Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

MIOMA UTERI

A. Definisi

Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang

menumpang, sehingga dapat dikenal juga istilah fibromyoma, leiomyma, ataupun fibroid. Nama lain

mioma uteri antara lain leimyoma yaitu tumor jinak yang berasal dari otot polos, paling sering pada

uterus. Fibromyoma merupakan tumor yang terutama terdiri dari jaringan penunjang yang

berkembang lengkap atau fibrosa (Saifuddin, 2011).

Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya, sehingga dapat dalam

bentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak serta otot rahimnya dominan (Manuaba,

2010).

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah baik sistole dan

diastole karena adanya gangguan peredaran darah. Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan

kelainan vaskuler yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada permulaan

nifas (Arif Manjoer,2010).

Riwayat asma dalam kehamilan dapat mengganggu dalam inflamasi kronik jalan nafas terutama

sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi. Terdapat resiko yang

tidak baik pada ibu maupun janin, bila gejala asma memburuk (Sity, 2013).

B. Etiologi

Etiologi yang pasti terjadi mioma uteri sampai saat ini belum diketahui. Stimulasi estrogen

diduga sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri. Hipotesis ini di dukungoleh adanaya mioma

uteri yang banyak ditemukan pada usia reproduksi dan kejadiannya rendah pada usia menopause.

Ichimura dalam Prawirohardjo,(2011).\ mengatakan bahwa hormon ovarium dipercaya menstimuasi

pertumbuhan mioma karena adanya peningkatan insidennya setelah menarche. Pada kehamilan
pertumbuhan tumor ini semakin besar, tetapi menurun setelah menopause. Perempuan nulipara

mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadinya mioma uteri, sedangkan perempuan multipara

mempunyai resiko relatif rendah untuk terjadinay mioma uteri.

Dalam jaringan mioma uteri lebih banyak mengandung reseptor estrogen jika dibandingkan

dengan mometrium normal. Pertumbuhan mioma uteri bervariasi pada setiap individu,bahkan

diantara nodul mioma pada uterus yang sama. Perbedaan ini berkaitan dengan jumlah reseptor

estrogen dan reseptor progesterone ( Prawirohardjo, 2011).

Pengaruh-pengaruh hormon dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma yaitu :

a) Estrogen

Akan mengecil pada saat menopause dan setelah pengangkatan ovarium. Mioma uteri

banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Pada

mioma reseptor estrogen dapat ditemukan sepanjang siklus menstruasi. Mioma uteri dijumpai

setelah menarche, setelah terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan.

b) Progesteron

Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma sepanjang siklus menstruasi dan

kehamilan. Progesteron menghambat pertumbuhan mioma dengan cara menurunkan jumlah

reseptor estrogen pada mioma. Dari manapun asalnya, mioma mulai berasal dari benih-benih

multiple yang sangat kecil yang tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat

tetapi progesif (bertahun- tahun, bukan dalam hitungan bulan) di bawah pengaruh estrogen dan

jika terditeksi dan segera diobati dapat membentuk tumor dengan berat 10 kg atau lebih. Mula-

mula mioma berada di bagian intramural,tetapi ketika tumbuh dapat berkembang ke berbagai

arah (Llewellyn, 2011).

c)
d) Hormon pertumbuhan

Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai

struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa

pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mingkin merupakan hasil dari aksi

sinergistik antara HPL dan Estrogen.

C. Patifisiologi

Fibroid biasanya asimptomatik, namun tiga gejala klasiknya adalah perdarahan, tekanan, dan

nyeri. Sepertiga mengalami perburukan menoragi, dismenore, konstipasi, peningkatan lingkar

abdomen tanpa perubahan berat badan adalah tanda mioma lainnya. Adanya stimulasi estrogen,

menyebabkan terjadinya proliferasi di uterus sehingga menyebabkan perkembangan yang berlebihan

dari garis endometrium dan terjadilah pertumbuhan mioma ( Thomason, 2008).

Komplikasi pada kasus mioma uteri meliputi infark (tandanya antara lain demam dan

peningkatan sel darah putih), inverse (pembiakan mikroorganisme) uterus yang disebabkan oleh

anemia, infeksi, dan infertilitas (Sinclair, 2009). Resiko mioma di uterus yang berasal dari serviks

uterus hanya 1-3 % sisanya adalah dari korpus uterus (Wiknjosastro, 2007).
PATWAY
D. Tanda & Gejala

1. Pendarahan abnormal : hipermenore, menoragia, metroragia. Sebabnya :

a. Pengaruhnya ovarium sehingga terjadi hiperplasi endometrium

b. Permukaan endometrium yang lebih luar dari biasanya

c. Atrofi endometrium di atas mioma submukosum

d. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma di antara serabut

miometrum sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.

2. Nyeri

Dapat timbul karena gangguan sirkulasi yang disertai nekrotis setempat dan

peradangan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan dapat menyempit canalis

servikalis sehingga menimbulkan dismenore.

3. Gejala penekanan

Penekanan pada vesika urianaria menyebabkan poliuri, pada uretra

menyebabkan retensio urine, pada ureter menyebabkan hidroureter dan

hidronefrosis, pada rectum menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh

darah dan limfe menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.

4. Disfungsi reproduksi

Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih belum jelas.

Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas.

Mioma yang terletak didaerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan

transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Mioma uteri

dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya diperlukan

untuk motilitas sperma didalam uterus. Perubahan bentuk reproduksi. Gangguan


implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histology

endrometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor.

 Mekanisme Gangguan Fungsi reproduksi dengan Mioma uteri :

1) Gangguan transportasi gamet dan embrio


2) Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus
3) Perubahan aliran darah
4) Perubahan histologi endometrim
E. Pemeriksaan Penunjang

a. USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometriium dan keadaan

adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi

kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya,

leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan

konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.

b. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada beberapa

bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar

dan berbentuk tak teratur.

c. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai

fungsi ginjal dan perjalanan ureter.

d. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan

infertilitas.

e. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.

f. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati, ureum, kreatinin

darah.

g. Tes kehamilan.
F. Komplikasi

1. Pertumbuhan Leiomiosarkoma

Yaitu tumor yang tumbuh dari miometrium, dan merupakan 50 – 70 % dari semua sarkoma uteri.

Ini timbul apabila suatu mioma uteri yang selama beberapa tahun tidak membesar, sekonyong-

konyong menjadi besar, apalagi jika hal itu terjadi sesudah menopause.

2. Torsi (putaran tangkai)

Ada kalanya tungkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi

mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan, dan akan

nampak gambaran klinik dari abdomen akut.

3. Nekrosis dan Infeksi

Pada mioma submukosum, yang menjadi polip, ujung tumor kadang-kadang dapat melalui

kanalis servikalis dan dilahirkan di vagina. Dalam hal ini ada ada kemungkinan gangguan sirkulasi

dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder (Prawiroharjo, 2009).

G. Penatalaksanaan

a. Non Operatif

Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55 % dari semua miomauteri

tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun, terutama apabila mioma itu masih

kecil dan tidak menimbulkan gangguan atau keluhan. Walaupun demikian mioma uteri
memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan. Dalam menopause dapat terhenti pertumbuhannya

atau menjadi lisut. Apabila terlihat adanya suatu perubahan yang berbahaya dapat terdeteksi

dengan cepat agar dapat diadakan tindakan segera.

Dalam dekade terakhir ada usaha mengobati mioma uterus dengan GnRH agaonist (GnRHa).

Hal ini didasarkan atas pemikiran leiomyoma uterus terdiri atas sel-sel otot yang diperkirakan

dipengaruhi oleh estrogen. GnRHa yang mengatur reseptor gonadotropin di hpofisis akan

mengurangi sekresi gonado tropin yang mempengaruhi leiomioma.

Pemberian GnRHa ( buseriline acetate ) selama 16 minggu pada mioma uteri menghasilkan

degenerasi hialin di myometrium hingga uterus dalam keseluruhannya menjadi lebih kecil. Akan

tetapi setelah pemberian GnRHa, dihentikan leiomioma yang lisut itu tumbuh kembali dibawah

pengaruh estrogen dalam konsentrasi yang tinggi. Perlu diingat bahwa penderita mioma uteri

sering mengalami menopause yang terlambat.

 Radioterapi

 Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).

 Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan.

 Bukan mioma jenis submukosa

 Tidak disertai radang pelvis, atau penekanan pada rectum.

 Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.

b. Pengobatan operatif

Miomektromi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan

ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukoum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi
lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor

bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka

kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%. Perlu disadari bahwa 25-35% dari

penderita tersebut akan masih memerlukan histerktomi.

Histerektomi dapat dilaksanakan per abdominam atau per vagina. Yang akhir ini jarang

dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan

sekitarnya. Adanya prolapses uteri akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total

umunya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisi uteri
KONSEP ASKEP

A. Pengkajian

1. IDENTITAS

2. KELUHAN UTAMA

P : Nyeri semakin berat apabila melakukan aktivitas yang berlebih

Q : Terasa seperti ditusuk-tusuk

R : Lokasi nyeri pada daerah suprapubik

S : Sedang (4-7) sampai berat (8-10)

T : Nyeri dapat timbul sewaktu-waktu.

3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit dengan gejala seperti ini.

2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pada umumnya Pasien mengatakan mudah lelah, mudah nyeri.

3. RIWAYAT KELUARGA

Ada keluarga yang mengalami kejadian mioma uteri.


4. PEMERIKSAAN FISIK MENCAKUP:
a. Pemeriksaan abdomen: uterus yang amat membesar dapat dipalpasi pada abdomen. Tumor
teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan memberi kesan adanya perubahan-
perubahan degeneratif, leiomioma lebih terpalpasi pada abdomen selama kehamilan.
Perlunakan pada abdomen yang disertai nyeri lepas dapat disebabkan oleh perdarahan
intraperitoneal dari ruptur vena pada permukaan tumor.
b. Pemeriksaan pelvis: servik biasanya normal. Namun pada keadaan tertentu, leiomioma
submukosa yang bertangkai dapat mengawali dilatasi serviksdan terlihat pada osteum
servikalis. Uterus cenderung membesar dan tidak beraturan serta noduler.
5. PEMERIKSAAN SISTEM
a. Breath ( B1): Pola nafas efektif, ekspansi dada normal, tidak ada suara nafas tambahan.
b. Blood (B2): Anemis, pucat, perdarahan pervaginam,tekanan darah bisa naik atau turun,
bradikardi atau takikardia, CRT kurang atau lebih dari 2 detik.
c. Brain (B3): Kaji adanya penurunan kesadaran menurun (GCS).
d.
e. Bladder (B4): Penekanan vesikasi urinari oleh massa tumor, retensi urine, disuria/
polakisuria, overflow inkontinesia, nyeri tekan pada vesika urinaria, hematuria.
f. Bowel (B5): Palpasi abdomen : Tumor teraba seperti benjolan padat dan kenyal pada perut
bagian bawah,Konstipasi
Auskultasi : peristaltik menurun
g. Bone (B6): Kelemahan ekstremitas karena gangguan sirkulasi ke ekstremitas bawah.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. USG abdominal dan transvaginal
b. Laparaskopi
c. Hitung darah lengkap dan Hapusan darah

Leukositosis dapat disebabkan oleh nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar
hemoglobin dan hematokrit menunjukkan adanya kehilangan darah yang kronik (Supriyadi,
2008).
B. Analisis Data
Analisa data Etiologi Masalah
DS: Pasien mengatakan nyeri Kerusakan jaringan otot Nyeri
suprapubik dan penekanan system
Do: Memegangi perut, skala saraf
nyeri sedang (4-7)
- Suhu 36,5-37,5 oC
- RR 20-24x/menit
- Nadi 80-90 x/menit
- TD 110/80 -120/80mmHg
DS: Pasien mengatakan susah Penekanan oleh massa
buang air kecil. jaringan neoplasma
Do: Pada palpasi ditemukan pada daerah sekitarnya Gangguan eliminasi urin.
masa pada kandung kemih.
DS: Pasien mengatakan Hipovolemia, penurunan Ketidakefektifan perfusi jaringan
kesemutan pada ekstremitas Hb (perifer).
bawah.
Do: akral dingin, sianosis.

DS: Pasien mengatakan haus. Perdarahan berulang Kekurangan volume cairan


Do: Penurunan turgor kulit

DS: Pasien mengatakan gelisah Kurang pengetahuan Ansietas


Do: Pasien tampak, tentang kondisi,
kebingungan, tampak gelisah prognosis dan
dan resah. kebutuhan pengobatan.
DS: Pasien mengatakan tidak Kurangnya informasi Kurangnya pengetahuan
begitu mengetahui kondisi penyakit.
kesehatan yang dialami
sekarang.

Do: Pasien tampak


kebingungan , sering bertanya.
tampak gelisah dan resah.

C. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai adalah:


1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan penekanan sistem saraf
2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma pada
daerah sekitarnya
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan (perifer) berhubungan dengan hipovolemia, penurunan Hb.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan terjadinya perdarahan yang berulang-ulang.
5. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi penyakit.

D. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan 1:

Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan penekanan sistem saraf

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam nyeri akan berkurang.
Kriteria Standart:

a. Klien mengatakan nyeri berkurang.

b. Skala nyeri turun atau menjadi ringan, bahkan menghilang.


Intervensi Rasional

Observasi adanya nyeri dan tingkat Memudahkan tindakan keperawatan.


nyeri.

Ajarkan dan catat tipe nyeri serta


tindakan untuk mengatasi nyeri Mengetahui perkembangan nyeri serta membantu
perencanaan tindakan selanjutnya.
Ajarkan teknik relaksasi Membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan
kenyamanan klien.

Obat-obatan golongan analgesik


Kolaborasi pemberian analgesic dapat meredakan nyeri, ter masuk nyeri pada mioma
uteri.

Intervensi:

2. Diagnosa Keperawatan 2:
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma pada
daerah sekitarnya.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam pasien akan dapat melakukan
miksi dengan baik.

Kriteria Standart:

a. Input dan output akan seimbang.

b. Pasien dapat memahami terjadinya retensi urine dan bersedia melakukan tindakan untuk
mengurangi atau menghilangkan retensi urine.

Intervensi Rasional
Catat pola miksi dan monitor pengeluaran Memantau perubahan pola eliminasi urin
urine pada klien sehingga dapat mempermudah
tindakan selanjutnya.

Lakukan palpasi pada kandung kemih, Mengetahui tingkat nyeri dan massa
observasi adanya ketidaknyamanan dan kandung kemih.
rasa nyeri.
Membantu pengeluaran urin, serta
Anjurkan klien untuk merangsang miksi mencegah urin statis.
dengan pemberian air hangat, mengatur
posisi, mengalirkan air keran.
Membantu menghambat reabsorbsi Na
Kolaborasi pemberian deuretik (misal, sehingga Na bisa menarik air keluar.
klorotiazid, hidroklorotiazid)

3.
3. Diagnosa keperawatan 3:

Ketidakefektifan perfusi jaringan (perifer) berhubungan dengan hipovolemia, penurunan Hb.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam perfusi jaringan pada perifer
akan kembali lancar.

Kriteria Standart:

a. Pasien tidak akan mengeluh mengenai gangguan pada ekstremitas bawah.

b. Akral hangat

Intervensi Rasional
Dapat digunakan sebagai pertimbangan
Observasi TTV dan Hb tindakan selanjutnya

Pantau tingkat ketidaknyamanan (nyeri) saat Mengetahui seberapa parah gangguan perfusi
melakukan aktivitas, atau istirahat.

Pantau pembedaan ketajaman atau ketumpuan atau Managemen sensasi perifer


panas dingin

Anjurkan agar menghindari suhu yang ekstrim Mengurangi shok


pada ekstremitas
Kolaborasi pemberian analgesik bila perlu
Untuk meredakan nyeri akibat gangguan
perfusi pada daerah ekstremitas bawah

4. Diagnosa keperawatan 4:

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan terjadinya perdarahan yang berulang-ulang.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam kebutuhan cairan pasien akan
terpenuhi.

Kriteria Standart:

a. Tanda Vital dalam batas normal

b. Input seimbang dengan haluaran

c. Peningkatan turgor kulit


Intervensi Rasional
Monitor keadaan umum pasien. Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan
terutama saat terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-
tanda presyok /syok
Observasi tanda-tanda mengobaservasi vital sign untuk memastikan
vital tiap 3 jam. tidak terjadi presyok / syok.
Untuk mempertahankan supply oksigen ke seluruh tubuh.
Berikan oksigenasi
Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan
Kolaborasi pemberian cairan tubuh secara hebat.
intravena.

Kolaborasi untuk pemeriksaan Untuk memantau perdarahan dan menentukan


laboratorium (Hb).
tindakan lebih lanjut

5. Diagnosa keperawatan 5:

Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

Kriteria Standart:

a. Pasien tampak tenang

b. Pasien tidak menunjukkan kegelisahan


Intervensi Rasional

Kaji tanda-tanda vital Mengetahui kondisi pasien dan


untuk menentukan problem solving
yang tepat

Agar kecemasan pasien dapat


Berikan problem solving yang tepat sesuai diatasi dengan tepat
dengan penyebab kecemasan.
Mengurangi kecemasan pasien.
Berikan cara-cara untuk mengurangi
kecemasan.

6. Diagnosa keperawatan 6 :
Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi penyakit.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam klien dapat memahami informasi
tentang penyakitnya.

Kriteria Hasil:

a. Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi individu kebutuhan tindakan.

b. Mengidentifikasi gejala-gejala
Intervensi Rasional
Kaji pemahaman tentang patologi atau Membuat data dasar pada penyuluhan
komplikasi kesehatan. Peningkatan gejala-gejala berat
dapat menandakan kebutuhan klien.
Berikan informasi tentang gejala-gejala yang Gejala-gejala berkenaan dengan mioma uteri
mengidentifikasi masalah mioma uteri sangat beragam
Tinjau ulang efek samping obat. Menentukan tingkat pengetahuan klien dan
memberikan informasi baru.
Kolaborasi dengan tim perawatan kesehatan Memberikan kesempatan kontinuitas dan
dalam penyuluhan/perencanaan. penyelesaian perawatan.

D. Implementasi
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan sistem saraf
akibat penyempitan kanalis servikalis oleh myoma.
 Observasi adanya nyeri dan tingkat nyeri.
 Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakan untuk mengatasi nyeri
 Ajarkan teknik relaksasi
 Kolaborasi pemberian analgesic
b. Gangguan eliminasi urin (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan
neoplasma pada daerah sekitarnya.
 Catat pola miksi dan monitor pengeluaran urine
 Lakukan palpasi pada kandung kemih, observasi adanya ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
 Anjurkan klien untuk merangsang miksi dengan pemberian air hangat, mengatur posisi,
mengalirkan air keran.
 Kolaborasi pemberian deuretik (misal, klorotiazid, hidroklorotiazid)
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan (perifer) berhubungan dengan hipovolemia, penurunan Hb.
 Observasi TTV dan Hb
 Pantau tingkat ketidaknyamanan (nyeri) saat melakukan aktivitas, atau istirahat.
 Pantau pembedaan ketajaman atau ketumpuan atau panas dingin
 Anjurkan agar menghindari suhu yang ekstrim pada ekstremitas

 Kolaborasi pemberian analgesik bila perlu


d.
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan terjadinya perdarahan yang berulang-ulang.
 Monitor keadaan umum pasien
 Observasi tanda-tanda vital tiap 3 jam.
 Berikan oksigenasi
 Kolaborasi pemberian cairan intravena.
 Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium (Hb).
f. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
 Kaji tanda-tanda vital
 Berikan problem solving yang tepat sesuai dengan penyebab kecemasan.
 Berikan cara-cara untuk mengurangi kecemasan.
g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi penyakit.
 Kaji pemahaman tentang patologi atau komplikasi
 Berikan informasi tentang gejala-gejala yang mengidentifikasi masalah mioma uteri
 Tinjau ulang efek samping obat.
 Kolaborasi dengan tim perawatan kesehatan dalam penyuluhan/perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E.2001.Rencana Keperawatan Maternal/bayi. Jakarta : EGC.

Ganong F William. 1999. Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Pertiwi,Kirana dkk. 2007. Hubungan Usia Menarche Dan Paritas Dengan Kejadian Mioma Uteri Di
Rsud Wates Kulonprogo Tahun 2007-2010. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

Bagian Obstetri & Ginekologi FK Unpad Bandung.1984.Obstetri Patologi.Bandung : CV. Lubk


Agung.
Bobak, Irene M.2005.Buku Ajar Keperawatan Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E.Rencana Asuhan Keperawatan.2000.Jakarta : EGC.
Dorland.1998.Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8
Volume 3.Jakarta : EGC.

Wilkinson, Judith M.2007.Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 7. Jakarta : EGC.


Wiknjosastro, Hanifa.2005. Ilmu Kebidanan Edisi 3 Cetakan 7.Jakarta Pusat : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai