Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MIOMA UTERI

Disusun oleh:

M.HASANAIN
019.02.0956

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM
MATARAM
2019
TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri,
leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang
sering ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah produktif
(menopouse). Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi
kerusakan reproduksi dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa
infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan malpresentasi (Aspiani, 2017).

B. Etiologi

Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri.

1. Umur Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan
sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang
ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
2. Hormon Endogen (endogenous hormonal) Konsentrasi estrogen pada jaringan
mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan miometrium normal.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita
mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma
uteri.
4. Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang (red
meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran
hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.
5. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini
mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada pertumbuhan
mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor pertumbuhan lain.
Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, dan faktor
pertumbuhan epidermal.
6. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau 2 (2) kali
Faktor terbentuknya tomor:

1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel - sel
yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika yang
diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan kanker pada
usia dini. Jika seorang ibu mengidap kanker payudara, tidak serta merta semua
anak gandisnya akan mengalami hal yang sama, karena sel yang mengalami
kesalahan genetik harus mengalami kerusakan terlebih dahulu sebelum berubah
menjadi sel kanker. Secara internal, tidak dapat dicegah namun faktor eksternal
dapat dicegah. Menurut WHO, 10% – 15% kanker, disebabkan oleh faktor
internal dan 85%, disebabkan oleh faktor eksternal (Apiani, 2017).
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditambahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari polusi.
Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan seperti pengawet dan pewarna
makanan cara memasak juga dapat mengubah makanan menjadi senyawa kimia
yang berbahaya.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun,
misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya dengan
kanker hati. Makin sering tubuh terserang virus makin besar kemungkinan sel
normal menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang dilakukan oleh tubuh,
dalam prosesnya sering menghasilkan senyawa yang lebih berbahaya bagi
tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal atau korsinogenik. Zat korsinogenik
dapat menyebabkan kerusakan pada sel.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada mioma, disamping
faktor predisposisi genetik.
1. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen eksogen.
Mioma uteri akan mengecil pada saat menopouse dan oleh pengangkatan
ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium
dan wanita dengan sterilitas. Enzim hidrxydesidrogenase mengungbah estradiol
(sebuah estrogen kuat) menjadi estrogen (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini
berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor
estrogen yang lebih banyak dari pada miometrium normal.
2. Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu HPL, terlihat
pada periode ini dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari
leimioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik
antara HPL dan estrogen

C. Patofisiologi

Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan
lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak menyusun
semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor didalam uterus
mungkin terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma
yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan
konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan uterus mioma dapat menonjol
kedepan sehingga menekan dan mendorong kandung kemih keatas sehingga sering
menimbulkan keluhan miksi (Aspiani, 2017).

Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat,
berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan gambarankumparan yang
khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus,
dengan ukuran berkisar dari benih kecil hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar
dari pada ukuran uterusnya. Sebagian terbenam didalam miometrium, sementara yang
lain terletak tepat di bawah endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa
(subserosa). Terakhir membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ
disekitarnya, dari mana tumor tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian
membebaskan diri dari uterus untuk menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang
berukuran besar memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan dan
perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi padat kolagenosa, bahkan
mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007)..
D. Pathway
Hormonal, Usia, Paritas, Herediter, Obesitas

Reseptor estrogen 

Hiperplasia sel imatur (otot polos dan jaringan ikat)

Myoma Uteri

Myoma Submukosum
Myoma Intramural Myoma Subserosum

Tanda /Gejala

Perdarahan
pervagina  Massa
 Informasi Tindakan kuret
 suhu tubuh
mengenai penyakit
Proses
Proses Infeksi/nekrosis
Infeksi/nekrosis
HB  Gangguan
keseimbangan Ansietas
cairan Nyeri akibat inflamasi
Anemia

Hipovolemia
Nyeri Akut
Penekanan organ sekitar

Vesika Urinaria Rectum

Pola Eliminasi Urin Pola Eliminasi Alvi

Retensi Urin Konstipasi


E. Manifestasi klinis

Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah
pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50% saja mioma
uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun. Hipermenore,
menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari mioma uteri. Dar ipenelitian
multisenter yang dilakukan pada 114 penderita ditemukan 44% gejala perdarahan, yang
paling sering adalah jenis mioma submukosa, sekitar 65% wanita dengan mioma
mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang.

Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung kemih,
ureter, dan usus dapat terganggu, dimana peneliti melaporkan keluhan disuri (14%),
keluhan obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas hanya dijumpai pada
2-10% kasus. Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopii. Abortus
spontan dapat terjadi bila mioma uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana
menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau tertahannya
uterus di dalam panggul (Goodwin, 2009).

1. Massa di Perut Bawah

Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di perut bagian


bawah.

2. Perdarahan Abnormal

Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan


menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan bukti yang
menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan luas permukaan
endometrium atau kerana meningkatnya insidens disfungsi ovulasi. Teori yang
menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri menyatakan terjadi perubahan
struktur vena pada endometrium dan miometrium yang menyebabkan terjadinya
venule ectasia. Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin
dalam mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah
langsung dari miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth factor
yang merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan yang
memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal
dan menjadi target terapi potensial. Sebagai pilihan, berkurangnya angiogenik
inhibitory factor atau vasoconstricting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat
juga menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal.

3. Nyeri Perut

Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini timbul
karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai dengan nekrosis
setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan dilahirkan,
pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan
dismenorrhoe. Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma uteri yang
bertangkai. Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa nek dan muntah-muntah.
Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena tekanan pada urat
syaraf yaitu pleksus uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai bawah
(Pradhan, 2006).

4. Pressure Effects ( Efek Tekenan )

Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organ-


organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit untuk
dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan pada kandung kencing, pollakisuria
dan dysuria. Bila uretra tertekan bisa menimbulkan retensio urinae. Bila berlarut-larut
dapat menyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada rectum tidak begitu besar,
kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat defekasi.

5. Penurunan Kesuburan dan Abortus

Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan masih


belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40%wanita dengan mioma uteri mengalami
infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau
menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan
terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri
karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan
implasntasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi
endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor (Stoval, 2001).
Apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan
penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan
miomektomi (Strewart, 2001)

F. Pemeriksaan penunjang

1. USG untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometriium dan
keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan
ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi
uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak
dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa
jaringan.
2. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada
beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus; lebih
lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur.
3. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta
menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
4. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan
infertilitas.
5. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
6. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati, ureum,
kreatinin darah.
7. Tes kehamilan

G. Penatalaksanaan

1. Penanganan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan secara
konservatif dan penanganan secara operatif.
Penanganan konservatif sebagai berikut :
1. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
2. Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.
3. Pemberian zat besi.
4. Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3 menstruasi
setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan
menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan
keadaan hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode
postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi
dalam 12 minggu. Terapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum
pembedahan, karena memberikan beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya
darah selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah.
Namun obat ini menimbulkan kahilangan masa tulang meningkat dan osteoporosis
pada wanita tersebut

2. Penanganan operatif, bila :


a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
b. Pertumbuhan tumor cepat.
c. Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
d. Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
e. Hipermenorea pada mioma submukosa.
f. Penekanan pada organ sekitarnya

Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :


a. Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau
mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman,
efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan
bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus,
juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor
dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila
miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan
endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan seksio sesarea

b. Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita
yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala
c. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uterus.
Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat hamil sekitar
30-50%. Dan perlu disadari oleh penderita bahwa setelah dilakukan miomektomi
harus dilanjutkan histerektomi

d. Penanganan Radioterapi
Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.

H. Komplikasi

1. Perdarahan sampai terjadi anemia.


2. Torsi tangkai mioma dari :
a. Mioma uteri subserosa.
b. Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
a. Pengaruh mioma terhadap kehamilan
b. Infertilitas.
c. Abortus.
d. Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
e. Inersia uteri.
f. Gangguan jalan persalinan.
g. Perdarahan post partum.
h. Retensi plasenta.
i. Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
j. Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.

k. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai

I. Konsep Asuhan keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan dengan
keluarga, pekerjaan, alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri,
misalnya timbul benjolan diperut bagian bawah yang relatif lama. Kadang-
kadang disertai gangguan haid
2) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan
pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi jaringan
organ. Rasa nyeri setelah bedah dan adapun yang yang perlu dikaji pada rasa
nyeri adalah lokasih nyeri, intensitas nyeri, waktu dan durasi serta kualitas
nyeri.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis
pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan penggunaan
obat-obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan riwayat kehamilan dan
riwayat persalinan dahulu, penggunaan alat kontrasepsi, pernah
dirawat/dioperasi sebelumnya.
4) Riwaya Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga mempunyai
penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung, penyakit
kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit mental.
5) Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang perlu
diketahui adalah
a) Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab mioma
uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan mengalami atrofi pada
masa menopause.
b) Riwayat kehamilan dan persalinan

Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana


mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan
hormon estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam jumlah yang besar.

6) Faktor Psikososial
a) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor- faktor
budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang dimiliki pasien
mioma uteri, dan tanyakan mengenai seksualitas dan perawatan yang
pernah dilakukan oleh pasien mioma uteri.
b) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri, peran
diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan hubungan terhadap
orang lain atau tetangga, kegemaran atau jenis kegiatan yang di sukai
pasien mioma uteri, mekanisme pertahanan diri, dan interaksi sosial pasien
mioma uteri dengan orang lain.
7) Pola Kebiasaan sehari-hari
Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus
dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan yang
terjadi.
8) Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB terakhir.
Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi, warna, dan bau.
9) Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan
frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian,
eliminasi, makan minum, mobilisasi
10) Pola Istirahat dan Tidur

Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan
malam hari, masalah yang ada waktu tidur.

c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
2) Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
3) Pemeriksaan Fisik Head to toe
a) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan rambut.
b) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
c) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya pembengkakan
konka nasal/tidak
d) Telinga : lihat kebersihan telinga.
e) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan rongga
mulut, lidah dan gigi, lihat adanya penbesaran tonsil.
f) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya pembengkakan
kelenjar getah bening/tidak.
g) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler dan
sirkulasi, ketiak dan abdomen.
h) Abdomen
i) Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
j) Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
k) Perkusi: timpani, pekak
l) Auskultasi: bagaimana bising usus
m) Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada ekstremitas atas
dan bawah pasien mioma uteri
n) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya lesi, perdarahan diluar
siklus menstruasi.

2. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis: proses penyakit.


b. Retensi urin berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra.
c. Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3. Intervensi
N Diagnosa keperawatan
SLKI SIKI
o (SDKI)
1. Nyeri akut berhubungan Tujuan: Setelah Manajemen nyeri
dengan agen pencedera diberikan asuhan Observasi
fisiologis: proses penyakit keperawatan, diharapkan 1. Identifikasi lokasi,
nyeri menurun dengan karakteristik, durasi,
Ditandai dengan: kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
1. mengeluh nyeri, intensitas nyeri.
2. tampak meringis 1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
3. bersikap protektif menurun 3. Identifikasi respons nyeri
(mis. waspada, 2. Tampak meringis non verbal
menghin dari nyeri), menurun 4. Identifikasi faktor yang
4. gelisah, 3. Sikap protektif memperberat dan
5. frekuensi nadi menurun memperingan nyeri
meningkat, 4. Gelisah menurun 5. Identifikasi pengaruh
6. sulit tidur, 5. Kesulitan tidur budaya terhadap respon
7. tekanan darah menurun nyeri
meningkat 6. Frekuensi nadi 6. Identifikasi pengaruh
8. pola napas berubah membaik nyeri pada kualitas hidup
7. Tekanan darah 7. Monitor keberhasilan
membaik terapi komplementer yang
8. Pola napas membaik suda diberikan
8. Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik
9. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
10. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(misalnya, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
11. Fasilitasi istirahat dan
tidur
12. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemelihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
13. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
14. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
15. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
16. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
17. Ajarkan teknis
nonfarmakologi untuk
meredakan nyeri.

Kolaborasi
18. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2. Retensi urin berhubungan Tujuan: Setelah Manajemen eliminasi urin


dengan peningkatan diberikan asuhan Observasi
tekanan uretra keperawatan, diharapkan 1. identifikasi tanda dan
eliminasi urin membaik gejala retensi
dengan kriteria hasil: 2. identifikasi faktor
Ditandai dengan:
1. Sensasi penuh pada penyebab retensi monitor
1. Sensasi berkemih
kantung kemih menurun eliminasi urin (frekwensi,
2. Disuria/anuria 2. Dysuria menurun konsistensi, aroma,
3. Distensi kantung 3. Distensi kantung volume, dan warna)
kemih kemih menurun Terapeutik
4. Residu urin 150 ml 4. Resedu urin menurun 3. catat waktu-waktu dan
atau lebih
haluaran berkemih
4. batasi asupan cairan jika
perlu
5. ambil semple urin tengah
(midstream) atau kultur.
Edukasi
6. Ajarkan tanda-tanda dan
gejala infeksi saluiran
kemih
7. Ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluaran urin
8. Ajarkan mengambil
specimen urin midstream
9. Ajarkan mengenali tanda
berkemih dan waktu yang
tepat untuk berkemih
10. ajarkan minum yang
cukup jika tidak ada
kontraindikasi
11. anjurkan mengurangi
minum menjelang tidur
Kolaborasi
12. kolaborasi pemberian obat
supositoria, jika perlu
Kateterisasi urine
Observasi
13. Periksa kondisi pasien
(kesadaran, tanda-tanda
vital, daerah perineal,
distensi kantung kemih,
reflex berkemih)
Terapeutik
14. Siapkan peralatan, bahan-
bahan, dan ruang tindakan
15. siapkan pasien: bebaskan
pakaian bawah dan
posisikan dorsal
rekumben
16. pasang sarung tangan
17. bersikan daerah perineal
atau preposium dengan
cairan NaCl atau aquades
18. lakukan insersi kateter
urine dengan menerapkan
prinsip aseptic
19. sambungkan kateter urine
dengan urine bag
20. isi balon dengan NaCl
0,9% sesuai anjuran
pabrik
21. fiksasi selang kateter di
atas simpisis atau di paha
22. pastikan kantung urine
ditempatkan lebih rendah
dari kantung kemih
23. berikan lebel pemasangan
Edukasi
24. jelaskan tujuan dan
prosedur pemasangan
kateter urine
25. Anjurkan menarik nafas
saat insersi selang kateter.

3. Hypovolemia Tujuan: Setelah Manajemen hypovolemia


berhubungan dengan diberikan asuhan Observasi
keperawatan, diharapkan 1. Periksa tanda dan gejala
kehilangan cairan aktif. volume cairan meningkat hypovolemia (frekwensi
dengan kriteria hasil: nadi meningkat, nadi
Ditandai dengan: terabah lemah, tekanan
1. Frekwensi nadi 1. Asupan cairan
darah menurun, tekanan
meningkat meningkat
2. Kelembaban nadi menyempit, turgor
2. Nadi teraba lemah kulit menurun, memberan
3. Tekanan darah memberan mukosa
meningkat mukosa kering, volume
menurun
4. Turgor kulit menurun 3. Asupan makan urine menurun,
5. Memberan mukosa meningkat hematocrit, haus, lemah.)
kering 4. Dehidrasi menurun 2. Monitor intake dan output
6. Merasa lemas 5. Tekanan darah
cairan
7. Mengeluh haus membaik
6. Denyut nadi radial Terapeutik
membaik 3. Hitung kebutuhan cairan
7. Tekanan dara arteri 4. Berikan posisi modified
rata-rata membaik trendelenbung
8. Memberan mukosa 5. berikan asupan cairan oral
membaik. Edukasi
6. anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
7. anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
8. kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (NaCl,
RL)
9. kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis
(glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
10. kolaborasi pemberian
cairan koloid (albumisn,
plasmanate)
11. kolaborasi pemberian
produk darah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Apriyani, Yosi. 2003. Analisa Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Mioma Uteri di RSUD dr. Adhyatma Semarang. Jurnal Kebidanan. Vol. 2 No. 5
2. Aspiani, Y, R. (2007). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM
3. Manuaba. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta: EGC
4. Nugroho, T. (2012). Obstetri dan Ginekologi. Yokyakarta: Nuha Medika
5. PPNI (2017). Standar diagnosis keperawatan Indonesia: Definisi dan indicator
diagnostic, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
6. PPNI (2019). Standar luaran keperawatan Indonesia: Definisi dan kriteria hasil
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
7. PPNI (2019). Standar intervensi keperawatan Indonesia: Definisi dan tindakan
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
8. Robbins. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC
9. RSUP. Dr. M. Djamil.(2016). Laporan Catatan Rekam Medik (RM): Mioma Uteri
10. Setiati, Eni. (2009). Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yokyakarta: Andi

Anda mungkin juga menyukai