Anda di halaman 1dari 21

1

I.

PENDAHULUAN
Masalah ginekologi yang banyak dijumpai dan dikeluhkan oleh seorang wanita
adalah perdarahan uterus abnormal.

Penyebab perdarahan uterus abnormal

berbeda-beda menurut kelompok umur dan masa kehidupan seorang wanita.


Perdarahan uterus abnormal adalah setiap perdarahan abnormal dalam hal
frekuensi, lama dan volumenya pada wanita dalam usia reproduksi. Penyebab
perdarahan uterus abnormal bermacam-macam, yaitu komplikasi kehamilan,
perdarahan uterus disfungsional, kelainan organik (polip endometrium, mioma
uteri, hiperplasia endometrium), pengaruh hormonal dan keganasan.2,3
A. Mioma uteri
Mioma uteri ialah neoplasma jinak, berasal dari otot uterus, yang dalam
kepustakaan ginekologi juga terkenal dengan istilah-istilah fibromioma uteri,
leiomioma uteri ataupun uterine fibroid. Mioma uteri merupakan salah satu
tumor yang sering ditemukan pada wanita masa reproduksi. Tumor ini sering
ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan rutin pelvis maupun
ultrasonografi pelvis.1,2,3
Mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduksi (20-25%).
Pada usia lebih dari 35 tahun kejadiannya lebih tinggi, yaitu mendekati
angka 40%. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35 tahun dan usia 50
tahun menunjukkan adanya hubungan kejadian mioma uteri dengan
estrogen. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche.
Setelah menopause angka kejadian sekitar 10%. Di Indonesia, ditemukan
2,39 11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Di Amerika
Serikat dari 650.00 histerektomi yang dilakukan pertahun, sebanyak 27%
(175.000) disebabkan karena mioma uteri. Berdasarkan angka kejadian
residif dari mioma uteri sebanyak 15% (4 10%), maka sebanyak 10% (3
21%) harus dilakukan operasi lagi. 4,5,6,7
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri hingga kini belum diketahui.
Namun bila melihat mioma uteri banyak ditemukan pada usia reproduksi dan
kejadiannya rendah pada usia menopause, maka diduga stimulasi estrogen

sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri. Ichimura mengatakan bahwa


hormon ovarium dipercaya menstimulasi pertumbuhan mioma karena
adanya peningkatan insidennya setelah menarke dan pada kehamilan
pertumbuhan tumor ini makin besar namun menurun setelah menopause.
Pukka menemukan bahwa reseptor estrogen pada mioma uteri lebih banyak
didapatkan dibandingkan dengan miometrium normal. Pada setiap individu
terdapat variasi pertumbuhan mioma bahkan diantara nodule mioma pada
uterus yang sama. Perbedaan ini berkaitan dengan jumlah reseptor estrogen
dan reseptor progesteron. Meyer dan De Snoo mengemukakan patogenesis
mioma uteri dengan teori cell nest atau genitoblast. Pendapat ini lebih lanjut
diperkuat oleh hasil penelitian Miller dan Lipschutz yang mengutarakan
bahwa terjadinya mioma uteri itu tergantung pada sel-sel otot imatur yang
terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus-menerus oleh
estrogen. 8,9,10
Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka
mioma uteri dibagi atas 4 jenis, yaitu mioma submukosum, mioma
intramural, mioma subserosum, mioma intraligamenter.

Lokasi mioma

yang paling sering adalah jenis intramural (54%), diikuti oleh jenis
subserosum (48,2%), jenis submukosum (6,1%) dan jenis intraligamenter
(4,4%).1,5
Gejala yang ditimbulkan oleh mioma uteri tergantung dari lokasi tumor,
besarnya massa tumor, perubahan dan komplikasi dari mioma uteri. Gejalagejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
1.

Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya berupa hipermenorea atau

meno- metrorhagia.
2.

Rasa nyericc

3.

Gejala dan tanda penekanan

Gejala dan tanda penekanan yang terjadi berupa polakisuria, inkontinensia


urin, hidroureter atau hidronefrosis, obstipasi dan edema tungkai.

Hanya lebih kurang 20-50% saja mioma uteri yang menimbulkan keluhan,
sedangkan sisanya tidak mengeluh keluhan apapun. 1,11,12
Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan:
1. Pemeriksaan klinis berupa anamnesis dan pemeriksaan fisik/ginekologi
Pada palpasi abdomen, didapatkan massa di daerah simfisis atau abdomen
bagian bawah dengan konsistensi padat-kenyal, berdungkul, tidak nyeri,
berbatas tegas, dan mudah digerakkan bila tidak ada perlengketan. Pada
pemeriksaan bimanual, didapatkan tumor yang menyatu atau berhubungan
dengan uterus dan sondage uterus lebih besar.
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu dilatasi dan kuretase,
pemeriksaan PA dari bahan operasi, pemeriksaan laboratorium, tes
kehamilan, pemeriksaan ultrasonografi dan pemeriksaan radiologi BNO/IVP
bila mioma besar. 1,5,13
Penatalaksanaan mioma uteri secara umum adalah:
1. Konservatif, dilakukan observasi, pengobatan hormonal
2. Operatif, berupa miomektomi atau histerektomi
3. Radioterapi.1,5,14
Endometriosis adalah satu keadaan dimana jaringan endometrium yang
masih berfungsi terdapat diluar kavum uteri. Jaringan ini yang terdiri dari
kelenjar-kelenjar dan stroma terdapat di dalam miometrium ataupun di luar
uterus. Bila jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut
endometriosis interna (adenomiosis) dan bila di luar uterus disebut
endometriosis eksterna.5,15
Adenomiosis secara klinis lebih banyak kesamaannya dengan mioma
uteri. Adenomiosis lebih sering ditemukan pada multipara dalam masa
premenopause. Frekuensi adenomiosis berkisar antara 10 47%.5,15
Diagnosis adenomiosis dapat diduga, apabila pada wanita berumur sekitar
40 tahun dengan banyak anak, keluhan menoragia dan dismenorea makin
menjadi dan ditemukan uterus yang membesar simetrik dan berkonsistensi

padat. Akan tetapi diagnosis yang pasti baru bisa dibuat setelah pemeriksaan
uterus waktu operasi atau sesudah diangkatnya pada opersi tersebut. 5,15
B. Hiperplasia endometrium
Hiperplasia endotrium (HE) merupakan suatu kelompok proliferasi yang
berbeda-beda/heterogen yang mana sebagian akan merupakan prekursor dari
karsinoma endometrium. Proliferasi merupakan respon terhadap stimulasi
estrogen dan metaplasia adalah sebagian besar suatu perubahan sitoplasma.
Proliferasi abnormal dikenal dari perubahan struktur kelenjar endometrium
dibanding dengan proliferasi normal.27,28
Kelainan HE perlu mendapat perhatian karena telah banyak fakta yang
membuktikan bahwa HE merupakan lesi awal dari adenokarsinoma
endometrium. 27,288
Penelitian epidemiologis telah mengidentifikasi berbagai faktor terjadinya
karsinoma endometrium. Kebanyakan hasil penelitian konsisten mengatakan
bahwa faktor resiko yang mengakibatkan terjadinya karsinoma endometrium
adalah pemakai estrogen sebagai terapi pengganti, paritas rendah, dan
kegemukan . Resiko tinggi juga bisa berhubungan dengan menars dini,
menopause yang lambat, hipertensi dan penyakit gula.29
International Society of Gynocologic Pathologic (ISGP) telah
mempromosikan satu klasifikasi dari HE yang telah diterima secara luas.
Gambaran mendasar dari klasifikasi ini adalah pemisahan dari hiperplasia
kedalam bentuk nonatipia dan atipia. Komplekssitas dari kelenjar merupakan
hal yang kedua.

Simplekss dan komplekss didasarkan atas luas dan

banyaknya komplekssitas kelenjar. Gambaran perbedaannya dan padatnya


elemen kelenjar. Hiperplasia simplekss ditandai dengan kelenjar yang
berdilatasi atau kistik dengan bentuk bundar atau ireguler, peningkatan rasio
kelenjar terhadap stroma tanpa pemadatan kelenjar dan tidak ada atipia
sitologi, sedang hiperplasia komplekss ditandai dengan arsitektur yang

komplekss (penetrasi dan pelipatan) kelenjar yang padat dengan stroma yang
lebih sedikit.28
Para penulis yang mengatakan bahwa resiko perubahan HE menjadi
keganasan berkaitan dengan adanya dan beratnya atipia sitologi. Kurman et al
melaporkan hasil kuretase 170 penderita dengan HE yang tidak diterapi yang
dievaluasi selama 13,4 tahun, didapatkan, progresif menjadi karsinoma
sebanyak 1% penderita HE simpel,

3% dengan HE komplekss atipia.

Kebanyakan hiperplasia tetap stabil (18%) atau regressi 74 %. 28


Walaupun hiperplasia endometrium dapat terjadi oleh berbagai stimulasi,
tetapi stimulasi oleh estrogen merupakan yang paling sering. Berbagai faktor
resiko yang telah diidentifikasi adalah estrogen pengganti terapi, paritas
rendah, infertilitas, kegemukan, menars cepat, menopause yang lambat,
hipertensi, dan diabetes millitus. Sedang faktor penghambat dihubungkan
dengan kontrasepsi oral, merokok, dimana baik faktor risiko maupun faktor
penghambat umumnya bekerja melalui mediasi efek estrogen pada proliferasi
endometrium. Faktor protektif pada pil kontrasepsi, tergantung pada dosis
progestin, bukan tergantung pada dosis estrogen. Sedangkan merokok
dihubungkan

dengan pengaruhnya

terhadap

absorbsi, distribusi

dan

metabolisme hormonal.29
HE terjadi baik pada perempuan premenopause maupun pascamenopause,
tetapi etiologi dasarnya sama, ialah umumnya rangsangan terus menerus oleh
estrogen terhadap endometrium tanpa dipengaruhi oleh progesteron.24
Pada perempuan pascamenopause HE biasanya akibat rangsangan
estrogen endogen tanpa dihambat oleh progesteron, tetapi sumber estrogen
tidak selalu berasal dari ovarium. Konversi hormon androstenedione menjadi
estron pada jaringan lemak/perifer adalah sumber utama estrogen pada
perempuan

pascamenopause

dengan

pendarahan

uterus.

HE

pada

pascamenopause kebanyakan bermanifestasi sebagai pendarahan uterus


abnormal. Walaupun HE atau keganasan selalu dicurigai pada perempuan
pasca menopause dengan pendarahan sebagai penyebab, sejauh ini

kebanyakan disebabkan oleh atropi pada kelompok umur tersebut. Pada suatu
penelitian terhadap perempuan pascamenopause dengan pendarahan, terdapat
7% karena keganasan endometrium, 25% Oleh berbagai jenis hiperplasia,
56% oleh atropi. Khas pada perempuan dengan hiperplasia atau karsinoma
adalah mempunyai keluhan perdarahan pervaginam yang hebat, sedang
perempuan dengan atropi endometrium datang dengan spotting. Ovarium
perempuan pascamenopause, pada hilus tetap memproduksi sejumlah kecil
hormon steroid, terutama testosteron dan estrogen dalam jumlah kecil atau
tidak sama sekali.24
Perubahan endometrium menjadi kanker akibat rangasangan estrogen yang
lama sering melewati tahap hiperplasia. Estrogen mungkin merupakan unsur
promosi yang berperan dalam peningkatan aktivitas mitotik, dimana estrogen
telah diketahui merupakan mitogen (stimulasi deviasi sel). Hal ini disebabkan
akibat dari kemampuan estrogen merangsang tranformasi dari protein siklin D
yang bertanggungjawab terhadap stimulasi deviasi seluler. Tidak ada laporan
secara ilmiah dari penelititan yang mengatakan bahwa estrogen adalah
mutagenik atau karsinogenik.28,29
Patogenesis yang mendasari semua kejadian HE adalah rangsangan
estrogen yang berlebihan dan terus menerus baik endogen maupun eksogen
terhadap endometrium tanpa dihambat oleh progestron. Rangsangan estrogen
yang berlebihan ini memacu proliferasi endometrium secara berlebihan tanpa
dihambat oleh pengaruh progestron. Rangsangan estrogen yang berlebihan
tanpa dihambat oleh pengaruh progesteron yang secara siklik menyebabkan
pelepasan jaringan endometrium dimana yang tertinggal sebagian sel dan
kelenjar untuk melanjutkan berkembang dan berproliperasi.28,29
Pemakaian estrogen secara luas pada perempuan perimenopause atau
pascamenopause, tidak diragukan lagi berbagai keuntungan dari penggunaan
estrogen tersebut termasuk penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit
kardiovaskuler dan pencegahan osteoporosis. Tetapi pemakaian estrogen itu
sendiri banyak dihubungkan dengan peningkatan resiko terjadinya perubahan

endometrium menjadi adenokarsinoma, pada beberapa penelitian pemakaian


hormon estrogen tanpa diimbangi dengan progesteron, menyebabkan
endometrium bertumbuh dan proliferasi. Akibatnya bervariasi tergantung pada
dosis dan lamanya pemakaian. Pemakaian yang lama dan terus menerus dari
hormon estrogen akan menyebabkan stimulasi dan kerusakan pada fase
proliferasi dan menyebabkan hiperplasia.30,31
Pada pemakaian estrogen tersendiri (tanpa progesteron), terjadinya HE
pada pemakaian 2 tahun adalah 40%. Dengan penambahan progesteron
sintetis atau alamiah, HE dapat ditekan menjadi 2-4%.31
Pada beberapa perempuan dengan pemakaian estrogen terus menerus
menyebabkan terjadinya hiperplasia atipik dan adenokarsinoma. Lama
pemakaian paling sedikit 2-3 tahun, ditemukan pada pasien yang
berkembang ke adenokarsinoma. Resiko paling tinggi pada pemakaian
10 tahun atau lebih. Lama pemakaian tampaknya lebih penting dari
pada dosis pemakaian. Jika berkembang jadi adenokarsinoma, biasanya
dalam bentuk derajat rendah atau inflasi superfisial, tetapi derajat tinggi
juga bisa terjadi.31
Pertimbangan terpenting dalam penatalaksanaan hiperplasia endometrium
adalah usia, paritas dan gambaran histologis dari proses hiperplasi. Pasien usia
perimenopause
II. REKAM MEDIK
A. Anamnesis
1. Identifikasi
Nama

: Ny. T

Umur

: 40 tahun

Suku bangsa

: Palembang

Agama

: Islam

Pendidikan

: S1

Pekerjaan

: PNS

Alamat

: Ki merogan RT 24 Palembang

MRS

: 24 Mei 2004 pukul 10.00 WIB

2. Riwayat perkawinan
Kawin 1 kali, lama 7 tahun, umur suami 37 tahun
3. Riwayat Reproduksi
Menars 12 tahun, haid tidak teratur sejak 12-4-2004
HPHT: 12 4 2004 sampai sekarang
4. Riwayat kehamilan/melahirkan
P2A1 : 1. Abortus
2. Perempuan, 5 tahun, SC
3. Perempuan, 3 tahun, SC
5. Riwayat penyakit dahulu
6. Riwayat gizi/sosioekonomi
Cukup
7. Anamnesis Khusus
Keluhan utama: Menstruasi lama dan banyak
Riwayat perjalanan penyakit:
Sejak kurang lebih 4 minggu sebelum masuk rumah sakit os mengeluh
menstruasi lama dan banyak, tidak berhenti sampai sekarang, banyaknya 2
3 kali ganti pembalut perhari. Selama ini riwayat menstruasi teratur, 1
bulan sekali selama 7 hari, tidak ada riwayat perdarahan memanjang,
tetapi 6 bulan terakhir menstruasi memang dirasakan lebih banyak dari
biasanya, riwayat nyeri haid tidak ada. Riwayat adanya benjolan diperut
tidak dirasakan. Riwayat keputihan tidak ada, riwayat perdarahan post
coital tidak ada, riwayat trauma tidak ada. Nyeri perut tidak ada, nafsu
makan biasa. Riwayat pemakaian kontrasepsi tidak ada. Riwayat penyakit
yang sama dalam keluarga disangkal. Riwayat penurunan berat badan tidak
ada. Riwayat BAB dan BAK tidak ada keluhan. Riwayat pernah dilakukan
operasi miomektomi pada tahun 1997.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
a. Keadaan umum
Kesadaran

: Kompos mentis

Tipe badan

: Astenikus

Berat badan

: 45 kg

Tinggi badan

: 150 cm

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Pernafasan

: 20 kali/menit

Suhu

: 37C

b. Keadaan khusus
Kepala

: Konjunctiva anemis, sklera tidak ikterik

Leher

: Tekanan vena jugularis tidak meningkat,


massa tidak ada

Toraks

: Jantung dalam batas normal, paru-paru:


sonor, vesikuler normal, ronki tidak ada

Abdomen

: Dinding perut datar, lemas, pelebaran vena


tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan

tidak

ada,

bising

usus

normal

(pemeriksaan abdomen untuk ginekologi pada


status ginekologi)
Ekstremitas

: Edema tidak ada, varises tidak ada, refleks


fisiologis +/+, refleks patologis -/-

2. Status Ginekologi
a. Periksa luar
Inspeksi

: Perut datar, asimetris, vulva dan uretra tidak


ada kelainan

10

Palpasi

: Dinding perut lemas, teraba fundus uteri


setinggi pusat simfisis, permukaan rata,
konsistensi padat, nyeri tekan tidak ada

Perkusi

: Timpani, pekak di atas fundus uteri, tanda


cairan bebas tidak ada

Auskultasi
b. Inspekulo

: Bising usus normal


: Portio tak livide, massa (-), OUE tertutup
sondage 10cm antefleksi, fluksus(+) darah tak
aktif, flour (-), erosi (-), laserasi (-), polip (-)

c. Colok vagina

Porsio kenyal, OUE tertutup, korpus uteri


sesuai kehamilan 16 minggu, konsistensi
padat, permukaan rata, nyeri tekan (-),
adneksa parametrium kanan-kiri lemas,
nyeri tekan (-), massa (-), nyeri goyang
porsio (-), cavum douglas tak menonjol.

d. Colok dubur

: Tonus sfingter ani baik, mukosa licin, ampula


kosong, massa intralumen tidak ada, korpus
uteri sebesar kehamilan 16 minggu, padat.

Gambar:

11

C. Pemeriksaan Lain
1. Laboratorium (13-5-2004)
Darah rutin
Hb

: 7 g%

(12 18 g%)

Lekosit

: 5.400 mm3

(5000 10.000 mm3)

LED

: 80 mm/jam

(<15 mm/jam)

Trombosit

Hitung jenis

: 0/2/1/76/19/2

Waktu pembekuan

: 10 menit 15 detik

Waktu perdarahan

210.000 /mm3 (200.000 500.000/mm3)


(0-1/1-3/2-6/50-70/2-8 %)

2 menit

Urin rutin
Kejernihan

: Jernih

Sedimen

: Sel epitel (+), lekosit 2-3/LPB, eritrosit penuh,


silinder (-), kristal (-), protein (-), glukosa (-)

Kimia darah
Gula darah sewaktu

: 101 mg/dl

Ureum

: 14 mg/dl

(20 - 40 mg/dl)

Kreatinin

: 1,1 mg/dl

(0,5 - 0,9mg/dl)

SGOT

: 47

/l

(15 /l)

SGPT

: 66 /l

(17 /l)

Natrium

: 145 mmol/l

(135-155 mmol/l)

Kalium

: 3,5 mmol/l

(3,6 - 5,5 mmol/l)

Albumin

: 2,8 g/dl

( 3,8 - 5,8 g/dl)

Globulin

: 1,4 g/dl

( 1,3 - 2,7 g/dl)

2. Ultrasonografi (13-5-2004)
Uterus membesar ukuran 10x 6 cm sesuai dengan kehamilan 16 minggu

12

Terdapat gambaran hiperekhoik berbatas tegas pada intramural ukuran


5x5 cm pada corpus uteri. Penebalan endometrium 8,8 mm
Kedua adneksa dalam batas normal
Kesan: mioma uteri intramural + hiperplasia endometrium
3. Radiologi
Foto toraks (15-5-2004)
Kesan: cardiomegali ringan / LVH, pulmo tidak ada kelainan
BNO/IVP (17-5-2004)
BNO

: - Massa intraabdomen tidak ada


- Batu tidak ada

IVP

: - Fungsi eksresi dan sekresi kedua renal baik


-Tidak ada tanda-tanda pelebaran dari colecting sistem
kedua renal
- Vesika urinaria normal

Kesan

: Nefrogram tidak ada kelainan

4. Elektrokardiografi (17-5-2004)
Kesan

: Dalam batas normal

5. Histopatologi (D & C) (19-04-2004)


Mikroskopis:
Sediaan

dari kuret endometrium terdiri dari darah dan jaringan

endometrium dengan kelenjar berproliferasi hiperplasia dilapisi epitel


yang berproliferasi diantara stroma padat, beberapa kelenjar diantara
lumen melebar.Tanda-tanda ganas tidak dijumpai.
Kesan: Simpel hiperplasia endometrium
D. Diagnosis Kerja
Diagnosis

: Perdarahan uterus abnormal ec. suspek mioma uteri +

hiperplasia endometrium
Diagnosis banding :

13

E. Prognosis
Dubia ad bonam
F. Terapi
-

Pro laparotomi (rencana: histerektomi totalis salpingoooforektomi


unilateral)

Perbaikan keadaan umum: tranfusi s/d Hb 11 g%

Antibiotik oral

Persiapan operasi (laboratorium lengkap, rongent thorax, BNO-IVP,


konsul PDL, konsul Anesthesia, informed consent, obat-obatan/alat,
darah)

G. Tindakan Sela
1. Konsultasi ke Bagian Penyakit Dalam I (13-5-04)
K/ Hipertensi stage II + anemia ec. perdarahan ec. myoma uteri
Saran: Captopril 3 x 25 mg, Hct 1 x 1 tab, transfusi PRC.
2. Konsultasi ke Bagian Penyakit Dalam II (17-5-04)
K/ Pada saat ini kor-pulmo fungsional - kompensata serta toleransi
operasi low risk
3. Konsultasi ke Bagian Anestesi (17-5-04)
K/ ASA II, setuju dilakukan operasi dengan narkose umum
Saran: transfusi s/d Hb 10 g%
III. PENGAMATAN LANJUT
Setelah ditegakkan diagnosa mioma uteri. Telah dilakukan pemeriksaan
penunjang diantaranya laboratorium darah rutin, kimia darah, urine rutine,
rontgen thorax dan BNO-IVP. Dilakukan D & C (14-5-04) untuk dilakukan
pemeriksaan Patologi Anatomi.

14

Dilakukan transfusi darah (PRC) 3 kolf selama perawatan dengan Hb post


transfusi 9,1 g% (14-5-04). Rencana dilakukan transfusi 2 kolf (PRC) lagi
sebelum dilakukan tindakan operasi.
IV.

PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosis pada kasus ini ?
2. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini selanjutnya ?

V.

DISKUSI
Diagnosis pada penderita ini adalah menometroragia ec. suspek mioma uteri +
anemia sedang, sedangkan diagnosis bandingnya menometroragia ec. suspek
adenomiosis dengan anemia sedang. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologik, ultrasonografi,
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti rontgen thorax dan
BNO-IVP.
Dari anamnesis penderita mengeluh dalam bulan terakhir ini haidnya
memanjang, lama dan banyak. Dari pemeriksaan ginekologi, pemeriksaan luar
didapatkan uterus setinggi pertengahan pusat simfisis sesuai kehamilan 16
minggu, asimetris, permukaan rata dan konsistensinya padat. Pada pemeriksaan
colok vagina didapatkan korpus uteri sesuai kehamilan 16 minggu, konsistensi
padat, permukaan rata dan asimetris.
Dari literatur dikatakan bahwa keluhan yang paling sering timbul pada
penderita mioma uteri adalah perdarahan abnormal disamping nyeri dan
gejala/tanda penekanan seperti rasa penuh di perut bagian bawah, gangguan
buang air besar (BAB) dan gangguan buang air kecil (BAK). Bahkan pada
mioma yang besar dapat mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis ataupun
edema tungkai.1,5,12,13 Pada penderita ini yang menonjol ialah ditemukannya
perdarahan abnormal berupa menometrorhagia. Diagnosis menometrorhagia
ditegakkan karena pada penderita ini didapatkan perdarahan yang terjadi dalam
masa antara 2 haid dan perdarahan itu menjadi satu dengan haid. Pada penderita

15

ini ternyata haidnya lama dan banyak yang berarti sesuai dengan tipe
perdarahan abnormal penderita mioma uteri seperti menorhagia, metrorhagia
ataupun hipermenorea. Pada penderita ini tidak ditemukan keluhan nyeri
sebelum, selama ataupun beberapa hari setelah haid. Chapatte mengatakan
bahwa nyeri bukanlah tipikal dari mioma uteri namun dapat terjadi pada
keadaan terjadinya perdarahan dan bila terjadi penekanan organ dalam atau
torsi/putaran tangkai khususnya pada mioma subserosa.1,5,12
Gambaran klinis yang biasanya dijumpai pada mioma uteri adalah massa
yang berhubungan dengan uterus, permukaan rata atau tidak rata, bentuknya
asimetris dengan konsistensi yang bervariasi (kistik-padat). 1,5 Ternyata dari
pemeriksaan ginekologi pada penderita ini didapatkan hasil yang sesuai
gambaran klinis tersebut dengan adanya pembesaran uterus sesuai kehamilan
16 minggu, konsistensi padat, permukaan rata dan bentuk uterus yang asimetris.
Diagnosis klinis ini didukung dari hasil pemeriksaan USG dengan hasil
uterus membesar ukuran 10 x 12 cm sesuai dengan kehamilan 16 minggu,
terdapat gambaran hiperekhoik berbatas tegas pada intra uterin dan kedua
adneksa dalam batas normal, sehingga diperoleh kesan mioma uteri submukosa.
Dari literatur dikatakan bahwa USG dapat membantu menegakkan diagnosis
mioma uteri dengan gambaran yang khas berupa bentukan kumparan
hiperekhoik, homogen, ini disebabkan adanya massa jaringan fibrous/muskuler
pada mioma uteri tersebut. Apabila mioma uteri tersebut mnegalami degenerasi,
akan memberikan gambaran yang bervariasi dari hipoekhoik sampai
hiperekhoik serta gambaran yang homogenitasnya tidak beraturan. USG
transvaginal dapat memberikan gambaran lebih akurat tentang, lokasi, ukuran
dan jumlahnya lebih dari 0,5-1 cm.16
Usia penderita ini adalah 46 tahun yang berarti berada dalam usia lebih dari
35. Ichimura mengatakan bahwa insidensi mioma uteri pada wanita di atas 30
tahun adalah berkisar 20-30%. Dalam kepustakaan lain dikatakan bahwa pada
usia lebih dari 35 tahun kejadiannya lebih tinggi, yaitu mendekati angka 40%.5,6

16

Dari hasil pemeriksaan laboratorium pada saat penderita masuk ke rumah


sakit didapatkan nilai Hb 7 g% sehingga didiagnosis dengan anemia sedang.
Pada pemeriksaan laboratorium lainnya didapatkan hasil dalam batas normal.
Dengan demikian berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan ginekologis dan pemeriksaan lainnya seperti USG dan
laboratorium, penderita ini menderita menometrorhagia ec. suspek mioma uteri
dengan anemia sedang.
Diagnosis banding pada kasus ini adalah menometrorhagia ec. suspek
adenomiosis dengan anemia sedang. Beberapa literatur membuat diagnosis
banding untuk mioma uteri dengan adenomiosis, koriokarsinoma, hiperplasia
endometrium, karsinoma korpus dan sarkoma uteri. 1,4,7,9,10 Walaupun dari
anamnesis dan pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan, diagnosisnya lebih
mengarah pada mioma uteri, pada kasus ini suatu adenomiosis perlu
dipikirkan.1,5,10
Penderita datang ke rumah sakit dengan keluhan menstruasi yang lama dan
banyak. Adanya keluhan pada penderita seperti gangguan haid dapat
berhubungan baik dengan mioma uteri maupun adenomiosis. Sheth meneliti
ternyata pada 1000 wanita dengan diagnosis akhir menorhagia didapatkan 400
yang menderita adenomiosis dan 251 menderita mioma uteri. Dari anamnesis,
melihat faktor umur pada penderita baik adenomiosis maupun mioma uteri
dapat ditemukan pada rentang umur penderita. Adenomiosis biasanya
berhubungan dengan multiparitas dalam masa pramenopause.6,15
Dari hasil pemeriksaan ginekologis didapatkan benjolan di perut bawah
yang berhubungan dengan uterus yang bisa dijumpai pada suatu mioma uteri
dan adenomiosis. Pembesaran uterus pada adenomiosis biasanya simetrik dan
berkonsistensi padat. Menurut anamnesis dan pemeriksaan ginekologis bahwa
kemungkinan adenomiosis pada kasus ini belum dapat disingkirkan. Diagnosis
dapat ditegakkan saat pemeriksaan uterus pada saat operasi dan diagnosis pasti
adenomiosis baru dapat dibuat setelah pemeriksaan patologi anatomi.

17

Dari pemeriksaan Patologi Anatomi hasil dilatasi dan kuretase didapatkan


kesan cervisitis kronis non spesifik, endometrium menunjukkan disordered
proliferatif phase dan pada sediaan tersebut tidak ditemukan tanda-tanda ganas
sehingga suatu keganasan pada uterus dapat disingkirkan.
Moore menganjurkan dilakukannya intervensi bedah pada penderita mioma
uteri pada beberapa keadaan berikut :
1.

Perdarahan rahim abnormal yang mengakibatkan anemia

2.

Nyeri pelvis hebat (dismenorhea sekunder)

3.

Ketidakmampuan mengevaluasi adneksa (bila ukuran mioma lebih dari 12


minggu)

4.

Gangguan berkemih

5.

Pertumbuhan mioma setelah menopause

6.

Infertilitas

7.

Ukuran mioma tumbuh cepat.11


Pada mioma uteri, pilihan terapi secara umum adalah sebagai berikut:

1. Observasi
Tidak dibutuhkan pengobatan selain pengawasan, misalnya mioma uteri
ukuran kecil tanpa penyulit pada wanita usia muda atau menjelang
menopause.
2. Terapi hormonal
Dekade terakhir ini, dicoba dengan pemberian GnRH agonis terutama jika
akan dilakukan konservasi uterus.
3. Terapi operatif
Baik berupa pengangkatan massa tumor saja (miomektomi) atau dengan
pengangkatan uterus (histerektomi). Miomektomi dilakukan bila fungsi
reproduksi

masih

diperlukan

dan

secara

tehnik

memungkinkan.

Histerektomi bila fungsi reproduksi tidak diperlukan, pertumbuhan tumor


sangat cepat dan adanya perdarahan yang membahayakan penderita. 1,14,17,18

18

Bila akan dilakukan histerektomi, berdasarkan standar pelayanan di


Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi FK Unsri Palembang dianut
ketentuan :
1.

Usia < 40 tahun, dikerjakan histerektomi totalis tanpa pengangkatan ovarium

2.

Usia 40 45 tahun, dilakukan histerektomi totalis dan salfingoooforektomi


unilateralis

3.

Usia > 45 tahun, dilakukan histerektomi totalis dan salfingoooforektomi


bilateralis.17
Pada penderita ini miomanya telah memberikan gejala perdarahan

pervaginam abnormal yang mengakibatkan anemia. Dari pemeriksaan bimanual


didapatkan ukuran mioma sesuai kehamilan 16 minggu. Pada penderita ini
fungsi reproduksi tidak diperlukan lagi karena umur penderita 46 tahun dengan
mempunyai 2 orang anak yang hidup. Sehingga pada penderita ini perlu
dilakukan terapi operatif berupa histerektomi totalis dan salfingoooforektomi
bilateralis.
Tindakan operatif berupa pengangkatan ke 2 ovarium pada penderita ini
akan menyebabkan menopause artificial yang disebabkan hilangnya fungsi
folikel ovarium, sehingga dapat timbul keluhan klimakterium. Keluhan yang
terjadi pada wanita menopause adalah merupakan manifestasi klinik dari
menurunnya sampai habisnya kadar estrogen dalam tubuh sebagai akibat tidak
berfungsinya ovarium yang dapat terjadi karena pengangkatan kandungan dan
kedua indung telur. Karena keluhan yang terjadi disebabkan hilangnya estrogen
maka sangatlah logis bahwa untuk menghilangkan keluhan tersebut haruslah
diberikan estrogen yang lebih dikenal sebagai terapi sulih hormon (TSH)
Keadaan seperti ini apakah perlu pemberian TSH masih belum ada
kesepakatan. Maksud TSH adalah untuk menggantikan hormon dalam tubuh
yang sudah berkurang, agar dapat mengembalikan fungsi fisiologik seorang
wanita. Berapa lama pemakaian TSH ini, tidak ada ketentuan pasti. Selama
penderita merasa nyaman dan tidak timbul efek samping yang serius, maka
TSH dapat digunakan bertahun-tahun, bahkan 10 sampai 20 tahun. 19,20

19

VI. KESIMPULAN
1.

Diagnosis penyakit pada penderita ini adalah menometrorhagia


ec. suspek mioma uteri dengan anemia sedang dan didiagnosis banding
dengan menometrorhagia ec. suspek adenomiosis dengan anemia sedang.

2.

Tindakan yang akan dilakukan adalah intervensi bedah berupa


histerektomi totalis disertai salpingoooforektomi bilateral.

3.

Pemberian terapi sulih hormon pasacoperasi pada kasus ini


masih memungkinkan apabila ditemukan keluhan klimakterium.

RUJUKAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Joedosepoetro MS. Tumor-tumor jinak pada alat-alat genital. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin
AB, Rachimhadhi T. Ilmu kandungan. Edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 1991; 281-192
Sjamsuddin S, Nuranna L. Tumor ginekologi. Dalam: Marjono BA. Catatan kuliah obgin
plus+FKUI. Edisi Pertama. Jakarta: FTMD, 1999: 159-162
Doyle K. Leiomyomatous uterus. In: Frederickson HL, Willein-Haug L. Ob/gin secret. Second
edition. Boston-Massachusett: Bokk promotion & service co.Ltd, 1997; 30-31
Sakala EP. Board review series obstetrics and gynecology. Baltimore: Williams & Wilkins, 1997;
309-313
Baziad A. Endokrinologi ginekologi. Edisi Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2003: 82102, 151-157
Ichimura T, Kawamura N, Ito F, Shibata S, Minakuchi K, et al. Correlation between the growth of
uterine leiomyomata and estrogen and progesterone receptor content in needle biopsy specimens.
Fertil Steril 1998; 70: 967-971
Schwartz SM. Epidemiology of uterine leiomyomata. Clin Obstet Gynecol 1998; 44: 316-326
Thomas EJ. The aetiology and pathogenesis of fibroids. In: Shaw RW. Uterine fibroids. New
Jersey: The Parthenon Publishing Group, 1992; 1-8
Stewart EA, Nowak RA. Leiomyoma-related bleeding: a classic hypothesis updated for the
molecular era. Hum Repro 1996; 2: 295-306
Speroff L, Glass RH, Kase NG. Clinical gynecologic endocrinology and infertility. Sixth Edition.
Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins, 1999: 149-153
Hillard PA. Benign diseases of the female reproductive tract: symptoms and signs. In: Berek JS,
Adashi EY, Hillard PA. Novaks Gynecologic. Twelfth Edition. Baltimore: Williams & Wilkins,
1996; 359-361
Stovall DW. Clinical symptomatology of uterine leiomyomas. Clin Obstet Gynecol 1998; 44:
365-371
West CP. Uterine fibroids: clinical presentation and diagnostic techniques. In: Shaw RW. Uterine
fibroids. New Jersey: The Parthenon Publishing Group, 1992; 35-45
Thompson JD, RockJA. Leiomyomata uteri and myomectomy. In: Rock JA, Thompson JD. Te
Lindes operative gynecology. Eighth Edition. Philadelphia: Lippincott Raven, 1997; 731-770
Prabowo RP. Endometriosis. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu
kandungan. Edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1991; 259-261
Suyono B. Pemeriksaan ultrasonografi pada uterus. Dalam: POGI. Ultrasonografi dasar obstetri
ginekologi. Palembang: Kursus dasar USG dan KTG pra PIT XII, 2001; 9-10
Laboratorium Obstetri dan ginekologi. Standar pelayanan profesi. Palembang: FK Unsri, 1985:
100-102

20

18. Baziad A, Affandi B. Panduan Menopause. Edisi pertama. Jakarta: POGI/PERMI, 1997: 1-10
19. Guarnaccia MM, Rein MS. Traditional surgical approaches to uterine fibroids: abdominal
myomectomy and hysterectomy. Clin Obstet Gynecol 1998; 44: 385-399
20. Soehartono DS. Terapi sulih hormon. Dalam: PERMI. Kumpulan makalah PIT XII POGI
Malang. Malang: PERMI, 2002; 1-35

KASUS

21

MIOMA UTERI YANG AKAN DILAKUKAN


HISTEREKTOMI TOTALIS DAN
SALPINGOOOFOREKTOMI BILATERAL

UJIAN TAHAP AKHIR PESERTA PPDS


OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

KURNIAWAN

BAGIAN / DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RS dr. MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG
RABU, 19 MEI 2004

Anda mungkin juga menyukai