Anda di halaman 1dari 19

Health Education

MIOMA UTERI

Oleh:
Christo F. N. Bawelle
17014101095

Masa KKM 15 Januari 2018 – 25 Maret 2018

Supervisor Pembimbing:

Prof. dr. Najoan N. Warouw, Sp.OG-K

Residen Pembimbing:
dr. Donny Sutrisno Winardo

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Health Education

“MIOMA UTERI”

Oleh :
Christo F. N. Bawelle
17014101094

Telah dikoreksi, dibacakan dan disetujui pada tanggal Januari 2018 untuk memenuhi
syarat tugas Kepaniteraan Klinik Madya di bagian Obstetri dan Ginekologi FK
UNSRAT Manado

Supervisor Pembimbing

Prof. dr. Najoan N. Warouw, SpOG-K

Mengetahui,

Residen Pembimbing

dr. Donny Sutrisno Winardo

2
BAB I

Pendahuluan

Mioma uteri adalah salah satu masalah ginekologi yang paling sering dijumpai.

Mioma uteri yang dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomyoma

adalah tumor jinak ginekologi yang struktur utamanya berasal dari otot polos uterus dan

jaringan ikat yang menumpanginya.1

Mioma uteri merupakan tumor ginekologi terbanyak kedua yang sering muncul

pada wanita usia reproduktif. Mioma uteri belum pernah ditemukan sebelum terjadinya

menarche dan hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh setelah menopause.

Kejadian mioma uteri lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka

40%. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya

hubungan mioma uteri dengan estrogen. Di Indonesia, angka kejadian mioma uteri

ditemukan 2,39-11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat.2,3

Penyebab sebenarnya dari mioma uteri masih belum jelas. Namun diketahui

estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen

dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya namun

konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium. Tumor mioma ini akan cepat

memberikan keluhan, bila mioma tumbuh ke dalam mukosa rahim, keluhan yang biasa

dikeluhkan berupa perdarahan saat siklus dan di luar siklus haid. Sedangkan pada tipe

tumor yang tumbuh di kulit luar rahim yang dikenal dengan tipe subserosa tidak

memberikan keluhan perdarahan, akan tetapi seseorang baru mengeluh bila tumor

membesar yang dengan perabaan di daerah perut dijumpai benjolan keras, benjolan

tersebut kadang sulit digerakkan bila tumor sudah sangat besar. Selain itu, mioma juga

3
dapat menimbulkan kompresi pada traktus urinarius sehingga terjadi gangguan

berkemih4

Pendekatan diagnosis diawali dengan menanyakan keluhan berupa gejala-gejala

yang mengarah ke mioma uteri seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yang

kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik berupa adanya massa kenyal berbatas

tegas pada daerah suprapubis, dan dikonfirmasi lagi dengan menggunakan pemeriksaan

ultrasonografi yang menunjukkan adanya massa pada uterus.5

Penatalaksanaan mioma uteri dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan

(medisinalis) maupun secara operatif. Pemberian GnRH analog merupakan terapi

medisinalis yang bertujuan untuk mengurangi gejala perdarahan yang terjadi dan

mengurangi ukuran mioma. Penatalaksanaan operatif terhadap gejala-gejala yang timbul

atau adanya pembesaran massa mioma adalah miomektomi atau histerektomi.3

4
BAB II
Tinjauan Pustaka

A. Definisi

Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos uterus yang terdiri dari sel-sel jaringan

otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Mioma uteri disebut juga dengan

leimioma uteri atau fibromioma uteri. Mioma ini berbentuk padat karena jaringan ikat

dan otot rahimnya dominan. Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang paling

umum dan sering dialami oleh wanita. Neoplasma ini memperlihatkan gejala klinis

berdasarkan besar dan letak mioma.2,5

Berdasarkan teori, walaupun kebanyakan asimtomatik, mioma uteri dapat bergejala

seperti menoragia, metroragia, nyeri, hingga infertilitas. Perdarahan pada mioma

submukosa seringkali diakibatkan oleh hambatan pasokan darah endometrium, tekanan

dan bendungan pembuluh darah di area tumor (terutama vena) atau ulserasi

endometrium di atas tumor. Beberapa mekanisme yang menjelaskan terjadinya

perdarahan yang banyak pada mioma uteri yaitu berupa anovulasi, perluasan permukaan

endometrium, gangguan kontraktilitas uterus, serta dilatasi vena-vena kecil pada

miometrium dan endometrium yang mengandung fibroid dan mengganggu efek

hemostatis trombosit dan fibrin.5,6

Keluhan lain yang juga dirasakan adalah dismenorea. Dismenorea bukanlah gejala khas

tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertasi

nekrosis setempat dan peradangan.7-9 Mioma yang berukuran besar juga dapat

menyebabkan penyempitan pada kanalis servikalis sehingga terjadi nyeri berupa

dismenore.7 Dismenorea juga dapat disebabkan oleh efek tekanan, kompresi, termasuk

hipoksia lokal miometrium.5

5
B. Klasifikasi Mioma Uteri

 Mioma Uteri Subserosum

Lokasi tumor di sub serosa korpus uteri. Dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat

pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan

kearah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum, dan disebut sebagai mioma

intraligamen. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneum sebagai suatu

massa. Perlekatan dengan ementum di sekitarnya menyebabkan sisten peredaran darah

diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai semakin mengecil dan

terputus, sehingga mioma terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam

rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai mioma jenis parasitik.

 Mioma Uteri Intramural

Disebut juga sebagai mioma intraepitalial, biasanya multiple. Apabila masih kecil,

tidak merubah bentuk uterus, tapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol,

uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala

klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut

bawah.

 Mioma Uteri Submukosum

Mioma yang berada di bawah lapisan mukosa uterus/endometrium dan tumbuh

kearah kavun uteri. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dan besar kavum

uteri. Bila tumor ini tumbuh dan bertangkai, maka tumor dapat keluar dan masuk ke

dalam vagina yang disebut mioma geburt. Manifestasi perdarahn selalu ada, sehingga

dilakukan histerektomi.

C. Faktor Risiko Mioma Uteri

6
Faktor risiko berkembangnya mioma uteri berupa nullipara, usia menarche dini,

riwayat dismenorea, riwayat keluarga dengan mioma uteri, ras, dan usia. Hal ini

berhubungan dengan faktor risiko usia dimana kejadian mioma uteri didapat lebih tinggi

pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40%. Tingginya kejadian mioma uteri

antara usia 35-50 tahun dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause,

menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Dengan adanya stimulasi

estrogen, menyebabkan terjadinya proliferasi di uterus, sehingga menyebabkan

perkembangan yang berlebihan dari garis endometrium, sehingga terjadilah

pertumbuhan mioma.2,9

D. Pemeriksaan Fisik Mioma Uteri

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan uterus yang membesar, mobile, dengan

kontur yang ireguler khas pada mioma uteri yang sudah besar. Ukuran, kontur dan

mobilitas uterus harus diperhatikan juga dengan temuan lain, seperti massa adneksa dan

serviks. Temuan ini dapat membantu untuk melihat perubahan uterus dan untuk

perencanaan operasi. Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual

rutin uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus

oleh satu atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa

seperti ini adalah bagian dari uterus.9,14,15

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada mioma uteri berupa pemeriksaan

laboratorium, USG (Ultasonography), histeroskopi, dan MRI (Magnetic Resonance

Imaging).7 Pemeriksaaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan darah

lengkap terutama untuk mencari kadar hemoglobin karena pada mioma uteri sering

7
terjadi anemia akibat perdarahan uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi.

Ultrasonografi (USG) adalah modalitas yang sering digunakan karena mudah

digunakan, tersedia, dan efektif. USG dapat melihat pertumbuhan mioma dan adneksa

untuk konfirmasi diagnosis mioma uteri dan menyingkirkan kemungkinan massa

adneksa lainnya.1,14 Transvaginal USG memiliki sensitivitas yang tinggi (95-100%)

dalam mendeteksi mioma uteri yang berukuran < ~ 10 minggu, serta dapat menemukan

lokasi mioma uteri yang lebih besar.16 Mioma berukuran besar dapat ditemukan dengan

kombinasi transabdominal dan transvaginal USG. Mioma uteri sering terlihat sebagai

massa yang simetris, mudah ditemukan, hipoekhoik, dan heterogen. Namun, area yang

mengalami kalsifikasi atau perdarahan dapat terlihat hiperekhoik dan degenerasi kistik

dapat terlihat anekhoik.4 Pada kasus ini pemeriksaan USG memberikan gambaran kesan

mioma uteri. Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri multipel.

Mioma tersebut sekaligus dapat diangkat. Sedangkan pemeriksaan MRI (Magnetic

Resonance Imaging) sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi

mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap

berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi

sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma uteri multipel..

MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat

disimpulkan.8,9

F. Diagnosis Mioma Uteri

Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang. Namun dalam mendiagnosis mioma uteri, diagnosis

banding terkait tumor abdomen bagian bawah atau panggul perlu dipikirkan. Pada

8
mioma subserosum, harus dibedakan dengan kehamilan. Mioma submukosum yang

harus dibedakan dengan inversio uteri. Mioma intramural harus dibedakan dengan suatu

adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau suatu sarkoma uteri.

Dengan menggunakan USG abdominal dan transvaginal dapat membantu dan

menegakkan dugaan klinis. Pertumbuhan mioma diperkirakan memerlukan waktu 3

tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar tinju, akan tetapi beberapa kasus ternyata

tumbuh cepat. Setelah menopause banyak mioma yang menjadi lisut, hanya 10% saja

yang masih dapat tumbuh lebih lanjut.7

Adanya perdarahan abnormal dan pembesaran uterus memungkinkan untuk didiagnosis

banding dengan adenomiosis. Adenomiosis atau endometriosis interna merupakan lesi

pada lapisan miometrium yang ditandai dengan invasi jinak endometrium yang secara

normal hanya melapisi bagian dalam kavum uteri.7 Pembesaran oleh adenomiosis

bersifat difus dan tidak nodular seperti mioma uteri. tumor padat ovarium juga dapat

merupakan massa yang mirip dengan mioma uteri, dengan konsistensi padat, permukaan

berbenjol dan mudah digerakkan bila tak ada perlekatan dengan sekitarnya. Pada kasus

ini kedua adneksa pada pemeriksaan bimanual maupun USG memberikan kesan normal

dan lebih mengarah pada mioma uteri

G. Penatalaksanaan

Penanganan mioma uteri adalah berdasarkan gejala, ukuran dan lokasi tumor, umur

penderita, fungsi reproduksi dan fertilitas dari penderita, serta terapi yang tersedia.

a. Konservatif

9
Penderita dengan mioma berukuran <12 minggu, tanpa gejala, dan tanpa disertai

penyulit lain, serta usia mendekati menopause tidak memerlukan pengobatan, tetapi

harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan 10-12

minggu, tumor yang berkembang cepat perlu diambil tindakan operasi. 11 Pada kasus ini

penanganan ini tentu tidak tepat karena ukuran mioma lebih besar dari 12 minggu

disertai gejala perdarahan haid yang banyak.

b. Medikamentosa

Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma uteri

secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih merupakan

terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif. 11 Penanganan ini juga

kurang tepat karena hanya bersifat sementara, sementara gejala yang dikeluhkan masih

tampak.

c. Operatif

Tindakan operatif dilakukan jika terjadi perdarahan uterus abnormal dengan anemia,

dan tidak respon terhadap hormonal managemen, nyeri kronik dengan dismenore berat,

dispareunia, tekanan pada perut bawah, nyeri akut, torsi pedunculated mioma atau

prolapsus submukosal fibroid, pembesaran uterus yang cepat pada masa premenopause

atau postmenopause, infertilitas dengan leiomioma, dan pembesaran ukuran uterus > 12

minggu dengan gejala kompresi atau perasaan tidak enak pada bagian bawah perut. 16

Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan embolisasi arteri uterus.

1) Miomektomi, adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan

uterus.13 Miomektomi dapat dilakukan berdasarkan jumlah, ukuran, dan lokasi

dari mioma uteri dengan cara laparatomi, minilaparatomi, laparoskopi,

histeroskopi, atau kombinasinya. Perencanaan operasi harus dilakukan

10
dengan akurat berdasarkan lokasi, ukuran, dan jumlah mioma uteri melalui

teknik imaging preoperasi.11 Pada mioma geburt dilakukan dengan cara

ekstirpasi lewat vagina.16 Pada kasus ini juga tidak dilakukan miomektomi

karena ukuran mioma yang besar dan banyak, terjadinya rekurensi juga lebih

tinggi.

2) Embolisasi arteri uterus (Uterin Artery Embolization / UAE), adalah injeksi

arteri uterina dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter yang nantinya

akan menghambat aliran darah ke mioma dan menyebabkan nekrosis. Nyeri

setelah UAE lebih ringan daripada setelah pembedahan mioma dan pada

UAE tidak dilakukan insisi serta waktu penyembuhannya yang cepat. 11 Pada

kasus tindakan ini tidak dilakukan karena jumlah mioma yang banyak.

3) Histerektomi, adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih.

Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan

timbulnya karsinoma servisis uteri.11 Wanita yang telah memiliki anak dapat

dilakukan histerektomi sebagai solusi permanen untuk mioma uteri yang

simptomatik. Indikasinya adalah untuk mencegah terjadinya keganasan ketika

penderita sudah menopause dan tidak menggunakan hormone replacement

therapy (HRT).1 Histerektomi dilakukan jika fungsi reproduksi tidak

diperlukan lagi, pertumbuhan tumor sangat cepat, terjadi perdarahan terus

menerus dan banyak serta tidak membaik dengan pengobatan.11

H. Komplikasi Mioma Uteri

Bila terjadi perubahan pasokan darah selama pertumbuhannya, maka mioma dapat

mengalami perubahan sekunder atau degeneratif sebagai berikut.5

11
1. Atrofi

Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.

2. Degenerasi hialin

Perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur

aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil dari

padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.

3. Degenerasi kistik

Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair,

sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga

terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai

limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista

ovarium atau suatu kehamilan.

4. Degenerasi membatu (calcereus degeneration)

Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam

sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma

menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.

5. Degenerasi merah (carneus degeneration)

Perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis diperkirakan karena suatu

nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang

mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen hemosiderin dan

hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai

12
emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada

perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma

bertangkai.

6. Degenerasi lemak

Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin. Adapun komplikasi yang terjadi

pada mioma uteri sebagai berikut.16

a. Degenerasi ganas

Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh

mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru

ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan

keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran

sarang mioma dalam menopause.

b. Torsi (putaran tangkai)

Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut

sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika

torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.

c. Nekrosis dan infeksi

Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena

gangguan sirkulasi darah padanya.

BAB III

PENUTUP

13
Berdasarkan teori, walaupun kebanyakan asimtomatik, mioma uteri dapat

bergejala seperti seperti menoragia, metroragia, nyeri, hingga infertilitas.

Perdarahan pada mioma submukosa seringkali diakibatkan oleh hambatan pasokan

darah endometrium, tekanan dan bendungan pembuluh darah di area tumor

(terutama vena) atau ulserasi endometrium di atas tumor. Beberapa mekanisme

yang menjelaskan terjadinya perdarahan yang banyak pada mioma uteri yaitu

berupa anovulasi, perluasan permukaan endometrium, gangguan kontraktilitas

uterus, serta dilatasi vena-vena kecil pada miometrium dan endometrium yang

mengandung fibroid dan mengganggu efek hemostatis trombosit dan fibrin. 5,6

Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Namun dalam mendiagnosis mioma uteri,

diagnosis banding terkait tumor abdomen bagian bawah atau panggul perlu

dipikirkan. Pada mioma subserosum, harus dibedakan dengan kehamilan. Mioma

submukosum yang harus dibedakan dengan inversio uteri. Mioma intramural harus

dibedakan dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri

atau suatu sarkoma uteri. Dengan menggunakan USG abdominal dan transvaginal

dapat membantu dan menegakkan dugaan klinis. Pertumbuhan mioma diperkirakan

memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar tinju, akan tetapi

beberapa kasus ternyata tumbuh cepat. Setelah menopause banyak mioma yang

menjadi lisut, hanya 10% saja yang masih dapat tumbuh lebih lanjut.7

DAFTAR PUSTAKA

14
1. Vilos G, Allaire C, Laberge PY, Leyland N. The management of uterine

leiomyomas. J Obstet Gynaecol Can. 2015;37(2):157-78

2. Pasinggi S, Freddy W, Max Rarung. Prevalensi Mioma Uteri Berdasarkan Umur

di RSUP Prof. Kandou.

3. Hadibroto BR. Mioma uteri. Majalah Kedokteran Nusantara. 2005 Sept; 38(3):

254-9.

4. Adriaansz G, Tumor Jinak Organ Genitalia. Dalam Anwar M, Baziad A,

Prabowo RP. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Cetakan Pertama. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirodihardjo : Jakarta. 2011.

5. Wiknjosastro, Hanifa. dkk. Ilmu Kandungan. Edisi 2. Cetakan 5. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2007. Hal: 346 – 362..

6. Ekine AA, Lawani LO, Iyoke CA, Jeremiiah I, Ibrahim IA. Review of the

Clinical Presentation of Uterine Fibroid and the Effect of Therapeutic

Intervention on Fertility. American Journal of Clinical Medicine Research.

2015;3:9-13.

7. DeCherney, A., Nathan L., Goodwin M., Laufer N.. Benign Disorders of the

Uterine Corpus. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology,

Tenth,2007:134-145.

8. Uterine masses. In: Berek and Novak’s gynecology. 14 th ed. Philadelphia:

Lippincott Williams and Wilkins; 2007.p.469-71.

9. Schorge, Schaffer, Halvorson, Hoffman, Bradshaw, Cunningham. Benign

general gynecology. In: Williams’ gynecology. The McGraw-Hill Companies;

2008

15
10. Lilyani DI, Sudiat M, Basuki R. Hubungan faktor risiko dan kejadian mioma

uteri di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang. Jurnal Kedokteran

Muhammadiyah. 2012;1:14-9

11. Kurniasari T. Karakteristik mioma uteri di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Periode Januari 2009-Januari 2010 [Skripsi]. ]Surakarta]:Universitas Sebelas

Maret Surakarta;2010.

12. Hadibroto BR. Mioma uteri. Majalah Kedokteran Nusantara. 2005 Sept; 38(3):

254-9.

13. Sparic R, Mirkovic L, Malvasi A, Tinelli A. Epidemiology of uterine myomas: a

review. Int J Fertil Steril. 2016;9(4):424-435

14. Stewart EA. Epidemiology, clinical manifestations, diagnosis, and natural

history of uterine leiomyomas (fibroids). 1 Juni 2011 [diakses: 12 Desember

2016]. Available from : http://www.uptodate.com/contents/epidemiology-

clinical-manifestations-diagnosis-and-natural-history-of-uterine-leiomyomas-

fibroids

15. Joedosapoetro MS. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital. Ilmu Kandungan Edisi

Kedua. Jakarta: PT Bina Pustaka. 2009:38-41

16. Achadiat CM. Prosedur tetap obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC. 2004:94-5

Lampiran I

16
Lampiran II

17
DAFTAR HADIR PEMBACAAN HEALTH EDUCATION DENGAN JUDUL :
“MIOMA UTERI”
CO-ASS OBSGIN FK UNSRAT RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO

Nama Mahasiswa : Christo F. N. Bawelle


NRI : 17014101094
Masa KKM : 15 Januari 2018 – 25 Maret 2018

Hari / Tanggal : Sabtu, 27 Januari 2018


Tempat : Ruang Irina D Bawah bagian Obstetri - Ginekologi
Pembimbing : dr. Donny Sutrisno Winardo
No. Nama Tanda Tangan

Koordinator Supervisor Pembimbing


Pendidikan Bagian Obstetri

18
dan Ginekologi FK UNSRAT

dr. Suzanna Mongan,Sp. OG (K) Prof. dr. Najoan N. Warouw, SpOG-K

Residen Pembimbing Presentan

dr. Donny Sutrisno Winardo Christo F. N. Bawelle

19

Anda mungkin juga menyukai