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan halus.
Pada potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging
ikan. Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga
tumor mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka
konsistensi menjadi lunak. Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras.
Secara histologik tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk
pusaran, meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis,
kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot polos
cenderung mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri
dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh
karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan ini terjadi secara
sekunder dari atrofi postmenopausal, infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau
transformasi maligna.

3. Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
uterus yang diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat
pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.
Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut
sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga
peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum, atau mesenterium
di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke
omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan
terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma
jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.

4. Mioma Intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut
wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam
satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga
ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos
dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern) dengan
pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan.
Gambar 1. Jenis-Jenis Mioma Uteri

F. Gejala Klinis
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala klinis hanya ditemukan pada
35-50% penderita mioma. Walaupun seringkali asimtomatik, gejala yang mungkin
ditimbulkan sangat bervariasi, seperti metroragia, nyeri, menoragia, hingga infertilitas. 4
Berbagai keluhan penderita dapat berupa :
1. Perdarahan Abnormal Uterus
Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal ini terjadi pada
30% penderita. Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya berupa hipermenorrhea,
menorrhagia dan dapat juga terjadi metrorrhagia. Bila perdarahan terjadi secara kronis,
maka dapat terjadi anemia defisiensi besi.
Perdarahan pada mioma submukosa seringkali diakibatkan oleh hambatan
pasokan darah endometrium, tekanan, dan bendungan pembuluh darah di area tumor
(terutama vena), atau ulserasi endometrium di atas tumor. Tumor bertangkai seringkali
menyebabkan trombosis vena dan nekrosis endometrium akibat tarikan dari infeksi.
Dismenorrhea dapat disebabkan oleh efek penekanan, kompresi, termasuk hipoksia
lokal miometrium.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain :
Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai adeno
karsinoma endometrium.
Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara
serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya
dengan baik.

2. Rasa Nyeri
Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus, kecuali apabila kemudian
terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat
oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma, atau kontraksi uterus sebagai
upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala akut abdomen
dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau degenerasi merah yang
mengiritasi selaput peritoneum, seperti pada peritonitis. Mioma yang besar dapat
menekan rektum sehingga menimbulkan sensasi untuk mengedan. Nyeri pinggang
dapat terjadi pada penderita mioma akibat penekanan pada persyarafan yang berjalan di
atas permukaan tulang pelvis.
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan.
Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pertumbuhannya yang
menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenorrhea.

3. Gejala dan Tanda Penekanan


Mioma intramural sering dikaitkan dengan penekanan terhadap organ sekitar.
Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna dan perlekatannya dengan
omentum dapat menyebabkan strangulasi usus. Bila ukuran tumor lebih besar lagi, akan
terjadi penekanan ureter, kandung kemih, dan rektum.
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada
kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio
urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat
menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di
panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.

4. Disfungsi Reproduksi
Abortus spontan dapat terjadi akibat efek penekanan langsung mioma terhadap
kavum uteri. Hubungan antara mioma uteri dengan infertilitas masih belum jelas.
Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Mioma
yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi
gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Mioma uteri juga dapat
menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya diperlukan untuk
motilitas sperma di dalam uterus.
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus
oleh karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya
mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat
terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadi
atrofi karena kompresi massa tumor.
G. Diagnosis

1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor
resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga
dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur, gerakan
bebas, dan tidak nyeri. Mioma uteri dapat ditemukan melalui pemeriksaan bimanual
rutin uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus.

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL)
terutama untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan laboratorium lainnya disesuaikan
dengan keluhan pasien. Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini
disebabkan perdarahan uterus yang berlebihan dan habisnya cadangan zat besi.
Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus
menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal
diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peningkatan
tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal.

4. Pemeriksaan Imaging

a. Ultrasonografi
USG transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma
uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus
atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal.
Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang
mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi
ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik
ditandai adanya daerah yang hipoekoik.

b. Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya
kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat. Dapat digunakan untuk
mendeteksi mioma uteri yang tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil.

c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang
diperlukan dan biaya pemeriksaan lebih mahal. Pada MRI, mioma tampak sebagai
massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat
mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma
submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak
dapat disimpulkan.

H. Penatalaksanaan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma
uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga
biasanya mioma yang ditangani, yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala serta
mioma yang diduga menyebabkan infertilitas. Secara umum, penanganan mioma uteri
terbagi atas penanganan konservatif dan operatif.
Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause
tanpa gejala. Cara penanganan konservatif sebagai berikut :
Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
Bila anemia (Hb < 8 g/dl), maka lakukan transfusi.

1. Terapi Medisinalis (Hormonal)


Saat ini pemakaian Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) agonist
memberikan hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang ditimbulkan oleh
mioma uteri. Pemberian GnRH agonist bertujuan untuk mengurangi ukuran mioma
dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Dari penelitian didapatkan
data bahwa pemberian GnRH agonist selama 6 bulan pada pasien dengan mioma uteri,
didapatkan adanya pengurangan volume mioma sebesar 44%. Efek maksimal
pemberian GnRH agonist baru terlihat setelah 3 bulan. Pada 3 bulan berikutnya, tidak
terjadi pengurangan volume mioma secara bermakna.
Pemberian GnRH agonist sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan
mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan
pembedahan. Terapi hormonal lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron
akan mengurangi gejala perdarahan uterus yang abnormal, namun tidak dapat
mengurangi ukuran mioma.

2. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang
menimbulkan gejala. Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi.
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan American
Society for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi pembedahan pada pasien dengan
mioma uteri adalah :
a) Perdarahan uterus yang tidak berespon terhadap terapi konservatif
b) Dugaan adanya keganasan
c) Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d) Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba
e) Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
f) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g) Anemia akibat perdarahan

Miomektomi

Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus.


Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Dewasa ini ada beberapa
tindakan untuk melakukan miomektomi berdasarkan ukuran dan lokasi dari mioma.
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histereskopi, maupun
dengan laparoskopi.
Tindakan miomektomi dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum pada
myoma geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma
subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi
ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi
kehamilan adalah 30-50%.

Histerektomi

Histerektomi adalah tindakan pembedahan untuk pengangkatan uterus.


Histerektomi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan pendekatan perabdominal
(laparotomi), pervaginam, dan pada beberapa kasus secara laparoskopi. Tindakan
histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Tindakan histerektomi
pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapatkan keluhan
menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius, dan ukuran uterus
sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu total abdominal
histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH). Masing-masing
prosedur histerektomi ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk
menghindari risiko operasi yang lebih besar, seperti perdarahan yang banyak, trauma
operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH akan
menyisakan serviks, dimana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi.
Dengan menyisakan serviks, menurut penelitian didapatkan data bahwa terjadinya
dyspareunia akan lebih rendah dibandingkan dengan yang menjalani TAH sehingga
akan tetap mempertahankan fungsi seksual. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul
pada vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan pasca
operasi dimana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
Tindakan histerektomi juga dapat dilakukan melalui pendekatan vagina, dimana
tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Histerektomi pervaginam jarang
dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan
dengan sekitarnya. Secara umum, histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan
prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal
sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Selain itu,
kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi juga lebih minimal. Masa
penyembuhan pada pasien yang menjalani histerektomi vaginal lebih cepat
dibandingkan dengan yang menjalani histerektomi abdominal.
Prosedur histerektomi dengan laparoskopi dapat berupa miolisis. Miolisis per
laparoskopi efektif untuk mengurangi ukuran mioma dan menimbulkan devaskularisasi
mioma sehingga mengurangi gejala yang terjadi.
.

I. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri :

a) Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh
mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya
baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan
akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi
pembesaran sarang mioma dalam menopause.

b) Torsi (Putaran Tangkai)


Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika
torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.

c) Nekrosis dan Infeksi


Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena
gangguan sirkulasi darah padanya.

BAB III
LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Usia : 40th
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Ds. Tegal Karang
Tanggal masuk RS : 17 Mei 2017
No. RM : 954xxx

Anamnesis
Keluhan Utama : Menstruasi berkepanjangan

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Arjawinangun dengan keluhan sakit di bagian perut
bawah, ibu mengatakan menstruasi dari tanggal 8 Maret 2017 hingga sekarang

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan hipertensi.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular, keturunan dan kejiwaan.

Riwayat perkawinan
Pernah menikah 1x : Usia perkawinan 17th
Riwayat Obstetri
1. Anak 1/2001/Umur kehamilan 9 bln/Tempat partus di bidan/Persalinan Spontan/dengan
Bidan/Laki-laki/H/BB3100
Riwayat kontrasepsi : KB Suntik 3 bln

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital
- Tekanan darah : 140/100 mmHg
- Frekuensi nadi : 80 x/menit
- Frekuensi napas : 22 x/menit
- Suhu : 36,8oC

Pemeriksaan Fisik Umum


- Mata : anemis (+/+), ikterus (-/-)
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
- - + +

Status Ginekologi
Abdomen :
Inspeksi abdomen tidak tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda
peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi tidak teraba massa
Genitalia
PD : v/v : t.a.k
Portio teraba maasa diameter +- 5 cm bertangkai permukaan licin dan kenyal
Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi (USG) :
Pemeriksaan Hematologi (06/10/2016) :
Hemoglobin : 9,9 gr/dl
Hematokrit : 32,2 %
Leukosit : 12,9 103/ul
Eritrosit : 5,67 mm3
Index Eritrosit

MCV : 56,8 fl

MCH : 17,5 pg

MCHC : 30,7 g/dl

RDW : 16,2 fl

MPV : 8,6 fl

PDW : 15,4 fl

Hitung Jenis (Diff)

Eosinofil : 4,7 %

Basofil : 0,3 %

Segmen : 65,5 %
Limfosit : 21,8 %

Monosit : 7,7 %

Stab : 1,5 %

Golongan darah B

Imunologi

HBsAg : 0,01

Anti HIV : Non reaktif


Diagnosa
P1A0 dgn Mioma uteri + perdarahan

Rencana Tatalaksana
- Perbaikan KU
- Observasi TTV, Keluhan pasien
- Rencana Ekstirpasi + Kuretase
- Rehidrasi RL
- Cefotaxime 2 x 500 mg
- As. Tranexamat 3x500 mg
- Sulfa Ferrous 2 x 1 tab
- Cek laboratorium rutin

FOLLOW UP RUANGAN

Tanggal CATATAN INSTRUKSI


17/5/17 S : Nyeri perut bawah RL 20 tts/mnt
Jam O : CA +/+, SI -/- O2 3L/menit
17.00 TD : 140/90 S : 36,2 Cefotaxime 2 x 500 mg
N : 84 R : 25 As. Tranexamat 3x500 mg
A : P1A0 dgn Mioma uteri + Sulfa Ferrous 2 x 1 tab
perdarahan Transfusi PRC labu I
Cek Lab Pemebekuan darah
Tanggal CATATAN INSTRUKSI
18/5/17 S : Nyeri perut bagian bawah RL 20 tts/mnt
Jam O : CA +/+, SI -/- Cefotaxime 2 x 500 mg
06.00 TD : 130/80 S : 36,9 As. Tranexamat 3x500 mg
N : 88 R : 20 Sulfa Ferrous 2 x 1 tab
A : P1A0 dgn Mioma uteri + Puasa, Rencana Ekstirpasi dan Kuretase jam
perdarahan 07.00
BAB IV
PEMBAHASAN

1. Apakah diagnosa dan pemeriksaan pada kasus ini sudah tepat.


Pasien ini didiagnosa dengan P1A0 dgn Mioma uteri + perdarahan
berdasarkan :
a) Gejala yang timbul, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
ada. Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini
berada (intramural, submukosa, subserosa), besarnya tumor, serta
perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala-gejala pada pasien
tersebut, antara lain gangguan haid berupa menorrhagia (perdarahan haid
yang lebih banyak dari normal). Gejala yang lain berupa nyeri perut pada
perut bagian bawah.
b) Pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan status vital yang baik, yang
berarti hemodinamik pasien masih stabil. Pada palpasi abdomen tidak
teraba masa. Berdasarkan kepustakaan Konsistensi dari mioma bervariasi
dari keras seperti batu hingga lembek, walaupun sebagian besar memiliki
konsistensi kenyal seperti karet.
c) Pemeriksaan penunjang dengan USG pada pasien ini didapatkan
gambaran massa pada uterus dengan ukuran diameter 11,3 cm.
Berdasarkan kepustakaan Mioma uteri secara khas menghasilkan
gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur
maupun pembesaran uterus.
2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat
Pasien dilakukan perbaikan keadaan umum, dan pemberian terapi anti
perdarahan dan rencana kuretase, untuk mencegah efek perdarahan lanjut.
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang
menimbulkan gejala. Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan
histerektomi. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists
(ACOG) dan American Society for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi
pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah :
Perdarahan uterus yang tidak berespon terhadap terapi
konservatif
Dugaan adanya keganasan
Pertumbuhan mioma pada masa menopause
Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena
oklusi tuba
Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
Anemia akibat perdarahan
Hal ini sesuai dengan keadaan pasien yang mengalami nyeri abdomen bagian
bawah dan anemia akibat perdarahan sehingga dilakukan Ekstirpasi dan
Kuretase. Sesuai dengan kepustakaan Miomektomi adalah pengambilan sarang
mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Miomektomi dilakukan berdasarkan
ukuran dan lokasi dari mioma. Tindakan miomektomi dapat dikerjakan
misalnya pada mioma submukosum pada myoma geburt dengan cara
ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah
dilaksanakan apabila tumor bertangkai.

3. Apa penyebab Mioma geburt pada kasus ini.


Ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi
terjadinya mioma uteri, yaitu :
Umur : mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun,
ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor
ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun. Sesuai
dengan umur pasien 49 tahun.
Fungsi ovarium : diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen
dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah
menarke, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi
setelah menopause.

BAB V
KESIMPULAN

1. Pemeriksaan dan diagnosis kasus ini dapat diterima dan sesuai dengan literatur
yang ada.
2. Pada kasus ini pasien direncanakan untuk ekstirpasi dan kuretase.
3. Faktor predisposisi mioma uteri pada kasus ini belum diketahui.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hadibroto BR, 2011. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38 No.
3 September 20011. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, RSUD H. Adam Malik Medan.
2. Anonim, 2010. Biomolekuler Mioma Uteri. Available from :
http://digilib.unsri.ac.id/download/Biomolekuler%20Mioma%20Uteri.pdf
(Accessed on Oct 18, 2016).
3. Jevuska O, 2007. Mioma Geburt.
4. Adriaansz G, 2011. Tumor Jinak Organ Genitalia. Dalam Anwar M, Baziad A,
Prabowo RP. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Cetakan Pertama. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirodihardjo : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai