BAB I
PENDAHULUAN
Mioma uteri merupakan tumor jinak dari otot rahim. Jumlah penderita
mioma uteri ini sulit diketahui secara akurat karena banyak yang tidak
menimbulkan keluhan sehingga penderita tidak memeriksakan dirinya ke dokter.
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial.
Mioma dapat bervariasi dalam ukuran dan jumlahnya, mulai dari beberapa
gram sampai mencapai lebih 45 kg serta jumlahnya bisa tunggal atau lebih dari
satu. Mioma merupakan penyebab gangguan kesuburan sebesar 27% dan sebagai
salah satu penyebab diangkatnya rahim seorang wanita. Di USA, perdarahan
rahim berlebih akibat mioma merupakan salah satu indikasi dilakukannya
tindakan pengangkatan rahim dan diperkirakan 600.000 kasus pengangkatan
rahim dilakukan setiap tahun.
Jumlah penderitanya belum diketahui secara pasti karena banyak yang
tidak merasakan keluhan sehingga tidak periksa ke dokter, namun diperkirakan
insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita. Di Indonesia, kasus
mioma uteri di temukan sebesar 2,39%-11,7% pada semua pasien kebidanan yang
dirawat. Mioma 3-9 kali lipat lebih sering pada wanita kulit hitam dibandingkan
wanita kulit putih.
Mioma paling sering ditemukan pada usia 35-45 tahun, jarang ditemukan
pada usia 20 tahun juga setelah menopause. Kejadian mioma uteri sebesar 20-40%
di temukan pada wanita yang berusia lebih dari 35 tahun. Mioma cenderung
membesar ketika hamil dan mengecil ketika menopause. Apabila pertumbuhan
mioma semakin membesar setelah menopause maka kecugiaan ke arah keganasan
harus dipikirkan.
Penyakit mioma uteri berasal dari otot polos rahim. Beberapa teori
menyebutkan pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormon estrogen.
Pada jaringan mioma jumlah reseptor estrogen lebih tinggi dibandingkan jaringan
2
otot kandungan (miometrium) sekitarnya sehingga mioma uteri ini sering kali
tumbuh lebih cepat pada kehamilan (membesar pada usia reproduksi) dan
biasanya berkurang ukurannya sesudah menopause (mengecil pada
pascamenopause). Sering kali mioma uteri membesar ke arah rongga rahim dan
tumbuh keluar dari mulut rahim. Ini yang sering disebut sebagai Myoma Geburt
(Geburt berasal dari bahasa Jerman yang berarti lahir). Tumor yang ada dalam
rahim dapat tumbuh lebih dari satu, pada perabaan memiliki konsistensi kenyal,
berbentuk bulat dan permukaan berbenjol-benjol seperti layaknya tumor perut.
Mioma uteri dapat ditemukan melalui pemeriksaan ginekologi rutin.
Diagnosis mioma uteri dicurigai bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu
atau lebih massa yang lebih licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa
massa seperti ini adalah bagian dari uterus. Sedangkan pemeriksaan untuk
mengetahui adanya mioma dapat dilakukan ultrasonografi, histeroskopi dan MRI
(Magnetic Resonance Imaging) yang akurat dalam menggambarkan jumlah,
ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang diperlukan karena keterbatasan ekonomi
dan sumber daya. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus
yang tidak dapat disimpulkan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mioma uteri atau yang disebut juga leiomioma, fibromioma dan fibroid
adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat, sehingga
bila banyak mengandung sel otot maka konsistensinya lunak, sedangkan bila
mengandung banyak jaringan ikat (fibroid) maka konsistensinya kenyal, dengan
ukuran bervariasi dari sangat kecil sampai sangat besar yang mengisi pelvis dan
abdomen dapat tunggal atau multipel.
2.2 Epidemiologi
Mioma terjadi pada kira-kira 5 persen wanita selama masa reproduksi.
Tumor ini tumbuh dengan lambat dan mungkin baru dideteksi secara klinis pada
kehidupan dekade keempat. Pada dekade keempat ini insidennya mencapai kira-
kira 20%. Mioma lebih sering pada wanita nulipara atau wanita yang mempunya 1
anak.
Mioma pada kehamilan menurut perkiraan frekuensi dalam kehamilan dan
persalinan berkisar sekitar 1 persen dan banyak mioma kecil tidak dikenal. Dalam
banyak kasus kombinasi mioma dengan kehamilan tidak mempunyai arti apa-apa.
Di pihak lain, kombinasi itu dapat menyebabkan komplikasi obstetrik yang besar
artinya. Hal itu tergantung besarnya dan lokalisasinya. Secara umum, angka
kejadian mioma uteri diprediksi mencapai 20%-30% terjadi pada wanita berusia
di atas 35 tahun.
2.3 Etiologi
Penyebab pasti dari mioma pada rahim masih belum diketahui secara jelas.
Namun beberapa penelitian mengatakan bahwa mioma muncul dari satu sel ganas
yang berada di antara otot polos dalam rahim. Selain itu adanya faktor keturunan
juga diduga sebagai penyebab mioma.
4
Genetik
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita
mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma
dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma
mempunyai 2 (dua) kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (alfa
myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma
yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri.
Ras
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa wanita keturunan Afro-Amerika
memiliki resiko 2,9 kali lebih besar untuk menderita mioma uteri
dibandingkan dengan wanita Kaukasia.
Usia
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun (20%),
ditemukan sekitar 40%-50% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun.
Mioma uteri jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan
haid). Sedangkan pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar
10%. Mioma menunjukkan pertumbuhan maksimal selama masa
reproduksi dimana saat itu kadar estrogen sangat tinggi. Tumor ini paling
sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun dan mengalami
pengecilan pada saat menopause.
Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan
mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarche, berkembang
setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.
6
Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri. Diterangkan dengan
penurunan bioaviabilitas estrogen dan penurunan konversi androgen
menjadi estrogen dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin.
Selain itu, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dari
mioma uteri, diantaranya adalah :
Faktor hormonal
1. Hormon estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat
pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen
eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan
pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya
yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan
fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan
hiperplasia endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak ditemukan
bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas.
17B hidroxydehidrogenase : enzim ini mengubah estradiol (sebuah
estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini
berkurang pada jaringan miomatous yang juga mempunyai jumlah
reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu :
mengaktifkan 17B hidroxydehidrogenase dan menurunkan jumlah
reseptor estrogen pada tumor.
3. Growth hormon
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL,
terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang
cepat dari leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil
kerja sinergis antara HPL dengan estrogen.
8
Faktor genetik
Mioma memiliki sekitar 40% kromosom yang abnormal, yaitu adanya translokasi
antara kromosom 12 dan 14, delesi kromosom 7 dan trisomi dari kromosom 12
Faktor pertumbuhan
Faktor pertumbuhan berupa protein atau polipeptida yang diproduksi oleh
sel otot polos dan fibroblas, mengontrol proliferasi sel dan merangsang
pertumbuhan dari mioma.
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi mioma uteri didasarkan atas lokasi dan lapisan uterus yang
terkena.
Berdasarkan lokasi, mioma uteri dibedakan menjadi :
1) Korpus (91%) → merupakan lokasi paling lazim dan seringkali tanpa
gejala
2) Servikal (2,6%) → umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi
3) Isthmus (7,2%) → lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius
Berdasarkan lapisan uterus yang terkena dan arah pertumbuhan, dibedakan
menjadi :
1) Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus.
Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma uteri jenis lain
meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi
mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan
perdarahan.
Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase,
dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai “Currete bump” dan
dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma
submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis
9
mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari
rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama “mioma geburt” atau
mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan
infark. Kemungkinan terjadinya degenerasi sarkoma juga lebih besar pada
jenis ini.
Adanya bentuk pedikel menyebabkan dismenore sebagai usaha dari uterus
untuk mengeluarkannya. Ulserasi dan nekrosa mengakibatkan adanya
discharge yang bau dan warna yang tidak tetap, sehingga sering salah
dianggap sebagai kanker serviks.
2) Mioma Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial dan terdapat di dinding uterus di
antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot
sekitarnya akan terdesak dan terbentuklah semacam simpai yang
mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma,
maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan
konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus,
dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke
atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
Biasanya multipel apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi
bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah
besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala
klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di
daerah perut sebelah bawah.
Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang
sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat
(jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan). Prevalensi
sebesar 54% dari seluruh kasus mioma.
3) Mioma Subserosa
Tumbuh keluar dari dinding uterus dan letaknya di bawah tunika serosa.
Dapat bertangkai atau melayang dalam kavum abdomen. Mioma subserosa
yang bertangkai dapat mengalami torsi dan terasa sangat nyeri. Oleh
10
Pemeriksaan Penunjang :
a. Darah lengkap
Hb turun, albumin turun, leukosit turun/meningkat, eritrosit turun.
b. USG (Ultrasonography)
Menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan
keadaan adneksa dalam rongga pelvis.
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam
menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama
lebih bermanfaat untuk mendeteksi kelainan pada rahim, termasuk
mioma uteri. Uterus yang besar lebih baik diobservasi melalui
ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri dapat menampilkan
gambaran secara khas yang mendemonstrasikan irregularitas kontur
maupun pembesaran uterus. Sehingga sangatlah tepat untuk digunakan
dalam monitoring.
Adanya kalsifikasi ditandai dengan fokus-fokus hiperekoik dengan
bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai dengan adanya gambaran
hipoekoik.
c. Histeroskopi
Menggunakan alat berupa teleskop yang tipis dan dimasukkan ke
uterus melalui serviks.
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa,
jika tumornya kecil serta bertangkai. Pemeriksaan ini dapat berfungsi
sebagai alat untuk penegakan diagnosis dan sekaligus untuk
pengobatan karena dapat diangkat.
16
d. Laparaskopi
Untuk mengevaluasi massa di daerah pelvis.
e. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran dan lokasi mioma tetapi
jarang diperlukan karena keterbatasan ekonomi dan sumber daya. Pada
MRI, mioma tampak sebagai massa gelap terbatas tegas dan dapat
dibedakan dari miometrium yang normal. MRI dapat mendeteksi lesi
sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma
submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-
kasus yang tidak dapat disimpulkan
f. Foto Bulk Nier Oversidth (BNO), Intra Vena Pielografi (IVP)
Menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan
perjalanan ureter.
g. Papaniculou Test
Merupakan pemeriksaan sitologis yang memungkinkan untuk
mendeteksi adanya sel yang abnormal dan mendeteksi keganasan
tumor pada tahap awal.
1. Kehamilan
Uterus membesar merata. Tes kehamilan positif.
2. Pseudosiesis
Terdapat amenorrhea, perut membesar tetapi uterus sebesar biasa, tanda
tanda kehamilan dan reaksi kehamilan negatif.
3. Kistoma Ovarii
Mungkin ada amenorrhea, perut penderita membesar tetapi ukuran uterus
biasa.
4. Vesika urinaria dengan retensio urine
Uterus biasanya membesar.
5. Menopause
Terdapat amenorrhea. Umur wanita kira kira di atas 43 tahun. Uterus
sebesar biasa, tanda-tanda kehamilan dan reaksi kehamilan negatif.
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dengan timbulnya mioma uteri antara lain
adalah :
a. Degenerasi ganas
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus
yang telah diangkat. Kecurigaan keganasan uterus apabila mioma uteri
cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam
menopause.
b. Torsi (putaran tungkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis.
c. Nekrosis dan infeksi
Setelah torsi dapat diikuti infeksi dan nekrosis.
d. Pengaruh timbal balik mioma uteri dan kehamilan
1. Pengaruh mioma terhadap kehamilan dan persalinan
Mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil (infertilitas),
terutama pada mioma uteri submukosa
18
2.11 Penatalaksanaan
Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, paritas, lokasi dan ukuran
tumor. Terbagi atas :
a. Konservatif
Tidak ada ukuran standar kapan mioma harus diterapi. Mioma besar tanpa
gejala dan tidak mengarah ke keganasan tidak perlu diterapi. Pemeriksaan
fisik dan USG harus diulangi setiap 6-8 minggu untuk mengawasi
pertumbuhan baik ukuran maupun jumlah. Apabila pertumbuhan stabil
maka pasien diobservasi setiap 3-4 bulan
Bila mioma uteri berukuran kecil, tidak cenderung membesar dan tidak
memicu keluhan yang berarti, cukup dilakukan pemeriksaan rutin setiap 3-
6 bulan sekali termasuk pemeriksaan USG. 55% dari semua mioma uteri
tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun. Menopause
dapat menghentikan pertumbuhan mioma uteri
Bila seorang wanita dengan mioma mencapai menopause, biasanya tidak
mengalami keluhan, bahkan dapat mengecil. Oleh karena itu sebaiknya
mioma pada wanita premenopause tanpa gejala diobservasi saja. Bila
mioma besarnya sebesar kehamilan 12-14 minggu apalagi disertai
pertumbuhan yang cepat sebaiknya dioperasi, walaupun tidak ada gejala
atau keluhan. Mioma yang besar kadang-kadang memberikan kesukaran
pada operasi.
Pada masa postmenopause, mioma biasanya tidak memberikan keluhan.
Tetapi bila ada pembesaran mioma pada masa post menopause harus
dicurigai kemungkinan keganasan (sarkoma).
b. Hormonal
Menggunakan agonis GnRH. Bekerja dengan menurunkan regulasi
gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis anterior. Akibatnya, fungsi ov
arium menghilang dan diciptakan keadaan menopause yang reversibel.
Sebanyak 70% mioma mengalami reduksi dari ukuran sebelumnya
telah dilaporkan terjadi dengan cara ini, menyatakan kemungkinan
manfaatnya pada pasien perimenopausal dengan menahan atau
20
Miomektomi :
Miomektomi dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya. Ada beberapa pilihan tindakan untuk melakukan
miomektomi, berdasarkan ukuran dan lokasi dari mioma. Tindakan
miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun
dengan laparoskopi.
1. Laparotomi
Dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma dari
uterus. Sebelum melakukan, dokter harus memperhatikan keadaan
pasien, seperti hipermenorea dan semua bentuk dari perdarahan
abnormal membutuhkan evaluasi karena perdarahan juga merupakan
komplikasi dari operasi. Perdarahan yang terjadi berhubungan dengan
ukuran dari uterus, total berat mioma yang diangkat, dan lamanya
operasi.
Keunggulan : lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga
penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada
pembedahan pada miomektomi dapat ditangani dengan segera.
Kerugian : Resiko perlengketan lebih besar, sehingga akan
mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien. Disamping itu, masa
penyembuhan pasca operasi juga lebih lama, sekitar 4-6 minggu.
2. Histeroskopi
Untuk mioma submukosa yang terletak pada kavum uteri. Ahli bedah
memasukkan alat histeroskop melalui serviks dan mengisi kavum uteri
dengan cairan untuk memperluas dinding uterus.
Indikasi :
Multipel mioma, riwayat multipel miomektomi, perdarahan abnormal,
riwayat abortus, infertilitas, dan nyeri.
Kontraindikasi :
Karsinoma endometrium, infeksi alat reproduksi, ketidakmampuan
uterus untuk membesar dan tumor yang meluas ke miometrium.
Kelebihan :
23
Histerektomi :
Indikasi :
Menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan
ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.
Terdapat 3 cara, yaitu :
2.12 Pencegahan
Terjadinya mioma uteri dapat dicegah dengan kiat-kiat sebagai berikut :
1. Paritas
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada perbandingan terbalik antara
jumlah paritas dengan timbulnya mioma. Karena pada waktu kehamilan
paparan estrogen berkurang, sehingga total waktu terpaparnya estrogen
pada wanita yang pernah hamil sampai melahirkan lebih sedikit daripada
wanita yang tidak pernah hamil.
2. Hindari obesitas
Berdasarkan penelitian, obesitas meningkatkan faktor resiko terjadinya
mioma sekitar 21% setiap kenaikan berat badan 10 kg di atas berat badan
ideal.
3. Rajin olahraga
Berdasarkan penelitian, wanita yang jarang berolahraga mempunyai resiko
timbulnya tumor jinak uterus 1,4x lebih besar daripada wanita yang rajin
berolahraga.
4. Hindari penggunaan kontrasepsi oral pada usia remaja (13 -16 tahun)
26
semakin membesar dari cranial hingga caudal sampai kemudian beban tersebut di
transmisikan menuju tulang pelvis melalui articulatio sacroilliaca.
Korpus vertebra selain dihubungkan oleh diskus intervertebralis juga oleh suatu
persendian sinovialis yang memungkinkan fleksibilitas tulang punggung, kendati
hanya memungkinkan pergerakan yang sedikit untuk mempertahankan stabilitas
kolumna vertebralis guna melindungi struktur medula spinalis yang berjalan di
dalamnya.Stabilitas kolumna vertebralis ditentukan oleh bentuk dan kekuatan
masing-masing vertebra, diskus intervertebralis, ligamen dan otot-otot.
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan anestesi subaraknoid
adalah lokasi medulla spinalis didalam kolumna vertebralis.Medulla spinalis
berjalan mulai dari foramen magnum kebawah hingga menuju ke konus medularis
(segmen akhir medulla spinalis sebelum terpecah menjadi kauda equina).Penting
diperhatikan bahwa lokasi konus medularis bervariasi antara vertebra T12 hingga
L1.
Memperhatikan susunan anatomis dari vertebra, ada beberapa landmark yang
lazim digunakan untuk memperkirakan lokasi penting pada vertebra, diantaranya
adalah :
1. Vertebra C7 : Merupakan vertebra servikal dengan penonjolan yang paling
terlihat di daerah leher.
2. Papila Mamae : Lokasi ini kurang lebih berada di sekitar vertebra torakal 3-4
3. Epigastrium : Lokasi ini kurang lebih berada di sekitar vertebra torakal 5-6
4. Umbilikus : Lokasi ini berada setinggi vertebra torakal 10
5. Krista Iliaka : Lokasi ini berada setinggi kurang lebih vertebra lumbalis 4-5
30
g. Duramater
Sensasi yang sama mungkin akan kita rasakan saat menembus duramater seperti
saat menembus epidural.
h. Subarachnoid
merupakan tempat kita akan menyuntikkan obat anestesi spinal. Padaruangan ini
akan dijumpai likuor sereberospinalis (LCS) pada penusukan.
Berikut adalah beberapa contoh sediaan yang terdapat di Indonesia dan umum
digunakan.
Lidokaine 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003, sifat
hyperbaric, dosis 20-50 mg (1-2ml).
Bupivakaine 0.5% dalam air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis
5-20 mg.
Bupivakaine 0.5% dalam dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15 mg(1-3 ml).
Obat Anestesi lokal memiliki efek tertentu di setiap sistem tubuh
manusia.Berikut adalah beberapa pengaruh pada system tubuh
yang nantinya harus diperhatikan saat melakukan anestesi spinal.
1. Sistem Saraf: Pada dasarnya sesuai dengan prinsip kerja dari obat
anestesi lokal, menghambat terjadinya potensial aksi. Maka pada sistem
saraf akan terjadi paresis sementara akibat obat sampai obat tersebut
dimetabolisme.
2. Sistem Respirasi: Jika obat anestesi lokal berinteraksi dengan saraf yang
bertanggung jawab untuk pernafasan seperti nervus frenikus, maka bisa
menyebabkan gangguan nafas karena kelumpuhan otot nafas.
3. Sistem Kardiovaskular: Obat anestesi lokal dapat menghambat impuls
saraf. Jika impuls pada sistem saraf otonom terhambat pada dosis
tertentu, maka bisa terjadi henti jantung. Pada dosis kecil dapat
menyebabkan bradikardia. Jika dosis yang masuk pembuluh darah cukup
banyak, dapat terjadi aritmia, hipotensi, hingga henti jantung. Maka
sangat penting diperhatikan untuk melakukan aspirasi saat menyuntikkan
obat anestesi lokal agar tidak masuk ke pembuluh darah.
4. Sistem Imun: Karena anestesi lokal memiliki gugus amin, maka
memungkinkan terjadi reaksi alergi. Penting untuk mengetahui riwayat
alergi pasien. Pada reaksi lokal dapat terjadi reaksi pelepasan histamin
seperti gatal, edema, eritema. Apabila tidak sengaja masuk ke pembuluh
darah, dapat menyebabkan reaksi anafilaktik.
35
9. Cara tusukan adalah median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar
22G, 23G atau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk jarum
kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum
(introducer), yaitu jarum suntik biasa yaitu jarum suntik biasa 10cc.
Jarum akan menembus kutis, subkutis, ligamentum supraspinosum,
ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, epidural, duramater,
subarachnoid. Setelah mandrin jarum spinal dicabut, cairan serebrospinal
akan menetes keluar. Selanjutnya disuntikkan obat analgesik ke dalam
ruang arachnoid tersebut.
tidak diobati bisa menyebabkan henti jantung. Akibat blok simpatetik yang cepat
dan dilatasi arterial dan kapasitas pembuluh darah vena, hipotensi adalah
komplikasi yang paling sering terjadi pada anestesi spinal. Hal ini menyebabkan
terjadi penurunan sirkulasi darah ke organ vital terutama otak dan jantung, yang
cenderung menimbulkan sequel lain. Penurunan sirkulasi ke serebral merupakan
faktor penting yang menyebabkan terjadi henti nafas pada anestesi spinal total.
Walau bagaimanapun, terdapat kemungkinan pengurangan kerja otot nafas terjadi
akibat dari blok pada saraf somatic interkostal. Aktivitas saraf phrenikus biasanya
dipertahankan.Berkurangnya aliran darah ke serebral mendorong terjadinya
penurunan kesadaran. Jika hipotensi ini tidak di atasi, sirkulasi jantung akan
berkurang seterusnya menyebabkan terjadi iskemik miokardiak yang mencetuskan
aritmia jantung dan akhirnya menyebakan henti jantung. Pengobatan yang cepat
sangat penting dalam mencegah terjadinya keadaan yang lebih serius, termasuk
pemberian cairan, vasopressor, dan pemberian oksigen bertekanan positif.Setelah
tingkat anestesi spinal berkurang, pasien akan kembali ke kedaaan normal seperti
sebelum operasi. Namun, tidak ada sequel yang permanen yang disebabkan oleh
komplikasi ini jika diatasi dengan pengobatan yang cepat dan tepat.
c. Sistem Respirasi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari system respirasi saat melakukan
anestesi spinal adalah :
Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila fungsi
paru-paru normal.
Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok
spinal tinggi.
Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau
karena hipotensi berat dan iskemia medulla.
Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas,merupakan
tanda-tanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani
dengan pernafasan buatan.
42
f. Nyeri Punggung
Komplikasi yang kedua paling sering adalah nyeri punggung akibat dari tusukan
jarum yang menyebabkan trauma pada periosteal atau ruptur dari struktur
ligament dengan atau tanpa hematoma intraligamentous. Nyeri punggung akibat
dari trauma suntikan jarum dapat di obati secara simptomatik dan akan
menghilang dalam beberapa waktu yang singkat saja.
f. Traktus Urinarius
Disfungsi kandung kemih dapat terjadi selepas anestesi umum maupun regional.
Fungsi kandung kencing merupakan bagian yang fungsinya kembali paling akhir
pada analgesia spinal, umumnya berlangsung selama 24 jam.
44
BAB III
KESIMPULAN
Mioma uteri atau yang disebut juga leiomioma, fibromioma dan fibroid
adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat, sehingga
bila banyak mengandung sel otot maka konsistensinya lunak, sedangkan bila
mengandung banyak jaringan ikat (fibroid) maka konsistensinya kenyal, dengan
ukuran bervariasi dari sangat kecil sampai sangat besar yang mengisi pelvis dan
abdomen dapat tunggal atau multipel. Penyebab pasti dari mioma pada rahim
masih belum diketahui secara jelas. Namun beberapa penelitian mengatakan
bahwa mioma muncul dari satu sel ganas yang berada di antara otot polos dalam
rahim. Selain itu adanya faktor keturunan juga diduga sebagai penyebab mioma.
Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, paritas, lokasi dan ukuran tumor.
Terbagi atas :
Konservatif
Tidak ada ukuran standar kapan mioma harus diterapi. Mioma besar tanpa gejala
dan tidak mengarah ke keganasan tidak perlu diterapi. Pemeriksaan fisik dan USG
harus diulangi setiap 6-8 minggu untuk mengawasi pertumbuhan baik ukuran
maupun jumlah. Apabila pertumbuhan stabil maka pasien diobservasi setiap 3-4
bulan
Bila mioma uteri berukuran kecil, tidak cenderung membesar dan tidak memicu
keluhan yang berarti, cukup dilakukan pemeriksaan rutin setiap 3-6 bulan sekali
termasuk pemeriksaan USG. 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan
suatu pengobatan dalam bentuk apapun. Menopause dapat menghentikan
pertumbuhan mioma
Pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang
menimbulkan gejala.
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Varghese BV, et al. (2013) Loss of the repressor REST in uterine fibroids
promotes aberrant G protein-coupled receptor 10 expression and activates
mammalian target of rapamycin pathway. Proc Natl Acad Sci USA 110 :
2187–2192
2. Ciarmela P, et al. (2011) Growth factors and myometrium: Biological
effects in uterine fibroid and possible clinical implications. Hum Reprod
Update 17(6):772–790
3. Sabry M, Al-Hendy A (2012) Medical treatment of uterine leiomyoma.
Reprod Sci 19(4):339–353
4. Tendal VR . Jeffcoates’s Principle of Gynaecology ; fifth edition ;
Butterworth London ; 1993 ; 419-32
5. Wallach EE, VlahouaNF. Uterine myoma : Anoverview of development,
clinical features and management. Obstet Gynaecol 2004 ; 104 : 393-
406
6. EA Stewart uterine fibroid. Lancet 2001; 357: 293-298
7. Joedosaputro MS. Tumor jinak alat genital. Dalam : Sarwono
Prawiroharjo,edisi kedua. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta
: 1994 ;338-345
8. Derek Llewellyn-Jones. Fundamentals of Obstetry and Gynaecology.
Edisi 6. Syney ; 1994
9. Boulton T., Blogg C. 1994. Komplikasi dan Bahaya Anestesi:
Anestesiologi. EGC. Jakarta. pp:229-231
10. Dobson, Michael B. 1994. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta : EGC
46
A. IDENTITAS
Umur : 45 tahun
Agama : Islam
No RM : 30. 88. 87
B. ANAMNESA
sejak ± 2 bulan ini diluar dari siklus haid, berwarna merah segar, os
mengganti duk 2-3 kali sehari, darah yang keluar disertai gumpalan-
gumpalan (+), riwayat campur suami istri berdarah (-). Riwayat nyeri perut
(+) sejak 2 bulan ini bersamaan dengan keluarnya darah dari kemaluan,
riwayat nyeri bersifat hilang timbul (+), nyeri seperti ditusuk-tusuk (+).
Riwayat perut teraba benjolan (+) sejak 2 bulan ini, awalnya kecil semakin
riwayat minum jamu-jamuan (-), riwayat penurunan berat badan (-), BAK
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Vital Sign
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 89 x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,50C
TB : 155 cm
BB : 65 kg
Pemeriksaan Umum
Kepala
Bentuk : Normocepali
Leher
Thorax
Paru
Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : Soepel
Perkusi : Timpani
48
Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
Status Lokalisata
Abdomen
Membesar : (-)
Soepel : (+)
Meteorismus : (-)
Ascites : (-)
symphysis pubis
Konsistensi : solid
Permukaan : rata
49
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Index Eritrosit
Eosinofil 2 % 1-3
Basofil 0 % 0-1
N. Stab 0 % 2-6
N. Seg 59 % 53-75
Limfosit 28 % 20-45
Monosit 12 % 4-8
50
Hasil Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Glukosa Darah
Fungsi Ginjal
E. RENCANA TINDAKAN
Anesthesi : RA-SAB
PS-ASA :1
Posisi : Supine
Pre operatif
B1 (Breath)
Airway : Clear
RR : 22x/menit
SP : Vesikuler ka=ki
B2 (Blood)
51
Akral : Hangat
TD : 120/70 mmHg
HR : 89 x/menit
B3 (Brain)
RC : (+)/(+)
B4 (Bladder)
Kateter : Terpasang
B5 (Bowel)
Abdomen : Soepel
Mual/Muntah : (-)/(-)
B6 (Bone)
Oedem : (-)
Intratekal
Bupivacaine : 25 mg
Jumlah Cairan
PO : RL 100 cc
DO : RL 500 cc
Produksi Urin :-
52
Perdarahan
Suction : 250 cc
EBV : 65 x 65 = 4225 cc
EBL 10 % = 422 cc
20 % = 845 cc
30 % = 1.267 cc
Durasi Operatif
→ Insersi spinocan 25G + CSF (+), darah (-), injeksi bupivacain →posisi supine
POST OPERASI
Pergerakan :2
Pernapasan :2
Warna kulit :2
Tekanan darah :2
53
Kesadaran :2
pasien pulih dari anestesi dan keadaan umum, vital sign stabil, pasien
dengan 1 bantal untuk mencegah spinal headache, karena obat anestesi masih
ada.
IVFD RL 30gtt/menit
54