Fakultas : Kedokteran
Universitas : Tadulako
Bagian Anestesiologi
Mahasiswa Pembimbing
PENDAHULUAN
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos uterus yang terdiri dari sel-sel
jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Mioma belum pernah
ditemukan sebelum terjadinya menarche, sedangkan setelah menopause hanya
kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh. Mioma uteri sering ditemukan pada
wanita usia reproduksi (20-25%), dimana prevalensi mioma uteri meningkat lebih
dari 70 % dengan pemeriksaan patologi anatomi uterus, membuktikan banyak
wanita yang menderita mioma uteri asimptomatik.1
Tumor ini merupakan tumor pelvik terbanyak pada organ reproduksi wanita.
Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita. Mioma
uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang paling
efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi
mioma uteri itu sendiri. Baru-baru ini penelitian sitogenetik, molekuler dan
epidemiologi mendapatkan peranan besar komponen genetik dalam patogenesis
dan patobiologi mioma uteri.1
Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat. Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20
tahun, paling banyak pada umur 35-45 tahun. Mioma uteri ini lebih sering
didapati pada wanita nulipara atau yang kurang subur. Faktor keturunan juga
memegang peran.2
Penanangan mioma uteri dapat dilakukan secara konservatif maupun dengan
tindakan pembedahan. Beberapa pilihan terapi pembedahan tergantung pada
beberapa faktor, diantaranya ukuran mioma, gejala yang ditimbulkan tidak dapat
teratasi dengan penanganan konservatif, sangkaan keganasan, dan pertimbangan-
pertimbangan khusus lainnya.2
Anestesi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “An” yang berarti “tidak,
tanpa” dan “aesthesos” yang berarti “persepsi, kemampuan untuk merasa”. Secara
umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh. Istilah Anestesia digunakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes
(1809-1894) yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara,
karena anestesi adalah pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri
pembedahan.3
TINJAUAN PUSTAKA
A. MIOMA UTERI
1. Defenisi
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot polos
uterus, yang diselingi untaian jaringan ikat. Tumor ini juga dikenal
dengan istilah fibromioma, leiomioma, atau pun fibroid. Multipel
mioma adalah kondisi terdapatnya mioma lebih dari satu massa pada
uterus.1
2. Epidemiologi
3. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan
diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma
merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi
somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai
abnormalitas kromosom lengan 12q15 atau 6p21. Ada beberapa faktor
yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri,
yaitu : 1,2,6
1. Umur : mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun,
ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun.
Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35-45
tahun.
2. Paritas : lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang
relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah
infertil menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri
yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan ini saling
mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik : pada wanita ras tertentu, khususnya
wanita berkulit hitam, angka kejadiaan mioma uteri tinggi.
Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita
dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
4. Fungsi ovarium : diperkirakan ada korelasi antara hormon
estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri
muncul setelah menarche, berkembang setelah kehamilan dan
mengalami regresi setelahmenopause.
Mioma merupakan monoklonal dengan tiap tumor merupakan hasil
dari penggandaan satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di
dalamnya perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada uterus,
dari transformasimetaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel
embrionik sisa yang persisten. Penelitian terbaru telah
mengidentifikasi sejumlah kecil gen yang mengalami mutasi pada
jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal.6
4. Patogenesis
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori
genioblast. Percobaan Lipschultz yang memberikan estrogen kepada
kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada
permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek
fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron
atau testosteron. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga
terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen
pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon
mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain.
Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor
pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor 1 yang
distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan
munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada
mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada
perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan
karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah
menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini
kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah
ooforektomi bilateral pada usia dini.1,2,6
Dikenal dua tempat asal mioma uteri yaitu serviks uteri dan korpus
uteri. Mioma pada serviks uteri hanya ditemukan sebanyak 3 % dan
pada korpus uteri ditemukan 97% kasus. Berdasarkan tempat tumbuh
atau letaknya, mioma uteri dapat diklasifikasikan menjadi : 1
Mioma intramural: Mioma terdapat di korpus uteri diantara
serabut miometrium. Bila mioma membesar atau bersifat multiple
dapat menyebabkan pembesaran uterus dan berbenjol-benjol
Mioma submukosa: Mioma tumbuh tepat dibawah endometrium
dan menonjol ke dalam rongga uterus. Kadang mioma uteri
submukosadapat tumbuh terus dalam kavum uteri dan
berhubungan dengn tangkai yang dikenal dengan polip. Karena
konraksi uterus, polip dapat melalui kanalis servikalis dan sebgian
kecil atau besar memasuki vagina yang dikenal dengan nama
myoma geburt.
Mioma uteri subserosa: Mioma terletak dibawah tunika serosa,
tumbuh kerah luar dan menonjol ke permukaan uterus. Mioma
subserosa dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum
menjadi mioma intraligamenter yang dapat menekan ligamentum
dan arteri illiaca. Mioma jenis ini juga dapat tumbuh menempel
pada jaringan lain misalnya ke omentum dan kemudian
membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wandering dan
parasite fibroid.
5. Manifestasi klinik
a) Perdarahan abnormal: Gangguan perdarahan yang terjadi
umumnya adalah hipermenore, menoragia dan dapat juga terjadi
metroragia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan
ini, antara lain adalah 1,6:
Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia
endometrium sampai adenokarsinomaendometrium.
Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
Atrofiendometrium di atas mioma submukosa.
Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya
sarang mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak
dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
b) Rasa nyeri: Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat
timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang
disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran
mioma submukosa yang akan dilahirkan, pula pertumbuhannya
yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga
dismenorea.1,6
c) Gejala dan tanda penekanan: Gangguan ini tergantung dari besar
dan tempat mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih akan
menyebabkan poliuria, pada uretra dapat menyebabkan retensio
urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis, pada rectum dapat menyebabkan obstipasi dan
tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe dipanggul
dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.1,6
d) Infertilitas dan abortus: Infertilitas dapat terjadi apabila sarang
mioma menutup atau menekan pars intertisialis tuba, sedangkan
mioma submukosa juga memudahkan terjadinya abortus oleh
karena distorsi rongga uterus. Rubin (1958) menyatakan bahwa
apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan, dan mioma
merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu
indikasi untuk dilakukan miomektomi.1,2,6
6. Penegakan Diagnosis
a) Anamnesis: Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala
klinis mioma lainnya, faktor resiko serta kemungkinan komplikasi
yang terjadi.1
b) Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi
abdomen. Mioma uteri dapat diduga dengan pemeriksaan luar
sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur, gerakan
bebas, tidak sakit.1
c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium: Akibat yang terjadi pada mioma
uteri adalah anemia akibat perdarahan uterus yang berlebihan
dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang
perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk
mencari kadar Hb. Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan
keluhan pasien.1
Imaging 1
Pemeriksaaan dengan USG(ultrasonography) akan didapat
massa padat dan homogen pada uterus. Mioma uteri
berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen bawah
dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi.
Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma
uteri yang tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil.
MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah
mioma uteri, namun biaya pemeriksaan lebih mahal.
7. Diagnosis Banding 1
Tumor solid ovarium
Miosarkoma
Tumor abdomen
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mioma Uteri tidak semua mioma uteri
memerlukan pengobatan bedah.Penanganan mioma uteri tergantung
pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga
biasanya mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan
bergejala serta mioma yang diduga menyebabkan fertilitas. Secara
umum, penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif
dan operatif. Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada
pra dan postmenopause tanpa gejala. Cara penanganan konservatif
yaitu observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6
bulan, bila pasien anemia lakukan transfusi.1
Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi.
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada
mioma submukosa pada myoma geburt dengan cara ekstirpasi lewat
vagina. Pengambilan sarang mioma subserosa dapat mudah
dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini
dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan
akan terjadi kehamilan adalah 30-50%. Histerektomi adalah
pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih. Histerektomi
dapat dilaksanakan perabdominan atau pervaginam. Yang akhir ini
jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan
tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri akan
mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya
dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis
uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat
kesukaran teknis dalam mengangkat uterus.1
Komplikasi yang terjadi berupa perubahan sekunder pada
mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini
oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma.
Perubahan sekunder tersebut antara lain : 1,6,7,8
Atrofi : sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma
uteri menjadi kecil.
Degenerasi hialin : perubahan ini sering terjadi pada penderita
berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi
homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil
dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot
dari kelompok lainnya.
Degenerasi kistik: dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana
sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-
ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi
pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga
menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor
sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
Degenerasi membatu (calcereus degeneration) : terutama terjadi
pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam
sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang
mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan
pada foto rontgen.
Degenerasi merah (carneus degeneration) : perubahan ini terjadi
pada kehamilan dan nifas. Patogenesis : diperkirakan karena suatu
nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan
dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah
disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah
tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis,
haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan
nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran
tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
Degenerasi lemak : jarang terjadi, merupakan kelanjutan
degenerasi hialin.
9. Komplikasi
Degenerasi ganas.
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-
0,6% dari seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua
sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada
pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan
keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila
terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.8
Torsi (putaran tangkai).
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul
gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan
demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi
perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.8
B. ANASTESI REGIONAL
Anestesi regional merupakan suatu metode yang lebih bersifat
sebagai analgesik. Anestesi regional hanya menghilangkan nyeri tetapi
pasien tetap dalam keadaan sadar. Oleh sebab itu, teknik ini tidak
memenuhi trias anestesi karena hanya menghilangkan persepsi nyeri saja.9
C. ANASTESI SPINAL
1. DEFINISI
Anestesi spinal adalah injeksi obat anestesi lokal ke dalam ruang
intratekal yang menghasilkan analgesia. Pemberian obat lokal anestesi
ke dalam ruang intratekal atau ruang subaraknoid di regio lumbal
antara vertebra L2-3, L3-4, L4-5 untuk menghasilkan onset anestesi
yang cepat dengan derajat keberhasilan yang tinggi.10
2. ANATOMI
Secara medis, tulang belakang dikenal sebagai columna
vertebralis.Rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur lentur
yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas
tulang belakang, diantara tiap dua ruas tulang belakang terdapat
bantalan tulang rawan.Panjang rangkaian tulang belakang pada orang
dewasa mencapai 57 sampai 67 sentimeter. Seluruhnya terdapat 33
ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang terpisah dan 9 ruas
sisanya dikemudian hari menyatu menjadi sacrum 5 buah dan cocigius
4 buah. 11
Tulang belakang secara keselruhan berfungsi sebagai tulang
penyokong tubuh terutama tulang-tulang lumbalis.selain itu tulang
belakang juga berfungsi melindungi medula spinalis yang terdapat di
dalamnya. Di sepanjang medulla spinalis melekat 31 pasang nervus
spinalis melalui radix anterior atau motorik dan radix posterior atau
sensorik. 8 pasang saraf servikal (C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5
pasang saraf lumbal (L), 5 pasang saraf sakral (S), dan 1 pasang saraf
koksigeal (Co)7. Masing–masing radix melekat pada medulla spinalis
melalui sederetan radices (radix kecil),yang terdapat di sepanjang
segmen medulla spinalis yang sesuai. setiap radix mempunyai sebuah
ganglion radix posterior, yang axon sel–selnya memberikan serabut–
serabutsaraf perifer dan pusat . Medulla spinalis itu sendiri hanya
berjalan sampai setinggi vertebra lumbal pertama atau kedua (setinggi
sekitar pinggang), sehingga akar-akar saraf sisanya sangat memanjang
untuk dapat keluar dari kolumna vertebralis di lubang yang sesuai.
Berkas tebal akar-akar saraf yang memanjang di dalam kanalis
vertebralis yang lebih bawah itu dikenal sebagai kauda ekuina ”ekor
kuda” karena penampakannya 11
A. IDENTITAS
Nama : Nn. Ika Puspa Dewi
Umur : 40 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 50 kg
Tinggi badan : 160 cm
Agama : Kristen
Pekerjaan : Belum bekerja
Alamat : Desa Baliase
Diagnosa pra-Anastesi : Mioma Uteri
Jenis anastesi : Spinal Anestesi
Tanggal Operasi : 22 Maret 2021
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Nyeri Perut bagian bawah
2. Riwayat penyakit sekarang : Pasien wanita usia 50 tahun masuk Rumah
sakit dengan keluhan nyeri pada perut bagian bawah, nyeri dirasakan sejak
beberapa bulan yang lalu dan memberat saat sedang haid. Pasien juga
merasakan perut mulai membesar sekitar 7 bulan yang lalu. Pasien makan
dan minum normal Buang air besar dan buang air kecil dalam batas
normal.
3. Riwayat Menstruasi
Menarche : 15 tahun
Lama menstruasi 7 hari
Siklus : 28 hari
4. Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat penyakit hipertensi(-)
- Riwayat penyakit asma (-)
- Riwayat alergi obat dan makanan(-)
- Riwayat diabetes melitus (-)
- Riwayat trauma atau kecelakaan (-)
- Riwayat penyakit keluarga:
- Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal
- Riwayat penyakit DM : disangkal
- Riwayat penyakit alergi : disangkal
- Riwayat penyakit asma : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK :
1. Tanda vital
TD : 110/80mmHg
NADI : 79 x/menit
RR : 20x/menit
SUHU : 36.5C
2. Pemeriksaan Fisik :
Kepala :anemis (-) sianosis (-) ikterus (-) Mallampati : 1
Leher :deviasi trakhea (-) tiromental distance : (-)
Thoraks :simetris kiri = kanan
BP : Vesikuler +/+ Rh (-)/(-), Wh (-)/(-)
BJ I/II : Reguler bising jantung : (-)
Abdomen :Peristaltik (+ )kesan normal, Nyeri tekan (-), massa (+)
17cmx17 cm
Ekstremitas : Udem (-) akral hangat +/+
3. B1 (Breath)
Airway bebas, gurgling/snoring/crowing:-/-/-, RR:20x/menit,
Mallampati: 1, Riwayat asma (-) alergi (-), batuk (-), sesak (-) leher
pendek (-), pergerakan leher bebas, pernapasan vesikuler(+/+), suara
pernapasan tambahan ronchi(-/-), wheezing(-/-)
4. B2 (Blood)
Akral hangat, HR : 79x/menit irama reguler, CRT < 2 detik. Masalah
pada sistem cardiovaskuler (-).
5. B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis GCS 15 (E4V5M6, Pupil: isokor Ø 3 mm
/3mm, Refleks Cahaya +/+
6. B4 (Bladder)
BAK lancar (pasien menggunakan kateter),
7. B5 (Bowel)
Keluhan mual (-), muntah (-). Abdomen: Inspeksi tampak cembung,
Auskultasi: peristaltik (+), kesan normal, Palpasi: nyeri tekan (-),teraba
massa (+) 17 cmx17cm
8. B6 Back & Bone
Pergerakan ekstremitas atas kanan (bebas)
Pergerakan ekstremitas atas kiri (bebas)
Pergerakan ekstremitas bawah kanan (bebas)
Pergerakan ekstremitas bawah kiri (bebas)
Ekstremitas : Akral hangat, pucat (-), edema (-), turgor < 3 detik,
CRT < 2 detik.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.9 L: 13-17, P: 11-15 g/dl
Leukosit 9.9 4.000-10.000 /mm3
L: 4.5-6.5 P: 3.9-
Eritrosit 4.80 Juta/ul
5.6
Hematokrit 33.7 L: 40-54 P: 35-47 %
Trombosit 380 150.000-500.000 /mm3
Clotting time 10 4 – 10 menit
Bleeding time 4 1 –5 menit
Hasil Rujukan
Seroimmunologi
SARS Cov-2
Negatif Negatif
(COVID-19)
Non Reaktif
HbsAg Non Reaktif
E. Assesment
Status fisik ASA II
Diagnosis pra-bedah : Mioma Uteri
F. Plan
Jenis anestesi : Regional Anestesi
Teknik anestesi : Spinal Anestesi
Jenis pembedahan : Histerektomi
TERAPI CAIRAN
Cairan yang Dibutuhkan Aktual
Pre - BB: 50 Kg Input:
Operasi - Maintenance kebutuhan cairan per jam:
= 35cc x 50 kg RL: 500 cc
= 1.750/24jam
= 73 cc/jam atau 24 tetes/menit Output
Urin :100 cc
- Kebutuhan cairan pengganti puasa 8 jam:
= 8 jam x (73 cc/jam)
= 584cc
% perdarahan :
Total
= Jumlah perdarahan : EBV x 100% Perdarahan:
= 50 : 3250 x 100% ±50 cc
= 1.54%
Stress operasi:
Operasi berat
8 x 50 = 400 cc/jam (6.7cc/ menit)
Operasi berlangsung 1 jam 40 menit
Stress operasi X lama operasi
6.7 X 100 menit
= 670 cc
Cairan pengganti defisit darah
Defisit darah 50 cc
Keseimbangan kebutuhan :
Cairan masuk – (Kebutuhan cairan selama
operasi + Puasa)
= (1300)–( 820 + 584)
= -104 cc
Post Maintanance BB : 50 kg
Operasi Maintenance Kebutuhan cairan per jam :
Perempuan = 35 cc/kgBB/Hari
= 35 cc x 50 kg
= 1.750 cc/24 jam + 104 cc
= 1.854 cc/24jam
= 26 tetes/menit
POST OPERATIF
Pemantauan di Recovery Room :
Tekanan darah : 107/70mmHg
Nadi :62 kali permenit
Pernafasan :20 x per menit
Bila Bromage Score ≤ 2 boleh pindah ruangan
Instruksi di ruangan
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien perempuan usia 40 tahun masuk dengan keluhan
nyeri perut bawah disertai dengan perut membesar sejak 7 bulan yang lalu dan di
diagnosis dengan myoma uteri, lalu dilakukan operasi histerektomi. Tindakan
yang digunakan pada operasi ini yaitu, anestesi regional menggunakan teknik
Spinal Anastesi. Anestesi spinal adalah pemberian obat antestetik lokal ke dalam
ruang subarakhnoid . Anestesi spinal diindikasikan terutama untuk bedah
ekstremitas inferior, bedah panggul, tindakan sekitar rektum dan perineum, bedah
obstetri dan ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah dan operasi
ortopedi ekstremitas inferior.
Evaluasi pra anestesi dilakukan sebelum operasi yang meliputi anamnesis,
spemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan yang lainnya, konsultasi dan
koreksi terhadap kelainan fungsi organ vital untuk menentukan status fisik ASA
serta ditentukan rencana jenis anastesi yang dilakukan. American Society of
Anestesiology (ASA) membuat klasifikasi status fisik pra anastesi menjadi 6 kelas
yaitu:
pada: Terbatas
pada:
minimal usia
ASA VI Seorang
pasien yang
terkonfir-
masi
mengalami
kematian
batang otak
yang
organnya
akan
diambil
untuk
tujuan
donor
Berdasarkan hasil pra operatif tersebut, maka dapat di simpulkan status pasien pra
anestesi American Society of Anestesiology (ASA) pada pasien dikategorikan
sebagai pasien ASA II Hanya Penyakit ringan tanpa batasan substantif fungsional.
Persiapan pra operasi untuk anestesi regional tidak berbeda dari yang
untuk anestesi umum. Namun, seperti dengan anestesi regional, diskusi dengan
pasien mengenai spesifik manfaat dan komplikasi potensial harus diperhatikan.
Komplikasi yang jarang terjadi namun tetap perlu diperhatikan seperti kerusakan
saraf, perdarahan, dan infeksi, dan komplikasi. Komplikasi yang sering terjadi tapi
dengan konsekuensi minor seperti post-dural puncture headache. Kemungkinan
untuk kegagalan blok harus didiskusikan dan pasien harus yakin bahwa dalam
teknik anestesi akan memberikan kenyamanan. Walaupun tempat operasi sudah
teranestesi dalam banyak kasus pasien tetap merasa tidak nyaman. Selanjutnya,
efek operasi atau spinal anestesia yang tinggi mungkin akan mempengaruhi
pernapasan, sirkulasi bahkan intubasi dan ventilasi mekanik mungkin diperlukan.
Evaluasi preoperatif termasuk pemeriksaan toraks dan vertebra lumbal serta kulit
disekitar tempat penusukan jarum. Anestesi spinal lebih sulit dan mungkin
kesalahan lebih banyak jika terdapat kelainan anatomi seperti skoliosis atau
keterbatasan fleksi vertebra pasien. Infeksi pada tempat punksi menghalangi
spinal anestesi. Defisit neurologi yang ada sebelumnya yang ditemukan lewat
anamnesa atau dengan pemeriksaan harus dicatat untuk mencegah kesalahan
diagnosis kelainan neurology post anestesi.
Ada dua golongan besar obat anesthesi regional berdasarkan ikatan kimia,
yaitu golongan ester dan golongan amide. Keduanya hampir memiliki cara kerja
yang sama namun hanya berbeda pada struktur ikatan kimianya. Mekanisme kerja
anestesi lokal ini adalah menghambat pembentukan atau penghantaran impuls
saraf. Tempat utama kerja obat anestesi lokal adalah di membran sel. Anestesi
lokal yang sering dipakai adalah bupivakain. Lidokain5% sudah ditinggalkan
karena mempunyai efek neurotoksisitas, sehingga bupivakain menjadi pilihan
utama untuk anestesi spinal saat ini. Bupivakain dikenal dengan markain. Potensi
3-4 kali dari lidokain dan lama kerjanya 2-5 kali lidokain. Dosis maksimal 2
mg/kg BB. Pada pasien digunakan obat anestesi golongan amide yaitu Bupivakain
0,5% dengan dosis 20 mg dan ditambahkan Fentanyl 25 mcg. Adjuvan intratekal
digunakan untuk memperpanjang durasi, meningkatkan derajat kesuksesan,
kepuasan pasien, dan meminimalisir nyeri post-operatif. Kualitas anestesi spinal
dilaporkan lebih baik dengan penambahan opioid dan obat lain. Oleh karena itu,
pemahaman obat adjuvan penting untuk praktik anestesi spinal sehari-hari.
Sedangkan fentanil adalah salah satu opioid yang digunakan untuk anestesi.
Fentanil memiliki durasi kerja singkat, namun memiliki eliminasi waktu paruh
lebih lama dibandingkan morfin. Fentanyl, golongan obat opioid analgetik poten
yang terutama bekerja sentral pada sistem saraf pusat, sehingga mengakibatkan
meningkatnya ambang batas nyeri, mengurangi persepsi nyeri menghambat
serabut saraf nyeri ascending, menyebabkan depresi nafas dan sedasi. Dosis 1-2
mcg/kgBB IV Tujuan dari pemberian fentanyl adalah untuk meningkatkan
kualitas analgesia intraoperative. Aksi sinergis dari fentanyl dan anestesi lokal di
blok neuraxial pusat (CNB) meningkatkan kualitas analgesia intraoperatif dan
juga memperpanjang analgesia pascaoperasi.
Pada pasien diberikan obat emergency ephedrine 10 mg sebanyak 1 kali yaitu
pada jam 13.45 dengan tekanan darah 103/73 nadi 63 kali permenit, efedrin
merupakan agonis kuat baik α maupun β adrenoreseptor dan berperan sebagai
agen simpatomimetik, yang bekerja secara tidak langsung melalui stimulasi
pelepasan norepinefrin pada medula adrenalis ginjal. kerja utama efedrin melalui
pelepasan katekolamin, selain itu sebagian bekerja langsung terhadap
adrenoreseptor. Kerjanya nonselektif dan meniru efek epinefrin. Karena obat ini
mampu masuk ke dalam sistem saraf pusat, maka dapat menimbulkan perasaan
terpacu yang tidak ditemukan pada katekolamin. Injeksi efedrin menyebabkan
peningkatan tekanan darah secara perlahan dan perlu beberapa menit untuk
mencapai puncak. Penggunaan efedrin di bidang anestesi pada kasus hipotensi
akibat regional anestesi, baik oleh karena spinal ataupun epidural anestesi.
Pemberian efedrin 10-25 mg iv pada orang dewasa sebagai pilihan
simpatomimetik mengatasi blokade susunan saraf simpatis yang disebabkan
anestesi regional ataupun untuk mengatasi efek hipotensi yang disebabkan obat-
obat anestesi.
1. Pada kasus ini pasien perempuan usia 40 tahun masuk dengan keluhan nyeri
perut bawah disertai dengan perut membesar sejak 7 bulan yang lalu dan di
diagnosis dengan myoma uteri, lalu dilakukan operasi histerektomi. Tindakan
yang digunakan pada operasi ini yaitu, anestesi regional menggunakan teknik
Spinal Anastesi.
2. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
maka maka dapat di simpulkan status pasien pra anestesi American Society of
Anestesiology (ASA) pada pasien dikategorikan sebagai pasien ASA II yaitu
Hanya Penyakit ringan tanpa batasan substantif fungsional.
3. Pada pasien ini dilakukan anastesi regional yaitu Spinal anastesi sesuai dengan
salah satu indikasi dilakannya Tindakan anastesi spinal yaitu bedah obstetric-
ginekologi. Keuntungan anestesi regional adalah penderita tetap sadar,
sehingga refleks jalan napas tetap terpelihara. Muntah dan aspirasi bukan
kondisi membahayakan pada anestesi regional. Waktu prosedur analgesia
spinal lebih singkat, relatif mudah, efek analgesia lebih nyata (kualitas blok
motorik dan sensorik yang baik), mulai kerja dan masa pulih yang cepat.
4. Pada pasien digunakan obat anestesi golongan amide yaitu Bupivakain 0,5%
dengan dosis 20 mg dan ditambahkan Fentanyl 25 mcg. Adjuvan intratekal
digunakan untuk memperpanjang durasi, meningkatkan derajat kesuksesan,
kepuasan pasien, dan meminimalisir nyeri post-operatif. Kualitas anestesi
spinal dilaporkan lebih baik dengan penambahan opioid dan obat lain. Oleh
karena itu, pemahaman obat adjuvan penting untuk praktik anestesi spinal
sehari-hari.
5. Setelah operasi selesai pasien di pindahkan ke Recovery room dan dilakukan
monitoring sampai keadaan pasien stabil dan dilakukan penilaian, Bromage
Score dengan hasil 2 sehingga pasien dapat di pindahkan ke ruangan.
DAFTAR PUSTAKA