Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR TIBIA

Sahrul Salam : 19203012


Elenora Prima Alus : 19203002
Reinaldus F. Hamon : 19203011
Helena L. Enti : 19203008
Klemensia A. Mbok : 19203010
Gregoria Jahum : 19203007
Yohana Santi Irma : 19203014
Agatha Lin R. B. Mari : 19203001
Hermina Isabela Gamat : 19203009

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG
2019/2020
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Fraktur disebut juga dengan patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit
pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut osteoporosis, biasanya
dialami pada usia dewasa dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan yang tidak
terduga (Mansjoer, 2018). 
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Smeltzer, 2010). Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial (Chairudin,
2009). Dari pengertian tersebut dapat di simpulkan bahwa Fraktur adalah terputusnya
kontiunutas tulang, yang utuh yang biasanya disebabkan oleh ruda paksa atau trauma
yang ditentukan oleh jenis dan luas trauma.
Fraktur bawah lutut paling sering adalah fraktur tibia dan fibula  yang terjadi
akibat pukulan langsung jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi, atau gerakkan memuntir
yang keras (Smeltzer, 2015). Fraktur atau patah batang tibia dan fibula yang lazim
disebut patah tulang cruris merupakan fraktur yang sering terjadi di banding fraktur
batang tulang panjang lainya. Terutama pada bagian depan yang hanya dilapisi kulit
sehingga tulang ini mudah patah dan fragmen frakturnya bergeser karena berada
langsung dibawah kulit, sehingga sering ditemukan juga fraktur terbuka
(Sjamjuhidajat , 2014).
B. Anatomi fisiologi
1. Anatomi tulang terdiri dari:
a. Tibia (tulang kering)
Menurut Laksaman (2010) tulang ini termasuk tulang panjang, sehingga terdiri
dari tiga bagian yaitu:
1) Epiphysis proximalis (ujung atas)
Bagian ini melebar secara transversal dan memiliki permukaan sendi superior
pada tiap condylus, yaitu condylus medial dan condylus lateral. Ditengah-
tengahnya terdapat suatu peninggian yang disebut eminenta intercondyloidea.
2) Diaphysis (corpus)
Pada penampang melintang merupakan segitiga dengan puncaknya
menghadap ke muka, sehingga corpus mempunyai tiga sisi yaitu margo
anterior (di sebelah muka), margo medialis (di sebelah medial) dan crista
interossea (di sebelah lateral) yang membatasi facies lateralis, facies posterior
dan facies medialis.Facies medialis langsung terdapat dibawah kulit dan
margo anterior di sebelah proximal.
3) Epiphysis distalis (ujung bawah)
Ke arah medial bagian ini kuat menonjol dan disebut maleolus medialis (mata
kaki). Epiphysis distalis mempunyai tiga dataran sendi yaitu dataran sendi
yang vertikal (facies articularis melleolaris), dataran sendi yang horizontal
(facies articularis inferior) dan disebelah lateral terdapat cekungan sendi
(incisura fibularis).
b. Fibula
Merupakan tulang yang panjang, langsing, terletak di sebelah lateral tibia.
Epiphysis proximalis membulat disebut capitulum fibulae. Ke arah proximal
meruncing menjadi apex. Pada capitulum terdapat dua dataran sendi yang disebut
facies articularis capitulli fibulae, untuk bersendi dengan tibia. Pada corpus
terdapat empat buah crista yaitu, crista lateralis, crista anterior, crista medialis dan
crista interosssea. Datarannya ada tiga buah yaitu facies lateralis, facies medialis
dan facies posterior. Pada bagian distal ke arah lateral membulat menjadi
maleolus lateralis.
2. Fisiologi tulang

Tulang adalah suatu jaringan dan organ yang terstruktur dengan baik, tulang
terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut dengan korteks dan
bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan dilapisi oleh
periosteum pada bagian luamya sedangkan yang membatasi tulang dari cavitas
medullaris adalah endosteum.
Tibia sendiri termasuk tulang panjang , dimana daerah batas disebut diafisis dan
daerah yang berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis. Tulang tibia turut
membentuk rangka badan, sebagai pengumpil dan tempat melekat otot, berfungsi juga
sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam,
dan menjadi tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium dan garam.

.(i)
Gambar 3.
Struktur tulang dan aktivitas osteoblast serta osteoclast pada tulang
Osteoblast merupakan satu jenis sel hasil diferensiasi sel masenkim yang sangat
penting dalam proses osteogenesis atau osifikasi. Sebagai sel, osteoblast dapat
memproduksi substansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi terjadi
kemudian hari. Jaringan yang tidak mengandung kalsium disebut osteoid dan apabila
kalsifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut tulang. Sesaat setelah osteoblast
dikelilingi oleh substansi organik intraseluller, disebut osteosit dimana keadaan ini
terjadi dalam lakuna.
Sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh permukaan tulang dengan sifat
dan fungsi reabsorbsi serta mengeluarkan tulang yang disebut osteoclast. Kalsium
hanya dapat dikeluarkan dari tulang melalui proses aktivitas osteoclasis yang
menghilangkan matriks organik dan kalsium bersamaan dan disebut deosifikasi.
Menurut Long, B.C, fungsi tulang secara umum yaitu :

1. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh.


2. Melindungi organ-organ tubuh (contoh:tengkorak melindungi otak)
3. Untuk pergerakan (otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan bergerak).
4. Merupakan gudang untuk menyimpan mineral (contoh kalsium dan posfor)
5. Hematopoiesis (tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-sum tulang)
Menurut Price, Sylvia Anderson, Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi
oleh mineral dan hormon :
1. Kalsium dan posfor tulang mengandung 99 % kalsium tubuh dan 90 % posfor.
Konsentrasi kalsium dan posfor dipelihara hubungan terbalik, kalsitonin dan
hormon paratiroid bekerja untuk memelihara keseimbangan.
2. Kalsitonin diproduksi oleh kelenjar tiroid dimana juga tirokalsitonin yang
memiliki efek untuk mengurangi aktivitas osteoklast, untuk melihat peningkatan
aktivitas osteoblast dan yang terlama adalah mencegah pembentukan osteoklast
yang baru.
3. Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang. Dalam jumlah besar
vitamin D dapat menyebabkan absorbsi tulang seperti yang terlihat dalam kadar
hormon paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D, hormon paratiroid tidak
akan menyebabkan absorbsi tulang sedang vitamin D dalam jumlah yang sedikit
membantu klasifikasi tulang dengan meningkatkan absorbsi kalsium dan posfat
oleh usus halus.
4. Paratiroid Hormon, mempunyai efek langsung pada mineral tulang yang
menyebabkan kalsium dan posfat diabsorbsi dan bergerak melalui serum.
Peningkatan kadar paratiroid hormon secara perlahan-lahan menyebabkan
peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklast sehingga terjadi demineralisasi.
Peningkatan kadar kalsium serum pda hiperparatiroidisme dapat menimbulkan
pembentukan batu ginjal.
5. Growth Hormon (hormon pertumbuhan), disekresi oleh lobus anterior kelenjar
pituitary yang bertanggung jawab dalam peningkatan panjang tulang dan
penentuan jumlah matriks tulang yang dibentuk pada masa sebelum pubertas.
6. Gluikokortikoid, adrenal glukokortikoid mengatur metabolisme protein. Hormon
ini dapat meningkatkan atau menurunkan katabolisme untuk mengurangi atau
meningkatkan matriks organ tulang dan membantu dalam regulasi absorbsi
kalsium dan posfor dari usus kecil.
7. Estrogen menstimulasi aktifitas osteoblast. Penurunan estrogen setelah
menopause mengurangi aktifitas osteoblast yang menyebabkan penurunan matriks
organ tulang. Klasifikasi tulang berpengaruh pada osteoporosis yang terjadi pada
wanita sebelum usia 65 tahun namun matriks organiklah yang merupakan
penyebab dari osteoporosis.
C. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh (Arif Muttaqin, 2008) :
1. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang. Hal tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya
bersifat komuniti dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
2. Trauma tidak langsung
Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, trauma
tersebut disebut trauma tidak langsung. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat
menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap
utuh.
Fraktur juga dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, dan kontraksi otot ekstrim (Brunner & Suddart, 2016). Fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebih oleh tulang (Lukman,
2007).
Fraktur umumnya disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan berlebih
dalam tulang.Fraktur cenderung terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan pekerjaan,olahraga atau lika yang disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor. Trauma yang dapat menyebabkan tulang patah dapat berupa
trauma langsung, misalnya benturan pada tibia yang menyebabkan fraktur tibia dan
ada juga yang berupa trauma tidak langsung misalnya jatuh tertumpu pada tulang
tibia.
Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh :
a. Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang
b. Usia penderita
c. Kelenturan tulang
d. Jenis tulang
Dengan tenaga yang sangat ringan, tulang yang rapuh karena osteoporosis atau tumor
biasanya menyebabkan patah tulang
D. Klasifikasi Fraktur
Menurut Handerson (2012) fraktur dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:
1. Fraktur transversal
Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur
semacam ini, segmen-segmen tulang yang patah di reposisi atau di reduksi kembali
ke tempat semula. Segmen itu akan stabil dan biasanya di control dengan bidai gips.
2. Fraktur oblik
Fraktur yang garis besar patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak
stabil dan sulit diperbaiki.
3. Fraktur spiral
Fraktur akibat torsi pada eksremitas. Jenis frakturnya rendah energi, ini hanya
menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak. Fraktur semacam ini cepat sembuh
dengan imobilisasi luar.
4. Fraktur komulatif
Fraktur adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan tempat adanya
lebih dari dua fragmen tulang.
5. Fraktur sagsemental
Fraktur yang berdekatan pada suatu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen
sentral dari suplai darahnya. Fraktur semacam ini sulit ditangani. Biasanya satu ujung
yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh. Keadaan ini
mungkin memerlukan pengobatan melalui pembedahan.
6. Fraktur impaksi atau fraktur kompresi
Fraktur yang terjadi ketika kedua tulang menumbuk tukang ketiga yang berada di
antaranya, seperti satu vertebra dengan kedua vertebra lainnya. Fraktur ini biasanya
akan mengakibatkan klien menjadi syok hipovalemik dan meninggal jika tidak
dipemeriksaan denyut nadi, tekanan darah dan pernapasan secara akurat dan berulang
dalam 24 sampai 48 jam pertama setelah cidera.
Derajad fraktur terbuka:
1. Derajat 1 :
Fraktur terbuka dengan luk kulit kurang dari 1 cm dan bersih, kerusakan jaringan
minimal, biasanya dikarenakan tulang menembus kulit dari dalam. Konfigurasi
fraktur simple, transvers atau simple oblik.
2. Derajat 2 :
Fraktur terbuka dengan luka lebih dari 1 cm, tanpa ada kerusakan jaringan lunak
kontusio ataupun avulsi yang luas. Konfigurasi fraktur berupa kominutif sedang
dengan kontaminasi sedang.
3. Derajat 3 :
Fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat
biasanya disebabkan oleh trauma yang hebat, dengan konfigurasi fraktur
kominutif
E. Patofisiologi
Fraktur dapat terjadi karena trauma / rudapaksa sehingga dapat menimbulkan luka
terbuka dan tertutup. Fraktur luka terbuka memudahkan mikroorganisme masuk kedalam
luka tersebut dan akan mengakibatkan terjadinya infeksi.
Pada fraktur dapat mengakibatkan terputusnya kontinuitas jaringan sendi, tulang
bahkan kulit pada fraktur terbuka sehingga merangsang nociseptor sekitar untuk
mengeluarkan histamin, bradikinin dan prostatglandin yang akan merangsang serabut A-
delta untuk menghantarkan rangsangan nyeri ke sum-sum tulang belakang, kemudian
dihantarkan oleh serabut-serabut saraf aferen yang masuk ke spinal melalu “dorsal root”
dan sinaps pada dorsal horn. Impuls-impuls nyeri menyeberangi sum-sum belakang pada
interneuron-interneuron dan bersambung dengan jalur spinal asendens, yaitu
spinothalamic tract (STT) dan spinoreticuler tract (SRT). STT merupakan sistem yang
diskriminatif dan membawa informasi mengenai sifat dan lokasi dari stimulus kepada
thalamus kemudian ke korteks untuk diinterpretasikan sebagai nyeri.
Nyeri bisa merangsang susunan syaraf otonom mengaktifasi norepinephrin, sarap
msimpatis terangsang untuk mengaktifasi RAS di hipothalamus mengaktifkan kerja
organ tubuh sehingga REM menurun menyebabkan gangguan tidur.
Akibat nyeri menimbulkan keterbatasan gerak (imobilisasi) disebabkan nyeri
bertambah bila digerakkan dan nyeri juga menyebabkan enggan untuk bergerak termasuk
toiletening, menyebabkan penumpukan faeses dalam colon. Colon mereabsorpsi cairan
faeses sehingga faeses menjadi kering dan keras dan timbul konstipasi.
Imobilisasi sendiri mengakibatkan berbagai masalah, salah satunya dekubitus,
yaitu luka pada kulit akibat penekanan yang terlalu lama pada daerah bone promenence.
Perubahan struktur yang terjadi pada tubuh dan perasaan ancaman akan integritas stubuh,
merupakan stressor psikologis yang bisa menyebabkan kecemasan.
Terputusnya kontinuitas jaringan sendi atau tulang dapat mengakibatkan cedera
neuro vaskuler sehingga mengakibatkan oedema juga mengakibatkan perubahan pada
membran alveolar (kapiler) sehingga terjadi pembesaran paru kemudian terjadi kerusakan
pada pertukaran gas, sehingga timbul sesak nafas sebagai kompensasi tubuh untk
memenuhi kebutuhan oksigen.
(Brunner dan Suddart, 2002).
Patoflow Fraktur
Kondisi Patologi
Trauma Langsung Trauma Tidak Langsung

Osteoporosis Osteosarcoma
Tekanan Pada Tulang

Pengeroposan Menggerogoti
Ekstrinsik Intrinsik

Tulang Rapuh
Tidak mampu
meredam energi besar

FRAKTUR

Integumen Otot Tendon Saraf Terputus Fragmen Tulang


Ligament

Laserasi Kulit Spasme Sprain Terputus Tertarik Terjadi Tekanan


Ansietas
rangsagan nyeri sumsum tulang
lebih tinggi dari
kaplier
Kerusakan
Resiko Pelepasan
Integritas Nyeri Hambatan Mobilitas Di terima
Infeksi Histamin
Kulit Hipotalamus
Pembuluh
Darah
Edem Edem
Nyeri Pelepasan
Ketekolamin
Nyeri Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan

Pendarahan Metabolisme
Sindroma asam lemak
Kompartemen

Kekurangan Bergabung
volume cairan dengan
berlebih tombosit

Syok
Emboli
Hemoragik

Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan
F. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner dan Suddart (2010) manifestasi klinis pada fraktur harus
berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan
radiologis. Beberapa fraktur sering langsung tampak jelas: beberapa lainnya
terdeteksi hanya dengan rontgen (sinar-x).
Pengkajian fisik dapat menemukan beberapa hal berikut:
1. Deformitas
Pembekakan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi
fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas
rational, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat
memiliki deformitas yang nyata.
2. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada
lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Memar (ekimosis)
Memar terjadi karena perdarahan sybkutan pada lokasi fraktur.
4. Spasme otot
Sering mengiringi fraktur, spasme otot involuntary sebenarnya berfungsi
sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen
fraktur.
5. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur;
itensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien.
Nyeri biasanya terus-menerus, meningkat jika fraktur tidak diimobilisasi. Hal
ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan, atau cedera
pada struktur sekitarnya.
6. Ketegangan
Ketegangan di atas lokasi fraktur dusebabkan oleh cedera yang terjadi.
7. Kehilangan Fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena
hilangnya fungsi pengungkit-lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan
juga dapat terjadi dari cedera saraf.
8. Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan
antar fragmen fraktur yang menciptakan sensasi dari suara derita.
9. Perubahan neurovascular
Cedera neurovakular terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur
vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau
tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur.
10. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges (2000) pemeriksaan diagnostic pada pasien fraktur adalah
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan rontgen: Menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma.
2. Skan tulang, tomogram, skan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur; juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram: Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (homokonsentrasi) atau
menurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal
setelah trauma.
5. Kreatinin: Trauma otot meningkat beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi: Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
multiple, atau cedera hati.
H. Komplikasi
Brunner dan Suddarth (2016) membagi komplikasi fraktur kedalam empat macam,
antara lain :
1. Syok hipovolemik atau traumatik yang terjadi karena perdarahan dan
kehilangan cairan ekstra sel kejaringan yang rusak.
2. Sindrome emboli lemak (terjadi dalam 24 sampai 72 jam setelah cedera).
Berasal dari sumsum tulang karena perubahan tekanan dalam tulang yang
fraktur mendorong molekul-molekul lemak dari sumsum tulang masuk ke
sistem sirkulasi darah ataupun karena katekolamin yang dilepaskan oleh
reaksi stres.
3. Sindrom Kompartemen terjadi karena perfusi jaringan dalam otot kurang dari
yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa diakibatkan karena:
a. Penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus
otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang terlalu menjerat
b. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema.
4. Tromboemboli, infeksi dan Koagulopati Intravaskuler Desiminata (KID)
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
1. Identitas klien.
Meliputi: nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, agama,
suku, tanggal, dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa
medis.
2. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
 Provoking Incident:
apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
 Quality of Pain:
seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk-nusuk.
 Region :
radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
 Severity (Scale) of Pain:
seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala
nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
 Time:
berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3. Riwayat penyakit sekarang.
Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat kecelakaan
lalulintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industry. Pengkajian yang
didapat meliputi hilangnya sensibilitas.permulaan klien merasakan keluhan
sampai dengan dibawa ke rumah sakit dan pengembangan dari keluhan
utama dengan menggunakan PQRST.P (Provokative/Palliative), apa yang
menyebabkan gejala bertambah berat dan apa yang dapat mengurangi
gejala.Q (Quality/Quantity), bagaimana gejala dirasakan klien dan sejauh
mana gejala dirasakan R (Region/Radiation) dimana gejala dirasakan ?
apakah menyebar? apa yang dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala tersebut ?S (Saferity/Scale), seberapa tingkat
keparahan gejala dirasakan? Pada skala berapa?T (Timing), berapa lama
gejala dirasakan ? kapan tepatnya gejala mulai dirasakan, apakah ada
perbedaan intensitas gejala misalnya meningkat di malam hari.
4. Masalah penggunaan obat-obatan.
Perawat perlu menanyakan kepada klien masalah penggunaan obat-obatan
adiktif dan penggunaan obat-obatan alcohol.
5. Riwayat penyakit dahulu.
Perawat perlu menanyakan adanya riwayat penyakit degenerative pada
tulang belakang, seperti osteoporosis, dan osteoarthritis yang
memungkinkan terjadinya kelainan pada tulang belakang. Dan penggunaan
obat-obatan.
6. Pengkajian psikospiritual.
Pengkajian mengenai mekanisme koping yang digunakan klien, diperlukan
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya.
7. Pemeriksaan fisik.
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhanklien.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) yang tearah dan dihubungkan
dengan keluhan klien.
a) Keadaan Umum
Klien yang mengalami immobilisasi perlu dilihat
dalam hal penampilan, postur tubuh,kesadaran, gaya berjalan,
kelemahan, kebersihan dirinya dan berat badannya.
b) Sistem Pernafasan
Bentuk hidung, ada atau tidaknya sekret, PCH (Pernafasan Cuping
Hidung), kesimetrisan dada dan pernafasan, suara nafas dan
frekwensi nafas. Pengaturan pergerakan pernafasan akan
mengakibatkan adanya retraksi dada akibat kehilangan koordinasi
otot. Ekspansi dada menjadi terbatas karena posisi berbaring
akibatnya ventilas paru menurun sehingga dapat menimbulkan
atelektasis. Akumulasi sekret pada saluran pernafasan
mengakibatkan terjadinya penurunan efisiensi siliaris yang dapat
menyebabkan pembersihan jalan nafas yang tidak efektif.
Kelemahan pada otot pernafasan akan menimbulkan mekanisme
batuk tidak efektif.
c) Sistem Kardiovaskuler
Warna konjungtiva pada fraktur, terutama fraktur terbuka akan
terlihat pucat dikarenakan banyaknya perdarahan yang keluar
dari luka, terjadi peningkatan denyut nadi karena pengaruh
metabolik, endokrin dan mekanisme keadaaan yang
menghasilkan adrenergic serta selain itu peningkatan denyut
jantung dapat diakibatkan pada klien immobilisasi.Orthostatik
hipotensi biasa terjadi pada klien immobilisasi karena kemampuan
sistem syaraf otonom untuk mengatur jumlah darah kurang. Rasa
pusing saat bangun bahkan dapat terjadi pingsan, terdapat
kelemahan otot. Ada tidaknya peningkatan JVP (Jugular Vena
Pressure),bunyi jantung serta pengukuran tekanan darah. Pada
daerah perifer ada tidaknya oedema dan warna pucat atau sianosis.
d) Sistem Pencernaan
Keadaan mulut, gigi, bibir, lidah, kemampuan menelan, peristaltik
usus dan nafsu makan.Pada klien fraktur dan dislokasi
biasanya diindikasikan untuk mengurangi pergerakan
(immobilisasi) terutama pada daerah yang mengalami dislokasi hal
ini dapat mengakibatkan klien mengalami konstipasi.
e) Sistem Genitourinari
Ada tidaknya pembengkakan dan nyeri daerah pinggang,
palpasi vesika urinaria untuk mengetahui penuh atau tidaknya, kaji
alat genitourinaria bagian luar ada tidaknya benjolan iskemik dan
nekrosis pada jaringan yang tertekan, hal ini dikarenakan aliran
darah terhambat sehingga penyediaan nutrisi dan oksigen menurun.
f) Sistem Persyarafan
Mengkaji fungsi serebral, fungsi syaraf cranial, fungsi sensorik dan
motorik sertsa fungsi reflex
8. Pola Nutrisi
Kebiasaan makan klien sehari-hari dan kebiasaan makan-makanan
yang mengandung kalsium yang sangat berpengaruh dalam proses
penyembuhan tulang dan kebiasaan minum klien sehari-hari, meliputi
frekwensi, jenis, jumlah dan masalah yang dirasakan.
9. Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB dan BAK klien, apakah berpengaruh terhadap perubahan
sistem tubuhnya yang disebabkan oleh fraktur.
10. Pola Istirahat Tidur
Kebiasaan klien tidur sehari-hari, apakah terjadi perubahan setelah mengalani
fraktur
11. Personal Hygiene
Kebiasaan mandi, cuci rambut, gosok gigi dan memotong kuku perlu dkaji
sebelum klien
12. Pola Aktivitas
Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya saat ini dan
kebiasaan klien berolah raga sewaktu masih sehat.
13.Pola Psiko Sosial Spiritual
 Data Psikologis Pengkajian psikologis yang dilakukan pada klien dengan
fraktur pada dasarnya sama dengan pengkajian psikososial dengan
gangguan sistem lain yaitu mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri,
harga diri, peran diri dan identitas diri). Pada klien fraktur adanya
perubahan yang kurang wajar dalam status emosional, perubahan tingkah
laku dan pola koping yang tidak efektif
 Data social
Pada data sosial yang dikaji adalah hubungan klien dengan keluarga dan
hubungan klien dengan petugas pelayanan kesehatan.
 Data Spiritual
Perlu dikaji agama dan kepribadiannya, keyakinan dan harapan yang
merupakan aspek penting untuk penyembuhan penyakitnya.
B. Pemeriksaan penunjang
Menurut Doengoes (2016), pemeriksaaan diagnostik yang biasa dilakukan pada
pasien dengan fraktur:
1) Pemeriksaan rontgen
Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
2) Computed Tomography (CT-SCAN).
Memperlihatkan fraktur dan dislokasi, dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak dan untuk mengetahui lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3) Arteriogram
Dilakukan bila dicurigai terdapat kerusakan vaskuler.
4) Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah lengkap meliputi kadar haemoglobin yang biasanya
lebih rendah karena perdarahan akibat trauma. Hematokrit mungkin
meningkat atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh dari trauma multiple). Kreatinin (trauma otot meningkatkan beban
kreatinin untuk klirens ginjal). Profil koagulasi (perubahan dapat terjadi
pada kehilangan darah, tranfusi multipel atau cedera hati).
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada fraktur tibia adalah sebagai berikut :
1) Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d suplai darah jaringan.
3) Kerusakan intergritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup).
4) Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri,
terapi, restriktif (imobilisasi).
D. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
Nyeri Akut NOC NIC
Definisi : Pengalaman  Pain level - Lakukan pengkajian
sensori dan emosional  Pain control nyeri secara
yang tidak menyenangkan  Comfort level komperhensif
yang muncul akibat Kriteria Hasil : - Observasi reaksi
kerusakan jaringan yang  Mampu mengontrol nonverbal dan ketidak
actual atau potensial atau nyeri nyamanan.
digambarkan dalam hal  Melaporkan bahwa - Ajarkan tentang teknik
kerusakan. nyeri berkurang non farmakologi
 Mampu mengenali - Berikan analgesic
nyeri (skala, untuk mengurangi
intensitas, frekuensi nyeri
dan tanda nyeri) - Tingkatkan istirahat
Menyatakan rasa - Monitor vital sign
nyaman setelah nyeri sebelum dan sesudah
berkurang. pemberianan algesik
pertama kali
- Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala
Ketidakefektifan perfusi NOC NIC
jaringan perifer b/d
 Circulation status - Observasi TTV
 Tissue perfection : - Monitor adanya
cerebral daerah tertentu yang
Kriteria hasil : hanya peka terhadap
Mendemonstrasikan panas/dingin/tajam/tu
status sirkulasi mpu.
yang ditandai - Batasi gerakan pada
dengan : kepala,leher dan
 Tekanan systole dan punggung.
diastole dalam
rentang normal
 Tidak ada ortostatik
hipertensi

Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang ditandai dengan :

 Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukkan
perhatian,konsentrasi
dan orientasi.
 Menunjukkan fungsi
sensori motoric
cranial yang utuh:
tingkat kesadaran
membaik,tidak ada
gerakan-gerakan
involunter.

Kerusakan integritas NOC NIC


kulit  Tissue integrity : - Anjurkan Jaga kulit
Definisi : Perubahan / skin and mucous agar tetap bersih dan
gangguan epidermis /  Membranes kering
dermis.  Hemodyalisakses - Anjurkan klien
menggunakan pakaian
Kriteria hasil
yang longgar
 Integritas kulit
- Mobilisasi klien (ubah
yang baik dapat
posisi setiap 2 jam
dipertahankan
sekali)
 Perfusi jaringan
- Monitor status nutrisi
baik
klien
 Mampu
- Kolaborasi dalam
melindungi kulit
pemberian terapi
dan
mempertahankan
kelembapan kulit.
Hambatan mobilitas NOC NIC
fisik  Mobility level - Monitor vital sign
Definisi : Keterbatasan  Self care sebelum/sesudahl
pada pergerakan fisik  Transfer atihan
secara mandiri ataupun - Bantu klien
terarah. performance menggunakan tongakat
Kriteria hasil - Latih klien dalam
 Klien meninggkat pemenuhan kebutuhan
dalam aktivits ADL secara mandiri
fisik
 Memperagakan
penggunaan alat
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif Amin Huda. 2015.NANDA & NIC-NOC. Jakarta: Mediaction

Syaifuddin. 2012. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi III. Jakarta :
EGC.

Arif Mutaqin.2008.Asuhan Keperawatan Sistem Muskuluskeletal.Doenges, Marilynn E.


et.al. (2016) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Brunner and Suddarth.2016. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 vol 2.Jakarta: EGC
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. K
DENGAN DIAGNOSE FRAKTUR TIBIA + FIBULA
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Tn.T
Umur : 38 tahun.
Jenis kelamin : Laki-Laki.
Pekerjaan : petani
Suku bangsa : Indonesia
Agama : Katolik
Pendidikan : SMK
Alamat : Tenda
2. Penanggung Jawab
Nama : Ny.A
Umur : 37 tahun
Alamat : Tenda
Pekerjaan : IRT
Hub Keluarga : Istri
I. Data Medik
Saat masuk:Fraktur terbuka pre op
Saat dilakukan pengkajian: Fraktur terbuka pre op
II. KEADAAN UMUM
A. KEADAAN SAKIT:
Klien tampak sakit sedang
Alasan: Klien masih bisa menjawab dan berbicara dengan perawat.
B. TANDA VITAL
1. Kesadaran : Compos Mentis
Skala koma Glasgow (kuantitatif)
a) Respon motorik :6
b) Respon bicara :5
c) Respon membuka mata :4
Jumlah : 15
Kesimpulan : pasien tidak mengalami penurunan kesadaran.
2. Tekanan darah : 130/80 mmHg
MAP : 2 x diastole + sistol = 2 x 80 + 130= 290 = 96,6
3 3 3
Kesimpulan : MAP Tn.T dalam batas normal.
3. Suhu :
Suhu klien 37 C, yang diperiksa pada daerah axila
4. Pernapasan:
Pernapasan klien 20 x/menit, dengan irama teratur, jenis pernapasan dada
5. Nadi :
Frekuensi nadi 99 x/menit dengan irama teratur
C. PENGUKURAN
1. Lingkar lengan atas klien 33,5 cm
2. Tinggi badan badan klien 175 cm
3. Berat badan klien saat ini 50 kg
4. IMT (Indeks Massa Tubuh) : 14
Kesimpulan : IMT klien dalam batas normal.
B. GENOGRAM

Tn. T

Keterangan:
…… : tinggal serumah : meninggal

: laki-laki P : Pasien

: perempuan
III. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN
A. POLA PERSEPSI KESEHATAN DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
1. Keadaan sebelum sakit:
Klien mengatakan, kesehatan adalah hal utama dalam hidupnya oleh karena itu
pasien sangat rutin memeriksa kondisi kesehatannya baik dipuskesmas maupun di
tenaga kesehtatan yang dekat dengan tempat tinggalnya.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: klien mengatakan sakit pada kaki bagian kanan akibat
kecelakan lalu lintas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada hari Senin tanggal 05 Oktober 2020 jam
09.00 WIB klien mengalami kecelakaan motor, kaki kananya patah dan luka.
Sejak 2 hari yang lalu. Klien mengatakan nyeri menusuk dan panas di bagian
kaki yang akan di operasi dan lamanya nyeri ±5 menit. Kaki klien tampak
dibalut dengan tensocrepe dan ferbam di sebelah kanan. Dari observasi klien
tanpak meringis dan menahan nyeri, klien tanpak merasakan nyeri di bagian
kaki sebelah kanan yang siap operasi dengan skala nyeri 7, lamanya nyeri ±5
menit, luka tertutup perban, keadakan perban tanpak berdarah dan luka klien
terdapat luka lembab, dengan panjang luka ± 9 cm, kulit klien tanpak memerah
di bagian luka yang siap operasi dan terasa panas. Klien beraktifitas dibantu
keluarga. Klien tampak terpasang infus RL dengan 20 tts/ menit.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan belum pernah menderita penyakit yang sama dengan hari
ini, penyakit yang pernah di derita penyakit mutaber.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak ada keluarga klien mengalami riwayat hipertensi, DM,
dan penyakit keturunan lainnya.
Pemeriksaan fisik :
a) Kebersihan rambut :
Rambut klien berwarna hitam, tampak kusut dan berminyak, tidak ada
ketombe dan rambut klien tidak rontok.
b) Kulit kepala : Kulit kepala klien tampak bersih, tidak ada lesi ataupun
benjolan pada kepala.
c) Kebersihan kulit : Kulit klien tampak bersih dan lembab.
d) Higiene rongga mulut :
Hygiene rongga mulut klien tampak besih, tidak ada luka pada lidah
ataupun gusi, gusi berwarna kemerahan, tidak berdarah, gigi lengkap, tidak
ada gigi berlubang dank lien tidak menggunakan gigi palsu.
e) Kebersihan genetalia : Genitalia klien tampak bersih
f) Kebersihan anus : tidak ada hemoroid pada anus klien, tidak ada luka
pada anus klien.
B. POLA NUTRISI DAN METABOLIK
1. Keadaan sebelum sakit :
Klien mengatakan makan 3 kali sehari dengan lauk yang berbeda-beda. Klien
juga selalu makan sayur – sayuran dan lauk pauk. Klien juga mengatakan banyak
mengkonsumsi air putih sekitar 3000cc/hari dan sering juga mengkonsumsi kopi
pada pagi dan sore hari. Klien mengatakan tidak mempunyai pantangan.
3. Keadaan sejak sakit :
klien mengatakan klien makan 3 kali dalam sehari tetapi hanya dapat
menghabiskan 1/2 porsi dari makanan yang diberikan oleh rumah sakit dan klien
minum 3-4 gelas air dalam sehari.
4. Observasi :
Klien tidak menghabiskan makanannya.klien hanya menghabiskan 4 sendok dan
hanya minum ½ gelas air putih.
5. Pemeriksaan fisik :
a) Keadaan rambut :
Rambut klien berwarna hitam, tampak kusut dan berminyak, tidak ada
ketombe dan rambut klien tidak rontok.
b) Hidrasi kulit :hidrasi kulit klien baik dan tidak ada tanda-tanda dehidrasi
c) Palpebra/conjungtiva :tidak anemis,tidak ada pembengkakan pada palpebral.
d) Sclera : sclera klien tidak tampak ikterik.
e) Hidung :
Bentuk hidung klien tampak simetris antara kiri dan kanan, rongga hidung
klien bersih dan tidak tampak adanya polip, tidak ada perdarahan pada hidung
klien.
f) Rongga mulut :
Gusi klien berwarna kemerahan, tidak tampak adanya perdarahan dan tidak
tampak adanya bercak putih.
g) Gigi :
Gigi klien tampak bersih, tidak ada gigi yang tanggal ataupun berlubang.
gigi palsu : klien tidak menggunakan gigi palsu
h) Kemampuan mengunyah keras :klien mampu mengunyah keras
i) Lidah : lidah klien berwarna merah muda, tidak ada luka, tidak berdarah
dan tampak bersih.
j) Pharing :
Tidak ada pembengkakan pada pharing klien.
k) Kelenjar getah bening :
Tidak ada pembesaran pada kelenjar getah bening klien.
l) Kelenjar parotis :
Tidak ada pembesaran kelenjar parotis pada klien.
m) Abdomen :
 Inspeksi :Permukaan abdomen tampak rata, tidak ada lesi dan tidak
tampak adanya benjolan
 Auskultasi : Terdengar adanya bising usus.bising usus : 9x/mnt.
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada hepatomegaly pada klien
 Perkusi :Terdengar bunyi tympani.
n) Kulit: kulit klien tampak edema, ada peradangan pada kaki bagian kanan dan
tidak ada ikterik.
o) Lesi : Tampak ada lesi pada seluruh kaki bagian kanan
C. POLA ELIMINASI
1. Keadaan sebelum sakit :
Klien mengatakan tidak mengalami masalah saat BAB ataupun BAK. Klien BAB 1
kali/hari dengan konsistensi: lunak,warna:kuning,tidak berbau khas.BAK 8-9 kali
sehari,warna BAK putih dan jernih,tidak berbau khas.
Keadaan sejak sakit :
Klien mengatakan tidak mengalami perubahan pada pola BAK dan klien belum BAB.
2. Observasi :
Klien terpasang DC,warna urine: kuning.
Pemeriksaan fisik :
a) Peristaltik usus : 9 x/menit
b) Palpasi kandung kemih: Kosong
c) Nyeri ketuk ginjal: tidak bisa dilakukan.
d) Mulut uretra: klien terpasang kateter foley ukuran 18
e) Anus :
 Peradangan : tidak ada peradangan pada anus
 Hemoroid : tidak ada hemoroid pada anus
 Fistula : tidak ada fistula pada anus
D. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN
1. Keadaan sebelum sakit : klien sebelum sakit dapat melakukan aktivitas secara
mandiri baik dirumah maupun dikebun.
2. Keadaan sejak sakit :
Klien mengatakan mengalami keterbatasan aktifitas dan semua aktifitasnya dibantu
penuh oleh istrinya. Klien belum bisa turun dari tempat tidur dan hanya melakukan
aktifitas di atas tempat tidur saja karena masih merasakan nyeri pada daerah kaki
kanan yang patah dan harus berdiam diatas tempat tidur saja atas anjuran dari dokter
untuk mengurangi perdarahan dan rasa nyeri.
3. Observasi :
Klien hanya berbaring ditempat tidur karena masih merasakan nyeri pada
ekstremitas bawah bagian kanan
a. Aktivitas harian :
 Makan :0
 Mandi :2
 Pakaian :2
 Kerapihan :2
 Buang air besar :2
 Buang air kecil :3
 Mobilisasi di tempat tidur :2
b. Postur tubuh : tegak
c. Gaya jalan : tidak dapat dikaji
d. Anggota gerak yang cacat : tidak ada
e. Fiksasi : Ada
f. Tracheostomi : tidak ada
4. Pemeriksaan fisik
a) Tekanan darah
 Berbaring : 130/80 mmHg
 Duduk : - mmHg
 Berdiri : - mmHg
Kesimpulan : Hipotensi ortostatik : Negatif
b) HR : 88 x/menit
c) Kulit :
Keringat dingin : tidak ada
Basah : tidak ada
d) JVP : < 3 cmH2O
Kesimpulan :JVP klien normal
e) Perfusi pembuluh kapiler kuku : < 2 detik
f) Thorax dan pernapasan
 Inspeksi:
Bentuk thorax klien normal, gerakan dada simetris antara kiri dan kanan,
tidak tampak adanya retraksi dinding dada, tidak ada lesi, tidak tampak
adanya retraksi intercostal, tidak tampak adanya sianosis dan tidak tampak
adanya stridor.
 Palpasi :
Vocal premitus klien teraba getaran kedua dinding dada sama kuat dan tidak
ada krepitasi saat dilakukan palpasi.
 Perkusi :
Saat dilakukan perkusi terdengar bunyi sonor di seluruh dinding paru, tidak
ada bunyi redup dan tidak ada pekak pada lokasi : ICS 1- 6.
 Auskutasi :
Suara napas klien terdengar vesikuler, suara ucapan sama di kedua lapang
paru dan tidak terdengar suara tambahan seperti (wheezing (-), ronki
(),krekels (-).
g) Jantung
 Inspeksi : saat diinspeksi tidak tampak adanya pulsasi aorta di ICS 2 kanan dan
ictus cordis tidak tampak pada jantung klien.
 Palpasi : saat di palpasi tidak tearba adanya nyeri tekan dan ictus cordis tidak
teraba.
 Perkusi : Batas kanan atas jantung pada ICS II Linea sternalis dextra, batas
kanan bawah jantung pada ICS IV Line parasternalis dextra, batas kiri atas
jantung pada ICS II linea parasternalis sinistra dan batas kiri bawah jantung
pada ICS IV Linea Medio Clavicularis Sinistra
 Auskultasi :
Pada auskultasi jantung bunyi jantung II A terdengar paling jelas di basil
jantung, bunyi jantung II P terdengar paling jelas di basil jantung, bunyi
jantung I T terdengar di apeks,frekuensi rendah dan lama, bunyi jantung I M
terdengar jelas di apeks,frekuensi rendah dan lama, bunyi jantung III irama
gallop tidak terdengar dan murmur tidak ada.
- Bruit :
 Aorta :-
 A.Renalis :-
 A. Femoralis : -
i) Lengan dan tungkai
Lengan kanan/kiri klien normal, tidak tampak adanya atrofi otot dan kekuatan
otot kanan/kiri:5/5. Rentang gerak bebas, tidak tampak adanya kaku sendi, tidak
ada nyeri sendi, tidak tampak adanya fraktur, tidak tampak adanya parese dan
tidak tampak adanya paralisis. Uji kekuatan otot kaki kanan/kiri:1/4, refleks
fisiologi : +2/+2, refleks patologi :babinski kiri/kanan -/-, clubing jari-jari tidak
ada dan varises pada tungkai tidak ada.
j) Columna vetebralis
a. Inspeksi :
Tidak tampak adanya lordosis, tidak tampak adanya kiposis dan tidak tampak
adanya scoliosis.
b. Palpasi
Tidak ada deformitas dan kaku kuduk tidak ada.
E. POLA TIDUR DAN ISTIRAHAT
1. Keadaan sebelum sakit :
Klien mengatakan selama sehat pasien tidur selama 6 jam pada malam hari
sedangkan pada siang hari pasien jarang tidur siang karena harus bertani.
2. Keadaan sejak sakit :
Klien mengatakan saat di RS klien tidak dapat tidur dengan nyenyak karena
terganggu dengan rasa nyeri yang dirasakan pada kaki bagian kanan
3. Observasi
Klien tampak konsentrasi saat dikaji, ekspresi wajah mengantuk -/-, klien tidak
banyak menguap dan palpebra inferior berwarna gelap -/-.

F. POLA PERSEPSI KOGNITIF


1. Keadaan sebelum sakit :
Klien mengatakan tidak mengalami masalah pada indra penglihatan, penciuman,
pengecapan dan persepsi nyeri.
2. Keadaan sejak sakit :
Klien mengatakan tidak ada perubahan pada penglihatan,pendengaran pengecapan
dan persepsi nyeri.
3. Observasi :
Klien tampak memperhatikan lawan bicara saat diajak komunikasi
Pemeriksaan fisik :
a) Penglihatan
Kornea klien normal, pupil klien isokor, lensa mata klien jernih dan tekanan
intra okuler (TIO) tidak ada nyeri tekan.
b) Pendengaran
Pina klien terbentuk dengan baik, kanalis tampak bersih dan membran timpany
normal.
G. POLA ERSEPSI DAN KONSEP DIRI
1. Keadaan sebelum sakit :
klien mengatakan sebelum sakit memiliki konsep diri yang baik. Pasien
sering berinteraksi dengan masyarakat di lingkungan tempat pasien tinggal.
2. Keadaan sejak sakit :
Klien mengatakan ingin segera sembuh dari sakit yang dialaminya saat ini,karena ia
merasa jenuh dan ingin kembali bekerja seperti biasanya.
3. Observasi
Klien tampak bertanya kapan ia bisa pulang, kontak mata klien menatap lawan bicara,
rentang perhatian penuh terhadap lawan bicara, suara dan cara bicara jelas saat
berbicara
4. Pemeriksaan fisik
Tidak ada kelainan bawaan yang nyata, bentuk/postur tubuh klien tegak dan kulit
klien normal.
H. POLA PERAN DAN HUBUNGAN DENGAN SESAMA
1. Keadaan sebelum sakit :
klien mengatakan sebelum sakit klien adalah sesorang kepala rumah tangga dan klien
selalu berhubungan baik dengan keluarga dan masyarakat disekitar lingkungan pasien
tinggal.
2. Keadaan sejak sakit :
Klien mengatakan, klien tidak mampu berinteraksi dengan sesama karena klien
masih dalam perawatan.
3. Observasi :
Klien tampak kooperatif.
I. POLA REPRODUKSI DAN SEKSUALITAS
1. Keadaan sebelum sakit :
klien mengatakan kami memiliki 3 orang anak dan pola reproduksi dan seksualitas
terpenuhi.
2. Keadaan sejak sakit :
Klien mengatakan, untuk saat ini pola reproduksi dan seksualitas tidak terpenuhi
dengan baik dikarenakan klien masih sakit dan membutuhkan perawatan.
3. Observasi :
Klien tampak ditemani oleh istri dan anaknya.
J. POLA MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP STRES
1. Keadaan sebelum sakit :
klien mengatakan sebelum sakit jika ada masalah baik dalam rumah tangganya
ataupun masalah tentang anak-anaknya,klien tidak ingin memendam sendiri dank
lien sering berkumpul dengan isitri dan anak-anaknya untuk memecahkan masalah
tersebut.
2. Keadaan saat sakit:
Klien mengatakan istri dan anak-anaknya selalu setia mendampinginya selama di
Rumah Sakit dan yang menjadi penanggung jawab atas perawatannya adalah
istrinya.
K. POLA SISTEM NILAI KEPERCAYAAN
1. Keadaan sebelum sakit :
Klien mengatakan sebelum terjadi wabah corona klien sering ke gerja pada hari
minggu dan mengikuti kegiatan keagamaan yang ada di kompleks tempat tinggalnya.
2. Keadaan sejak sakit :
Klien mengatakan hanya bisa berdoa dalam kamar perawatannya dan klien selalu
berdoa agar ia cepat sembuh dan bisa pulang.
3. Observasi :
Klien terlihat tampak tegar menghadapi sakitnya.
V. UJI SARAF KRANIAL
a. N I :
Klien dapat mencium dan mengidentifikasi bau minyak kayu putih pada kedua lubang
hidungnya dengan menutup mata.
b. N II :
Klien dapat membaca tulisan yang diberikan dengan benar
c. N III, IV, VI :
- Klien dapat menggerakkan kedua bola mata kearah kanan dan kiri.
- Klien dapat menggerakkan kedua bola mata ke atas dan kebawah.
- Klien dapat menggerakkan kedua bola mata memutar mengikuti jari perawat
d. N V :
Klien dapat mengunyah dengan baik
e. N VII :
Klien dapat mengangkat alis mengerutkan dahi dan tersenyum.
f. N VIII :
Klien dapat mendengarkan gesekan tangan perawat
g. N IX :
Klien tidak merasakan nyeri saat menelan.
h. N X :
Uvula berada di tengah,warna:kemerahan.
i. N XI :
Klien dapat mengangkat bahu
j. N XII :
Klien dapat menggerakkan dan menjulurkan lidah.
VI PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium :
TANGGAL : 05 Oktober 2020
PARAMETE HASIL NILAI RUJUKAN
R
HGB 14,5 [g/dL] P 13.0- 16.0
W 12.0-14.0
RBC 4,94 [10^6/ul] P 4.5- 5.5
W 4.0- 5.0
HCT 42,2 [%] P 40.0- 48.0
W 37.0- 43.0
MCV 85,4- [fl]
MCH 29,4 [pg]
MCHC 34,4 [g/dl]
RDW-SD 40,3 [fl]
RDW-CV 13,1 [%]
WBC 9,58 [10^3/ul] 5.0-10.0
EO% 28,8 [%] 1-3
BASO% 0,4 [%] 0-1
NEUT% 43,4 [%] 50-70
LYMPH% 42,8 [%] 20-40
MONO% 10,6 [%] 2-8
EO% 0,27 [10^3ul]
BASO% 0,04 [10^3ul]
NEUT% 4,15 [10^3ul]
LYMPH% 4,10 [10^3ul]
MONO% 1,2 [10^3ul]
TANGGAL : 06 Oktober 2020
No Nilai Hasil Nilai Normal
1. BT 2,00 1 – 3 menit
2. CT 5,00 2 – 6 menit
3. GDA 118 s/d 120 mg %
4. HBs Ag Neg
5. Hemoglobin 14,8 13,2-17,3 g/dl

VII. TERAPI
NO JENIS CARA PEMBERIAN DOSIS
1. Infus RL 500cc IV 20 tetes/menit
2. Cefriaxson Injeksi 2x1 gram /12 Jam
3. Ranitidine Injeksi 2x1 gram /12 Jam
4. Dexamethasone Injeksi 1 amp/8 jam IV

ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1. Ds : Agen cedera fisik Nyeri akut
 Klien mengatakan sudah 2 hari
kaki kanannya patah dan luka dan
ia juga mengatakan nyeri menusuk
dan panas di bagian kaki yang akan
di operasi.
 P:luka pada kaki bagian kanan
Q:seperti tertusuk-tusuk dan panas
R:kaki kanan
S:7
T:lamanya nyeri ±5 menit
Do :
 Kaki klien tampak dibalut dengan
tensocrepe dan ferban di sebelah
kanan.
 Klien tanpak meringis dan
menahan nyeri.
 Luka tertutup perban
 Luka klien lembab
 Panjang luka ± 9 cm
 Kulit klien tanpak memerah di
bagian luka yang akan operasi dan
terasa panas.
 TTV:
TD:130/80 mmHg
RR:20x/m
S:37
N:99x/m

2. Ds : Klien mengatakan mengalami kerusakan Hambatan mobilitas


fisik
keterbatasan aktifitas dan semua muskuloskeletal dan
aktifitasnya dibantu penuh oleh neuromuskuler
istrinya. Klien belum bisa turun
dari tempat tidur dan hanya
melakukan aktifitas di atas
tempat tidur saja karena masih
merasakan nyeri pada daerah
kaki kanan yang patah dan
harus berdiam diatas tempat
tidur saja atas anjuran dari
dokter untuk mengurangi
perdarahan dan rasa nyeri.
Do :
 Klien hanya berbaring ditempat
tidur karena masih merasakan nyeri
pada ekstremitas bawah bagian
kanan
 Klien dianjurkan untuk tidak
banyak bergerak
 Uji kekuatan otot
tangan 5 5
1 4

 TTV:
TD:130/80 mmHg
RR:20x/m
S:37
N:99x/menit

3. DS : klien mengatakan ia mengalami Fraktur terbuka Kerusakan integritas


kulit
kecelakaan motor, kaki kananya
patah dan terdapat luka pada kaki
kanannya.
DO:
 kulit klien tampak
edema
 Tampak ada
peradangan pada
kaki bagian kanan klien
 Tampak ada lesi pada seluruh
kaki bagian kanan
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik


2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan  kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskuler
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama: Tn. T
Umur: 38 Tahun
Ruangan: Dahlia
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan NOC : NIC
dengan agen injuri fisik
 Pain Level 1. Kaji tanda-tanda vital
 Pain control 2. Kaji tingkat nyeri secara
 Comfort level komprehensif
Kriteria Hasil : 3. Ajarkan teknik relaksasi napas
 Mampu mengontrol nyeri dalam
(tahu penyebab nyeri, 4. Gunakan teknik komunikasi
mampu menggunakan terapeutik untuk mengetahui
tehnik nonfarmakologi pengalaman nyeri klien
untuk mengurangi nyeri, sebelumnya.
mencari bantuan)
5. Pertahankan istirahat dengan
  Melaporkan bahwa nyeri
posisi semi fowler.
berkurang dengan
6. Kontrol faktor lingkungan
menggunakan manajemen
yang
nyeri
mempengaruhi nyeri seperti
 Mampu mengenali nyeri suhu ruangan, pencahayaan,
(skala, intensitas, kebisingan.
frekuensi dan tanda nyeri) 7. Dorong ambulasi dini
  Menyatakan rasa nyaman 8. Kolaborasi dalam pemberian
setelah nyeri berkurang analgesik
 Tanda vital dalam rentang
normal

2. Hambatan mobilitas NOC : NIC


fisik berhubungan  Joint Movement : Active 1. Kaji tanda-tanda vital
dengan kerusakan  Mobility Level 2. Bantu klien untuk melakukan
muskuloskeletal dan  Self care : ADLs latihan gerak
neuromuskuler  Transfer performance 3. Anjutrkan klien merubah
Kriteria Hasil : posisi tiap dua jam sekali.
 Klien meningkat dalam 4. Bantu pasien melakukan
aktivitas fisik mobilisasi dini di tempat
 Mengerti tujuan dari tidur
peningkatan mobilitas 5. Monitor pola tidur dan
 Memverbalisasikan istirahat klien
perasaan dalam 6. Ciptakan lingkungan tenang
meningkatkan kekuatan dan istirahat tanpa gangguan
dan kemampuan berpindah 7. Bantu aktifitas perawatan diri

  Memperagakan klien yang diperlukan

penggunaan alat Bantu 8. Kolaborasi pemeriksaan

untuk mobilisasi (walker) laboratorium darah lengkap.

3. Kerusakan integritas NOC NIC : Pressure Management


kulit berhubungan Tissue Integrity : Skin and 1. Anjurkan pasien untuk
dengan fraktur terbuka Mucous Membranes menggunakan pakaian
Kriteria Hasil yang longgar
 Integritas kulit yang baik 2. Hindari kerutan pada
bisa dipertahankan tempat tidur
(sensasi, elastisitas, 3. Jaga kebersihan kulit agar
temperatur, hidrasi, tetap bersih dan kering
pigmentasi) 4. Mobilisasi pasien (ubah
 Tidak ada luka/lesi pada posisi pasien) setiap dua
kulit jam sekali
 Perfusi jaringan baik 5. Monitor kulit akan adanya
 Menunjukkan pemahaman kemerahan
dalam proses perbaikan 6. Oleskan lotion atau
kulit dan mencegah minyak/baby oil pada
terjadinya sedera berulang derah yang tertekan
 Mampu melindungi kulit 7. Monitor aktivitas dan
dan mempertahankan mobilisasi pasienMonitor
kelembaban kulit dan status nutrisi pasien
perawatan alami

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama: Tn. T
Umur: 35 Tahun
Alamat: Tenda
No TGL JAM IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
1. Rabu, S:
7/10/2020
1. Mengkaji tanda-tanda vital  Klien mengatakan
08.15
08.30 2. Mengkaji tingkat nyeri sudah 2 hari kaki Kelompok
secara kanannya patah dan
09.00 komprehensif luka dan ia juga
3. Mengajarkan teknik mengatakan nyeri
09.30 relaksasi napas dalam menusuk dan panas
4. Mengunakan teknik di bagian kaki yang
komunikasi terapeutik untuk akan di operasi.
mengetahui pengalaman O :
10.00 nyeri klien sebelumnya.  Keadaan umum:
5. Mempertahankan istirahat lemah
10.15 dengan posisi semi fowler.  Kesadaran:
6. Mengontrol faktor composmentis
lingkungan yang  Kaki klien tampak
mempengaruhi nyeri seperti dibalut dengan
11.00 suhu ruangan, pencahayaan, tensocrepe dan
kebisingan. ferban di sebelah
13.30
7. Mendorong ambulasi dini kanan.
8. Mengkolaborasi dalam  Klien tanpak
pemberian analgesik meringis dan
menahan nyeri,
 Pengkajian nyeri
P: luka pada kaki
bagian
kanan
Q: seperti tertusuk-
tusuk dan
panas
R:kaki kanan
S:7
T:lamanya nyeri ±5
menit
 Luka tertutup
perban
 Keadaan perban
tampak berdarah
 Luka klien lembab
 Panjang luka ± 9
cm
 Kulit klien tanpak
memerah di bagian
luka yang akan
operasi dan terasa
panas.
 TTV:
TD:130/80 mmHg
RR:20x/m
S:370c
N:99x/m
A: Masalah nyeri akut
belum teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan
2. Rabu, S:
07/10/2020
1. Mengkaji tanda-tanda  Klien mengatakan
08.20
08.30 vital mengalami Kelompok
2. Membantu klien untuk keterbatasan
09.00 melakukan latihan gerak aktifitas dan semua
3. Menganjurkan klien aktifitasnya dibantu
merubah posisi tiap dua penuh oleh istrinya.
jam sekali. Kemudian ia belum
4. Membantu pasien bisa turun dari
melakukan mobilisasi tempat tidur dan
09.30
dini di tempat tidur hanya melakukan
5. Memonitor pola tidur dan aktifitas di atas
istirahat klien tempat tidut saja
10.00
6. Menciptakan lingkungan karena masih
tenang dan istirahat tanpa merasakan nyeri.
10.20
gangguan O:
7. Membantu aktifitas  Keadaan umum:
perawatan diri klien yang lemah
10.30
diperlukan  Kesadaran:
8. Mengkolaborasi composmentis
pemeriksaan  Klien hanya
11.00
laboratorium darah berbaring ditempat
lengkap. tidur karena masih
merasakan nyeri
pada ekstremitas
bawah bagian
kanan
 Uji kekuatan otot
 tangan 5 5
 1 4
 TTV:
TD:130/80 mmHg
RR:20x/m
S:37
N:99x/m
 A: Masalah
hambatan mobilitas
fisik belum teratasu
 P: Intervensi di
lanjutkan
3. Rabu,07/10/202 09.00 1. Menganjurkan pasien S: klien mengatakan ia
0
untuk menggunakan mengalami kecelakaan
09.30
pakaian yang longgar motor, kaki kananya
12.30
2. Menghindari kerutan patah dan terdapat luka
pada tempat tidur pada kaki kanannya.
3. Menjaga kebersihan O:
12.45 kulit agar tetap bersih  kulit klien tampak
13.00
dan kering edema
4. Memobilisasi pasien  Tampak ada
(ubah posisi pasien) peradangan pada
setiap dua jam sekali kaki bagian kanan
5. Memonitor kulit akan klien
adanya kemerahan  Tampak ada lesi
6. Merawat luka klien pada seluruh kaki
7. Memonitor aktivitas bagian kanan
dan mobilisasi pasien A: Masalah kerusakan
8. Memonitor status integritas kulit belum
nutrisi pasien teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama:Tn T
Umur: 35 Tahun
Alamat: Tenda
No TGL JAM IMPLEMENTASI EVALUASI TTD

1. Kamis,08/2020
1. Mengkajitanda-tanda S:
08.20
vital  Klien
2. Mengkaji tingkat nyeri mengatakan
08.45 Kelompok
secara komprehensif sudah 2 hari
3. Mengajarkan teknik kaki kanannya
09.00
relaksasi napas dalam patah dan luka
4. Mengunakan teknik dan ia juga
10.00
komunikasi terapeutik mengatakan
untuk mengetahui nyeri menusuk
pengalaman nyeri klien dan panas di
sebelumnya. bagian kaki
10.30 5. Mempertahankan yang akan di
istirahat dengan posisi operasi.
semi fowler. O:
6. Mengontrol faktor  Keadaan umum:
11.00
lingkungan yang lemah
mempengaruhi nyeri  Kesadran:
seperti composmentis
suhu ruangan,  Kaki klien tampak
pencahayaan, dibalut dengan
kebisingan. tensocrepe dan
10.15
7. Mendorong ambulasi ferban di sebelah
12.00 dini kanan.
8. Mengkolaborasi dalam  Klien tanpak
pemberian analgesik meringis dan
menahan nyeri,
 Pengkajian nyeri
P:luka pada kaki
bagian kanan
Q:seperti tertusuk-
tusuk dan panas
R:kaki kanan
S:7
T:lamanya nyeri ±5
menit
 Luka tertutup
perban
 Keadaan perban
tampak berdarah
 Luka klien lembab
 Panjang luka ± 9
cm
 Kulit klien tanpak
memerah di bagian
luka yang akan
operasi dan terasa
panas.
 TTV:
TD:130/90 mmHg
RR:18x/m
S:36
N:85x/m
A: Masalah nyeriakut
belum teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan
2. Kamis, 08.00 1. Kaji tanda-tanda vital  S: Klien
09/10/2020 Kelompok
2. Bantu klien untuk mengatakan
08.20
melakukan latihan gerak mengalami
09.00
3. Anjutrkan klien merubah keterbatasan
posisi tiap dua jam aktifitas dan semua
sekali. aktifitasnya dibantu
09.30 4. Bantu pasien melakukan penuh oleh istrinya.
mobilisasi dini di tempat Kemudian ia belum
tidur bisa turun dari
10.00
5. Monitor pola tidur dan tempat tidur dan
istirahat klien hanya melakukan
10.15
6. Ciptakan lingkungan aktifitas di atas
tenang dan istirahat tempat tidut saja
tanpa gangguan karena masih
10.30
7. Bantu aktifitas merasakan nyeri.
perawatan diri klien O:
yang diperlukan  Keadaan umum:
12.00
8. Kolaborasi pemeriksaan lemah
laboratorium darah  Kesadaran:
lengkap. composmentis
 Klien hanya
berbaring ditempat
tidur karena masih
merasakan nyeri
pada ekstremitas
bawah bagian
kanan
 Uji kekuatan otot
tangan 5 5
1 4
 TTV:
TD:130/90 mmHg
RR:18x/m
S:36
N:85x/m
 A: Masalah
hambatan mobilitas
fisik belum teratasu
 P: Intervensi di
lanjutkan

3. Kamis,08/10/202 08.15 1. Menganjurkan pasien S: klien mengatakan ia


0
untuk menggunakan mengalami kecelakaan
08.25 pakaian yang longgar motor, kaki kananya
2. Menghindari kerutan patah dan terdapat luka
pada tempat tidur pada kaki kanannya.
12.20
3. Menjaga kebersihan O:
kulit agar tetap bersih  kulit klien tampak
dan kering edema
12.25 4. Memobilisasi pasien  Tampak ada
(ubah posisi pasien) peradangan pada
13.00 setiap dua jam sekali kaki bagian kanan
5. Memonitor kulit akan klien
adanya kemerahan  Tampak ada lesi
6. Merawat luka klien pada seluruh kaki
7. Memonitor aktivitas bagian kanan
dan mobilisasi pasien A: Masalah kerusakan
8. Memonitor status integritas kulit belum
nutrisi pasien teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama:Tn. T
Umur: 35 Tahun
Alamat: Tenda
No TGL JAM IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
Kelompok
1. Jumat,
1. Mengkaji tanda-tanda S:
10/10/2020 08.00
vital  Klien mengatakan
08.30
2. Mengkaji tingkat nyeri sudah 2 hari kaki
secara komprehensif kanannya patah dan
09.00
3. Mengkaji teknik luka dan ia juga
09.25 relaksasi napas dalam mengatakan nyeri
4. Mengunakan teknik menusuk dan panas
komunikasi terapeutik di bagian kaki yang
untuk mengetahui akan di operasi.
pengalaman nyeri O :
klien sebelumnya.  Keadaan umum:
10.00
5. Mempertahankan lemah
istirahat dengan posisi  Kesadaran:
semi fowler. composmentis
11.00
6. Mengontrol faktor  Kaki klien tampak
lingkungan yang dibalut dengan
mempengaruhi nyeri tensocrepe dan
seperti suhu ruangan, ferban di sebelah
11.25 pencahayaan,kebisinga kanan.
n.  Klien tanpak
12.00
7. Mendorong ambulasi meringis dan
dini menahan nyeri,
8. Mengkolaborasi  Pengkajian nyeri
dalam pemberian P:luka pada kaki
analgesik bagian kanan
Q:seperti tertusuk-
tusuk dan panas
R:kaki kanan
S:7
T:lamanya nyeri ±5
menit
 Luka tertutup perban
 Keadaan perban
tampak berdarah
 Luka klien lembab
 Panjang luka ± 9
cm
 Kulit klien tanpak
memerah di bagian
luka yang akan
operasi dan terasa
panas.
 TTV:
TD:120/80 mmHg
RR:19x/m
S:36,6 0c
N:80x/m
A: Masalah nyeriakut
belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
2. Jumat,10/10/202 08.20 1. Mengkaji tanda-tanda S:
0 Kelompok
vital  Klien mengatakan
09.00 2. Membantu klien untuk mengalamiketerbata
melakukan latihan san aktifitas dan
09.20 gerak semua aktifitasnya
3. Menganjurkan klien dibantu penuh oleh
merubah posisi tiap istrinya. Kemudian
dua jam sekali. ia belum bisa turun
10.00
4. Membantu pasien dari tempat tidur
melakukan mobilisasi dan hanya
10.20 dini di tempat tidur melakukan aktifitas
5. Memonitor pola tidur di atas tempat tidut
dan istirahat klien saja karena masih
10.30
6. Menciptakan merasakan nyeri.
lingkungan tenang dan O:
istirahat tanpa  Keadaan umum:
11.00
gangguan lemah
7. Membantu aktifitas  Kesadarn:
perawatan diri klien composmentis
11.10
yang diperlukan  TTV:
8. Mengkolaborasi TD:120/80 mmHg
pemeriksaan RR:19x/m
laboratorium darah S:36,6 0c
lengkap. N:80x/m
 Klien hanya
berbaring ditempat
tidur karena masih
merasakan nyeri
pada ekstremitas
bawah bagian kanan
 Uji kekuatan otot
tangan 5 5
1 4
A: Masalah hambatan
mobilitas fisik belum
teratasu
P: Intervensi di
lanjutkan

3. Jumat,10/10/202 9.00 1. Menganjurkan pasien S: klien mengatakan ia


0
untuk menggunakan mengalami kecelakaan
09 10 pakaian yang longgar motor, kaki kananya
2. Menghindari kerutan patah dan terdapat luka
13.00 pada tempat tidur pada kaki kanannya.
3. Menjaga kebersihan O:
kulit agar tetap bersih  kulit klien tampak
dan kering edema
13.10
4. Memobilisasi pasien  Tampak ada
(ubah posisi pasien) peradangan pada
setiap dua jam sekali kaki bagian kanan
5. Memonitor kulit akan klien
adanya kemerahan  Tampak ada lesi
6. Merawat luka klien pada seluruh kaki
7. Memonitor aktivitas bagian kanan
dan mobilisasi pasien A: Masalah kerusakan
8. Memonitor status integritas kulit belum
nutrisi pasien teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
i

Anda mungkin juga menyukai