Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

PADA PX NY. S DENGAN MASALAH KEPERAWATAN REUMATOID ARTRITIS

DI DSN. BENDUNGAN, DS. WUNUT, KEC. MOJOANYAR, KAB. MOJOKERTO

NAMA : RINA ANDRIYANTI

NIM : 201903055

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

2019/2020
BAB I
KONSEP KELUARGA

A. Tinjauan Teori
1. Konsep Dasar Teori Keluarga
a. Pengertian Keluarga
1) Keluarga sebagai kelompok yang terdiri atas dua / lebih individu yang
dicirikan oleh istilah khusus, yang mungkin saja memiliki /tidak
memiliki hubungan darah / hukum yang mencirikan orang tersebut
kedalam satu keluarga (Whall, 1986).
2) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal disuatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan
(Depkes RI, 1998).
3) Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang terikat dalam
perkawinan, ada hubungan darah /adopsi dan tinggal dalam satu
rumah (Friedman, 1998).
b. Bentuk-bentuk Keluarga
1) Menurut Susman (1974) & Maclin (1988)
a) Keluarga Tradisional
 Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan
anak-anak yang hidup dalam rumah tangga yang sama
 Keluarga dengan orang tua tunggal yaitu keluarga yang hanya
dengan satu orang yang mengepalai akibat dari penceraian,
pisah atau ditinggalkan
 Pasangan inti,hanya terdiri dari suami dan istri saja, tanpa anak
atau tidak ada anak yang tinggal bersama mereka
 Bujang dewasa yang tinggal sendirian
 Pasangan usia pertengahan atau lansia, suami sebagai pencari
nafkah dan istri tinggal dirumah dengan anak sudah kawin atau
bekerja
 Jaringan keluarga besar,terdiri dari dua keluarga inti atau lebih
atau anggota keluarga yang tidak menikah, hidup berdekatan
dalam daerah geografis
b) Keluarga Non tradisional
 keluarga dengan orang tua yg memiliki anak tanpa menikah
 Pasangan yang memiliki anak tanpa menikah
 Pasangan yang hidup bersama tanpa menikah (kumpul kebo)
 keluarga gay dan lesbi adalah pasangan yang berjenis kelamin
sama hidup bersama sebagai pasangan yang menikah
 keluarga komuni adalah rumah tangga yang terdiri dari lebih
satu pasangan monogamy dengan anak-anak, secara bersama
menggunakan fasilitas, sumber, dan memiliki pengalaman yang
sama
2) Menurut Anderson Carter
 Keluarga Inti (nuclear family) yaitu keluarga yang terdiri dari
suami, istri, dan anak kandung atau anak angkat
 Keluarga besar (ekstended family) yaitu keluarga inti ditambah
dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah
 Keluarga berantai (sereal family) yaitu keluarga yang terdiri
dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan
merupakan satu keluarga inti
 Keluarga duda/janda (single family) yaitu rumah tangga yang
terdiri dari satu orang tua dengan anak kandung atau anak
angkat yang disebabkan karena perceraian atau kematian
 Keluarga berkomposisi yaitu keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama-sama
 Keluarga kabitas yaitu keluarga yang terbentuk tanpa
pernikahan
c. Fungsi keluarga
Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dan struktur keluarga
atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarga. Terdapat beberapa
fungsi keluarga menurut Friedman (1998); Setiawati & Dermawan (2005)
yaitu
1. Fungsi afektif
Merupakan fungsi keluarga dalam memenihi kebutuhan pemeliharaan
kepribadian dari anggota keluarga. Merupakan respon dari keluarga
terhadap kondisi dan situasi yang dialami tiap anggota keluarga
mengekspresikan kasih sayang.
2. Fungsi sosialisasi
Tercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada anak,
membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan-
batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai2
budaya keluarga.
3. Fungsi perawatan kesehatan
Merupakan fungsi keluarga dalam melindungi keamanan dan kesehatan
seluruh anggota keluarga serta menjamin pemenuhan kebutuhan
perkembangan fisk, mental, spiritual dengan cara memelihara dan merawat
anggota keluarga serta mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarga.
4. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang,
pangan, papan dn kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dana
keluarga.Mencari sumber2 penghasilan guna memenuhi kebutuhan
keluarga, pengaturan penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang akan datang (pendidikan anak dan jaminan hari
tua).
5. Fungsi biologis
Fungsi biologis bukan hanya ditunjukan untuk meneruskan keturunan
tetapi untuk memelihara dan membebaskan anak untuk kelanjutan
generasi.
6. Fungsi psikologis
Fungsi psikologis terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih sayang
dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina
pendewasaan kepribadian anggota keluarga, memberikan identitas
keluarga.
7. Fungsi Pendidikan
Diberikan keluarga dalam rangka memberikan pengetahuan, keterampilan,
membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa,
mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya
d. Tugas keluarga
Tugas keluarga merupakan pengumpulan data yang berkaitan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan.Lima tugas
keluarga yang dimaksud :
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
4) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan
5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
e. Tingkat kemandirian keluarga
Keberhasilan asuhan keperawatan keluarga yang dilakukan perawat
keluarga dapat dimulai dari seberapa tingkat kemandirian keluarga dengan
mengetahui kriteria atau ciri-ciri yang menjadi ketentuan tingkatan mulai dari
tingkat kemandirian I sampai tingkat kemandirian IV, menurut Dep-Kes
(2006) sebagai berikut :
1. Tingkat kemandirian I (keluarga mandiri tingkat I /KM I)
a) Menerima petugas perawatan kesehatan masyarakat
b) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
2. Tingkat kemandirian II (keluarga mandiri tingkat II /KM II)
a) Menerima petugas perawatan kesehatan masyarakat
b) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
c) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
d) Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang dianjurkan
e) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
3. Tingkat kemandirian III (keluarga mandiri tingkat III /KM III)
a) Menerima petugas perawatan kesehatan masyarakat
b) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
c) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
d) Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang dianjurkan
e) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
f) Melaksanakan tindakan pencegahan sesuai anjuran
4. Tingkat kemandirian IV (keluarga mandiri tingkat IV /KM IV)
a) Menerima petugas perawatan kesehatan masyarakat
b) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
c) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
d) Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang dianjurkan
e) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
f) Melaksanakan tindakan pencegahan sesuai anjuran
g) Melakukan tindakan promotif secara aktif
f. Tahapan dan Tugas Perkembangan Keluarga
1) Tahap I, Pasangan pemula/baru menikah
Tugas :
 Saling memuaskan antar pasangan
 Beradaptasi dengan keluarga besar dari masing-masing pihak
 Merencanakan dengan matang jumlah anak
 Memperjelas peran masing-masing pasangan
2) Tahap II, Keluarga dengan menunggu kelahiran anak
Tugas:
 Mempersiapkan biaya persalinan
 Mempersiapkan mental calon orang tua
 Mempersiapkan berbagai kebutuhan anak
3) Tahap III, Keluarga dengan mempunyai bayi
Tugas:
 Memberikan ASI sebagai kebutuhan dasar bayi (ASI ekslusif 6
bln)
 Memberikan kasih sayang
 Mulai mensosialisasikan dengan lingkungan keluarga besar
masing-masing pasangan
 Pasangan kembali melakukan adaptasi karena kehadiran
anggota keluarga baru termasuk siklus hubungan sex
 Mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan
pasangan
4) Tahap IV, Keluarga dengan anak prasekolah
Tugas:
 Menanamkan nilai-nilai dan norma kehidupan
 Mulai menanamkan keyakinan beragama
 Mengenalkan kultur keluarga
 Memenuhi kebutuhan bermain anak
 Membantu anak dalam sosialisasi dengan lingkungan sekitar
 Menanamkan tanggung jawab dalam lingkup kecil
 Memberikan stimulus bagi pertumbuhan dan perkembangan
anak
5) Tahap V, Keluarga dengan anak usia sekolah
Tugas:
 Memenuhi kebutuhan sekolah anak baik alat-alat sekolah
maupun biaya sekolah
 Membiasakan belajar teratur
 Memperhatikan anak saat menyelesaikan tugas sekolahnya
 Memberikan pengertian pada anak bahwa pendidikan sangat
penting untuk masa depan anak
 Membantu anak dalam bersosialisasi lebih luas dengan
lingkungan sekitarnya
6) Tahap VI, Keluarga dengan anak remaja
Tugas:
 Memberikan perhatian lebih pada anak remaja
 Bersama-sama mendiskusikan tentang rencana
sekolah/kegiatan di luar sekolah
 Memberikan kebebasan dalam batasan yang bertanggung jawab
 Mempertahankan komunikasi dua arah
7) Tahap VII, Keluarga dengan melepas anak ke masyarakat
Tugas:
 Mempertahankan keintiman pasangan
 Membantu anak untuk mandiri
 Mempertahankan komunikasi
 Memperluas hubungan keluarga antara orang tua dengan
menantu
 Menata kembali peran dan fungsi keluarga setelah ditinggal
anak
8) Tahap VIII, Keluarga dengan tahap berdua kembali
Tugas:
 Menjaga keintiman pasangan
 Merencanakan kegiatan yang akan datang
 Tetap menjaga komunikasi dengan anak dan cucu
 Memperhatikan kesehatan masing-masing pasangan
9) Tahap IX, Keluarga dengan tahap masa tua
Tugas:
 Saling memberikan perhatian yang menyenangkan antar
pasangan
 Memperhatikan kesehatan masing-masing pasangan
 Merencanakan kegiatan untuk mengisi waktu tua seperti
dengan berolahraga, berkebun, mengasuh cucu
 Pada masa tua pasangan saling mengingatkan akan adanya
kehidupan yang kekal setelah kehidupan ini
g. Level Pencegahan Perawatan keluarga
Pencegahan keperawatan keluarga, berfokus pada tiga level prevensi yaitu
1) Pencegahan primer (primary prevention)
2) Pencegahan sekunder (secondary prevention)
3) Pencegahan tersier (tertiary prevention)
BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN REUMATOID ARTRITIS

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian

Reumatoid arthritis adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan


manifertasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi
pada pasien-pasien reumatoid arthritis terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut
sesuai dengan sifat progresivitasnya. Pasien dapat pula menunjukkan gejala konstitusional
berupa kelemahan umum, cepat lelah, atau gangguan nonartikular lain (Mansjoer, 1999).
Rematoid Artritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi
tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Annonimous,
2007).
Rematoid Artritis adalah peradangan pada persendian, baik yang terjadi
secara mendadak (akut) atau menahun (kronis). Artritis ini dapat menyerang salah
satu sendi atau beberapa sendi sekaligus. Penyakit ini biasanya disertai dengan
pembengkakan dan rasa nyeri pada sendi yang terkena. Bila penyakitnya kronis,
kadang hanya timbul rasa nyeri saja (Annonimous, 2007).

B. Etiologi

Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor resiko yang
diketahui berhubungan dengan penyakit ini, antara lain;
1. Usia lebih dari 40 tahun
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuaan adalah yang
terkuat. Akan tetapi perlu diingat bahwa osteoartritis bukan akibat penuaan saja.
Perubahan tulang rawan sendi pada penuaan berbeda dengan perubahan pada osteoartritis.
2. Jenis kelamin wanita lebih sering
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi. Sedangkan laki-laki lebih sering
terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, dibawah 45
tahun, frekuensi osteoartritis kurang lebih sama antara pada laki-laki dan wanita, tetapi
diatas usia 50 tahun (setelah menopause) frekuensi osteoartritis lebih banyak pada wanita
daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
3. Suku bangsa
Nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masing-masing suku bangsa. Hal ini
mungkin berkaitan dnegan perbedaan pola hidup maupun perbedaan pada frekuensi
kelainan kongenital dan pertumbuhan tulang.
4. Faktor genetik
Terbukti bahwa seorang individu yang menderita reumatoid artritis, memiliki riwayat
keluarga rheumatoid artritis, 2-3 kali lebih banyak dari populasi normal.
5. Kegemukan dan penyakit metabolik.

C. Klasifikasi

Menurut Adelia, (2011) ada beberapa jenis reumatik yaitu:


1. Reumatik Sendi ( Artikuler )
Reumatik yang menyerang sendi dikenal dengan nama reumatik sendi (reumatik artikuler).
Penyakit ini ada beberapa macam yang paling sering ditemukan yaitu:
a. Artritis Reumatoid
Merupakan penyakit autoimun dengan proses peradangan menahun yang tersebar
diseluruh tubuh, mencakup keterlibatan sendi dan berbagai organ di luar persendian.
Peradangan kronis dipersendian menyebabkan kerusakan struktur sendi yang terkena.
Peradangan sendi biasanya mengenai beberapa persendian sekaligus. Peradangan
terjadi akibat proses sinovitis (radang selaput sendi) serta pembentukan panus yang
mengakibatkan kerusakan pada rawan sendi dan tulang di sekitarnya, terutama di
persendian tangan dan kaki yang sifatnya simetris (terjadi pada kedua sisi). Penyebab
Artritis Rematoid belum diketahui dengan pasti. Ada yang mengatakan karena
mikoplasma, virus, dan sebagainya. Namun semuanya belum terbukti. Berbagai faktor
termasuk kecenderungan genetik, bisa mempengaruhi reaksi autoimun. Bahkan
beberapa kasus Artritis Rematoid telah ditemukan berhubungan dengan keadaan stres
yang berat, seperti tiba-tiba kehilangan suami atau istri, kehilangan satu-satunya anak
yang disayangi, hancurnya perusahaan yang dimilikinya dan sebagainya. Peradangan
kronis membran sinovial mengalami pembesaran (Hipertrofi) dan menebal sehingga
terjadi hambatan aliran darah yang menyebabkan kematian (nekrosis) sel dan respon
peradanganpun berlanjut. Sinovial yang menebal kemudian dilapisi oleh jaringan
granular yang disebut panus. Panus dapat menyebar keseluruh sendi sehingga
semakin merangsang peradangan dan pembentukan jaringan parut. Proses ini secara
perlahan akan merusak sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas (kelainan
bentuk).
b. Osteoatritis
Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab yang belum
diketahui, namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis, dan keluaran klinis
yang sama. Proses penyakitnya berawal dari masalah rawan sendi (kartilago), dan
akhirnya mengenai seluruh persendian termasuk tulang subkondrial, ligamentum,
kapsul dan jaringan sinovial, serta jaringan ikat sekitar persendian (periartikular).
Pada stadium lanjut, rawan sendi mengalami kerusakan yang ditandai dengan adanya
fibrilasi, fisur, dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi. Etiologi penyakit ini
tidak diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor risiko yang diketahui berhubungan
dengan penyakit ini, yaitu : Usia lebih dari 40 tahun, Jenis kelamin wanita lebih
sering, Suku bangsa, genetik, kegemukan dan penyakit metabolik, cedera sendi,
pekerjaan, dan olah raga, kelainan pertumbuhan, kepadatan tulang, dan lain-lain.
c. Atritis Gout
Penyakit ini berhubungan dengan tingginya asam urat darah (hiperurisemia).
Reumatik gout merupakan jenis penyakit yang pengobatannya mudah dan efektif.
Namun bila diabaikan, gout juga dapat menyebabkan kerusakan sendi. Penyakit ini
timbul akibat kristal monosodium urat di persendian meningkat. Timbunan kristal ini
menimbulkan peradangan jaringan yang memicu timbulnya reumatik gout akut. Pada
penyakit gout primer, 99% penyebabnya belum diketahui (idiopatik). Diduga
berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang menyebabkan
gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat
atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh.
Penyakit gout sekunder disebabkan antara lain karena meningkatnya produksi asam
urat karena nutrisi, yaitu mengkonsumsi makanan dengan kadar purin yang tinggi.
2. Reumatik Jaringan Lunak (Non-Artikuler)
Merupakan golongan penyakit reumatik yang mengenai jaringan lunak di luar sendi (soft
tissue rheumatism) sehingga disebut juga reumatik luar sendi (ekstra artikuler
rheumatism). Jenis – jenis reumatik yang sering ditemukan yaitu:
a. Fibrosis
Merupakan peradangan di jaringan ikat terutama di batang tubuh dan anggota gerak.
Fibrosis lebih sering ditemukan oleh perempuan usia lanjut, penyebabnya adalah
faktor kejiwaan.
b. Tendonitis dan tenosivitis
Tendonitis adalah peradangan pada tendon yang menimbulkan nyeri lokal di tempat
perlekatannya. Tenosivitis adalah peradangan pada sarung pembungkus tendon.
c. Entesopati
Adalah tempat di mana tendon dan ligamen melekat pada tulang. Entesis ini dapat
mengalami peradangan yang disebut entesopati. Kejadian ini bisa timbul akibat
menggunakan lengannya secara berlebihan, degenerasi, atau radang sendi.
d. Bursitis
Adalah peradangan bursa yang terjadi di tempat perlekatan tendon atau otot ke tulang.
Peradangan bursa juga bisa disebabkan oleh reumatik gout dan pseudogout.

D. Patofisiologi

Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular,


eksudat febrin dan infiltrasi selular.  Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi
menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi.  Pada persendian ini granulasi
membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago.  Pannus masuk ke tulang sub
chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi
kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.

E. Patogenesis

Patogenesis penyakit ini terjadi akibat rantai peristiwa imunologi yang menyebabkan
proses destruksi sendi. Berhubungan dengan faktor genetic, hormonal, infeksi, heat shock
protein. Penyakit ini lebih banyak mengenai wanita daripada pria, terutama pada usia subur.

F. Manifestasi Klinis
Gejala utama dari osteoartritis adalah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama
waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan. Mula-mula terasa kaku, kemudian
timbul rasa nyeri yang berkurang dnegan istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi,
kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi dn perubahan gaya jalan. Lebih lanjut lagi terdapat
pembesaran sendi dan krepitasi.
Tanda-tanda peradangan pada sendi tidak menonjol dan timbul belakangan, mungkin
dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang
merata dan warna kemerahan, antara lain;
1. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan
sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang-kadang
menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibandingkan gerakan yang lain.
2. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan
bertambahnya rasa nyeri.
3. Kaku pagi
Pada beberapa pasien, nyeri sendi yang timbul setelah immobilisasi, seperti duduk dari
kursi, atau setelah bangun dari tidur.
4. Krepitasi
Rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit.
5. Pembesaran sendi (deformitas)
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (lutut atau tangan yang paling
sering) secara perlahan-lahan membesar.

G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Tes serologi
a. Sedimentasi eritrosit meningkat
b. Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
c. Rhematoid faktor, terjadi 50-90% penderita
2. Pemerikasaan radiologi
a. Periartricular osteoporosis, permulaan persendian erosi
b. Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan ankilosis
3. Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya proses radang aseptik, cairan dari sendi dikultur
dan bisa diperiksa secara makroskopik.

H. Prognosis

Perjalanan penyakit rheumatoid artritis sangan bervariasi, bergantung pada ketaatan


pasien untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50-75% pasien rheumatoid artritis
akan mengalami remisi dalam 2 tahun. Selebihnya akan mengalami prognosis yang lebih
buruk. Golongan ini umumnya meninggal 10-15 tahun lebih cepat dari pada orang tanpa
rheumatoid artritis. Penyebab kematiannya adalah infeksi, penyakit jantung, gagal
pernafasan, gagal ginjal, dan penyakit saluran cerna. Umumnya mereka memiliki keadaan
umum yang buruk, lebih dari 30 buah sendi yang mengalami peradangan, dengan manifestasi
ekstraartikular, dan tingkat pendidikan yang rendah. Golongan ini memerlukan terapi secara
agresif dan dini karena kerusakan tulang yang luas dapat terjadi dalam dua tahun pertama.

I. Penatalaksanaan

1. Pendidikan kesehatan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang


akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien untuk
tetap berobat dalam waktu yang lama.
2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering
dijumpai. OAINS yang dapat diberikan :
a. Aspirib
Pasien dibawah 65 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian
dinaikkan 0,3-0,6 g/minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik.dosis
terapi 20-30 mg/dl.
b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.
3. DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses dekstruksi
akibat reumatoid artritis. Mula khasiatnya baru terlihat setelah 3-12 bulan kemudian.
Setelah 2-5 tahun, maka efektifitasnya dalam menekan proses reumatoid akan
berkurang. Keputusan penggunaannya tergantung pada pertimbangan resiko manfaat
oleh dokter. Umumnya segera diberikan setelah diagnosis reumatoid artritis
ditegakkan, atau bila respon OAINS tidak baik, meski dalam status tersangka.
Jenis-jenis yang digunakan adalah :
a. Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun
efektifitasnya lebih rendah disbanding dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin
fosfat 250 mg/hari atau hidroksiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung
pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis,
maculopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b. Sulfasalazine dalam bentuk tablet bersalut enterik digunakan dalam dosis 1x500
mg/hari, ditingkatkan 500 mg/minggu, sampai mencapai dosis 4x500 mg. setelah
remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam jangka
panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan tidak terlihat
khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti dengan yang lain, atau dikombinasi.
Efek sampingnya nausea, muntah, dyspepsia.
c. D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam
dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar
250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 250-300 mg/hari. Efek samping
antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis, stomatitis, dan pemphigus.
d. Garam emas adalah gold standart bagi DMARD. Khasiatnya tidak diragukan lagi
meski sering timbul efek samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan
intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar 10 mg, seminggu
kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg. Seminggu kemudian diberikan dosis
penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis
tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika diperlukan, dapat
diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi tercapai. Efek
samping berupa pruritus, stomatitis, proteinuria, trombositopenia, dan aplasia
sumsum tulang. Jenis yang lain adalah auranofin yang diberikan dalam dosis 2 x 3
mg. Efek samping lebih jarang dijumpai, pada awal sering ditemukan diare yang
dapat diatasi dengan penurunan dosis.
e. Obat imunosupresif atau imunoregulator
Metotreksat sangat mudah digunakan dan waktu mulai kerjanya relatif pendek
dibandingkan dengan yang lain.
f. Kortikosteroid, hanya dipakai untuk pengobatan reumatoid artritis dengan
komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki
efek samping yang sangat berat.
4. Rehabilitasi, bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya antara lain
dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan, pemanasan, dan sebagainya.
Fisioterapi dimulai segera setelah rasa pada sendi berkurang atau minimal. Bila tidak
juga berhasil, mungkin diperlukan untuk tindakan operatif. Sering pula diperlukan
alat-alat. Karena itu, pengertian tentang rehabilitasi termasuk :
a. Pemakaian alat bidai, tongkat/tongkat penyangga, walking machine, kursi roda,
sepatu dan alat.
b. Alat ortotik protetik lainnya.
c. Terapi mekanik.
d. Pemanasan : baik hidroterapi maupun elektroterapi.
e. Occupational therapy.
5. Pembedahan
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan
yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada
pasien reumatoid artritis umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektomi,
arthrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.
Untuk menilai kemajuan pengobatan dipakai parameter :
1. Lamanya morning stiffness
2. Banyaknya sendi yang nyeri bila digerakkan/berjalan
3. Kekuatan menggenggam (dinilai dengan tensimeter).
4. Waktu yang diperlukan untuk berjalan 10-15 meter.
5. Peningkatan LED
6. Jumlah obat-obat yang digunakan.

F. Komplikasi

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik
yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau
obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang
menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data dasar
Pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya
(misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau
remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres
pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktur,
kelaianan pada sendi.
b. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten,
sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal)
c. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan, keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi
ketidakmampuan ), ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi
( misalnya ketergantungan pada orang lain).
d. Makanan/ cairan
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/
cairan adekuat, mual, anoreksia, kesulitan untuk mengunyah ( keterlibatan TMJ)
Tanda : Penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.
e. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi,
Ketergantungan
f. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan pembengkakan sendi simetris

g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan
jaringan lunak pada sendi ).
h. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus, lesi kulit, ulkus kaki,
kekeringan pada meta dan membran mukosa.
i. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran;
isolasi.
j. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Riwayat AR pada keluarga ( pada awitan remaja ), penggunaan makanan
kesehatan, vitamin, “ penyembuhan “ arthritis tanpa pengujian, riwayat perikarditis,
lesi katup, fibrosis pulmonal, pleuritis.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri, penurunan
kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan
tugas-tugas umum, ketidak seimbangan mobilitas.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
5. Kurang Pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi dan kesalahan interpretasi
informasi.

C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut/ Kronis b.d agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan atau
proses inflamasi, destruksi sendi.
Tujuan : Individu mengatakan intensitas nyeri berkurang
Kriteria hasil : - Menyebutkan nyeri mereda
- Skala nyeri rendah
- Klien tidak mengeluh kesakitan pada daerah sendi ekstremitas.
- Klien dapat beristirahat
Intervensi dan Rasional:
a. Intervensi : Pantau keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-
faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
Rasional : Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan
ketidakefektifan program.
b. Intervensi : Berikan matras / kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat
tidur sesuai kebutuhan.
Rasional : Matras yang lembut atau empuk, bantal yang besar akan mencegah
pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi
yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi
yang terinflamasi atau nyeri.
c. Intervensi : Tempatkan / pantau penggunaan bantal, karung pasir, gulungan trokhanter,
bebat, brace.
Rasional : Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral.
Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan
pada sendi
a. Intervensi : Motivasi klien untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di
tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan
yang menyentak.
Rasional : Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan
sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi
b. Intervensi : Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu
bangun dan atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk
mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air
kompres, air mandi, dan sebagainya.
Rasional : Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan
melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan
dan luka dermal dapat disembuhkan
c. Intervensi : Berikan masase yang lembut
Rasional : Meningkatkan relaksasi atau mengurangi nyeri
d. Intervensi : Motivasi klien dalam penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi
progresif, sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi,
hypnosis diri, dan pengendalian napas.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan
kemampuan koping
e. Intervensi : Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan
rasa percaya diri dan perasaan sehat
f. Intervensi : Beri obat sebelum aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
Rasional : Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot atau spasme,
memudahkan untuk ikut serta dalam terapi
g. Intervensi : Kolaborasi : Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat)
Rasional : Sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi
kekakuan dan meningkatkan mobilitas.
h.Intervensi : Berikan kompres dingin jika dibutuhkan
Rasional : Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut

2. Resiko cidera b.d kerusakan kartilago dan tulang ; hilangnya kekuatan otot.
Tujuan : Klien menyatakan cidera lebih sedikit dan rasa takut cidera berkurang

Kriteria hasil :
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan resiko cidera
- Mengungkapkan keinginan untuk melakukan tindakan pengamanan
untuk mencegah cidera.
- Meningkatkan aktivitas harian bila memungkinkan
Intervensi dan Rasional :
a. Intervensi : Observasi keadaan klien setiap 30 menit
Rasional : Memberikan informasi kepada perawat untuk mengetahui keadaan
klien
b. Intervensi : Berikan nasehat kepada keluarga klien untuk mendampingi klien
Rasional : Dampingan keluarga lebih memberikan rasa aman kepada klien daripada
perawat karena keluarga lebih lama berada disisi klien.
c. Intervensi : Modifikasi lingkungan klien dari bahaya yang memicu klien
cidera.
Rasional : Penataan atau modifikasi lingkungan yang aman dapat menghindari
klien dari risiko terjadinya cidera
c.Intervensi : Berikan posisi yang nyaman pada klien
Rasional : Pemberian posisi yang nyaman pada klien dapat mnurangi pasien
gelisah dan sering bergerak.
d.Intervensi : Ajarkan klien untuk mnggerakkan persendian atau latihan otot
ringan.
Rasional :Latihan menggerakkan otot dapat melemaskan otot dan menguatkan
otot sehingga otot tidak kaku dan klien dapat terhindar dari cidera
sedikit demi sedikit.
e.Intervensi : Dekatkan barang-barang klien dengan klien
Rasional : Meletakkan barang-barang klien dekat dengan klien memudahkan klien
menjangkau barang tersebut sehingga klien terhindar dari resiko cidera.

3. Gangguan mobilitas Fisik b.d Deformitas skeletal Nyeri, ketidaknyamanan


Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Tujuan : Individu melaporkan dapat menggerakkan ekstremitasnya
Kriteria hasil :
- Memperlihatkan penggunaan alat-alat untuk meningkatkan
mobilitas
- Menunjukkan tindakan yang memperlihatkan peningkatam
mobilitas
Intervensi dan Rasional:
a. Intervensi : Evaluasi atau lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi atau rasa sakit pada
sendi
Rasional : Tingkat aktivitas atau latihan tergantung dari perkembangan atau resolusi dari
peoses inflamasi
b. Intervensi : Pertahankan istirahat tirah baring atau duduk jika diperlukan jadwal aktivitas
untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari
yang tidak terganggu.
Rasional : Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit
yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan
c. Intervensi : Bantu dengan rentang gerak aktif atau pasif, demikian juga latihan resistif
dan isometris jika memungkinkan
Rasional : Mempertahankan atau meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina
umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi,
karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi
d. Intervensi : Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan
atau bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis,
trapeze
Rasional : Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi.
Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik
pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit
e. Intervensi : Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace
Rasional : Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan mempertahankan
posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor
f. Intervensi : Gunakan bantal kecil atau tipis di bawah leher
Rasional : Mencegah fleksi leher
g. Intervensi : Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi,
berdiri dan berjalan
Rasional : Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas
h. Intervensi : Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan
pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda.
Rasional : Menghindari cidera akibat kecelakaan atau jatuh
i. Intervensi : Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi tentang program latihan.
Rasional : Berguna dalam memformulasikan program latihan atau aktivitas yang
berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat
j. Intervensi : Berikan matras busa atau pengubah tekanan.
Rasional : Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi
risiko imobilitas
k. Intervensi : Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid).
Rasional : Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut

4. Defisit Perawatan Diri b.d Kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya


tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Tujuan : Individu mendemonstrasikan peningkatan kemampuan untuk makan sendiri
atau melaporkan bahwa klien mengalami kesulitan dalam ADL.

Kriteria hasil :
- Klien dapat mendemonstrasikan kemampuan menggunakan alat
bantu makan
- Klien dapat melakukan ADLnya sendiri sedikit demi sedikit
- Klien terlihat bersih , rapi dan segar.
Intervensi dan Rasional:
a. Intervensi : Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan
atau eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang
sekarang diantisipasi.
Rasional : Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan
adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini.
b.Intervensi : Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program
latihan
Rasional : Mendukung kemandirian fisik atau emosional
c. Intervensi : Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri.
Identifikasi atau rencana untuk modifikasi lingkungan.
Rasional : Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan
meningkatkan harga diri
d. Intervensi : Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi.
Rasional : Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi
kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan
alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk
mandi pancuran
e. Intervensi : rencanakan evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan
dengan evaluasi setelahnya.
Rasional : Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi
karena tingkat kemampuan aktual
f. Intervensi : rencanakan konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan
perawatan rumah, ahli nutrisi.
Rasional : Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk
persiapan situasi di rumah.

5. Gangguan Citra Tubuh atau Perubahan Penampilan Peran b.d Perubahan


kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan
energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Tujuan : Individu dapat mendemonstrasikan penerimaan penampilan
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan puas akan penampilan dirinya yang sekarang
- Klien terlihat percaya diri dengan kondisi atau penampilannya
Intervensi dan Rasional:
a. Intervensi : Motivasi klien untuk pengungkapan mengenai masalah tentang
proses penyakit, harapan masa depan.
Rasional : Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut atau
kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung.
b. Intervensi : Diskusikan arti dari kehilangan atau perubahan pada pasien atau
orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangan pribadi
pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk
aspek-aspek seksual.
Rasional : Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi
diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan
terhadap intervensi atau konseling lebih lanjut
c.Intervensi : Diskusikan persepsi pasien mengenai bagaimana orang
terdekat menerima keterbatasan.
Rasional : Isyarat verbal atau non verbal orang terdekat dapat mempunyai
pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya
sendiri
d. Intervensi : Terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan.
Rasional : Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan
bermusuhan umum terjadi
e. Intervensi : Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau
terlalu memperhatikan perubahan.
Rasional : Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping
maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut
f. Intervensi : Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
Rasional : Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang
dapat meningkatkan perasaan harga diri
g. Intervensi : Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan
membuat jadwal aktivitas.
Rasional : Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian,
dan mendorong berpartisipasi dalam terapi
DAFTAR PUSTAKA

Annonimous, (2007), Apotik Online Dan Media Informasi Penyakit, diakses dari
http : //www.medicastore.com/

Annonimous, (2007), Artritis, diakses dari http://republika_online.com

Anonim, 2013, Rheumatoid Artritis, Available at : (online)


http://kamuskesehatan.com/arti/reumatoid-artritis/ diakses tgl 24 april 2016

Anderson, Sylvia Price. Pathofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit


Edisi 6 vo. II, EGC : Jakarta.

Kowalak, 2011. Buku Ajar Patofisiologi. EGC : Jakarta.

Kushariyadi, 2010. Asuhan Keperwatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika
: Jakarta

Lemone & Burke, 2001.  Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client

Care, hal.1248.

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculaapius FKUI:Jakarta.

Muttaqin,A, 2007, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal, Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai