Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya.
Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrous,
sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan, dan
berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang dominan. Mioma uteri biasa juga disebut
leiomioma uteri, fibroma uteri, fibroleiomioma, mioma fibroid atau mioma simpel.
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan yaitu satu dari empat
wanita selama masa reproduksi yang aktif. Kejadian mioma uteri sukar ditetapkan karena
tidak semua mioma uteri memberikan keluhan dan memerlukan tindakan operatif. Walaupun
kebanyakan mioma muncul tanpa gejala tetapi sekitar 60% ditemukan secara kebetulan pada
laparatomi daerah pelvis.
Mioma uteri yang tidak memberikan gejala klinik yang bermakna paling sering ditemukan
pada dekade ke-4 dan ke-5 serta lebih sering pada wanita kulit hitam, dan sekitar 5-10%
merupakan submukosa.
Diet dan lemak tubuh juga berpengaruh terhadap resiko terjadinya myoma. Marshall (1998),
Sato (1998) dan Chiaffarino menemukan bahwa resiko myoma meningkat seiring
bertambahnya indeks massa tubuh dan knsumsi daging dan ham.
Sebagian besar mioma uteri ditemukan pada masa reproduksi, karena diduga berhubungan
dengan aktivitas estrogen. Dengan demikian mioma uteri tidak dijumpai sebelum menarke
dan akan mengalami regresi setelah menopause, tetapi tidak jika mioma uteri tidak regresi
setelah menopause atau bahkan bertambah besar maka kemungkinan besar mioma uteri
tersebut telah mengalami degenerasi ganas menjadi sarkoma uteri.
Bila ditemukan pembesaran abdomen sebelum menarke, hal itu pasti bukan mioma uteri
tetapi kemungkinan besar kista ovarium dan resiko untuk mengalami keganasan sangat besar
1. Estrogen
2. Progesteron
3. Hormon pertumbuhan
Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai
faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :
Umur: mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan
gejala klinis antara 35-45 tahun.
Paritas: lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif infertil,
tetapi sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri
atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua
keadaan ini saling mempengaruhi.
Faktor ras dan genetik : pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam,
angka kejadian mioma uteri tinggi. 14 Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini
tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
Fungsi ovarium: diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan
pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang
setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.
Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat
mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan
dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain.
Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan
insulin-like growth factor 1 yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah
mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma
daripada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun
bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang
bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini
kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada
usia dini.
Klasifikasi
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.
1. Lokasi
2. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil
tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-
benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya.
Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak
karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah.
Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai
mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan),
lunak (jaringan otot rahim dominan).
Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada potongan,
tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging ikan. Tumor berbatas
tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah dilepaskan.
Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi menjadi lunak. Bila terjadi
kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras.
Secara histologik tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk
pusaran, meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis, kalsifikasi,
nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot polos cenderung
mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat.
Pada mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat degenerasi.
Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan ini terjadi
secara sekunder dari atropi postmenopausal, infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau
transformasi maligna.
a. Atrofi
Setelah menopause dan rangsangan estrogen hilang.
e. Degenerasi Mukoid
Daerah hyaline digantikan oleh bahan gelatinosa yang lembut. Biasanya terjadi pada
tumor yang besar, dengan aliran arterial yang terganggu.
d. Degenerasi Lemak
Terjadi pada kurang dari 1% mioma. Kontroversi yang ada saat ini adalah apakah hal
ini mewakili sebuah perubahan degeneratif ataukah sebuah neoplasma spontan.
Leiomyosarkoma merupakan sebuah tumor ganas yang jarang terdiri dari sel-sel yang
mempunyai diferensiasi otot polos.
Gambaran Klinik
Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pelvik
rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-apa dan tidak sadar bahwa
mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus.
Gejala klinik terjadi hanya pada sekitar 35 % – 50% dari pasien yang terkena. Adapun gejala
klinik yang dapat timbul pada mioma uteri:
a. Perdarahan abnormal
Merupakan gejala klinik yang sering ditemukan (30%). Bentuk perdarahan yang
ditemukan berupa: menoragi, metroragi, dan hipermenorrhea.
Perdarahan dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe.
Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena bertambahnya area permukaaan
dari endometrium yang menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim, distorsi dan
kongesti dari pembuluh darah di sekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium.
urine frequency,
retensi urine,
obstruksi ureter dan hidronefrosis.
d. Gejala intestinal:
Nyeri, dapat disebabkan oleh Penekanan saraf, Torsi bertangkai, Submukosa mioma
terlahir.
Kongesti vena, disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan edema ekstremitas
bawah, hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia.
Diagnosis
Diagnosis mima uteri ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama.
Kadang-kadang disertai gangguan haid, buang air kecil atau buang air besar.
Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir, pecah.
2. Pemeriksaan fisik
Gejala klinis
Adanya rasa penuh pada perut bagian bawah dan tanda massa yang padat kenyal.
Adanya perdarahan abnormal.
Nyeri, terutama saat menstruasi.
Infertilitas dan abortus.
Pemeriksaan luar
Teraba massa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan tumor dapat
terbatas atau bebas.
Pemeriksaan dalam
Teraba tumor yang berasal dari rahim dan pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas
dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan.
Pemeriksaan penunjang
USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometriium dan
keadaan adnexa dalam rongga pelvis.
Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan
itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya,
leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan
mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.
Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada
beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus; lebih
lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur.
Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta
menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan
infertilitas.
Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
Komplikasi
Infertilitas.
Abortus.
Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
Inersia uteri.
Gangguan jalan persalinan.
Perdarahan post partum.
Retensi plasenta.
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
Penanganan
Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, paritas, lokasi, dan ukuran tumor, dan terbagi
atas :
1. Penanganan konservatif, bila : mioma yang kecil pada pra dan post menopause tanpa
gejala.
Cara penanganan konservatif sebagai berikut :
a) Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau mempertahankan
uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi
pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya
karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan
ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit
dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan
dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan seksio sesarea.
b) Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki
leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi
adalah sebagai berikut:
Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan
dikeluhkan olah pasien.
Perdarahan uterus berlebihan :
• Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8
hari.
• Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi :
• Nyeri hebat dan akut.
• Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.
• Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan tidak disebabkan
infeksi saluran kemih.
c) Penanganan Radioterapi
Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
Bukan jenis submukosa.
Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.
Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.
Asuhan keperawatan
Pengkajian
2. Pengkajian sekunder
Pemeriksaan USG : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma, diagnosis banding dengan
kehamilan.
Laparaskopi : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma uteri
Diagnosa keperawatan
1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma akibat nekrosis dan
peradangan.
2. Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam berlebihan.
4. Resiko tinggi infeksi b.d. tidak adekuat pertahanan tubuh akibat anemia.
Intervensi Keperawatan
1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada mioma akibat nekrosis dan peradangan. Ditandai
:
Tujuan :
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas (kala 0-10) dan
tindakan pengurangan yang dilakukan.
Bantu pasien mengatur posisi senyaman mungkin.
Monitor tanda-tanda vital
Ajarkan pasien penggunaan keterampilan manajemen nyeri mis : dengan teknik
relaksasi, tertawa, mendengarkan musik dan sentuhan terapeutik.
Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri
Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman.
Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.
2. Cemas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
Ditandai:
Tujuan :
Setelah 2 x 15’ tatap muka pengetahuan klien tentang penyakitnya bertambah dan
cemas berkurang.
Kriteria Hasil :
Intervensi :
3. Resiko tinggi kekurngan volume cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam berlebihan.
Ditandai dengan :
Tujuan :
Kriteria Hasil :
Tidak ditemukan tanda-tanda kekuranga cairan. Seperti turgor kulit kurang, membran
mukosa kering, demam.
Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg BB/jam.
Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-370C, Nadi : 80 –100 x/m, RR :16-
24 x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
Intervensi :
4. Resiko tinggi infeksi b.d. pertahanan tubuh tidak adekuat akibat penurunan haemoglobin
(anemia).
Tujuan :
Kriteria Hasil :
Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti rubor, color, dolor dan fungsiolesia.
Kadar haemoglobin dalam batas normal : 11-14 gr%
Pasien tidak demam/ menggigil, suhu : 36-370 C
Intervensi :
Daftar Pustaka
1. Kapita Selekta Kedokteran, 1999, Editor: Arif Mansjoer dkk, Edisi 3, Jilid 1,. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
2. Ilmu Kandungan, 1999, Editor : Hanifa Wiknjosastro dkk, Edisi II, Cetakan 3,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
3. Doengoes Marillyn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa : I Made Kariasa
dan Ni Made Sumarwati, Editor : Monica Ester, Edisi 3, EGC, Jakarta.
4. Carpenitto Linda Jual, 2000, Asuhan Keperawatan, Edisi 2, EGC, Jakarta.