I.
PENDAHULUAN
Masalah ginekologi yang banyak dijumpai dan dikeluhkan oleh seorang wanita
adalah perdarahan uterus abnormal.
Lokasi mioma
yang paling sering adalah jenis intramural (54%), diikuti oleh jenis
subserosum (48,2%), jenis submukosum (6,1%) dan jenis intraligamenter
(4,4%).1,5
Gejala yang ditimbulkan oleh mioma uteri tergantung dari lokasi tumor,
besarnya massa tumor, perubahan dan komplikasi dari mioma uteri. Gejalagejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
1.
Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya berupa hipermenorea atau
meno- metrorhagia.
2.
Rasa nyericc
3.
Hanya lebih kurang 20-50% saja mioma uteri yang menimbulkan keluhan,
sedangkan sisanya tidak mengeluh keluhan apapun. 1,11,12
Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan:
1. Pemeriksaan klinis berupa anamnesis dan pemeriksaan fisik/ginekologi
Pada palpasi abdomen, didapatkan massa di daerah simfisis atau abdomen
bagian bawah dengan konsistensi padat-kenyal, berdungkul, tidak nyeri,
berbatas tegas, dan mudah digerakkan bila tidak ada perlengketan. Pada
pemeriksaan bimanual, didapatkan tumor yang menyatu atau berhubungan
dengan uterus dan sondage uterus lebih besar.
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu dilatasi dan kuretase,
pemeriksaan PA dari bahan operasi, pemeriksaan laboratorium, tes
kehamilan, pemeriksaan ultrasonografi dan pemeriksaan radiologi BNO/IVP
bila mioma besar. 1,5,13
Penatalaksanaan mioma uteri secara umum adalah:
1. Konservatif, dilakukan observasi, pengobatan hormonal
2. Operatif, berupa miomektomi atau histerektomi
3. Radioterapi.1,5,14
Endometriosis adalah satu keadaan dimana jaringan endometrium yang
masih berfungsi terdapat diluar kavum uteri. Jaringan ini yang terdiri dari
kelenjar-kelenjar dan stroma terdapat di dalam miometrium ataupun di luar
uterus. Bila jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut
endometriosis interna (adenomiosis) dan bila di luar uterus disebut
endometriosis eksterna.5,15
Adenomiosis secara klinis lebih banyak kesamaannya dengan mioma
uteri. Adenomiosis lebih sering ditemukan pada multipara dalam masa
premenopause. Frekuensi adenomiosis berkisar antara 10 47%.5,15
Diagnosis adenomiosis dapat diduga, apabila pada wanita berumur sekitar
40 tahun dengan banyak anak, keluhan menoragia dan dismenorea makin
menjadi dan ditemukan uterus yang membesar simetrik dan berkonsistensi
padat. Akan tetapi diagnosis yang pasti baru bisa dibuat setelah pemeriksaan
uterus waktu operasi atau sesudah diangkatnya pada opersi tersebut. 5,15
B. Hiperplasia endometrium
Hiperplasia endotrium (HE) merupakan suatu kelompok proliferasi yang
berbeda-beda/heterogen yang mana sebagian akan merupakan prekursor dari
karsinoma endometrium. Proliferasi merupakan respon terhadap stimulasi
estrogen dan metaplasia adalah sebagian besar suatu perubahan sitoplasma.
Proliferasi abnormal dikenal dari perubahan struktur kelenjar endometrium
dibanding dengan proliferasi normal.27,28
Kelainan HE perlu mendapat perhatian karena telah banyak fakta yang
membuktikan bahwa HE merupakan lesi awal dari adenokarsinoma
endometrium. 27,288
Penelitian epidemiologis telah mengidentifikasi berbagai faktor terjadinya
karsinoma endometrium. Kebanyakan hasil penelitian konsisten mengatakan
bahwa faktor resiko yang mengakibatkan terjadinya karsinoma endometrium
adalah pemakai estrogen sebagai terapi pengganti, paritas rendah, dan
kegemukan . Resiko tinggi juga bisa berhubungan dengan menars dini,
menopause yang lambat, hipertensi dan penyakit gula.29
International Society of Gynocologic Pathologic (ISGP) telah
mempromosikan satu klasifikasi dari HE yang telah diterima secara luas.
Gambaran mendasar dari klasifikasi ini adalah pemisahan dari hiperplasia
kedalam bentuk nonatipia dan atipia. Komplekssitas dari kelenjar merupakan
hal yang kedua.
komplekss (penetrasi dan pelipatan) kelenjar yang padat dengan stroma yang
lebih sedikit.28
Para penulis yang mengatakan bahwa resiko perubahan HE menjadi
keganasan berkaitan dengan adanya dan beratnya atipia sitologi. Kurman et al
melaporkan hasil kuretase 170 penderita dengan HE yang tidak diterapi yang
dievaluasi selama 13,4 tahun, didapatkan, progresif menjadi karsinoma
sebanyak 1% penderita HE simpel,
dengan pengaruhnya
terhadap
absorbsi, distribusi
dan
metabolisme hormonal.29
HE terjadi baik pada perempuan premenopause maupun pascamenopause,
tetapi etiologi dasarnya sama, ialah umumnya rangsangan terus menerus oleh
estrogen terhadap endometrium tanpa dipengaruhi oleh progesteron.24
Pada perempuan pascamenopause HE biasanya akibat rangsangan
estrogen endogen tanpa dihambat oleh progesteron, tetapi sumber estrogen
tidak selalu berasal dari ovarium. Konversi hormon androstenedione menjadi
estron pada jaringan lemak/perifer adalah sumber utama estrogen pada
perempuan
pascamenopause
dengan
pendarahan
uterus.
HE
pada
kebanyakan disebabkan oleh atropi pada kelompok umur tersebut. Pada suatu
penelitian terhadap perempuan pascamenopause dengan pendarahan, terdapat
7% karena keganasan endometrium, 25% Oleh berbagai jenis hiperplasia,
56% oleh atropi. Khas pada perempuan dengan hiperplasia atau karsinoma
adalah mempunyai keluhan perdarahan pervaginam yang hebat, sedang
perempuan dengan atropi endometrium datang dengan spotting. Ovarium
perempuan pascamenopause, pada hilus tetap memproduksi sejumlah kecil
hormon steroid, terutama testosteron dan estrogen dalam jumlah kecil atau
tidak sama sekali.24
Perubahan endometrium menjadi kanker akibat rangasangan estrogen yang
lama sering melewati tahap hiperplasia. Estrogen mungkin merupakan unsur
promosi yang berperan dalam peningkatan aktivitas mitotik, dimana estrogen
telah diketahui merupakan mitogen (stimulasi deviasi sel). Hal ini disebabkan
akibat dari kemampuan estrogen merangsang tranformasi dari protein siklin D
yang bertanggungjawab terhadap stimulasi deviasi seluler. Tidak ada laporan
secara ilmiah dari penelititan yang mengatakan bahwa estrogen adalah
mutagenik atau karsinogenik.28,29
Patogenesis yang mendasari semua kejadian HE adalah rangsangan
estrogen yang berlebihan dan terus menerus baik endogen maupun eksogen
terhadap endometrium tanpa dihambat oleh progestron. Rangsangan estrogen
yang berlebihan ini memacu proliferasi endometrium secara berlebihan tanpa
dihambat oleh pengaruh progestron. Rangsangan estrogen yang berlebihan
tanpa dihambat oleh pengaruh progesteron yang secara siklik menyebabkan
pelepasan jaringan endometrium dimana yang tertinggal sebagian sel dan
kelenjar untuk melanjutkan berkembang dan berproliperasi.28,29
Pemakaian estrogen secara luas pada perempuan perimenopause atau
pascamenopause, tidak diragukan lagi berbagai keuntungan dari penggunaan
estrogen tersebut termasuk penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit
kardiovaskuler dan pencegahan osteoporosis. Tetapi pemakaian estrogen itu
sendiri banyak dihubungkan dengan peningkatan resiko terjadinya perubahan
: Ny. T
Umur
: 40 tahun
Suku bangsa
: Palembang
Agama
: Islam
Pendidikan
: S1
Pekerjaan
: PNS
Alamat
: Ki merogan RT 24 Palembang
MRS
2. Riwayat perkawinan
Kawin 1 kali, lama 7 tahun, umur suami 37 tahun
3. Riwayat Reproduksi
Menars 12 tahun, haid tidak teratur sejak 12-4-2004
HPHT: 12 4 2004 sampai sekarang
4. Riwayat kehamilan/melahirkan
P2A1 : 1. Abortus
2. Perempuan, 5 tahun, SC
3. Perempuan, 3 tahun, SC
5. Riwayat penyakit dahulu
6. Riwayat gizi/sosioekonomi
Cukup
7. Anamnesis Khusus
Keluhan utama: Menstruasi lama dan banyak
Riwayat perjalanan penyakit:
Sejak kurang lebih 4 minggu sebelum masuk rumah sakit os mengeluh
menstruasi lama dan banyak, tidak berhenti sampai sekarang, banyaknya 2
3 kali ganti pembalut perhari. Selama ini riwayat menstruasi teratur, 1
bulan sekali selama 7 hari, tidak ada riwayat perdarahan memanjang,
tetapi 6 bulan terakhir menstruasi memang dirasakan lebih banyak dari
biasanya, riwayat nyeri haid tidak ada. Riwayat adanya benjolan diperut
tidak dirasakan. Riwayat keputihan tidak ada, riwayat perdarahan post
coital tidak ada, riwayat trauma tidak ada. Nyeri perut tidak ada, nafsu
makan biasa. Riwayat pemakaian kontrasepsi tidak ada. Riwayat penyakit
yang sama dalam keluarga disangkal. Riwayat penurunan berat badan tidak
ada. Riwayat BAB dan BAK tidak ada keluhan. Riwayat pernah dilakukan
operasi miomektomi pada tahun 1997.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
a. Keadaan umum
Kesadaran
: Kompos mentis
Tipe badan
: Astenikus
Berat badan
: 45 kg
Tinggi badan
: 150 cm
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Pernafasan
: 20 kali/menit
Suhu
: 37C
b. Keadaan khusus
Kepala
Leher
Toraks
Abdomen
tidak
ada,
bising
usus
normal
2. Status Ginekologi
a. Periksa luar
Inspeksi
10
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
b. Inspekulo
c. Colok vagina
d. Colok dubur
Gambar:
11
C. Pemeriksaan Lain
1. Laboratorium (13-5-2004)
Darah rutin
Hb
: 7 g%
(12 18 g%)
Lekosit
: 5.400 mm3
LED
: 80 mm/jam
(<15 mm/jam)
Trombosit
Hitung jenis
: 0/2/1/76/19/2
Waktu pembekuan
: 10 menit 15 detik
Waktu perdarahan
2 menit
Urin rutin
Kejernihan
: Jernih
Sedimen
Kimia darah
Gula darah sewaktu
: 101 mg/dl
Ureum
: 14 mg/dl
(20 - 40 mg/dl)
Kreatinin
: 1,1 mg/dl
(0,5 - 0,9mg/dl)
SGOT
: 47
/l
(15 /l)
SGPT
: 66 /l
(17 /l)
Natrium
: 145 mmol/l
(135-155 mmol/l)
Kalium
: 3,5 mmol/l
Albumin
: 2,8 g/dl
Globulin
: 1,4 g/dl
2. Ultrasonografi (13-5-2004)
Uterus membesar ukuran 10x 6 cm sesuai dengan kehamilan 16 minggu
12
IVP
Kesan
4. Elektrokardiografi (17-5-2004)
Kesan
hiperplasia endometrium
Diagnosis banding :
13
E. Prognosis
Dubia ad bonam
F. Terapi
-
Antibiotik oral
G. Tindakan Sela
1. Konsultasi ke Bagian Penyakit Dalam I (13-5-04)
K/ Hipertensi stage II + anemia ec. perdarahan ec. myoma uteri
Saran: Captopril 3 x 25 mg, Hct 1 x 1 tab, transfusi PRC.
2. Konsultasi ke Bagian Penyakit Dalam II (17-5-04)
K/ Pada saat ini kor-pulmo fungsional - kompensata serta toleransi
operasi low risk
3. Konsultasi ke Bagian Anestesi (17-5-04)
K/ ASA II, setuju dilakukan operasi dengan narkose umum
Saran: transfusi s/d Hb 10 g%
III. PENGAMATAN LANJUT
Setelah ditegakkan diagnosa mioma uteri. Telah dilakukan pemeriksaan
penunjang diantaranya laboratorium darah rutin, kimia darah, urine rutine,
rontgen thorax dan BNO-IVP. Dilakukan D & C (14-5-04) untuk dilakukan
pemeriksaan Patologi Anatomi.
14
PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosis pada kasus ini ?
2. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini selanjutnya ?
V.
DISKUSI
Diagnosis pada penderita ini adalah menometroragia ec. suspek mioma uteri +
anemia sedang, sedangkan diagnosis bandingnya menometroragia ec. suspek
adenomiosis dengan anemia sedang. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologik, ultrasonografi,
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti rontgen thorax dan
BNO-IVP.
Dari anamnesis penderita mengeluh dalam bulan terakhir ini haidnya
memanjang, lama dan banyak. Dari pemeriksaan ginekologi, pemeriksaan luar
didapatkan uterus setinggi pertengahan pusat simfisis sesuai kehamilan 16
minggu, asimetris, permukaan rata dan konsistensinya padat. Pada pemeriksaan
colok vagina didapatkan korpus uteri sesuai kehamilan 16 minggu, konsistensi
padat, permukaan rata dan asimetris.
Dari literatur dikatakan bahwa keluhan yang paling sering timbul pada
penderita mioma uteri adalah perdarahan abnormal disamping nyeri dan
gejala/tanda penekanan seperti rasa penuh di perut bagian bawah, gangguan
buang air besar (BAB) dan gangguan buang air kecil (BAK). Bahkan pada
mioma yang besar dapat mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis ataupun
edema tungkai.1,5,12,13 Pada penderita ini yang menonjol ialah ditemukannya
perdarahan abnormal berupa menometrorhagia. Diagnosis menometrorhagia
ditegakkan karena pada penderita ini didapatkan perdarahan yang terjadi dalam
masa antara 2 haid dan perdarahan itu menjadi satu dengan haid. Pada penderita
15
ini ternyata haidnya lama dan banyak yang berarti sesuai dengan tipe
perdarahan abnormal penderita mioma uteri seperti menorhagia, metrorhagia
ataupun hipermenorea. Pada penderita ini tidak ditemukan keluhan nyeri
sebelum, selama ataupun beberapa hari setelah haid. Chapatte mengatakan
bahwa nyeri bukanlah tipikal dari mioma uteri namun dapat terjadi pada
keadaan terjadinya perdarahan dan bila terjadi penekanan organ dalam atau
torsi/putaran tangkai khususnya pada mioma subserosa.1,5,12
Gambaran klinis yang biasanya dijumpai pada mioma uteri adalah massa
yang berhubungan dengan uterus, permukaan rata atau tidak rata, bentuknya
asimetris dengan konsistensi yang bervariasi (kistik-padat). 1,5 Ternyata dari
pemeriksaan ginekologi pada penderita ini didapatkan hasil yang sesuai
gambaran klinis tersebut dengan adanya pembesaran uterus sesuai kehamilan
16 minggu, konsistensi padat, permukaan rata dan bentuk uterus yang asimetris.
Diagnosis klinis ini didukung dari hasil pemeriksaan USG dengan hasil
uterus membesar ukuran 10 x 12 cm sesuai dengan kehamilan 16 minggu,
terdapat gambaran hiperekhoik berbatas tegas pada intra uterin dan kedua
adneksa dalam batas normal, sehingga diperoleh kesan mioma uteri submukosa.
Dari literatur dikatakan bahwa USG dapat membantu menegakkan diagnosis
mioma uteri dengan gambaran yang khas berupa bentukan kumparan
hiperekhoik, homogen, ini disebabkan adanya massa jaringan fibrous/muskuler
pada mioma uteri tersebut. Apabila mioma uteri tersebut mnegalami degenerasi,
akan memberikan gambaran yang bervariasi dari hipoekhoik sampai
hiperekhoik serta gambaran yang homogenitasnya tidak beraturan. USG
transvaginal dapat memberikan gambaran lebih akurat tentang, lokasi, ukuran
dan jumlahnya lebih dari 0,5-1 cm.16
Usia penderita ini adalah 46 tahun yang berarti berada dalam usia lebih dari
35. Ichimura mengatakan bahwa insidensi mioma uteri pada wanita di atas 30
tahun adalah berkisar 20-30%. Dalam kepustakaan lain dikatakan bahwa pada
usia lebih dari 35 tahun kejadiannya lebih tinggi, yaitu mendekati angka 40%.5,6
16
17
2.
3.
4.
Gangguan berkemih
5.
6.
Infertilitas
7.
1. Observasi
Tidak dibutuhkan pengobatan selain pengawasan, misalnya mioma uteri
ukuran kecil tanpa penyulit pada wanita usia muda atau menjelang
menopause.
2. Terapi hormonal
Dekade terakhir ini, dicoba dengan pemberian GnRH agonis terutama jika
akan dilakukan konservasi uterus.
3. Terapi operatif
Baik berupa pengangkatan massa tumor saja (miomektomi) atau dengan
pengangkatan uterus (histerektomi). Miomektomi dilakukan bila fungsi
reproduksi
masih
diperlukan
dan
secara
tehnik
memungkinkan.
18
2.
3.
19
VI. KESIMPULAN
1.
2.
3.
RUJUKAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Joedosepoetro MS. Tumor-tumor jinak pada alat-alat genital. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin
AB, Rachimhadhi T. Ilmu kandungan. Edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 1991; 281-192
Sjamsuddin S, Nuranna L. Tumor ginekologi. Dalam: Marjono BA. Catatan kuliah obgin
plus+FKUI. Edisi Pertama. Jakarta: FTMD, 1999: 159-162
Doyle K. Leiomyomatous uterus. In: Frederickson HL, Willein-Haug L. Ob/gin secret. Second
edition. Boston-Massachusett: Bokk promotion & service co.Ltd, 1997; 30-31
Sakala EP. Board review series obstetrics and gynecology. Baltimore: Williams & Wilkins, 1997;
309-313
Baziad A. Endokrinologi ginekologi. Edisi Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2003: 82102, 151-157
Ichimura T, Kawamura N, Ito F, Shibata S, Minakuchi K, et al. Correlation between the growth of
uterine leiomyomata and estrogen and progesterone receptor content in needle biopsy specimens.
Fertil Steril 1998; 70: 967-971
Schwartz SM. Epidemiology of uterine leiomyomata. Clin Obstet Gynecol 1998; 44: 316-326
Thomas EJ. The aetiology and pathogenesis of fibroids. In: Shaw RW. Uterine fibroids. New
Jersey: The Parthenon Publishing Group, 1992; 1-8
Stewart EA, Nowak RA. Leiomyoma-related bleeding: a classic hypothesis updated for the
molecular era. Hum Repro 1996; 2: 295-306
Speroff L, Glass RH, Kase NG. Clinical gynecologic endocrinology and infertility. Sixth Edition.
Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins, 1999: 149-153
Hillard PA. Benign diseases of the female reproductive tract: symptoms and signs. In: Berek JS,
Adashi EY, Hillard PA. Novaks Gynecologic. Twelfth Edition. Baltimore: Williams & Wilkins,
1996; 359-361
Stovall DW. Clinical symptomatology of uterine leiomyomas. Clin Obstet Gynecol 1998; 44:
365-371
West CP. Uterine fibroids: clinical presentation and diagnostic techniques. In: Shaw RW. Uterine
fibroids. New Jersey: The Parthenon Publishing Group, 1992; 35-45
Thompson JD, RockJA. Leiomyomata uteri and myomectomy. In: Rock JA, Thompson JD. Te
Lindes operative gynecology. Eighth Edition. Philadelphia: Lippincott Raven, 1997; 731-770
Prabowo RP. Endometriosis. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu
kandungan. Edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1991; 259-261
Suyono B. Pemeriksaan ultrasonografi pada uterus. Dalam: POGI. Ultrasonografi dasar obstetri
ginekologi. Palembang: Kursus dasar USG dan KTG pra PIT XII, 2001; 9-10
Laboratorium Obstetri dan ginekologi. Standar pelayanan profesi. Palembang: FK Unsri, 1985:
100-102
20
18. Baziad A, Affandi B. Panduan Menopause. Edisi pertama. Jakarta: POGI/PERMI, 1997: 1-10
19. Guarnaccia MM, Rein MS. Traditional surgical approaches to uterine fibroids: abdominal
myomectomy and hysterectomy. Clin Obstet Gynecol 1998; 44: 385-399
20. Soehartono DS. Terapi sulih hormon. Dalam: PERMI. Kumpulan makalah PIT XII POGI
Malang. Malang: PERMI, 2002; 1-35
KASUS
21
KURNIAWAN