Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

MIOMA UTERI

DISUSUN
OLEH
MARTINI BENGE
NMP 20203029

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN


UNIVERSITAS KATOLIK ST.PAULUS RUTENG
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium dengan ciri tersendiri, bulat, keras,
berwarna putih hingga merah muda pucat, sebagian besar terdiri atas otot polos
dengan beberapa jaringan ikat. Kira-kira 95% berasal dari korpus uteri dan 5% dari
serviks. Hanya kadang-kadang saja berasal dari tuba fallopi atau ligamentum
rotundum. Mioma uteri adalah tumor pelvis yang paling sering terjadi pada kira-kira
25% wanita kulit putih dan 50% kulit hitam pada umur 50 tahun ( Benson & Pernoll,
2008 : 548).
Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari miometrium dan merupakan tumor
jinak tersering pada wanita di atas usia 30 tahun. Angka kejadiannya diperkirakan 3
dari 10 wanita berusia > 30 tahun menderita mioma uteri ( Endjun, 2008 : 271).
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari selsel jaringan otot polos
jaringan fibroid dan kolagen (Nurarif & Hardi, 2013 : 445). Mioma uteri adalah
tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos rahim. Mioma uteri terjadi pada
20%-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh faktor yang tidak diketahui
secara pasti (Anwar, 2011 :274).
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan
ikat yang menopangnya (Unicef, 2013). Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang
berasal dari otot uterus yang disebut juga dengan mioma uteri atau uterin fibroid.
Mioma uteri umumnya terjadi pada usia lebih dari 35 tahun (Marmi, 2010). Mioma
uteri yaitu tumor jinak pada rahim, selain bisa ganas, lebih sering muncul tumor jinak
pada rahim atau mioma uteri. Jenis tumornya tidak hanya satu. Bisa tumbuh dibagian
dinding luar rahim, pada otot rahimnya, atau bisa juga dibagian dinding dalam rahim
sendiri. Ini jenis tumor yang lebih banyak ditemukan. Rata-rata pada wanita di atas
usia 30 tahun (Irianto, 2015).
B. ETIOLOGI
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik
maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu insiator dan promotor.
Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih belum diketahui
dengan pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phospatase dihydrogenase
diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan yang uniselular. Transformasi
neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari
miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth
factor lokal.
C. TANDA DAN GEJALA
Menurut (Benson & Pernoll, 2008) tanda gejala mioma uteri yaitu :
1) Perdarahan uterus abnormal Perdarahan uterus abnormal dijumpai pada kira-
kira 30% pasien dengan mioma uteri.Menoragi merupakan pola perdarahan
uterus abnormal yang paling umum dan meskipun pola apa saja mungkin
terjadi, paling sering berupa perdarahan bercak pre menstruasi dan sedikit
perdarahan terus menerus setelah menstruasi.
2) Efek penekanan.
3) Nyeri dan infertilitas.
Menurut (Anwar, 2011) tanda dan gejala mioma uteri yaitu :
1) Perdarahan abnormal uterus Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama
pada mioma dan hal ini terjadi pada 30% penderita. Bila terjadi secara kronis
maka dapat terjadi anemia defisiensi zat besi dan bila berlangsung lama dan
dalam jumlah yang besar maka sulit untuk dikoreksi dengan suplementasi zat
besi.
2) Nyeri Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali apabila
kemudian terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses
degenerasi akibat oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau
kontraksi uterus sebagai upaya untuk mengeluarkan mioma subrerosa dari
kavum uteri.
3) Efek tekanan Walaupun mioma dihubungkan dengan adanya desakan tekan,
tetapi tidaklah mudah untuk menghubungkan adanya penekanan organ dengan
mioma. Bila ukuran tumor lebih besar lagi, akan terjadi penekanan ureter,
kandung kemih dan rektum (prawiroharjo 2011).
Menurut (Nurafif & Hardi, 2013) tanda dan gejala mioma uteri yaitu :
1) Perdarahan abnormal : Hipermenore, menoragia, metroragia. Disebabkan
oleh:
a. Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasi endometrium.
b. Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasanya.
c. Atrofi enddometrium yang lebih luas dari biasanya.
d. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang
mioma diantara serabut miometrium sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
2) Nyeri Dapat timbul karena gangguan sirkulasi yang disertai nekrosis setempat
dan peradangan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan dapat
menyempitkan canalis servikalis sehingga menimbulkan dismenore.
3) Gejala penekanan Penekanan pada vesika urinaria menyebabkan poliuri, pada
uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis, pada rectum menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada
pembuluh darah dan limfe menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
4) Disfungsi reproduksi Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab
infertilitas masih belum jelas, 27- 40% wanita dengan mioma uteri mengalami
infertilitas. Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, bisa menyebabkan:
a. Infertilitas
b. Bertambahnya resiko abortus
c. Hambatan pada persalinan d.Inersia atau atonia uteri
d. Kesulitan pelepasan plasenta dan
e. Gangguan proses involusi masa nifas (Unicef, 2013).
D. KLASIFIKASI
Mioma uteri menurut letaknya dibagi menjadi 3 yaitu:
1) Mioma submukosum : dibawah endometrium dan menonjol ke cavum uteri
2) Mioma intramural : berada di dinding uterus di antara serabut miometrium
3) Mioma subserosum : tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus, diliputi oleh serosa (Nurafif & Hardi, 2013 :445 ).
Menurut (Anwar, 2011) Mioma diklasifikasikan berdasarkan lokasinya:
1) Mioma submukosa : menempati lapisan dibawah endometrium dan menonjol
ke dalam kavum uteri.
2) Mioma intramural : mioma yang berkembang diantara miometrium.
3) Mioma subrerosa : mioma yang tumbuh dibawah lapisan serosaa uterus dan
dapat bertumbuh ke arah luar dan juga bertangkai.
E. PATOFISIOLOGI
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan lambat
laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak menyusun semacam
pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor didalam uterus mungkin
terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma yang
tumbuh intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi
padat. Bila terletak pada dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan
sehingga menekan dan mendorong kandung kemih keatas sehingga sering
menimbulkan keluhan miksi (Aspiani, 2017). Secara makroskopis, tumor ini biasanya
berupa massa abu-abu putih, padat, berbatas tegas dengan permukaan potongan
memperlihatkan gambaran kumparan yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi
umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari benih
kecil hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada ukuran uterusnya.
Sebagian terbenam didalam miometrium, sementara yang lain terletak tepat di bawah
endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa). Terakhir
membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ disekitarnya, dari mana
tumor tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan diri dari uterus
untuk menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar
memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan dan perlunakan
kistik, dan setelah menopause tumor menjadi padat kolagenosa, bahkan mengalami
kalsifikasi (Robbins, 2007).
F. PATHWAY
Faktor predisposisi:
Usia penderita
Hormon endogen
Riwayat keluarga
Makanan, kehamilan dan paritas

Mioma Uteri

Mioma Intramural mioma submukosa mioma Subserosa

Tumbuh didinding uterus berada dibawah endometrium & tumbuh keluar dinding
Menonjol kedalam rogga uterus uterus

Gejala/tanda
Resiko Syok Hipovolemik

Anemia Perdarahan pembesaran uterus

Hematologi sirkulasi Penekanan Syaraf

penurunan respon imun Nekrosis Radang

Resiko Infeksi Nyeri

Nyeri Akut/Kronis
G. TINDAKAN UMUM YANG DILAKUKAN
Penanganan mioma uteri dilakukan tergantung pada umur, paritas, lokasi, dan
ukuran tumor. Oleh karena itu penanganan mioma uteri terbagi atas kelompok-
kelompok berikut.
1) Penanganan konservatif dilakukan jika mioma yang kecil muncul pada pra dan
postmenopause tanpa adanya gejala. Cara penanganan konsevatif adalah sebagai
berikut.
1. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
2. Jika terjadi anemia kemungkinan Hb menurun.
3. Pemberian zat besi.
4. Penggunaan agonis GnRH (gonadotropin-releasing hormone) leuprolid asetat
3,75 mg IM pada hari pertama sampai ketiga menstruasi setiap minggu,
sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan
menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonodotropin dan
menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa ditemukan pada periode
postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobsevasi
dalam 12 minggu.
2) Penanganan operatif, dilakukan bilah terjadi hal-hal berikut.
1. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
2. Pertumbuhan tumor cepat.
3. Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
4. Dapat mempersulit kehamilan berikutnya.
5. Hiperminorea pada mioma submukosa.
6. Penekanan organ pada sekitarnya.
3) Jenis operasi yang dilakukan untuk mengatasi mioma uteri dapat berupa langkah-
langkah berikut.
a. Enukleusi Mioma
Enuklesia mioma dilakukan pada penderita yang infertil yang masih
menginginkan anak, atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas.
Enukleasi dilakukan jika ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium
atau sarkoma uterus dan dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya
dibatasi pada tumor dengan tangkai dan tumor yang dengan mudah dijepit dan
diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat
berdekatan dengan endometrium, maka kehamilan berikutnya harus dilahirkan
dengan seksio sesarea.
4) Menurut american college of Obstetricans gynecologists (ACOG), criteria preoperasi
adalah sebagai berikut.
a. Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
b. Terdapat leimioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
c. Alasan yang jelas dari penyebab kegagalan kehamilan dan keguguran yang
berulang tidak ditemukan.
5) Histeroktomi
Histerektomi dilakukan jika pasien tidak menginginkan anak lagi dan pada pasien
yang memiliki leimioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria
ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut.
a. Terdapat satu sampai tiga leimioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari
luar dan dikelukan oleh pasien.
b. Perdarahan uterus berlebihan.Perdarahan yang banyak, bergumpal-gumpal, atau
berulang-ulang selama lebih dari delapan hari.
c. Anemia akut atau kronis akibat kehilangan darah.
6) Rasa tidak nyaman pada daerah pelvis akibat mioma meliputi hal-hal berikut.
a. Nyeri hebat dan akut.
b. Rasa tertekan yang kronis dibagian punggung bawah atau perut bagian bawah.
c. Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulangdan tidak
disebabkan infeksi saluran kemih.
7) Penanganan radioterapi
Tujuan dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan. Langkah ini
dilakukan sebagai penanganan dengan kondisi sebagai berikut.
a. Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
b. Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
c. Bukan jenis submukosa.
d. Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
e. Tidak dilakukan pada wanita muda karena dapat menyebabkan menopause.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut (Nurafif & Hardhi, 2013) pemerikasaan diagnostik mioma uteri meliputi :
a. Tes laboratorium Hitung darah lengkap dan apusan darah : leukositosis dapat
disebabkan oleh nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar
hemoglobin dan hematokrit menunjukan adanya kehilangan darah yang
kronik.
b. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin Sering membantu dalam
evaluasi suatu pembesaran uterus yang simetrik menyerupai kehamilan atau
terdpat bersamasama dengan kehamilan.
c. Ultrasonografi Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat
membantu.
d. Pielogram intravena Dapat membantu dalm evaluasi diagnostik.
a) Pap smear serviks Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia
serviks sebelum histerektomi.
b) Histerosal pingogram Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi
dikemudian hari untuk mengevaluasi distorsi rongga uterus dan
kelangsungan tuba falopi (Nurarif & Kusuma, 2013)
Menurut (Marmi, 2010) deteksi mioma uteri dapat dilakukan dengan cara:
a. Pemeriksaan darah lengkap Hb : turun, Albumin : turun, Lekosit : turun atau
meningkat, Eritrosit : turun.
b. USG : terlihat massa pada daerah uterus.
c. Vaginal toucher : didapatkan perdrahan pervaginam, teraba massa, konsistensi
dan ukurannya.
d. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
e. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat
menghambat tindakan operasi
f. ECG : mendeteksi, kelainan yang mungkin terjadi yang dapat mempengaruhi
tindakan operasi
I. PENATALAKSANAAN
Menurut (Benson & Pernoll, 2008) Penanganan mioma tergantung pada sejumlah
variabel termasuk jumlah, ukuran, lokasi, gejala, degomerasi, keinginan reproduksi
(umur, paritas, harapan untuk melahirkan), kesehatan umum, dekatnya dengan
menopause dan kemungkinan keganasan. Untuk mioma kecil tanpa gejala,
penatalaksanaan konservatif (yaitu pemantauan cermat tetapi tanpa terapi) berupa
pemeriksaan (dan pencitraan ultrasonografi bila ada) setiap 4-6 bulan. Sebenarnya
sebagian besar kasus dapat ditangani deangan cara ini sehingga tidak perlu operasi.
Menurut (Marmi, 2010) Indikasi mioma uteri yang dapat diangkat adalah mioma
submukosum bertangkai.
Pada mioma uteri yang masih kecil khususnya pada penderita yang mendekati
masa menopause tidak dilakukan pemeriksaan pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau
enam bulan. Adapun cara penanganan pada mioma uteri yang perlu diangkat adalah
dengan pengobatan operatif diantaranya yaitu histerektomi dan umumnya dilakukan
histerektomi total abdominal.
Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan nama Total Abdominal
Histerektomy and Bilateral Salpingho Ophorectomy (TAH-BSO). TAH-BSO adalah
suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus, serviks, kedua tuba fallopi dan
ovarium dengan melakukan insisi pada dinding, perut pada malignan neoplasmatic
desease, leymioma dan chronic endrometriosis.
Menurut (Yatim, 2008) obat-obatan yang biasa diberikan kepada penderita mioma
uteri yang mengalami perdarahan melalui vagina yang tidak normal antara lain :
1. Obat anti inflamasi yang nonsteroid (Nonsteroid Antiinflamation =
NSAID)
2. Vitamin
3. Dikerok (kuretase)
4. Obat-obat hormonal (misalnya pil KB)
5. Operasi penyayatan jaringan myom ataupun mengangkat rahim
keseluruhan (Histerektomi)
6. Bila uterus hanya sedikit membesar apalagi tidak ada keluhan, tidak
memerlukan pengobatan khusus.
J. DATA FOKUS
a. Pemeriksan abdomen : teraba massa didaerah pubis atau abdomen bagian bawah
dengan konsistensi kenyal, bulat, berbatas tegas, sering berbenjol atau bertangkai,
mudah digerakan, tidak nyeri.
b. Pemeriksaan bimanual : didapatkan tumor tersebut menyatu atau berhubungan
dengan uterus, ikut bergerak pada pergerakan serviks.
K. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan refleks
spasme otot sekunder akibat tumor
b) Resiko syok berhubungan dengan perdarahan
c) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder akibat
gangguan hematologis (perdarahan)
d) Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma
pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
e) Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum (prolaps
rectum)
f) Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman pada
status kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait penyakit

2) Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
berhubungan keperawatan selama 1 x 24 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan nekrosis jam, pasien mioma uteri komprehensip yang
atau trauma mampu mengontrol nyeri meliputi lokasi,
jaringan dan refleks dibuktikan dengan kriteria karakteristik, onset/durasi,
spasme otot hasil: Mengontrol Nyeri: frekuensi, kualitas,
sekunder akibat  Mengenali kapan intensitas atau beratnya
tumor nyeri terjadi nyeri dan faktor pencetus
 Menggambarkan 2. Observasi adanya
faktor penyebab pentunjuk nonverbal
nyeri mengenai ketidak
 Menggunakan nyamanan terutama pada
tindakan mereka yang tidak dapat
pencegahan nyeri berkomunikasi secara
 Menggunakan efektif
tindakan 3. Pastikan perawatan
pengurangan nyeri analgesik bagi pasien
(nyeri) tanpa dilakukan dengan
analgesic pemantauan yang ketat

 Menggunakan 4. Gunakan strategi

analgesik yang komunikasiterapeutik untuk

direkomendasikan mengetahui pengalaman

 Melaporkan nyeri dan sampaikan

perubahan terhadap penerimaan pasien terhadap

gejalah nyeri pada nyeri

profesional 5. Gali pengetahuan dan

kesehatan kepercayaan pasien

 Melaporkan gejalah mengenai nyeri

yang tidak 6. Pertimbangkan pengaruh

terkontrol pada budaya terhadap respon

profesional nyeri

kesehatan 7. Tentukan akibat dari


pengalaman nyeri terhadap
 Menggunakan
kualitas hidup pasien
sumber daya yang
(misalnya, tidur, nafsu
tersedia untuk
makan, pengertian,
menangani nyeri
perasaan, performa kerja
 Mengenali apa yang
dan tanggung jawab peran)
terkait dengan
8. Gali bersama pasien faktor-
gejala nyeri
 Melaporkan nyeri faktor yang dapat
yang terkontrol menurunkan atau
memperberat nyeri
9. Evaluasi pengalaman nyeri
dimasa lalu yang meliputi
riwayat nyeri kronik
individu atau keluarga atau
nyeri yang menyebabkan
disability/ ketidak
mampuan/kecatatan,
dengan tepat
10. Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lainnya,
mengenai efektifitas,
pengontrolan nyeri yang
pernah digunakan
sebelumnya
11. Bantu keluarga dalam
mencari dan menyediakan
dukungan
12. Gunakan metode penelitian
yang sesuai dengan tahapan
perkembangan yang
memungkinkan untuk
memonitor perubahan nyeri
dan akan dapat membantu
mengidentifikasi faktor
pencetus aktual dan
potensial (misalnya, catatan
perkembangan, catatan
harian)
13. Tentukan kebutuhan
frekuensi untuk melakukan
pengkajian ketidak
nyamanan pasien dan
mengimplementasikan
rencana monitor
14. Berikan informasi
mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa
nyeri yang dirasakan, dan
antisipasi dari ketidak
nyamanan akibat prosedur
15. Kendalikan faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien dari
ketidaknyamanan
(misalnya, suhu ruangan,
pencahayaan, suara bising)
16. Ajarkan prinsip manajemen
nyeri
17. Pertimbangkan tipe dan
sumber nyeri ketika
memilih strategi penurunan
nyeri
18. Kolaborasi dengan pasien,
orang terdekat dan tim
kesehatan lainnya untuk
memilih dan
mengimplementasikan
tindakan penurunan nyeri
nonfarmakologi, sesuai
kebutuhan
19. Gunakan tindakan
pengontrolan nyeri sebelum
nyeri bertambah berat
20. Pastikan pemberian
analgesik dan atau strategi
nonfarmakologi sebelum
prosedur yang
menimbulkan nyeri
21. Periksa tingkat
ketidaknyamanan bersama
pasien, catat perubahan
dalam cacatan medis
pasien, informasikan
petugas kesehatan lain yang
merawat pasien
22. Mulai dan modifikasi
tindakan pengontrolan nyeri
berdasarkan respon pasien
23. Dukung istirahat/tidur yang
adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
24. Dorong pasien untuk
mendiskusikan pengalaman
nyerinya, sesuai kebutuhan
25. Beritahu dokter jika
tindakan tidak berhasil atau
keluhan pasien saat ini
berubah signifikan dari
pengalaman nyeri
sebelumnya
26. Gunakan pendekatan multi
disiplin untuk menajemen
nyeri, jika sesuai
Pemberian analgesic
1. Tentukan lokasi,
karakteris, kualitas dan
keparahan nyeri
sebelum mengobati
pasien
2. Cek perintah
pengobatan meliputi
obat, dosis, dan frekuesi
obat analgesik yang
diresepkan
3. Cek adanya riwayat
alergi obat
4. Pilih analgesik atau
kombinasi analgesik
sesuai lebih dari satu
kali pemberian
5. Monitor tanda vital
sebelum dan setelah
memberikan analgesik
pada pemberian dosis
pertama kali atau jika
ditemukan tanda-tanda
yang tidak biasanya
6. Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain yang dapat
membantu relaksasi
untuk memfasilitasi
penuruna nyeri
7. Berikan analgesik
sesuai waktu paruhnya,
terutama pada nyeri
yang berat
8. Dokumentasikan respon
terhadap analgesik dan
adanya efek samping
9. Lakukan tindakan-
tindakan yang
menurunkan efek
samping analgesik
(misalnya, konstipasi
dan iritasi lambung)
10. Kolaborasikan dengan
dokter apakah obat,
dosis, rute, pemberian,
atau perubahan interval
dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus
bedasarkan prinsip
analgesik
2 Resiko syok Setelah dilakukan Pencegahan Syok
berhubungan perawatan selama 1x 1. Monitor adanya respon
dengan perdarahan 24 jam diharapkan tidak konpensasi terhadap syok
terjadi syok (misalnya, tekanan darah
hipovolemik dengan normal, tekanan nadi
kriteria: melemah, perlambatan
1. Tanda vital dalam pengisian kapiler, pucat/
batas normal. dingin pada kulit atau kulit
2. Tugor kulit baik. kemerahan, takipnea
3. Tidak ada sianosis. ringan, mual dan munta,
4. Suhu kulit hangat. peningkatan rasa haus, dan
5. Tidak ada kelemahan)
diaporesis. 2. Monitor adanya tanda-tanda
6. Membran mukosa respon sindroma inflamasi
kemerahan. sistemik (misalnya,
peningkatan suhu,
takikardi, takipnea,
hipokarbia, leukositosis,
leukopenia)
3. Monitor terhadap adanya
tanda awal reaksi alergi
(misalnya, rinitis, mengi,
stridor, dipnea, gatal-gatal
disertai kemerahan,
gangguan saluran
pencernaan, nyeri abdomen,
cemas dan gelisa)
4. Monitor terhadap adanya
tanda ketidak adekuatan
perfusi oksigen kejaringan
(misalnya, peningkatan
stimulus, peningkatan
kecemasan, perubahan
status mental, egitasi,
oliguria dan akral teraba
dingin dan warna kulit tidak
merata)
5. Monitor suhu dan status
respirasi
6. Periksa urin terhadap
adanya darah dan protein
sesuai kebutuhan
7. Monitor terhadap
tanda/gejalah asites dan
nyeri abdomen atau
punggung.
8. Lakukan skin-test untuk
mengetahui agen yang
menyebabkan anaphiylaxis
atau reaksi alergi sesuai
kebutuhan
9. Berikan saran kepada
pasien yang beresiko untuk
memakai atau membawa
tanda informasi kondisi
medis
10. Anjurkan pasien dan
keluarga mengenai tanda
dan gejala syok yang
mengancam jiwa
11. Anjurkan pasien dan
keluarga mengenai
langkah-langkah timbulnya
gejala syok
3 Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Alat terapi per
berhubungan keperawatan vaginam
dengan penurunan selama 1 x 24 jam, pasien 1. Kaji ulang riwayat
imun mioma uteri menunjukkan kontraindikasih
tubuh sekunder pasien mampu melakukan pemasangan alat
akibat gangguan pencegahan infeksi secara pervaginam pada pasien
hematologis mandiri, ditandai dengan (misalnya, infeksi pelvis,
(perdarahan) kriteria hasil: laserasi, atau adanya massa
1. Kemerahan tidak sekitar vagina)
ditemukan pada 2. Diskusikan mengenai
tubuh aktivitasaktivitas seksual
2. Vesikel yang tidak yang sesuai sebelum
mengeras memilih alat yang
permukaannya dimasukan
3. Cairan tidak 3. Lakukan pemeriksaan
berbauk busuk pelvis
4. Piuria/nanah tidak 4. Intruksikan pasien untuk
ada dalam urin melaporkan
5. Demam berkurang ketidaknyamanan, disuria,
6. Nyeri berkurang perubahan warna,
Nafsu makan konsistensi, dan frekuensi
meningkat cairan vagina
5. Berikan obat-obat
berdasarkan resep dokter
untuk mengurangi iritasi
6. Kaji kemampuan pasien
untuk melakukan perawatan
secara mandiri
7. Observasi ada tidaknya
cairan vagina yang tidak
normal dan berbau
8. Infeksi adanya lubang,
laserasi, ulserasi pada
vagina
Kontrol Infeksi
1. Bersihkan lingkungan
dengan baik setelah
digunakan untuk setiap
pasien
2. Isolasi orang yang terkena
penyakit menular
3. Batasi jumlah pengunjung
4. Anjurkan pasien untuk
mencuci tangan yang benar
5. Anjurkan pengunjung untuk
mencuci tangan pada saat
memasuki dan
meninggalkan ruangan
pasien
6. Gunakan sabun antimikroba
untuk cuci tangan yang
sesuai
7. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kegiatan perawatan
pasien
8. Pakai sarung tangan
sebagaimana dianjurkan
oleh kebijakan pencegahan
universal
9. Pakai sarung tangan steril
dengan tepat
10. Cukur dan siapkan untuk
daerah persiapan prosedur
invasif atau opersai sesuai
indikasi
11. Pastikan teknik perawatan
luka yang tepat
12. Tingkatkan inteke nutrisi
yang tepat
13. Dorong intake cairan yang
sesuai
14. Dorong untuk beristirahat
15. Berikan terapi anti biotik
yang sesuai
16. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai tanda
dan gejalah infeksi dan
kapan harus melaporkannya
kepada penyedia perawatan
kesehatan
17. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
bagaimana menghindari
infeksi

4 Retensi urine setelah dilakukan tindakan Manajemen eliminasi urin:


berhubungan keperawatan 1x 24 jam 1. Monitor eliminasi urin
dengan penekanan diharapkan eliminasi urin termasuk frekuensi,
oleh massa kembali normal dengan konsistensi, bau, volume
jaringan neoplasma kriteria hasil: dan warna urin sesuai
pada organ 1. Pola eliminasi kebutuhan.
sekitarnya, kembali normal 2. Monitor tanda dan gejala
gangguan sensorik 2. Bau urin tidak ada retensio urin.
motorik. 3. Jumlah urin dalam 3. Ajarkan pasien tanda dan
batas normal gejala infeksi saluran
4. Warna urin normal kemih.
5. Intake cairan dalam 4. Anjurkan pasien atau
batas normal keluarga untuk melaporkan
6. Nyeri saat kencing urin uotput sesuai
tidak ditemukan kebutuhan. Anjurkan pasien
untuk banyak minum saat
makan dan waktu pagi hari.
5. Bantu pasien dalam
mengembangkan rutinitas
toileting sesuai kebutuhan.
6. Anjurkan pasien untuk
memonitor tanda dan
gejalah infeksi saluran
kemih.
Kateterisasi Urin
1. Jelaskan prosedur dan
alasan dilakukan
kateterisasi urin.
2. Pasang kateter sesuai
kebutuhan.
3. Pertahankan teknik aseptik
yang ketat.
4. Posisikan pasien dengan
tepat (misalnya, perempuan
terlentang dengan kedua
kaki diregangkan atau
fleksi pada bagian panggul
dan lutut).
5. Pastikan bahwa kateter
yang dimasukan cukup jauh
kedalam kandung kemih
untuk mencegah trauma
pada jaringan uretra dengan
inflasi balon
6. Isi balon kateter untuk
menetapkan kateter,
berdasarkan usia dan
ukuran tubuh sesuai
rekomendasi pabrik
(misalnya, dewasa 10 cc,
anak 5 cc)
7. Amankan kateter pada kulit
dengan plester yang sesuai.
8. Monitor intake dan output.
9. Dokumentasikan perawatan
termasuk ukuran kateter,
jenis, dan pengisian bola
kateter
5 Resiko Konstipasi setelah dilakukan Manajemen saluran cerna
berhubungan perawatan selama 1 x 24 1. Monitor bising usus
dengan penekanan jam pasien diharapkan 2. Lapor peningkatan
pada rectum konstipasi tidak ada dengan frekuensi dan bising usus
(prolaps rectum) kriteria hasil: bernada tinggi
1. Tidak ada irita 3. Lapor berkurangnya bising
bilitas usus
2. Mual tidak ada 4. Monitor adanya tanda dan
3. Tekanan darah gejalah diare, konstipasi
dalam batas normal dan impaksi
4. Berkeringat 5. Catat masalah BAB yang
Keparahan Gejalah sudah ada sebelumnya,
1. Intensitas gejalah BAB rutin, dan penggunaan
2. Frekuensi gejalah laksatif
3. Terkait ketidak 6. Masukan supositorial
nyamanan rektal, sesuai dengan
4. Gangguan mobilitas kebutuhan
fisik 7. Intruksikan pasien
5. Tidur yang kurang mengenai makanan tinggi
cukup serat, dengan cara yang
6. Kehilangan nafsu tepat
makan 8. Evaluasi profil medikasi
terkait dengan efek
samping gastrointestinal
Manajemen konstipasi/inpaksi
1. Monitor tanda dan gejala
konstipasi
2. Monitor tanda dan gejala
impaksi
3. Monitor bising usus
4. Jelaskan penyebab dari
masalah dan rasionalisasi
tindakan pada pasien
5. Dukung peningkatan
asupan cairan, jika tidak
ada kontraindikasi
Evaluasi pengobatan yang
memiliki efek samping
pada gastrointestinal
6. Intruksikan pada pasien dan
atau keluarga untuk
mencatat warna,volume,
frekuensi dan konsistensi
dari feses
7. Intruksikan pasien atau
keluarga mengenai
hubungan antara diet
latihan dan asupan cairan
terhadap kejadian
konstipasi atau impaksi
9) Evaluasi catatan asupan untuk
apa saja
nutrisi yang telah dikonsumsi
10) Berikan petunjuk kepada
pasien untuk
dapat berkonsultasi dengan dokter
jika
konstipasi atau impaksi masih tetap
terjadi
11) Informasukan kepada pasien
mengenai
prosedur untuk mengeluarkan feses
secara manual jika di perlukan 12)
ajarkan pasien atau keluarga
mengenai
proses pencernaan normal
Daftar pustaka
Aspiani, Y, R. ( 2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM
Robbins. ( 2007 ). Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC
Nugroho, T. ( 2012 ). Obstetri dan Ginekologi. Yokyakarta: Nuha Medika
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/ARMAN_143110206.pdf diakses tanggal
18/11/2010.jam 20:00

Anda mungkin juga menyukai