Anda di halaman 1dari 12

Mioma Uterus

Definisi

1. Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot rahim dan
jaringan ikat disekitarnya. Pada beberapa kepustakaan mioma uteri juga sering disebut
dengan leiomioma, libromioma atau fibroid.
2. Hal ini mungkin karena memang otot uterus atau rahimlah yang memegang peranan
dalam terbentuknya tumor ini.

Etiologi

1. Etiologi sebenar yang menyebabkan tumor ini tidak dapat diketahui.


2. Sitogenetika
 Beberapa kelainan yang melibatkan kromosom 6, 7, 12, dan 14 telah dikenalpasti
berkaitan dengan pertumbuhan tumor. Kelainan ini berantisipasi dan
menyebabkan perubahan kariotipik yang merupakan hal yang penting dalam
pertumbuhan myoma.
3. Estrogen
 Myoma merupakan tumor yang sensitive terhadap estrogen dan progesterone.
Oleh karena itu, myoma berkembang pada tahun reproduktif dan berkurang
dalam ukuran dan insiden selepas setelah menopause.
 Konsep ini berintigrasi dalam memahami kebanyakan faktor resiko yang
berhubungan dengan pertumbuhan myoma dan memformulasikan kaedah
terapi. Sebagai contohnya; hormone seks steroid dapat menstimulasi dan
menghambat traskripsi dan produksi faktor pertumbuhan selular.
 Myoma sendiri menyediakan kondisi hiperestrogenik yang membantu
pertumbuhannya.
 Myoma mempunyai densitas reseptor estrogen yang lebih tinggi daripada
miometrium yang normal.
 Tumor ini juga mengubah lebih sedikit estradiol kepada estrone yang lebih
lemah.
 Tahap sitokrom P450 aromatase pada myoma lebih tinggi daripada myocytes
normal dan sitokrom spesifik ini mengkatalisasi perubahan androgen ke estrogen
pada beberapa tisu.
 Pertambahan tahun pajanan terhadap estrogen pada menarche awal dan
peningkatan BMI juga meningkatkan resiko myoma. Wanita obesitas
menghasilkan estrogen yang lebih banyak apabila pertambahan perubahan
adipos kepada androgen kepada estrogen dan pengurangan produksi sex-
hormone binding globulin pada hepar.
 Kehamilan dapat mengurangkan resiko myoma karena pada kehamilan hormone
progesterone lebih dominan.
 Terapi hormone tidak member sebarang pengaruh pada tumbuhnya myoma.
 Merokok mengubah metabolisme estrogen dan mengurangi jumlah serum
estrogen yang aktif. Hal ini menerangkan kenapa wanita yang merokok
mempunyai resiko yang rendah terhadap myoma.

4. Progesteron
 Perannya terhadap pertumbuhan myoma kurang jelas karena progesterone dapat
mengstimulasi dan menginhibisi myoma.
 Progestin eksogen terbukti mengehadkan pertumbuhan myoma pada ujian klinis.
 Pada studi epidemiologis, penggunaan medroxyprogesterone mengurangkan
insiden myoma.
 Antiprogestin dan mifepriston menginduksi atrofi pada myoma.
 Pada wanita yang diterapi dengan GnRH agonis, myoma akan mengecil, namun
dengan pemberian progesterone bersama-sama agonis pertumbuhan myoma akan
meningkat.

Patofisiologi
1. Aspek terpenting pada etiologi fibroid ini tidak diketahui.
2. Namun begitu, satu hipotesis peningkatan estrogen dan progesterone dapat
meningkatkan proses mitosis yang dapat menyumbang pada pertumbuhan myoma.
3. Ada juga yang beranggapan bahawa pembentukan myoma sama dengan respon tubh
terhadap luka, analog pada pembentukan keloids akibat operasi.
4. Luka yang iskemia yang menyebabkan subsatansi vasokonstriksi dilepaskan pada saat
haid. Peningkatan sekresi prostaglandin dan vasopressin oleh endometrium pada
dismenorrhea .
5. Selepas kecederaan vaskular, basic fibroblast growth factor (bFGF) merupakan hal yang
penting pada proliferasi otot polos, dan faktor ini dikeluarkan dengan banyak pada
myoma.
6. Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari penggandaan
satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya perkembangan dari sel otot
uterus atau arteri pada uterus, dari transformasi metaplastik sel jaringan ikat, dan dari
sel-sel embrionik sisa yang persisten.
7. Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen yang mengalami mutasi
pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal. Penelitian menunjukkan bahwa
pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom yaitu t(12;14)(q15;q24).
8. Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast. Percobaan
Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan
tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen.
9. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau
testoster. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik
dapat mengurangi ukuran mioma.
10. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi
oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti
peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-
like growth factor 1 yang distimulasi oleh estrogen.
11. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen
lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada
perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini
tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang
disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah menopause
bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.

http://www.ehponline.org/members/2003/5787/5787.html

Klasifikasi

1. Diklasifikasikan berdasarkan dari lokasi dan arah tumbuh.


 Myoma subserosa : berasal dari myocyte yang berhubungan dengan serosa uteri dan
tumbuh ke arah luar.
 Myoma pedunkulata : berlekatan hanya dengan miometrium progenitor.
 Myoma parasitik : variasi subserosa yang melekat dengan struktur pelvis untuk
mendapatkan sumber makanan (vascular) dan mungkin akan lepas atau tidak lepas.
 Myoma intramural : pertumbuhannya memusat kepada dinding uterus.
 Myoma submukosa : berdekatan dengan endometrium dan tumbuh secara bulging
ke kavitas endometrium.
2. Hanya 0.4% tumbuh di serviks. Juga ditemukan tetapi secara jarang pada ovary,
ligament tuba falopii, vagina dan vulva.

Epidemiologi

1. Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahunmempuyai


sarang myoma, pada wanita kulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma belum pernah
ditemukan sebelum terjadinya menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira
10% mioma yang masih tumbuh.
2. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita. Di Indonesia
mioma uteri ditemukan pada 2,39% - 11.7% pada semua penderita ginekologiyang
dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35-45 tahun (kurang lebih
25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause.
3. Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk berkembang mioma
ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya satu kali hamil.
Statistic menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah
hamil atau hanya hamil satu kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat
keluarga, ras, kegemukan dan nullipara.

Gejala

1. Perdarahan
 Merupakan gejala yang paling sering yang dikenali sebagai menorragia.
2. Kurang selesa di bagian pelvis
 Sensasi tekanan, frekuensi urinasi, inkontinensia, dan konstipasi.
3. Dismenorrhea
4. Infertilitas
 Mekanisme belum jelas
 2-3 % daripada kasus infertilitas berkaitan dengan mioma.
5. Pembentukan eritropoetin yang berlebihan

Diagnosa banding

1. Adenomiosis
2. Neoplasma ovarium
3. Kehamilan

Diagnosis
1. Anamnesis
 Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor
resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.

2. Pemeriksaan fisik

 Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga
dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur,
gerakan bebas, tidak sakit.

3. Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan uterus
yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang perlu
dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar Hb.
Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan keluhan pasien.
 Imaging
Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen pada uterus.
Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen bawah dan
pelvis dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi.
Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh ke
arah kavum uteri pada pasien infertil.
MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma uteri, namun
biaya pemeriksaan lebih mahal.

Penatalaksanaan

1. Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma uteri
tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga
biasanya mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala serta
mioma yang diduga menyebabkan fertilitas.
2. Secara umum, penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif dan
operatif. Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post
menopause tanpa gejala. Cara penanganan konservatif sebagai berikut :
 Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodic setiap 3-6 bulan.
 Bila anemi
3. Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi. Miomektomi adalah
pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat
dikerjakan misalnya pada mioma submukoum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi
lewat vagina.
4. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor
bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak,
maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%.
5. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih.
Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau pervaginam. Yang akhir ini jarang
dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan
dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri akan mempermudah prosedur pembedahan.
6. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya
karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat
kesukaran teknis dalam mengangkat uterus.
7. Terapi mioma yang lain adalah:
 NSAIDS
 Terapi hormonal
 Androgen
 GnRH agonis
 GnRH antagonis
 Anti – progestin
 Embolisasi arteri uterine
 Miomektomi
 Laparoskopi miomektomi
 Ablasi endometrial
 Miolisis

Komplikasi

1. Degenerasi ganas.
 Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari
seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan
umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah
diangkat.
 Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan
apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
2. Torsi (putaran tangkai).
 Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi
akut sehingga mengalami nekrosis.
 Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-
lahan, gangguan akut tidak terjadi.

3. Nekrosis dan infeksi

 Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena
gangguan sirkulasi darah padanya.

Pencegahan

1. Etiologi sebenar tidak dapat dikenalpasti. Tiada langkah pencegahn yang dapat diambil.

Prognosis

1. Kebanyakan myoma asimtomatis dan tidak memerlukan pengobatan. Pada yang


mempunyai gejala, histerektomi merupakan pengobatan tuntas. Miomektomi juga
memberikan hasil yang baik, dan histeroskopi miomektomi memberikan hasil yang baik
pada myoma submukosal yang simtomatis.
2. Pengobatan menggunakan GnRH mengurangkan kira-kira 40%-60% ukuran tumor
selepas 3 bulan pengobatan, namun setengah daripada mioma tumbuh kembali apabila
pengobatan dihentikan.
3. Mioma selalunya berhenti tumbuh atau muncul setelah menopause.

Organ reproduktif wanita

1. Anatomi
 Organ genital eksterna :

a) Labia minora e) Orificium uretra eksterna


b) Labia mayora f) Orificium vaginalis
c) Hymen eksterna
d) Clitoris

 Organ genital interna :

a) Vagina d) Serviks
b) Uterus e) Ovari
c) Tuba falopii

2. Fisiologi kitar haid


 Fasa folikular
Berlaku pada hari pertama haid sehingga berlaku menstruasi. Pada fase ini folikel
dibentuk untuk menjalani proses ovulasi. Stadium awal fase ini dimulai dengan
peningkatan FSH pada hari pertama siklus dan diakibatkan oleh turunnya
progesterone dan estrogen pada siklus haid yang sebelumnya serta hilangnya
inhibisi FSH daripada hormone-hormon ovary ini. FSH mengstimulasi
pembentukan 15-20 folikel setiap bulan dan juga mengstimulasi sekresi estradiol
dengan meregulasi sekresi androgen oleh teka eksterna dan menginduksi
reseptor enzim aromatase pada sel-sel granulose. FSH seterusnya akan
mengiduksi ekspresi reseptor FSH oleh folikel. Setelah kadar estradiol meningkat
dibawah pengaruh FSH, estradiol menginhibisi sekresi FSH dan kadar FSH
menurun. Dalam keadaan normal, satu folike akan bertukar menjadi folikel
dominan untuk diovulasi, manakala, folikel-folikel lain akan mengalami atresia.
Sel folikel yang dominan akan terus menghasilkan estradiol yang diperlukan
untuk pematangan sempurna. Folikel-folikel yang lain tidak dapat menghasilkan
estradiol yang mencukupi dan mengalmai atresia. Folikel yag dominan menjadi
matang dan menghasilkan estrogen dengan lebih banyak. Kadar estrogen berada
dikadar yang maksimal pada akhir fase folikular. Pada tahap ini, estrogen
menghantar positive feedback pada LH yang menyebabkan LH surge.
 Ovulasi
LH surge penting untuk ovulasi. Dibawah pengaruh LH, oosit primer masuk ke
stadium akhir meiosis pertama dan membelah kepada oosit sekunder dan badan
Barr pertama. LH surge juga menginduksi enzim-enzim proteolitik yag
mengdegredasi sel pada permukaan folikel, dan mengstimulasi angiogenesis di
dalam dinding folikular dan sekresi prostaglandin. Efek LH ini dapat
menyebabkan folikel pecah dan rupture. Pada ovulasi juga, oosit dan korona
radiate keluar ke ruang peritoneal. Oosit melekat pada ovary dan kontraksi otot
tuba fallopi akan membawa oosit kontak dengan epithelium tuba untuk
memulakan migrasi melalu oviduct.
 Fase luteal
Didefinisikan sebagai luteinisasi komponen-komponen folikel yang tidak
diovulasi dan dimulakan oleh LH surge. Sel granulose, sel techa, dan jaringan ikat
semuanya diubah menjadi korpus leteum yang kemudiannya mengalami atresia.
Efek yang terbesar pada LH surge adalah pertukaran sel-sel granulosa daripada
sel-sel androgen-converting kepada sel-sel progesterone-synthesizing, ekspresi
reseptor-reseptor LH yang baru akan meningkatkan sintesis progesterone dan
menurunkan affinitas sel-sel granulosa kepada estrogen dan FSH. Perubahan-
perubahan ini akan meningkatkan sekresi progesteron dengan sedikit sekresi
estrogen. Puncak sekresi progesterone oleh korpus luteum adalah diantara 5-7
hari selepas ovulasi. Kadar progesterone yang tinggi akan menyebabkan
feedback negative pada GnRH dan GnRH akan berkurang, sekresi FSH dan LH
juga akan berkurang. Korpus luteum akan kehilangan reseptor-reseptor FSH dan
LH. Kurangnya stimulasi daripada FSH dan LH selepas 14 hari akan menyebabkan
korpus luteum mengalami atresia dan berubah menjadi korpus albikan. Dengan
turunnya kadar estrogen dan progesteron, feedback negatif yang mengontrol
FSH akan hilang dan kadar FSH akan kembali meninggi dan siklus haid seterusnya
akan berlangsung.

Daftar pustaka

1. Diagnosis dymenorrhea dan infertilitas. Diunduh dari:


http://symptoms.wrongdiagnosis.com/cosymptoms/dysmenorrhea/infertility.htm
2. Uterine myoma. Diunduh dari:
http://umed.med.utah.edu/rotations/year3/ob-gyn/topics/uterinemyomas.pdf
3. Fibroid tumor of uterus. Diunduh dari:
http://www.mdguidelines.com/fibroid-tumor-of-uterus/prognosis
4. Uterine fibroids
http://www.mayoclinic.com/health/uterine-fibroids/DS00078
5. Uterine myoma. Diunduh dari :
http://www.healthcoachmd.com/handouts/uterine%20myomas.html
6. Pelvic mass, uterus leiomyoma. Williams gynecology. J O. Schorge, J I. Schaffer, L M.
Halvorson, B L. Hoffman, K D. Bradshaw, F. G Cunningham. Mc Graw Hill. 2008: 413-434.
7. Anatomi organ reproduktif. Atlas anatomi manusia Sobotta. R. Putz dan R. Pabst.
Penerbit buku kedokteran. 2006: 200-9
8. Human physiology. Menstrual cycle. Lauralee Sherwood. Thomson Brooks/Cole 6 th
edition. 2007: 761-2

Anda mungkin juga menyukai