Oleh:
Erick Novrianto
16014101149
0
DAFTAR ISI
Bab I PENDAHULUAN.......................................................................2
Bab II PEMBAHASAN..........................................................................5
Bab III PENUTUP...................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................20
1
BAB I
PENDAHULUAN
mengenal kehidupan, melalui keluarga pula kepribadian mereka dibentuk. Orang tua
adalah orang pertama yang mengasuh dan mendidik anak, mereka menjadikan anak-
anak sebagai generasi penerus keturunan mereka termasuk sebagai penerus bangsa. 1,2
Orang tua merupakan cerminan yang bisa dilihat dan ditiru oleh anak-anaknya dalam
dilaksanakan oleh orang tua. Jika pengasuhan anak belum bisa dipenuhi secara baik
dan benar, kerap kali akan memunculkan masalah dan konflik, baik di dalam diri
anak itu sendiri maupun antara anak dengan orangtuanya. Sejalan dengan
sekolah, dan lingkungan masyarakat dimana anak tersebut tumbuh dan berkembang
Pada era globalisasi seperti ini banyak dampak pada masyarakat, baik
dalam mencari informasi, hiburan, dan juga pengetahuan, tetapi dampak negatifnya
berkaitan dengan perilaku dan tata karma anak yaitu seorang anak cenderung meniru
budaya Barat. Seorang anak bisa berperilaku demikian karena melihat atau
2
orang tua, sehingga anak tidak selektif memilih tayangan televisi. Orang tua patut dan
seharusnya senantiasa mengawasi dan mengasuh anak dengan baik dan benar.3-6
yang memiliki unsur tindakan yang mencakup apa yang dikehendaki orangtua agar
sebagai bekal anak dimasa depan.5-7 Setiap pola pengasuhan harus memberikan rasa
membuat anak terkekang namun justru membuat anak merasa terlindungi. Namun
pada kenyataannya tindakan pengasuhan orang tua atau orang dewasa lainnya
mengggunakan cara-cara yang tidak efektif bagi perkembangan anak. Tidak jarang
orang tua atau pengasuh menghukum, menghardik bahkan menganiaya anak, saat
menghadapi perilaku bermasalah pada anak.5,8,9 Para orang tua atau orang dewasa lain
mempercayai bahwa cara-cara tersebut sebagai cara yang tepat untuk mendisiplinkan
bahwa perlakuan dimaksud menjadi bagian dari pembelajaran agar anak tumbuh
menjadi sosok yang disiplin, dan tindakan tersebut tidak akan menyakitkan anak
nanti. Seorang anak akan merasa trauma bila pengasuhan di keluarganya dilakukan
dengan cara memaksa. Lain halnya jika anak selalu dipenuhi permintaannya oleh
3
orang tua. Pola demikian akan membuat mereka menjadi pribadi yang manja. Oleh
karena itu, orang tua harus bisa menerapkan pola pengasuhan yang fleksibel namun
4
BAB II
PEMBAHASAN
Pola pengasuhan anak erat kaitannya dengan kemampuan suatu keluarga atau
komunitas dalam hal memberikan perhatian, waktu, dan dukungan untuk memenuhi
kebutuhan fisik, mental, dan sosial anak-anak yang sedang dalam masa
pertumbuhan.11,12 Orang tua yang berperan dalam melakukan pengasuhan pada kasus
ini terdiri dari beberapa definisi yaitu ibu, ayah, atau seseorang yang berkewajiban
dan membimbing anak dalam beberapa tahap pertumbuhan, yaitu mulai dari merawat,
Mengasuh anak artinya mendidik dan memelihara anak, mengurusi makan, minum,
Pengasuhan atau disebut juga parenting adalah proses mendidik anak dari kelahiran
hingga anak memasuki usia dewasa. Tugas ini umumnya dikerjakan oleh ibu dan
ayah (orang tua biologis). Namun, jika orang tua biologis tidak mampu melakukan
pengasuhan, maka tugas tersebut dapat dilakukan oleh kerabat dekat termasuk kakak,
nenek dan kakek, orang tua angkat, atau oleh institusi seperti panti asuhan
bertujuan agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup
5
Bila pola pengasuhan anak tidak tepat, maka hal itu akan berdampak pada
pola perilaku anak. Apalagi jika anak meniru perilaku orang-orang di luar rumah yang
cenderung negatif. Pola pengasuhan yang intens akan membentuk jalinan hubungan
kuat di antara orang yang diidentifikasi dan orang mengidentifikasi (anak dengan
identifikasi cenderung mencari figur yang dapat diterima dan sesuai dengan proses
pembentukan dirinya. Adapun mereka yang telah terbebas dari beban dan tekanan diri
dan lingkunganya akan dengan mudah menjalankan proses identifikasi yang sesuai
Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa pengasuhan anak menjadi hal
life skill yang memadai bagi anak. Oleh sebab itu, kerja sama semua agen sosialisasi
baik keluarga, sekolah, dan masyarakat menjadi solusi terbaik demi suksesnya anak.
Khusus bagi keluarga, tugas dan tanggung jawab dalam menyukseskan pengasuhan
anak sejak dini sangat besar, mengingat dari keluargalah seorang anak lahir dan
berkembang. Pola asuh dan lingkungan keluarga sangat menentukan pola pikir,
menunjukkan bahwa pengasuhan anak merupakan sebuah proses interaksi yang terus
menerus antara orangtua dengan anak yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan
dan perkembangan anak secara optimal, baik secara fisik, mental maupun sosial. 1,8,9
Dalam hal ini perlu diingat bahwa proses interaksi dan sosialisasi tidak dapat
dilepaskan dari setting sosial budaya tempat anak dibesarkan. Pola asuh orangtua
6
merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi antara orangtua dan anak
orang tua dalam suatu pembelajaran menentukan karakter anak nantinya, khususnya
dengan memberi bimbingan tentang akhlak, etika, budi pekerti serta teladan agar anak
memaksa, mengatur, dan bersifat keras. Orang tua menuntut anaknya agar mengikuti
semua kemauan dan perintahnya. Jika anak melanggar perintahnya berdampak pada
konsekuensi hukuman atau sanksi. Pola asuh otoriter dapat memberikan dampak
negatif pada perkembangan psikologis anak. Anak kemudian cenderung tidak dapat
mengendalikan diri dan emosi bila berinteraksi dengan orang lain. Bahkan tidak
kreatif, tidak percaya diri, dan tidak mandiri. Pola pengasuhan ini akan menyebabkan
anak menjadi stres, depresi, dan trauma. Oleh karena itu, tipe pola asuh otoriter tidak
dianjurkan.
2. Pola asuh Permisif
Anak bebas melakukan apapun sesuka hatinya. Sedangkan orang tua kurang peduli
formal atau sekolah. Pola asuh semacam ini dapat mengakibatkan anak menjadi egois
karena orang tua cenderung memanjakan anak dengan materi. Keegoisan tersebut
7
akan menjadi penghalang hubungan antara sang anak dengan orang lain. Pola
pengasuhan anak yang seperti ini akan menghasilkan anak-anak yang kurang
Pola asuh ini, orang tua memberikan kebebasan serta bimbingan kepada anak.
Anak dapat berkembang secara wajar dan mampu berhubungan secara harmonis
dengan orang tuanya. Anak akan bersifat terbuka, bijaksana karena adanya
komunikasi dua arah. Sedangkan orang tua bersikap obyektif, perhatian, dan
memberikan dorongan positif kepada anaknya. Pola asuh demokratis ini mendorong
anak menjadi mandiri, bisa mengatasi masalahnya, tidak tertekan, berperilaku baik
terhadap lingkungan, dan mampu berprestasi dengan baik. Pola pengasuhan ini
Salah satu faktor yang mempengaruhi pola asuh adalah lingkungan tempat
tinggal. Perbedaan keluarga yang tinggal di kota besar dengan keluarga yang tinggal
memiliki kekhawatiran yang besar ketika anaknya keluar rumah, sebaliknya keluarga
yang tinggal didesa tidak memiliki kekhawatiran yang besar dengan anak yang keluar
rumah.
8
Sub kultur budaya juga termasuk dalam faktor yang mempengaruhi pola asuh.
Dalam setiap budaya pola asuh yang diterapkan berbeda-beda, misalkan ketika
ditetapkan orang tua, tetapi hal tersebut tidak berlaku untuk semua budaya.
Keluarga yang memiliki status sosial yang berbeda juga menerapkan pola asuh
norma yang akan dia ikuti. Kata-kata dan perilaku kasar yang sering diterimanya,
akan ditiru anak bahkan dapat menimbulkan pemahaman bahwa memukul itu
dibenarkan, sehingga saat di usia dewasa nanti, relasi sosial anak akan diwarnai
dengan tindak kekerasan.1,10-13 Kekerasan atau perlakuan agresi tidak hanya memukul
pada anak nakal, berkata kasar, menakuti-nakuti pada anak namun agresi adalah
tindakan yang dapat menimbulkan luka fisik, atau penderitaan psikologis terhadap
orang lain dapat disebut sebagai tidakan agresi. Bentuk tindak kekerasan fisik; seperti
atau mengancam dengan menggunakan senjata seperti pistol atau pisau. Bentuk
menelantarkan.13,15,16
yang terjadi pada masa dewasa ada hubungannya dengan pengalaman perilaku yang
menyakitkan pada masa kanak-kanak. Salah satu faktor resiko yang paling kuat
9
yakni terjadinya kecemasan dan depresi pada masa dewasa sebagai akibat rangkaian
1. Lima atau lebih gejala berikut terdapat, paling sedikit dalam dua minggu, dan
ini harus ada, yaitu (1) afek depresi atau (2) hilangnya minat atau rasa senang.
medis umum atau halusinasi atau waham yang tidak serasi dengan mood.
a. Mood depresi yang terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari,
atau hampa), atau yang dapat diobservasi oleh orang lain (misalnya,
iritabel.
b. Berkurangnya minat atau rasa senang yang sangat jelas pada semua,
atau hampir semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari (yang
10
g. Rasa tidak berharga atau berlebihan atau rasa bersalah yang tidak
pantas atau sesuai (mungkin bertaraf waham) hampir setiap hari (tidak
tindakan bunuh diri atau rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri.
2. Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran.
3. Gejala-gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau
hipotiroid).
5. Gejala bukan disebabkan oleh berkabung, misalnya kehilangan orang yang
dicintai, gejala menetap lebih dari dua bulan, atau ditandai oleh hendaya
fungsi yang jelas, preokupasi dengan rasa tidak berharga, ide bunuh diri,
berikut:19
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak
terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya
11
a. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk,
dan
c. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
dan sebagainya).
2. Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan
Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode
depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau
tidak terjadi selama enam bulan terakhir). Catatan : hanya satu nomor yang
12
3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
4. Iritabilitas
5. Ketegangan otot
6. Gangguan tidur
d. Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I,
serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa malu pada situasi
obsesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti
pasca trauma.
e. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau
suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum
diperlakukan salah pada masa kanak-kanak, baik kekerasan fisik, seksual dan
psikologis.15,16
13
Sebenarnya mendisiplinkan anak tidak perlu disertai teriakan apalagi pukulan,
hal ini hanya akan membuat orang tua/guru frustrasi dan sama sekali tidak ada
manfaatnya baik untuk anak-anak maupun untuk diri kita, meski seringkali orang tua
seolah merasa puas setelah menumpahkan perasaan kepada anak dengan jalan
berteriak atau memukul. Dengan teriakan dan pukulan sama sekali tidak membantu
anak untuk belajar bagaimana berperilaku baik, justru kita mengajarkan anak menjadi
pelaku tindak kekerasan pada generasi berikutnya. 1,15,16 Tugas orang tua yang utama
dalam tahap ini adalah mendukung dan membimbing anak-anak mereka, anak melihat
orang tua sebagai model dan petunjuk bagi dirinya. Oleh karenanya penting bagi guru
atau orang tua, memperlihatkan perilaku mereka terhadap anak seperti menghormati
terhadap hak orang lain, memperlihatkan kebaikan, menolong orang lain, mengerti
saat mereka disakiti orang lain, memperbaiki atas kesalahannya, memaafkan dengan
anak.5,11
Pendidikan karakter yang pertama dan utama bagi anak adalah dalam lingkup
keluarga. Dalam keluarga, anak akan mempelajari dasar-dasar perilaku yang penting
bagi kehidupan dewasa nanti. Karakter yang akan dipelajari anak adalah apa yang
14
dilihatnya dari perilaku orang tua. Karakter terbentuk dalam waktu yang relatif lama.
Karakter yang kuat diperlukan bagi individu dalam menentukan keberhasilan hidup
anak. Karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi
pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan
penggerak, serta yang membedakan dengan individu lain. Pendidikan karakter yang
tahap Umur 5-6 tahun. Pada tahap ini, anak diajarkan tata krama, sopan santun, yang
berkaitan dengan karakter moral. Karakter moral tersebut seperti melatih untuk
bersikap jujur dan sopan. Pada fase ini anak akan mengetahui dan membedakan hal-
hal yang dianggap bermanfaat, baik buruk, dan benar salah suatu tindakan. Kedua,
tahap Umur 7-8 Tahun. Pada tahap ini anak sudah mulai aqil baliq maka dari itu pada
fase ini anak akan diajarkan bagaimana untuk beribadah dan melatih dirinya untuk
bertanggung jawab. Ketiga, tahap Umur 9-10 Tahun. Pada fase ini seorang anak
dididik untuk peduli terhadap lingkungan sekitar. Menghormati satu sama yang lain,
menghormati hak orang lain, dan suka tolong menolong. Keempat, tahap umur 13
Tahun Keatas. Pada tahap ini anak sudah mulai memasuki usia remaja maka anak
dipandang siap untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, dan masyarakat. Anak
mempunyai identitas diri atau jati dirinya masing-masing. Dalam semua tahapan
tersebut orang tua sangat berperan penting dalam pembentukan karakter anak.
Perilaku dan tingkah laku anak mampu bersikap baik terhadap lingkungan sekitar dan
15
tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan merupakan salah satu keberhasilan orang
Orang tua atau orang dewasa lain kadang kala memperlakukan anak untuk
dengan keras atas pelanggaran yang dilakukan anak. Mereka menjadi terpisah dan
tidak hangat terhadap anak menyebabkan anak menarik diri, dan tidak percaya pada
orang lain.15-16 Orang tua kadang memberikan hukuman seperti menampar, memukul
dengan tangan maupun benda, memberikan nama panggilan yang tidak lazim,
mengkritik yang berlebihan, adalah bentuk tindak kekerasan fisik dan emosional.
Awalnya mereka bertindak secara spontan, yang bertujuan agar anak menjadi jera,
namun akhirnya akan menyesal dan menyadari bahwa tindakan tersebut sebagai
tindak emosional sebagaimana kehendak orang tua atau guru. Sebenarnya perlakuan
tersebut bukan membentuk perilaku anak sesuai dengan harapan atau anak menjadi
disiplin melainkan akan menanamkan perilaku buruk pada anak yang akan
anak dan hukuman tersebut diberikan secara tepat, sesuai dengan perilakunya, serta
memiliki konsekuensi positif pada perilaku anak. Pemberian disiplin pada anak perlu
pengasuhan anak tanpa kekerasan telah terbukti efektif di banyak negara maju.
Metode ini selain memutus mata rantai kekerasan juga menciptakan individu yang
baik dan taat akan hukum sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan
16
BAB III
PENUTUP
mempengaruhi dan membentuk kepribadian atau karakter anak. Karakter anak tentu
saja bergantung dari pola asuh orang tua terhadap anaknya. Ada tiga pola asuh yaitu
pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh demokratis. Dari tiga pola asuh
tersebut yang paling baik dan cocok untuk diterapkan dalam mengasuh anak adalah
pola asuh demokatis yakni orangtua menghargai dan memahami keadaan anak
sehingga anak akan merasa nyaman, bersikap mandiri, cerdas, dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan sekitar dengan baik, dan yang utama memiliki kepribadian
yang baik.5,11,13
17
Dalam proses pengasuhan terhadap anak, orang tua harus menghindari
memperlakukan anak dengan tindak kekerasan fisik maupun emosional, hal ini akan
menimbulkan luka secara fisik maupun trauma pada anak, bahkan tidak efektif untuk
membentuk kepribadian anak sebagai mana yang orang tua harapkan. Jika tindak
kekerasan tersebut dilakukan dalam jangka waktu lama dan berulang-ulang maka
nanti.5,11,13
pembelajaran bagi orang tua untuk mengenal temperamen dirinya, mengelola konflik
lain dengan rasa hormat, belajar toleransi terhadap permasalahan yang dihadapi, baik
sendiri.5,11,20
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Azkeskin, L., & Gven, G. (2013). Parenting styles: Parents with 5-6 year
old children. WJEIS, 74-82.
2. Turner, E., Chandler, M., & Heffer, R. (2009). The Influence of Parenting
Styles, Achievement Motivation, and Self-Efficacy on Academic
Performance in College Students. Journal of College Student
Development, 337-346.
3. Safdar, S., & Zahrah, S. (2016). Impact of Parenting Styles on the
Intensity of Parental and Peer Attachment: Exploring the Gender
Differences in Adolescents. American Journal of Applied Psychology, 23-
30.
4. Amaranta , H., Soenens, B., Dekovi, M., & Prinzie, P. (2013). Effects of
Childhood Aggression on Parenting during Adolescence: The Role of
Parental Psychological Need. Satisfaction, 393-404.
19
5. John, J., & Joseph, M. J. (2008). The Impact of parenting styles on child
development. Global Academic Society Journal:, 2029-0365.
6. Rena, S., Abedalaziz, N., & Leng, C. (2013). The Relationship Between
Parenting Styles And Students Attitude Toward Leisure Time Reading.
Mojes, 37-54.
7. Mahasneh, A., Al-Zoubi, Z., Batayenh, O., & Jawarneh, M. (2013). The
relationship between parenting styles and adult attachment styles from
Jordan University students. AESS, 1431-1441.
8. Danielle, T. (2004). Investigating the Relationship between Parenting
Styles and Delinquent Behavior. McNair Scholars Journal, 86-96.
9. Bibi, F., Chaudhry, A., Awan, E., & Tariq, B. (2013). Contribution of
Parenting Style in life domain of Children. IOSR-JHSS, 91-95.
10. Efobi, A., & Nwokolo, C. (2014). Relationship between Parenting Styles
and Tendency to Bullying Behaviour among Adolescents. Journal of
Education & Human Development, 507-521.
11. OConnor, T., & Scott, S. (2007). Parenting and outcomes for children.
London: York Publishing.
12. Zarra-Nezhad, M. (2015). Parenting Styles and Childrens Emotional
Development during the First Grade: The Moderating Role of Child
Temperament. J Psychol Psychother, 1-12.
13. Schwartz, C. (2015). Parenting without physical punishment. Quarterly,
3-16.
14. Hoskins, D. (2014). Consequences of Parenting on Adolescent Outcomes.
Societies, 506531.
15. OConnor, E., & Rodriguez, E. (2012). Child Disruptive Behavior and
Parenting Efficacy: A Comparison of The Effects of Two Models of
Insights. JOURNAL OF COMMUNITY PSYCHOLOGY, 555572.
16. Sharma, M., Sharma, N., & Yadava , A. (2011). Parental styles and
depression among adolescents. Journal of The Indian Academy of Applied
Psychology, 60-68.
20
17. Pereira, A., Barros, L., & Mendonc, D. (2013). The Relationships Among
Parental Anxiety, Parenting, and Childrens Anxiety: The Mediating
Effects of Childrens Cognitive Vulnerabilities. J Child Fam Stud, 1-11.
18. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic And Statistical
Manual of Mental Disorder Edition DSM-5. Washinton DC: American
Psychiatric Publishing. Washinton DC.
19. Maslim, R. (2001). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-UNIKA Atmajaya.
20. Sadock, B., & Sadock, V. (2004). Kaplan and Sadock's Comprehensive
Textbook of Psychiatry. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
21