Anda di halaman 1dari 22

1.

Konsep Dasar Penyakit


A. Pengertian PPOK
PPOK adalah penyakit saluran nafas yang bersifat kronik ,progresif
irrevesrsible atau revelsible sebagian yang ditandai dengan adany obstruksi
saluran nafas akibat reaksi inflamasi abnormal,hiperaktivasi saluran
nafas,destruksi dinding alveolar dan bronchus yang menyebabkan terjadinya
penurunan jumlah oksigen yang masuk,memanjangnya masa ekspirasi akibat
penurunan daya elastisitas paru (Sulistiowati et al, 2021).
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang umum,
dapat di cegah dan dapat diobati yang ditandai dengan gejala serupa respirasi
yang menetap dan keterbatasan aliran udara yang di sebabkan oleh abnormalitas
saluran udara dan alveolar yang biasanya disebabkan oleh pejanan partikel atau
gas-gas berbahaya (Susanto, 2021)
PPOK juga merupakan penyakit yang bersifat kronik dan menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan sesak nafas bagu penderita karena ditandai oleh
hambatan aliran udara yang bersifat progresif dan berhubungan dengan respon
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun yang berbahaya
(Rumampuk & Thalib, 2020
B. Anatomi fisiologi system pernafasan
Sistem pernafasan atau yang sering disebut system respirasi merupakan sistem
organ yang digunakan untuk proses pertukaran gas, dimana sistem pernafasan ini
merupakan salah satu sistem yang berperan sangat penting dalam tubuh untuk
menunjang kelangsungan hidup. Sistem pernafasan dibentuk oleh beberapa
struktur, seluruh struktur tersebut terlibat didalam proses respirasi eksternal yaitu
pertukaran oksigen antara atmosfer dan darah serta pertukaran karbon dioksida
antara darah dan atmosfer, selain itu terdapat juga respirasi internal yaitu proses
pertukaran gas antara darah sirkulasi dan sel jaringan dimana system respirasi
internal ini terjadi pada seluruh system tubuh. (Djojodibroto, 2012).

Sumber : Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan


Organ – organ dalam sistem pernafasan terdiri dari bagian – bagian berikut :
a. Hidung
Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris anterior yang
dindingnyatersusun atas jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan. Permukaan
luarnya dilapisi kulit dengan kelenjar sebasea besar dan rambut. Terdapat
epitel respirasi: epitel berlapissilindris bersilia bersel goblet dan
mengandung sel basal. Didalamnya ada konka nasalissuperior, medius dan
inferior. Lamina propria pada mukosa hidung umum nya mengandung
banyak pleksus pembuluh darah. Merupakan rongga-rongga berisi udara
yang terdapat dalam tulang tengkorakyangberhubungan dengan rongga
hidung. Ada 4 sinus: maksilaris, frontalis, etmoidalis dansphenoidalis
b. Faring (Tenggorokan)
Lanjutan posterior dari rongga mulut. Saluran napas dan makanan menyatu
dan menyilang. Pada saat makan makanan dihantarkan ke oesophagus. Pada
saat bernapasudara dihantarkan ke laring. Ada 3 rongga : nasofaring,
orofaring, dan laringofaring. Mukosa pada nasofaring sama dengan organ
respirasi, sedangkan orofaringdanlaringofaring sama dengan saluran cerna.
Mukosa faring tidak memilki muskularis mukosa. Lamina propria tebal,
mengandung serat elastin. Lapisan fibroelastis menyatudengan jaringan ikat
interstisiel. Orofaring dan laringofaring dilapisi epitel berlapisgepeng,
mengandung kelenjar mukosa murni.
c. Laring (Pangkal Tenggorokan)
Organ berongga dengan panjang 42 mm dan diameter 40 mm. Terletak
antara faringdan trakea. Dinding dibentuk oleh tulang rawan tiroid dan
krikoid. Muskulus ekstrinsikmengikat laring pada tulang hyoid. Muskulus
intrinsik mengikat laring pada tulang tiroid dan krikoid berhubungan dengan
fonasi. Lapisan laring merupakan epitel bertingkat silia. Epiglotis memiliki
epitel selapis gepeng, tidak ada kelenjar. Fungsi laringuntukmembentuk
suara, dan menutup trakea pada saat menelan (epiglotis). Ada
2lipatanmukosa yaitu pita suara palsu (lipat vestibular) dan pita suara (lipat
suara). Celahdiantarapita suara disebut rima glotis. Pita suara palsu terdapat
mukosa dan lamina propria. Pitasuara terdapat jaringan elastis padat, otot
suara ( otot rangka). Vaskularisasi: A.VLaringeal media dan Inferior.
Inervasi: N Laringealis superior
d. Trakea ( Batang Tenggorokan )
Tersusun atas 16 – 20 cincin tulang rawan. Celah diantaranya dilapisi
olehjaringanikat fibro elastik. Struktur trakea terdiri dari: tulang rawan,
mukosa, epitel bersilia, jaringan limfoid dan kelenjar
e. Bronkus (Cabang Batang Tenggorokan)
Cabang utama trakea disebut bronki primer atau bronki utama. Bronki
primerbercabang menjadi bronki lobar bronki segmental bronki
subsegmental. Struktur bronkus primer mirip dengan trakea hanya cincin
berupa lempeng tulang rawantidakteratur. Makin ke distal makin berkurang,
dan pada bronkus subsegmental hilangsamasekali. Otot polos tersusun atas
anyaman dan spiral. Mukosa tersusun atas lipatanmemanjang. Epitel bronkus
: kolumnar bersilia dengan banyak sel goblet dankelenjarsubmukosa. Lamina
propria : serat retikular, elastin, limfosit, sel mast, eosinofil.
f. Bronkeolus
Cabang ke 12 – 15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang rawan,
tidakmengandung kelenjar submukosa. Otot polos bercampur dengan
jaringan ikat longgar. Epitel kuboid bersilia dan sel bronkiolar tanpa silia
(sel Clara). Lamina propriatidakmengandung sel goblet.
g. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat
terjadinyapertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara
yang dihirup. Jumlahnya200 - 500 juta. Bentuknya bulat poligonal, septa
antar alveoli disokong oleh serat kolagen, dan elastis halus. [9] Sel epitel
terdiri sel alveolar gepeng ( sel alveolar tipe I ), sel alveolar besar ( sel
alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng ( tipe I) jumlahnya hanya 10%,
menempati 95%alveolar paru. Sel alveolar besar (tipe II) jumlahnya 12 %,
menempati 5 %alveolar. Sel alveolar gepeng terletak di dekat septa alveolar,
bentuknya lebih tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek, permukaan
licin, memilki badan berlamel. Sel alveolar besarmenghasilkan surfaktan
pulmonar. Surfaktan ini fungsinya untuk mengurangi kolapsalveoli pada
akhir ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel disebut interstisial.
Mengandung serat, sel septa (fibroblas), sel mast, sedikit limfosit. Septa tipis
diantaraalveoli disebut pori Kohn. Sel fagosit utama dari alveolar disebut
makrofag alveolar. Pada perokok sitoplasma sel ini terisi badan besar
bermembran. Jumlah sel makrofagmelebihi jumlah sel lainnya
h. Pleura
Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini mengandung serat
elastin, fibroblas, kolagen. Yang melekat pada paru disebut pleura viseral,
yang melekat padadinding toraks disebut pleura parietal. Ciri khas
mengandung banyak kapiler danpembuluh limfe. Saraf adalah cabang n.
frenikus dan n. interkostal.
C. Etiologi
Faktor resiko PPOK digolongkan menjadi paparan lingkungan dan faktor host
antara lain :
a. Merokok
b. Polusi udara
c. Infeksi paru-paru berulang
d. Umur (semakin tua semakin berisiko)
e. Jenis kelamin
f. Ras
g. Pemajanan tempat kerja ( batu bara, kapas, padi-padian)
D. Patofisiologi
PPOK dicirikan dengan adanya hambatan aliran udara kronis yang tidak
sepenuhnya revelsibel, serta adanya respon inflamasi yang tidak normal di paru –
paru. Perubahan patologis pada paru pasien PPOK ditemukan pada saluran udara
proksimal dan perifer, parenkim paru dan pembulu darah penapasan. Pada pasien
PPOK, respon perlindungan normal terhadap za tasing yang masuk ke dalam
paru megalami amflikasi dan menyebabkan kerusakan jaringan. Secara umum,
perubahan inflamatif dan structural yang terjadi meningkat seiring dengan
memburuknya kondisi penyakit yang bersifat persisiten bahkan setelah pasien
berhenti terpapar zat asing. Beberapa mekanisme yang terlibat dalam
memperburuk respon inflamasi pada pasien PPOK di antranya :
a. Respon imun bawaan
b. Respon imun adaptif
c. Sel dan mediator inflamasi
d. Keteidak seimbangan protase dan anti protase
e. Stress kasidatif
Seluruh mekanisme tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain.
Sistem imunitas inflamasi bawaan menyediakan perlindungan primer terhadap
zat asing. Garis pertahanan pertama dari site mini terdiri dari mucociliary
clearence apparatus dan makrofag yang bertugas untuk membersihkan benda
asing dari saluran penapasan. Pada pasien PPOK, kedua hal ini mengalami
gangguan serius. Garis pertahanan keduaa adalah eksudasi plasma dan sirkulasi
sel ke dalam saluran udara besar dan kecil, serta alveoli. Proses ini di kendalikan
oleh kemokines pro-inflamasi. PPOK dicirikan dengan adanya peningkatan
jumlah neutrofil, markofag, limfosit T (CD8>CD4), dan selsel dendritic di
berbagai bagian dalam paru. Sel dendritic merupaka majir antigen presenting
cells (MHC) yang menghubungkan respon imun bawaan dan respon imun adaftif
selain mekanisme di atas, adanya stress oksidatif juga berperan dalam
pathogenesis PPOK. Stress oksidatif dapat menyebabkan stimulasi produksi
mukus serta inaktifasi antiprotase, yang menyebabkan ketidakseimbangan
proteaseantiprotease. Stress oksidatif juga dapat menimbulkan amplikasi
inflamasi dengan mengaktifkan berbagai jalur interselular. Perubahan –
perubahan patologis yang terjadi menyebabkan abnormalitas fisiologi, di
antaranya :
a. Hipersekresi mukus
b. Disfungsi silia
c. Gangguan aliran udara
d. Abnormalitas pertukaran udara
e. Hipertensi pulmoner
f. Dan efek sistemik
Dilihat dari sudut padang fisiologis volume paru dibedakan menjadi
volumedinamis dan statis. Kedua sub kelas tersebut dinilai dengan drajat
inspirasi dan ekspirasi yan berbeda. Volume atau kapasitas statis paru dibagi
menjadi empat volume standar (tidal/TV, komplementer/IRV,
supplementer/ERV, dan residual/RV) dan empat kapasitas standar (inspirasi,
residual, fungsional, vital dan kapasitas total paru) dengan, volume dinamis
paru kebanyakan berasal dari kapasitas vital.
Adanya hambatan aliran udara merupakan prinsip kerusakan fisiologis dari
PPOK. Faktor instristik yang menyebabkan kondisi di antaranya : inflamasi
dinding bronkus, termasuk inflamasi/edema mukosa, perubahan bentuk/fibrosis
dinding bronkus dan peningkatan sekresi mukosa. Faktor ekstrinsik meliputi :
hilangnya elastisitas jaringan penunjang dan adanya kompresi ekspirasi. Faktor
lainya seperti disfungsi otot – otot pernapasan dapat memperparah kondisi
hambatan aliran udara pada pasien. Hiperpentilasi juga dapat terjadi pada pasien
PPOK, menyebabkan peningkatan kapasitas residu fungsional akibat adnya
udara yang terperangkap (Satryasa el al, 2018)
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
a. Mempunyai gambaran klinik dominan kearah bronchitis kronis (blue
bloater).
b. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:
a. Kelemahan badan
b. Batuk
c. Sesak napas
d. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
e. Mengi atau wheeze
f. Ekspirasi yang memanjang
g. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
h. Penggunaan otot bantu pernapasan
i. Suara napas melemah
j. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
k. Edema kaki, asites dan jari tabuh.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah
bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan
pink puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
b. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,
sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli
untuk difusi berkurang.
c. Analisis gas darah.
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia
yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan
jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab
payah jantung kanan.
d. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada
hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1
dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
e. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
f. Laboratorium darah lengkap.
G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
a. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
c. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut :
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1) Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
2) Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
3) Latihan dengan beban olahraga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
4) Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita
dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
5) Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri
penderita dengan penyakit yang dideritanya.
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang:
a. Biodata Pasien
Biodata pasien setidaknya berisi tentang nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, dan pendidikan. Umur pasien dapat menunjukkan tahap
perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis. Jenis kelamin dan
pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap
terjadinya masalah atau penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh
terhadap pengetahuan klien tentang masalah atau penyakitnya.
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu.
Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi klinik
dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat
kesehatan masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.
c. Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan klien tentang kondidinya saat ini. Keluhan utama yang biasa
muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang sudah berlangsung lama
sampai bertahun-tahun , dan semakin berat setelah beraktivitas . keluhan
lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau,, sesak semakin bertambah, dan
badan lemah.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan serangan PPOK datang mencari pertolongan terutama dengan
keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti
wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi penumpukan lender, dan
sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan nafas.
e. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi
genetic dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang sering merokok,
polusi udara dan paparan di tempat kerja.
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru
sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu:
1) Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan melalui satu
orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan
orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya.
2) Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi
keturunan tertentu. Selain itu serangan asma mungkin dicetuskan oleh
konflik keluarga atau orang terdekat.
3) Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat polusi
udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak menimbulkan bronchitis
kronis, melainkan hanya memperburuk penyakit tersebut.
g. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik focus pada PPOK
1) Inspeksi
Pada klien denga PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu nafas
(sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat klien
mempunyai batuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap,
penipisan massa otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan, dan
pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea
terjadi pada saat beraktifitas, bahkan pada beraktivitas kehidupan
sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian produk produktif
dengan sputum parulen mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi
pernafasan.
2) Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
3) Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan
diafragma mendatar/menurun.
4) Auskultasi
Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing sesuai
tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus. (Muttaqin. 2008)
h. Data Bio-psiko-sosial-spiritual menurut Virginia Henderson
1) Bernafas
Pola nafas cepat, sesak (+), RR > 20x/mnt, takipnea, pernafasan cepat dan
dangkal
2) Makan dan minum
Makan dan minum biasanya berkurang dari normal, misalnya: dulu
makan 1 porsi setiap kali makan, namun setelah mengalami PPOK makan
dan minim bisa ¼ porsi
3) Eleminasi
BAB sukar dengan konsistensi agak padat / mengalami melena, BAK
sedikit dari normal
4) Gerak dan aktivitas
Susah dan jarang beraktivitas, sebab ketika bergerak akan merasa
semakin sesak
5) Istirahat tidur
Sulit untuk tidur nyenyak karena merasa sesak dan sulit bernafas
6) Kebersihan diri
Biasanya pasien yang mengalami PPOK jarang menjaga kebersihan
dirinya, sebab enggan untuk bergerak karena akan merasa sesak
7) Pengaturan suhu tubuh
Biasanya pasien yang mengalami PPOK suhu tubuhnya normal (36-36,5)
8) Rasa nyaman
Biasanya pasien yang mengalami PPOK merasakan nyeri pada daerah
dada
9) Rasa aman
Biasanya pasien yang mengalami PPOK merasakan cemas karena
memikirkan penyakit yang dialami
10) Sosialisasi dan komunikasi
Jarang untuk berkominikasi karena akan menambah rasa sesak
11) Prestasi dan produktivitas
Kebanyakan tidah mengetahui penyebab dan cara menangani PPOK
12) Ibadah
Sering berdoa karena ingin cepat sembuh
13) Rekreasi
Tidak ingin melakukan aktivitas atau tidak ingin pergi dari tempat tidur
14) Pengetahuan/ belajar
Ingin mengetahui cara-cara mengatasi sesak yang dialami

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus PPOK menurut PPNI
(2017) sebagai berikut :
1. Bersihan Jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan (D.0001)
2. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (nyeri saat bernafas,
kelemahan ototo pernafasan) (D.0005)
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi – perfusi (D.0003)
4. Gangguan pola tidur b.d kurang control tidur, sesak nafas (D.0055)
5. Intoleransi aktifitas b.d tirah baring, kelemahan, ketidakseimbanagn antara
suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056)
3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan SLKI dan SIKI


(SDKI) SLKI SIKI
(Tujuan dan Kriteria Hasil) (Intervensi)

1. D.0001 Setelah di lakukan intervensi kepertawatan ….x24jam Observasi :


Bersihan Jalan nafas tidak di harapkan bersihan jalan nafas meningkatdengan 1. Identifikasi kemampuan batuk
efektif b.d sekresi yang kriteria hasil : 2. Monitor adanya retensi sputum
tertahan 1. Batuk efektif meningkat 3. Monitor jumlah sputum
Ditandai dengan : 2. Produksi sputum menurun 4. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
1. Batuk tidak efeftif 3. Wheezing menurun pernafasan
2. Sputum berlebih 4. Dispneu menurun Terpaeutik :
3. Mengi, wheezing dan 5. Pola nafas membaik 5. Atur posisi semi fowler tau fowler
atau ronkhi kering 6. Frekuensi nafas membaik 6. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
4. Dispneu pasien
5. Pola nafas berubah 7. Buang secret pada tempat sputum
6. Frekuensi nafas Edukasi
berubah 8. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
9. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung
selama 4 detik di tahan selama 2 detik
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
10. Anjurkan mengulang tarik nafas dalam
hingga 3x
Kolaborari
11. Kolaborasi untuk pemberian obat
mukolitik/ekspktoran jika perlu

2. D.0005 Setelah di lakukan tindakan keperawatan…x24jam di Observasi


Pola nafas tidak efektif harapkan pola nafas membaik dengan kriteria hasil : 1. monitor frekuensi irama kedalaman dan
b.d hambatan upaya 1. Kapasitas vital membaik usaha nafas
napas (nyeri saat 2. Tekanan ekspirasi meningkat 2. Monitor bunyi nafas tambahan (wheezing,
bernafas, kelemahan 3. Tekanan inspirasi meningkat gurgling, mengi, ronki)
ototo pernafasan) 4. Dipsneu menurun 3. Auskultasi bunyi nafas
Ditandai dengan : 5. Penggunaan otot bantu nafas menurun 4. Monitor saturasi oksigen
1. Penggunanaan otot 6. frekuensi nafas membaik Terapeutik
bantu pernafasan 5. posisikan pasien semy fowler
2. Fase ekspirasi 6. lakukan fisioterapi dada
memanjang 7. berikan oksigen jika perlu
3. Dispneu Kolaborasi
4. Pola nafas abnormal
8. kolaborasi untuk pemberian bronkodilator
takipneu,bradipnea,
hipoventilasi
5. Pernafasan cuping
hidung’
6. Tekanan ekspirasi
menurun

3. D.0003 Seltelah di lakukan tindakan keperawatan …x24jam di Observasi


Gangguan pertukaran gas harapkan pertukaran gas meningkata dengan kriteria 1. Monitor frekuensi irama,kealaman dan
b.d ketidakseimbangan hasil : upaya nafas
ventilasi – perfusi 1. Dispneu menurun 2. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Ditandai dengan : 2. Bunyi nafas tambahan menurun 3. Auskultasi bunyi nafas
1. Dispneu 3. Pusing menurun 4. monitor saturasi oksigen
2. Takikardia 4. Penglihatan kabur menurun 5. monitor kecepatan oksigen
3. Bunyi nafas tambahan 5. Gelisah menurun 6. Monitor kemampuan melepaskan oksigen
4. PC02 6. Nafas cuping hidung menurun saat makan
Meningkat/menurun 7. PC02 membaik Terapeutik
5. PO2 menurun 8. PO2 membaik 7. Pertahankan kepatenan jalan nafas
6. Pusing 9. Takikardia membaik 8. Berikan oksigen tambahan jika perlu
7. Penglihatan Kabur 10. Sianosis membaik
8. Sianosis 11. Pola nafas membaik
9. Gelisah 12. Warna kulit membaik Kolaborasi
10. Nafas cuping 9. kolaborasi penentuan dosis oksigen
hidung
11. Pola nafas
abnormal
12. Kesadaran
menurun
4. D.0055 Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24jam di Observasi
Gangguan pola tidur b.d harapkan pola tidur membaik dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
kurang kontrol tidur, 1. Keluhan sulit tidur menurun 2. Identifikasi penyebab susah tidur
sesak nafas 2. Mengeluh sering terjaga menurun Terapeutik
Ditandai dengan : 3. Mengeluh tidak puas tidur menurun 3. Lakukan prosedur untuk meningkatkan
1. Mengeluh sulit tidur 4. Melaporkan pola tidur membaik kenyamanan (posisi tidur)
2. Mengeluh sering 5. Melaporkan istirahat cukup Edukasi
terjaga 4. Jelaskan petingnya tidur selama sakit
3. Mengeluh tidak puas 5. Anjurkan untu tidur tepat waktu
tidur Kolaborasi
4. Mengeluh pola tidur 5. Kolaborasi untuk pemberian obat tidur agar
berubah tidak terjaga
5. Mengeluh istirhat tidak
cukup

5. D.0056 Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24jam di Observasi


Intleransi aktivitas b.d harapkan intoleransi aktifitas meningkat : 1. Monitor Kelelahan fisik
tirah baring kelemahan, 1. Kemudahan dalam melakukan aktifitas sehari – hari 2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi
ketidakseimbangan antara meningkat dalam aktivitas tertentu
kebutuhan dan suplai 2. Kekuatan tubuh bagian atas meningkat Terpeutik
oksigen 3. Keluhan lelah membaik 3. Latihan gerak pasif dan aktif
Ditandai dengan : 4. Dispneu saat aktivitas menurun 4. libatkan keluarga dalam aktifitas
1. Frekuensi jantung
meningkat
2. Dispneu
3. Sianosis
I. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatanyang telah
disusun selama fase perencanaan. Hal ini terdiri dari aktivitas perawat dalam
membantu pasien mengatasi masalah kesehatanya dan juga untuk mencapai hasil
yang diharapkan dari pasien (Pangkey et al, 2021)
J. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawata, dimana pada
dokumentasi ini akan membandingkan secara sistematis dan terencana tentang
Kesehatan pada pasien yang telah diformulasikan dengan kenyataan yang di alami
oleh pasien dengan melibatkan pasien dengan tenaga Kesehatan lainya (Pangkey et
al,2021)
H. Patoflow

Pencetus Rokok dan Polusi


Asma, Bronkitis, emfisema

Inflamasi
PPOK

Sputum meningkat
Perubahan anatomis
parenkim paru Batuk

Perbesaran Alveoli Ketidakefektifan Bersihan


Jalan Nafas

Hipertiroid kelenjar mukosa


Inflamasi
Penyempitan saluran udara
Leukosit meningkat

Ekspansi paru Hambatan Imun menurun


menurun Pertukaran Gas
Kuman patogen &
endogen difagosit
Suplay O2 tidak adekuat Frekuensi pernafasan makrofag
cepat
Hipoksia Anoreksia
Kontraksi otot pernafasan
Sesak Penggunaan energi untuk
pernafasan meningkat Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
Ketidakefektifan Pola kebutuhan tubuh
Nafas Intoleransi Aktifitas
Daftar Pustaka

Susilowati, S., Sitorus, R., & Herawati, T. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Jurnal Ilmiahl Kesehatan Keris Husada,
5(1),30-38. http://respiratori.ump.ac.id/1077/5/ENDAH HAPSARI BAB II.pdf
Susanto, A. D. (2021). Problem Of Chronic Obstruktive Pulmonary Disease (COPD) Among
Workers. Jurnal Respirology Indonesia, 41(1), 64-67.
http://doi.org/10.36497/jri.v4lil.148
Ramumpuk, E., &

Thalib,A. H.(2020). Efektivitas Terafi Nebulizer Terhadap Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Jurnal Mitrasehar, 10(2), 250-259
Pangkey, B. C., Hutapea, A. D., & Stanggang, I. S. Y. F. (2021). Dasar – Dasar Dokumentasi
Keperawatan. Yayasan Kita Menulis.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai