Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MIOMA UTERI

Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya.
Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrous,
sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan, dan
berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang dominan. Mioma uteri biasa juga disebut
leiomioma uteri, fibroma uteri, fibroleiomioma, mioma fibroid atau mioma simpel.

Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan yaitu satu dari empat
wanita selama masa reproduksi yang aktif. Kejadian mioma uteri sukar ditetapkan karena
tidak semua mioma uteri memberikan keluhan dan memerlukan tindakan operatif. Walaupun
kebanyakan mioma muncul tanpa gejala tetapi sekitar 60% ditemukan secara kebetulan pada
laparatomi daerah pelvis.

Mioma uteri yang tidak memberikan gejala klinik yang bermakna paling sering ditemukan
pada dekade ke-4 dan ke-5 serta lebih sering pada wanita kulit hitam, dan sekitar 5-10%
merupakan submukosa.

Diet dan lemak tubuh juga berpengaruh terhadap resiko terjadinya myoma. Marshall (1998),
Sato (1998) dan Chiaffarino menemukan bahwa resiko myoma meningkat seiring
bertambahnya indeks massa tubuh dan knsumsi daging dan ham.

Sebagian besar mioma uteri ditemukan pada masa reproduksi, karena diduga berhubungan
dengan aktivitas estrogen. Dengan demikian mioma uteri tidak dijumpai sebelum menarke
dan akan mengalami regresi setelah menopause, tetapi tidak jika mioma uteri tidak regresi
setelah menopause atau bahkan bertambah besar maka kemungkinan besar mioma uteri
tersebut telah mengalami degenerasi ganas menjadi sarkoma uteri.

Bila ditemukan pembesaran abdomen sebelum menarke, hal itu pasti bukan mioma uteri
tetapi kemungkinan besar kista ovarium dan resiko untuk mengalami keganasan sangat besar

Etiologi dan Patogenesis


Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit
multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang
dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai
abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan 12q13-15.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi


genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.

1. Estrogen

 Mioma uteri dijumpai setelah menarke.


 Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi
estrogen eksogen.
 Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium
 Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti
endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis
(16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%).
 Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita
dengan sterilitas.
 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat)
menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan
miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak
daripada miometrium normal.

2. Progesteron

 Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat


pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase
dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.

3. Hormon pertumbuhan

 Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang


mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini,
memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan
mingkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen

Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai
faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :

 Umur: mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan
gejala klinis antara 35-45 tahun.
 Paritas: lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif infertil,
tetapi sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri
atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua
keadaan ini saling mempengaruhi.
 Faktor ras dan genetik : pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam,
angka kejadian mioma uteri tinggi. 14 Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini
tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
 Fungsi ovarium: diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan
pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang
setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.

Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat
mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan
dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain.

Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan
insulin-like growth factor 1 yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah
mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma
daripada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun
bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang
bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini
kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada
usia dini.

Patway mioma uteri

Lokasi mioma uteri pada uterus

Klasifikasi
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.
1. Lokasi

 Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi.


 Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius.
 Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.

2. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis yaitu :

a. Mioma Uteri Subserosa


 Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula
sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.
 Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut
sebagai mioma intraligamenter.
 Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa.
Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan
sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai
makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa
tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis
parasitik.

Gambaran USG mioma subserous, tampak gambaran


massa hipoekhoik yang menonjol ke luar dinding uterus

b. Mioma Uteri Intramural

 Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil
tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-
benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya.
 Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak
karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah.
 Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai
mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan),
lunak (jaringan otot rahim dominan).

Gambaran USG mioma intramural, tampak gambaran


massa hipoekhoik yang berada di dalam dinding uterus

c. Mioma Uteri Submukosa

 Terletak di bawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak. Mioma


bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan ini mudah
terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas permukaan ruangan rahim.
 Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting
dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural
walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak
berarti.
 Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan
perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai
terapinya dilakukan histerektomi.
Gambaran USG mioma submukosa, tampak gambaran
massa hipoekhoik yang menekan endometrial line

Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada potongan,
tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging ikan. Tumor berbatas
tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah dilepaskan.
Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi menjadi lunak. Bila terjadi
kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras.

Secara histologik tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk
pusaran, meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis, kalsifikasi,
nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot polos cenderung
mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat.

Pada mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat degenerasi.
Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan ini terjadi
secara sekunder dari atropi postmenopausal, infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau
transformasi maligna.

a. Atrofi
Setelah menopause dan rangsangan estrogen hilang.

b. Degenerasi hialin (merupakan perubahan degeneratif yang paling umum ditemukan):

 Jaringan ikat bertambah


 Berwarna putih dan keras
 Disebut “mioma durum”
 Degenerasi kistik :
 Bagian tengah dengan degenerasi hialin mencair
 Menjadi poket kistik

c. Degenerasi membatu (calcareous degeneration)

 Terdapat timbunan kalsium pada mioma uteri.


 Padat dan keras
 Berwarna putih

d. Red degeneration (carneous degeneration)

 Terjadi palings sering pada masa kehamilan.


 Estrogen merangsang tumbuh kembang mioma.
 Aliran darah tidak seimbang (edema sekitar tungkai dan tekanan hamil).
 Terjadi kekurangan darah menimbulkan nekrosis, pembentukan trombus, bendungan
darah dalam mioma, warna merah (hemosiderosis/hemofusin).
 Proses ini biasanya disertai nyeri, tetapi dapat hilang sendiri. Komplikasi lain yang
jarang ditemukan meliputi: kelahiran preterm, ruptur tumor dengan perdarahan
peritoneal, shock dan bahkan mencetuskan DIC.

e. Degenerasi Mukoid

 Daerah hyaline digantikan oleh bahan gelatinosa yang lembut. Biasanya terjadi pada
tumor yang besar, dengan aliran arterial yang terganggu.

d. Degenerasi Lemak

 Lemak ditemukan di dalam serat otot polos.

Degenerasi sarkomatous (transformasi maligna)

 Terjadi pada kurang dari 1% mioma. Kontroversi yang ada saat ini adalah apakah hal
ini mewakili sebuah perubahan degeneratif ataukah sebuah neoplasma spontan.
 Leiomyosarkoma merupakan sebuah tumor ganas yang jarang terdiri dari sel-sel yang
mempunyai diferensiasi otot polos.

Gambaran Klinik
Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pelvik
rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-apa dan tidak sadar bahwa
mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi :

1. Besarnya mioma uteri.


2. Lokalisasi mioma uteri.
3. Perubahan-perubahan pada mioma uteri.

Gejala klinik terjadi hanya pada sekitar 35 % – 50% dari pasien yang terkena. Adapun gejala
klinik yang dapat timbul pada mioma uteri:
a. Perdarahan abnormal

 Merupakan gejala klinik yang sering ditemukan (30%). Bentuk perdarahan yang
ditemukan berupa: menoragi, metroragi, dan hipermenorrhea.
 Perdarahan dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe.
 Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena bertambahnya area permukaaan
dari endometrium yang menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim, distorsi dan
kongesti dari pembuluh darah di sekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium.

b. Penekanan rahim yang membesar

 Terasa berat di abdomen bagian bawah.

c. Gejala traktus urinarius

 urine frequency,
 retensi urine,
 obstruksi ureter dan hidronefrosis.

d. Gejala intestinal:

 konstipasi obstruksi intestinal.

e. Terasa nyeri karena tertekannya saraf.

 Nyeri, dapat disebabkan oleh Penekanan saraf, Torsi bertangkai, Submukosa mioma
terlahir.

Infeksi pada mioma


Infertilitas, akibat penekanan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di cornu. Perdarahan
kontinyu pada pasien dengan mioma submukosa dapat menghalangi implantasi. Terdapat
peningkatan insiden aborsi dan kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan
submukosa.

Kongesti vena, disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan edema ekstremitas
bawah, hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia.

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan.


1. Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling mempengaruhi :

 Kehamilan dapat mengalami keguguran.


 Persalinan prematuritas.
 Gangguan proses persalinan.
 Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infentiritas.
 Pada kala III dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan.
 Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah kelahiran.

Diagnosis
Diagnosis mima uteri ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis

 Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama.
 Kadang-kadang disertai gangguan haid, buang air kecil atau buang air besar.
 Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir, pecah.

2. Pemeriksaan fisik

 Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.


 Pemeriksaan ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan tumor tersebut
menyatu dengan rahim atau mengisi kavum Douglasi.
 Konsistensi padat, kenyal, mobil, permukaan tumor umumnya rata.

Gejala klinis
 Adanya rasa penuh pada perut bagian bawah dan tanda massa yang padat kenyal.
 Adanya perdarahan abnormal.
 Nyeri, terutama saat menstruasi.
 Infertilitas dan abortus.

Pemeriksaan luar

 Teraba massa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan tumor dapat
terbatas atau bebas.
 Pemeriksaan dalam
 Teraba tumor yang berasal dari rahim dan pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas
dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan.

Pemeriksaan penunjang

 USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometriium dan
keadaan adnexa dalam rongga pelvis.
 Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan
itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya,
leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan
mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.
 Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada
beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus; lebih
lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur.
 Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta
menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
 Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan
infertilitas.
 Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.

Komplikasi

 Perdarahan sampai terjadi anemia.


 Torsi tangkai mioma dari : mioma uteri subserosa dan mioma uteri submukosa.
 Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.

Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.


Pengaruh mioma terhadap kehamilan.

 Infertilitas.
 Abortus.
 Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
 Inersia uteri.
 Gangguan jalan persalinan.
 Perdarahan post partum.
 Retensi plasenta.
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri

 Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.


 Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai. 2,3,8,9,10
 Diagnosis Banding
 Tumor solid ovarium.
 Uterus gravid.
 Kelainan bawaan rahim.
 Endometriosis, adenomiosis.
 Perdarahan uterus disfungsional.

Penanganan
Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, paritas, lokasi, dan ukuran tumor, dan terbagi
atas :
1. Penanganan konservatif, bila : mioma yang kecil pada pra dan post menopause tanpa
gejala.
Cara penanganan konservatif sebagai berikut :

 Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.


 Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.
 Pemberian zat besi.
 Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3 menstruasi
setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan
menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan
keadaan hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode postmenopause.
Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu.
 Terapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena
memberikan beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah selama pembedahan,
dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah.
 Baru-baru ini, progestin dan antipprogestin dilaporkan mempunyai efek terapeutik.
Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat dengan pemberian progestin dan
levonorgestrol intrauterin.

2. Penanganan operatif, bila :

 Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.


 Pertumbuhan tumor cepat.
 Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
 Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
 Hipermenorea pada mioma submukosa.
 Penekanan pada organ sekitarnya.

Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :

a) Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau mempertahankan
uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi
pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya
karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan
ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit
dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan
dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan seksio sesarea.

Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG)


adalah sebagai berikut :

 Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.


 Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
 Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan dan
keguguran yang berulang.

b) Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki
leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi
adalah sebagai berikut:
Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan
dikeluhkan olah pasien.
Perdarahan uterus berlebihan :
• Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8
hari.
• Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi :
• Nyeri hebat dan akut.
• Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.
• Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan tidak disebabkan
infeksi saluran kemih.

c) Penanganan Radioterapi

 Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
 Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
 Bukan jenis submukosa.
 Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
 Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.
 Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.

Asuhan keperawatan

Pengkajian

1. Pengkajian primer, Identitas Klien, data fokus:

 Ketidak teraturan menstruasi (perdarahan abnormal)


 Infertilitas, anovulasi
 Nulipara
 Keterlambatan menopause
 Penggunaan jangka panjang obat estrogen setelah menopause.
 Riwayat : Obesitas, Diabetes Melitus, Hipertensi, Hiperplasi adenomatosa.
 Ada benjolan di perut bagian bawah dan rasa berat.

2. Pengkajian sekunder

 Pemeriksaan USG : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma, diagnosis banding dengan
kehamilan.
 Laparaskopi : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma uteri

Diagnosa keperawatan

1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma akibat nekrosis dan
peradangan.
2. Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam berlebihan.
4. Resiko tinggi infeksi b.d. tidak adekuat pertahanan tubuh akibat anemia.

Intervensi Keperawatan

1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada mioma akibat nekrosis dan peradangan. Ditandai
:

 DO : Klien tampak gelisah, perilaku berhati-hati, ekspresi tegang, TTV.


 DS : Klien menyatakan ada benjolan di perut bagian bawah rasa berat dan terasa sakit,
perut terasa mules.

Tujuan :

 Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam.

Kriteria Hasil :

 Klien menyatakan nyeri berkurang (skala 3-5)


 Klien tampak tenang, eksprei wajah rileks.
 Tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-37 0C, N : 80-100 x/m, RR : 16-24x/m,
TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg

Intervensi :

 Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas (kala 0-10) dan
tindakan pengurangan yang dilakukan.
 Bantu pasien mengatur posisi senyaman mungkin.
 Monitor tanda-tanda vital
 Ajarkan pasien penggunaan keterampilan manajemen nyeri mis : dengan teknik
relaksasi, tertawa, mendengarkan musik dan sentuhan terapeutik.
 Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri
 Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman.
 Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.
2. Cemas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
Ditandai:

 DO : Klien tampak gelisah, tegang, tidak kooperatif dalam mengikuti pengobatan,


TTV.
 DS : Klien menyatakan takut dan tidak mengetahui tentang penyakitnya.

Tujuan :

 Setelah 2 x 15’ tatap muka pengetahuan klien tentang penyakitnya bertambah dan
cemas berkurang.

Kriteria Hasil :

 Klien mengatakan rasa cemas berkurang


 Klien kooperatif terhadap prosedur/ berpartisipasi.
 Klien mengerti tentang penyakitnya.
 Klien tampak rileks.
 Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36- 37 oC, Nadi : 80-100x/m, R: 16-24
x/m TD.: Sistole: 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg

Intervensi :

 Kaji ulang tingkat pemahaman pasien tentang penyakitnya.


 Tanyakan tentang pengalaman klien sendiri/ orang lain sebelumnya yang pernah
mengalami penyakit yang sama.
 Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya
 Ciptakan lingkungan tenang dan terbuka dimana pasien meraa aman unuk
mendiskusikan perasaannya.
 Berikan informasi tentang penyakitnya, prognosi, dan pengobatan serta prosedur
secara jelas dan akurat.
 Monitor tanda-tanda vital.
 Berikan kesempatan klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas.
 Minta pasien untuk umpan balik tentang apa yang telah dijelaskan.
 Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila memungkinkan.

3. Resiko tinggi kekurngan volume cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam berlebihan.
Ditandai dengan :

 DO : adanya perdarahan pervaginam


 DS : -

Tujuan :

 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam tidak terjadi kekurangan


volume cairan tubuh.

Kriteria Hasil :
 Tidak ditemukan tanda-tanda kekuranga cairan. Seperti turgor kulit kurang, membran
mukosa kering, demam.
 Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg BB/jam.
 Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-370C, Nadi : 80 –100 x/m, RR :16-
24 x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg

Intervensi :

 Kaji tanda-tanda kekurangan cairan.


 Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance cairan tiap 24 jam.
 Monitor tanda-tanda vital. Evaluasi nadi perifer.
 Observasi pendarahan
 Anjurkan klien untuk minum + 1500-2000 ,l/hari
 Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral dan kalau perlu transfusi sesuai
indikasi, pemeriksaan laboratorium. Hb, leko, trombo, ureum, kreatinin.

4. Resiko tinggi infeksi b.d. pertahanan tubuh tidak adekuat akibat penurunan haemoglobin
(anemia).

 DO : Kadar Haemoglobin kurang dari normal.


 DS : -

Tujuan :

 Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x 24 jam.

Kriteria Hasil :

 Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti rubor, color, dolor dan fungsiolesia.
 Kadar haemoglobin dalam batas normal : 11-14 gr%
 Pasien tidak demam/ menggigil, suhu : 36-370 C

Intervensi :

 Kaji adanya tanda-tanda infeksi.


 Lakukan cuci tangan yang baik sebelum tindakan keperawatan.
 Gunakan teknik aseptik pada prosedur perawatan.
 Monitor tanda-tanda vital dan kadar haemoglobin serta leukosit.
 Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
 Batasi pengunjung untuk menghindari pemajanan bakteri.
 Kolaborasi dengan medis untuk pemberian antibiotika.

Daftar Pustaka

1. Kapita Selekta Kedokteran, 1999, Editor: Arif Mansjoer dkk, Edisi 3, Jilid 1,. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
2. Ilmu Kandungan, 1999, Editor : Hanifa Wiknjosastro dkk, Edisi II, Cetakan 3,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
3. Doengoes Marillyn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa : I Made Kariasa
dan Ni Made Sumarwati, Editor : Monica Ester, Edisi 3, EGC, Jakarta.
4. Carpenitto Linda Jual, 2000, Asuhan Keperawatan, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai