Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

GYNEKOLOGI DENGAN MIOMA UTERI

OLEH:

PUTU INDAH PRATIWI


NIM. P07120321063
PRODI NERS KELAS A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpang sehingga dapat disebut juga leimioma, fibriomioma atau fibroid. Mioma
uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang berasal dari otot
polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri
atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan
pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse). Mioma
uteri jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi dapat
berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa infertilitas, abortus spontan,
persalinan prematur dan malpresentasi (Aspiani, 2017).
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot polos dinding uterus.
Beberapa istilah untuk mioma uteri adalah fibromioma, miofibroma, leiomioma,
fibroleiomioma, atau uterin fibroid. Mioma merupakan tumor uterus yang ditemukan
pada 20-25% wanita diatas umur 35 tahun (Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma,
2015).
Mioma adalah penyakit yang berjenis tumor. Berbeda dengan penyakit kanker,
mioma tidak mempunyai kemampuan menyebar ke seluruh tubuh. Konsistensinya padat
dan sering mengalami degerasi dalam kehamilan dan sering kali ditemui pada wanita
berumur 35-45 tahun. Tumor ini mebutuhkan waktu 4-5 tahun dan untuk mencapai
ukuran sebesar buah jeruk. Tumor ini sering pula ditemukan pada wanita yang belum
pernah melahirkan atau wanita yang sulit hamil (inferentil) (Setiati, 2009).
Dari berbagai pengertian dapat disimpulkan bahwa mioma uteri adalah pertumbuhan
jinak dari otot-otot polos, tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikat, biasanya mioma
uteri banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun.

2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Menurut Aspiani (2017), ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri :
a. Umur
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan sekitar 40%-
50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan sebelum
menarche (sebelum mendapatkan haid).
b. Hormon Endogen (endogenous hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan
miometrium normal.
c. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan penderita mioma
uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan
dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
d. Makanan
Makanan di laporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan
daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan
insiden mioma uteri.
e. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam
kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini mempercepat
pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin
berhubungan dengan respon dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti
peningkatan produksi reseptor progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.
f. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan dengan wanita
yang mempunyai riwayat melahirkan 1 kali atau 2 kali
Faktor terbentuknya tomor :
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor terjadinya reflikasi pada saat sel-sel yang mati diganti
oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika yang diturunkan dari orang tua.
Kesalahan ini biasanya mengakibatkan kanker pada usia dini. Jika seorang ibu
mengidap kanker payudara, tidak serta merta semua anak gadisnya akan mengalami
hal yang sama, karena sel yang mengalami kesalahan genetik harus mengalami
kerusakan terlebih dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker. Secara internal,
tidak dapat dicegah namun faktor eksternal dapat dicegah. Menurut WHO, 10% –
15% kanker, disebabkan oleh faktor internal dan 85%, disebabkan oleh faktor
eksternal (Aspiani, 2017).
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara, makanan, radiasi
dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang ditambahkan pada makanan,
ataupun bahan makanan yang bersal dari polusi. Bahan kimia yang ditambahkan
dalam makanan seperti pengawet dan pewarna makanan cara memasak juga dapat
mengubah makanan menjadi senyawa kimia yang berbahaya.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun, misalnya
aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya dengan kanker hati.
Makin sering tubuh terserang virus makin besar kemungkinan sel normal menjadi
sel kanker. Proses detoksifikasi yang dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya sering
menghasilkan senyawa yang lebih berbahaya bagi tubuh, yaitu senyawa yang
bersifat radikal atau korsinogenik. Zat korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan
pada sel.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada mioma,
disamping faktor predisposisi genetik :
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan tumor yang cepat
selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan
mengecil pada saat menopouse dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma uteri
banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan
sterilitas. Enzim hidrxydesidrogenase mengungbah estradiol (sebuah estrogen kuat)
menjadi estrogen (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan
miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak dari
pada miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat
pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan hidroxydesidrogenase dan
menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
c. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode
ini dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leimioma selama
kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan estrogen.
3. Pohon Masalah (dalam bentuk bagan berdasarkan patofisiologi)

Herediter, pola Mioma Uteri


hidup, hormonal

Mioma intramural (dinding Mioma submukosum Mioma subserosum


antara miometrium (tumbuh menjadi polip, (diantara ligamentmluteum)
dilahirkan melalui serviks)

Penurunan imun tubuh Risiko Infeksi Tanda / Gejala

Pola eliminasi
Perdarahan terganggu
pervaginam TindakanNyeri
Pembedahan
Akut Pembesaran uterus
(histerektomi)

Penekanan organ
Hb menurun Risiko sekitar
Hipovolemi
a
Tak tertangani Risiko Syok
dengan cepat

Perlukaan Kurang informasi mengenai


prognosis penyakit dan terapi
Gangguan
Integritas Kulit Ansietas

Hilangnya uterus ovarium

Estrogen berkurang
Menekan vesika Penekanan Saraf
urinaria dan rektum

Libido seksual
Progesteron
menurun
kewanitaan menurun

Retensi Urin Konstipasi


Disfungsi Seksual
4. Klasifikasi
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapiran uterus yang terkena
a. Lokasi
Servical (2,6%), umumnya tumbuh kearah vagina menyebabkan infeksi. Isthmica
(7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. Corporal
(91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.
b. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu :
1) Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula
sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan
ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentumlatum dan disebut sebagai mioma
intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai
suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya
menyebabkan system peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum.
Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas
dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis
ini dikenal sebagai jenis parasitic.
2) Mioma Uteri Intramural
Berubah sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak
karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor
tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa.
Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot
rahim dominan).
3) Mioma Uteri Submukosa
Mioma ini terletak di dinding uterus yang paling dalam sehingga menonjol ke dalam
uterus. Jenis ini juga dapat bertangkai atau berdasarkan lebar. Dapat tumbuh
bertangkai menjadi polip, kemudian di keluarkan melalui saluran seviks yang
disebut mioma geburt. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum
memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Tumor jenis ini sering mengalami
infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa
pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini
dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau
mioma yang dilahirkan.

5. Gejala Klinis
Separuh penderita mioma uteri tidak memperlihatkan gejala. Umumnya gejala yang
temukan bergantung pada lokasi, ukuran, dan perubahan pada mioma tersebut seperti :
a. Perdarahan abnormal: hipermenore, menoragia, metroragia. Sebabnya :
 Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasi endometrium
 Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasanya
 Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
 Myometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma di
antara serabut myometrium sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang
melaluinya dengan baik.
Perdarahan kontinu pada pasien dengan mioma submukosa dapat berakibat pada
hal-hal berikut :
 Menghalangi implantasi terdapat peningkatan insiden aborsi dan kelahiran prematur
pada pasien dengan mioma intramural dan submukosa. Kongesti vena terjadi karena
kompresi tumor yang menyebabkan edema ekstermitas bawah, hemorrhoid, nyeri,
dan dyspareunia. Selain itu terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan
kelahiran.
 Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling mempengaruhi.
 Keguguran dapat terjadi.
 Persalinan prematuritas.
 Gangguan proses persalinan.
 Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infentiritas.
 Gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan.
 Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah kelahiran.
b. Nyeri : dapat timbul karena gangguan sirkulasi yang disertai nekrosis setempat dan
peradangan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan setempat dapat
menyempitkan canalis servikalis sehingga menimbulkan dismenore.
c. Gejala penekanan : penekanan pada vesika urinaria menyebabkan poliuri, pada
uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis, pada rectum menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh
darah dan limfe menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
d. Disfungsia reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih belum jelas.
Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas.
Mioma yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan
transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Mioma uteri
dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya diperlukan
untuk motilitas sperma di dalam uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena
adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi
embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi
endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor.
Mekanisme gangguan fungsi reproduksi dengan mioma uteri :
 Gangguan transportasi gamet dan embrio
 Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus
 Perubahan aliran darah vaskuler
 Perubahan histologi endometrium
(Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma, 2015)

6. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang


a. Tes laboratorium
Hitung darah lengkap dan apusan darah : leukositosis dapat disebabkan oleh
nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar hemoglobin dan hematocrit
menunjukkan adanya kehilangan darah yang kronik.
b. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin
Sering membantu dalam evaluasi suatu pembesaran uterus yang simetrik
menyerupai kehamilan atau terdapat bersama-sama dengan kehamilan.
c. Ultrasonografi
Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat membantu.
d. Pielogram intravena
Dapat membantu dalam evaluasi diagnostic.
e. Pap smear serviks
Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks sebelum histerektomi.
f. Histerosal pingogram
Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian hari untuk mengevaluasi
distorsi rongga uterus dan kelangsungan tuba falopi.

7. Penatalaksanaan Medis
Penanganan yang dapat dilakukan ada dua macam, yaitu penanganan secara
konservatif dan penanganan secara operatif.
a. Penanganan konservatif sebagai berikut :
1) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodic setiap 3-6 bulan
2) Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC
3) Pemberian zat besi
b. Penanganan operatif, bila :
1) Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu
2) Pertumbuhan tumor cepat
3) Mioma subserosa bertangkai dan torsi
4) Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya
5) Hipermenorea pada mioma submukosa
6) Penekanan pada organ sekitarnya
Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :
a. Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertile atau yang masih menginginkan anak atau
mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman,
efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila
ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarcoma uterus, juga
dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor
dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila
miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan
endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan section caesaria.
b. Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang
memiliki leiomyoma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria ACOG
untuk histerektomi adalah sebagai berikut :
1) Terdapat satu sampai tiga leimioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari
luar dan dikelukan oleh pasien.
2) Perdarahan uterus berlebihan.
3) Perdarahan yang banyak, bergumpal-gumpal, atau berulang-ulang selama lebih
dari delapan hari.
4) Anemia akut atau kronis akibat kehilangan darah
c. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Apabila
wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat hamil sekitar 30-50%. Dan
perlu disadari oleh penderita bahwa setelah dilakukan miomektomi harus
dilanjutkan histerektomi.
Lama perawatan :
1) 1 hari pasca diagnose keperawatan
2) 7 hari pasca histerektomi/miomektomi
Masa pemulihan :
1) 2 minggu pasca diagnose keperawatan
2) 6 minggu pasca histerektomi/miomektomi
d. Penanganan radioterapi
Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita
mengalami menopause. Radioterapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau terdapat
kontrak indikasi untuk tindakan operatif, akhir-akhir ini kontrak indikasi tersebut
makin berkurang. Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada
keganasan pada uterus.
1) Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
2) Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rectum
3) Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.
Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.
Obat-obatan yang biasa kepada penderita mioma yang mengalami perdarahan
melalui vagina yang tidak normal, antara lain :
 Obat anti-inflamasi yang nonsteroid (Nonsteroid Anti Infamation (NSAID))
 Vitamin
 Dikerok (kuretase)
 Obat-obatan hormonal (misalnya, pil KB)
 Operasi penyayatan jaringan mioma ataupun mengangkat rahim keseluruhan
 Pemberian hormone steroid sintetik seperti progestin, malah kadang-kadang
menimbulkan rasa nyeri daerah panggul yang bertambah. Hormon GnRH agoins
(Gonadotropin Releasing Hormon) bisa mengurangi besar ukuran mioma. Akan
tetapi, mioma kembali membesar setelah 6 bulan obat GnRH dihentikan.
 Bila uterus hanya sedikit membesar apalagi tidak ada keluhan, tidak memerlukan
pengobatan khusus.

8. Komplikasi
a. Perdarahan sampai terjadi anemia
b. Torsi tangkai mioma dari :
 Mioma uteri subserosa
 Mioma uteri submukosa
c. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi
d. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan
1) Pengaruh mioma terhadap kehamilan
 Infertilitas
 Abortus
 Persalinan prematuritas dan kelainan letak
 Inersia uteri
 Gangguan jalan persalinan
 Perdarahan post partum
 Retensi plasenta
2) Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
 Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen
 Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN (MENGGUNAKAN 3S:
SDKI, SLKI, SIKI)
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN PENANGGUNG/ SUAMI
Nama : ............ Nama : ..................
Umur : ............ Umur : ..................
Pendidikan : ............ Pendidikan : ..................
Pekerjaan : ............ Pekerjaan : .................
Status perkawinan : ............ Alamat : ..................
Agama : ............
Suku : ............
Alamat : ............
No. CM : ............
Tangal MRS : ............
Tanggal Pengkajian : ............
Sumber informasi : ............

B. ALASAN DIRAWAT
1. Alasan MRS
...............................................................................................................
2. Keluhan saat dikaji
..............................................................................................................

C. RIWAYAT OBSTERTRI DAN GINOKOLOGI


a. Riwayat Menstruasi :
• Menarche : Umur .......... Siklus : teratur ( ) tidak ( )
• Banyaknya : ....................
Lamanya : .....................................
• Keluhan : ....................
• HPHT : ....................
b. Riwayat Pernikahan :
• Menikah : ....................kali Lama : ................. tahun.
c. Riwayat kelahiran, persalinan, nifas yang lalu :
Anak ke Kehamilan Persalinan Komplikasi nifas Anak
No Tahun UK Penyulit Jenis Penolong Penyulit Laseras Infeksi Pedarahan JK BB Pj
i

d. Riwayat Keluarga Berencana :


• Akseptor KB : jenis ............... Lama : ..................
• Masalah : .......................
• Rencana KB : .......................

D. POLA FUNGSIONAL KESEHATAN


1. Pola Manajemen Kesehatan-Persepsi Kesehatan
2. Pola Metabolik-Nutrisi
3. Pola Eleminasi
4. Pola Aktivitas-Latihan
5. Pola Istirahat-Tidur
6. Pola Persepsi-Kognitif
7. Pola Konsep Diri-Persepsi Diri
8. Pola Hubungan-Peran
9. Pola Reproduktif-Seksualitas
10. Pola Toleransi Terhadap Stres-Koping
11. Pola Keyakinan-Nilai

E. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
 GCS : ......................................
 Tingkat kesadaran : ......................................
 Tanda-tanda fital : TD ............. N .............. RR ..............
T ...............
 BB : ................... TB : ............... LILA : ........
Head to toe
Kepala Wajah
o Inspeksi : .............................................................
o Palpasi : .............................................................
Leher
o Inspeksi : .............................................................
o Palpasi : .............................................................
Dada
o Inspeksi : .................................................
o Palpasi : .................................................
o Perkusi : .................................................
o Auskultasi : ………….................................
Abdomen
o Inspeksi :.............................................................
o Auskultasi : ............................................................
o Perkusi :.............................................................
o Palpasi : .............................................................
Genetalia
o Kebersihan : ......................................
o Keputihan : .....................................
Perineum dan anus
o Perineum : .....................................
o Hemoroid : ......................................
Ekstremitas
Atas
Oedema : ......................................
Varises : ......................................
CRT : ......................................
Bawah
Oedema : ......................................
Varises : ......................................
CRT : .......................................
Pemeriksaan Reflek : ............................

F. DATA PENUNJANG
 Pemeriksaan Laboratorium : .................................
 Pemeriksaan radiologik :..................................

G. DIAGNOSA MEDIS

H. PENGOBATAN

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


a. Analisis data
No Data Proses Terjadinya Masalah
1 Data Mayor : Nyeri akut Nyeri akut
1. Mengeluh nyeri 
Agen pencedera fisik
2. Tampak meringis
(prosedur operasi)
3. Bersikap protektif (mis. 
waspada, posisi Mengeluh nyeri, tampak
menghindari nyeri) meringis, bersikap protektif
4. Gelisah (mis. waspada,posisi
5. Frekuensi nadi menghindari nyeri), gelisah,
meningkat frekuensi nadi
6. Sulit tidur meningkat, sulit tidur
Data Minor :

1. Tekanan darah
meningkat
2. Pola napas berubah

3. Nafsu makan berubah

4. Proses berpikir
terganggu
5. Menarik diri

6. Berfokus pada diri


sendiri
7. Diaforesis

2 Faktor Risiko Risiko hypovolemia Risiko hypovolemia


1 Kehilangan cairan secara 
aktif Kehilangan cairan secara
2 Gangguan absorbs aktif
cairan
3 Usia lanjut
4 Kelebihan berat badan
5 Status hipermetabolik
6 Kegagalan mekanisme
regulasi
7 Evaporasi
8 Kekurangan intake
cairan
9 Efek agen farmakologis
3 Faktor Risiko Risiko syok Risiko syok
1 Hipoksemia 
2 Hipoksia Kekurangan volume cairan
3 Hipotensi
4 Kekurangan volume
cairan
5 Sepsis
6 Sindrom respons inflamasi
sismetik (systemic
inflamatory response
syndrome [SIRS])
4 Data Mayor : Ansietas Ansietas
1 Merasa bingung 
2 Merasa khawatir dengan Krisis situasional
akibat dari kondisi yang 
dihadapi Merasa bingung, merasa
3 Sulit berkonsentrasi khawatir dengan akibat dari
4 Tampak gelisah kondisi yang dihadapi, sulit
5 Tampak tegang berkonsentrasi, tampak
6 Sulit tidur gelisah, tampak tegang, sulit
tidur
Data Minor :
1 Mengeluh pusing
2 Anoreksia
3 Palpitasi
4 Merasa tidak berdaya
5 Frekuensi nadi
meningkat
6 Frekuensi napas
meningkat
7 Tekanan darah
meningkat
8 Diaphoresis
9 Tremor
10 Muka tampak pucat
11 Suara bergetar
12 Kontak mata buruk
13 Sering berkemih
14 Berorientasi pada masa
lalu
5 Faktor Resiko Risiko infeksi Risiko infeksi
1 Penyakit kronis (mis. 
Diabetes militus) Efek prosedur invasive
2 Efek prosedur invasive

3 Malnutrisi

4 Peningkatan paparan
organisme pathogen
lingkungan
5 Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer
1 Gangguan peristaltic

2 Kerusakan integritas
kulit
3 Perubahan sekresi
pH

4 Penurunan kerja
silialis

5 Ketuban pecah lama

6 Ketuban pecah
sebelum waktunya
7 Merokok

8 Status cairan tubuh

6 Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh
sekunder
1 Penurunan
hemoglobin
2 Imunosupresi
3 Leukopenia
4 Supresi respon
inflamasi
5 Vaksinasi tidak
adekuat
6 Data Mayor : Retensi urine Retensi urine
1 Sensasi penuh pada 
kandung kemih Peningkatan tekanan uretra
2 Disuria / anuria 
3 Distensi kandung kemih Sensasi penuh pada
kandung kemih, disuria /
Data Minor : anuria, distensi kandung
1 Dribbling kemih
2 Inkontinensia berlebihan
3 Residu urin 150 ml atau
lebih
7 Data Mayor : Gangguan integritas Gangguan integritas
1 Kerusakan jaringan dan/ kulit/jaringan kulit/jaringan
atau lapisan kulit 
Penurunan mobilitas
Data Minor : 
1 Nyeri Kerusakan jaringan dan/
2 Perdarahan atau lapisan kulit
3 Kemerahan
4 Hematoma
8 Data Mayor : Disfungsi seksual Disfungsi seksual
1 Mengungkapkan 
aktivitas seksual berubah Perubahan struksur tubuh
2 Mengungkapkan eksitasi (pembedahan)
seksual berubah 
3 Merasa hubungan seksual Mengungkapkan aktivitas
tidak memuaskan seksual berubah,
4 Mengungkapkan peran mengungkapkan eksitasi
seksual seksual berubah, merasa
5 Mengeluhkan hasrat hubungan seksual tidak
seksual menurun memuaskan,
6 Mengungkapkan fungsi mengungkapkan peran
seksual berubah seksual, mengeluhkan
7 Mengeluh nyeri saat hasrat seksual menurun,
berhubungan seksual mengungkapkan fungsi
(dispareunia) seksual berubah, mengeluh
nyeri saat berhubungan
Data Minor : seksual (dispareunia)
1 Mengungkapkan
ketertarikan pada
pasangan berubah
2 Mengeluh hubungan
seksual terbatas
3 Mencari informasi tentang
kemampuan mencapai
kepuasan seksual
9 Data mayor : Konstipasi Konstipasi
1. Defekasi kurang dari 2 
kali seminggu Situasional (Perubahan
2. Pengeluaran feses lama kebiasaan makan (mis. Jenis
dan sulit makanan, jadwal makan)
3. Feses keras 
4. Peristaltic usus menurun Defekasi kurang dari 2 kali
seminggu, pengeluaran
Data minor : feses lama dan sulit, feses
1 Mengejan saat defekasi keras, peristaltic usus
2 Distensi abdomen menurun
3 Kelemahan umum
4 Teraba massa pada
rektal.

b. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d mengeluh nyeri,
tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri),
gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur
2) Risiko hypovolemia d.d kehilangan cairan aktif
3) Risiko syok d.d kekurangan volume cairan
4) Ansietas b.d krisis situasional d.d merasa bingung, merasa khawatir dengan
akibat dari kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi, tampak gelisah, tampak
tegang, sulit tidur
5) Risiko infeksi d.d efek prosedur invasif
6) Retensi urine b.d peningkatan tekanan uretra d.d sensasi penuh pada kandung
kemih, disuria / anuria, distensi kandung kemih
7) Gangguan integritas kulit/jaringan b.d penurunan mobilitas d.d kerusakan
jaringan dan/ atau lapisan kulit
8) Disfungsi seksual b.d perubahan struksur tubuh (pembedahan) d.d
mengungkapkan aktivitas seksual berubah, mengungkapkan eksitasi seksual
berubah, merasa hubungan seksual tidak memuaskan, mengungkapkan peran
seksual, mengeluhkan hasrat seksual menurun, mengungkapkan fungsi seksual
berubah, mengeluh nyeri saat berhubungan seksual (dispareunia)
9) Konstipasi b.d situasional (perubahan kebiasaan makan (mis. jenis makanan,
jadwal makan) d.d defekasi kurang dari 2 kali seminggu, pengeluaran feses lama
dan sulit, feses keras, peristaltic usus menurun
3. Rencana Keperawatan
No Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
Penyebab keperawatan selama …x.... Observasi
maka Tingkat Nyeri
 Agen pencedera  Identifikasi lokasi,
menurun dengan kriteria hasil
fisiologis (mis. karakteristik, durasi,
:
inflamasi, iskemia, frekuensi, kualitas, intensitas
 Kemampuan menuntaskan
neoplasma) nyeri
aktivitas meningkat (5)
 Agen pencedera kimiawi  Identifikasi skala nyeri
 Keluhan nyeri menurun
(mis. terbakar, bahan
 Identifikasi respons nyeri non
(5)
kimia iritan)
verbal
 Agen pencedera fisik  Meringis menurun (5)
 Identifikasi faktor yang
(mis. abses, amputasi,  Sikap protektif menurun
memperberat dan
terbakar, terpotong, (5)
memperingan nyeri
mengangkat berat,  Gelisah menurun (5)
 Identifikasi pengetahuan dan
prosedur operasi,
 Kesulitan tidur menurun keyakinan tentang nyeri
trauma, latihan fisik
(5)  Identifikasi pengaruh budaya
berlebihan)
 Menarik diri menurun (5) terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri
Gejala dan Tanda Mayor  Berfokus pada diri sendiri
pada kualitas hidup
Subjektif menurun (5)
 Monitor keberhasilan terapi
 Mengeluh nyeri  Diaforesis menurun (5)
komplementer yang sudah
Objektif  Perasaan depresi diberikan
(tertekan) menurun (5)  Monitor efek samping
 Tampak meringis
 Perasaan takut mengalami penggunaan analgetik
 Bersikap protektif (mis.
cedera berulang menurun Terapeutik
waspada, posisi
(5)
menghindari nyeri)  Berikan teknik
 Anoreksia menurun (5)
 Gelisah nonfarmakologis untuk
 Perinium terasa tertekan
menurun (5)
 Frekuensi nadi mengurangi rasa nyeri
 Uterus teraba membulat
meningkat  Kontrol lingkungan yang
menurun (5)
 Sulit tidur memperberat rasa nyeri (mis.
 Ketegangan otot menurun suhu ruangan, pencahayaan,
(5) kebisingan)
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif  Pupil dilates menurun (5)  Fasilitasi istirahat dan tidur
(Tidak tersedia)  Muntah menurun (5)  Pertimbangkan jenis dan
Objektif  Mual menurun (5) sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
 Tekanan darah  Frekuensi nadi membaik
Edukasi
meningkat (5)
 Pola napas berubah  Pola napas membaik (5)  Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Nafsu makan berubah  Tekanan darah membaik
 Jelaskan strategi meredakan
 Proses berpikir (5)
nyeri
terganggu  Proses berpikir membaik
 Anjurkan memonitor nyeri
 Menarik diri (5)
secara mandiri
 Fokus membaik (5)
 Berfokus pada diri  Anjurkan menggunakan
sendiri  Fungsi berkemih membaik analgetik secara tepat

 Diaforesis (5)  Ajarkan teknik


 Perilaku membaik (5) nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Nafsu makan membaik (5)
Kolaborasi
 Pola tidur membaik (5)
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Pemberian Analgesik
Observasi

 Identifikasi karakteristik nyeri


(mis. pencetus, Pereda,
kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)

 Identifikasi riwayat alergi obat


 Identifikasi kesesuaian jenis
analgesic (mis. narkotika, non-
narkotik, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik

Terapeutik

 Diskusikan jenis analgesic


yang disukai untuk mencapai
analgesa optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
opioid untuk mempertahankan
kadar dalam serum
 Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan respon
pasien
 Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi

 Jelaskan efek terapi dan efek


samping obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesic, sesuai
indikasi
2. Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia
Faktor Risiko asuhan keperawatan selama Observasi
…x.... maka diharapkan  Periksa tanda dan gejala
 Kehilangan cairan
Status Cairan membaik hipovolemia (mis. Ortopnea,
secara aktif
dengan kriteria hasil : dispnea, edema, JVP/CVP
 Gangguan absorbs
meningkat, refleks
cairan  Kekuatan nadi meningkat
hapatojugular positif, suara
 Usia lanjut (5)
napas tambahan)
 Turgor kulit meningkat (5)
 Kelebihan berat badan
 Identifikasi penyebab
 Output urine meningkat
 Status hipermetabolik hipervolemia
(5)
 Monitor status hemodinamik
 Kegagalan mekanisme  Pengisian vena
(mis. frekuensi jantung,
regulasi meningkat (5)
tekanan darah, MAP, CVP,
 Evaporasi  Ortopnea menurun (5)
PAP, PCWP, CO, CI), jika
 Kekurangan intake  Dyspnea menurun (5) tersedia
cairan
 Paroxysmal nocturnal  Monitor intake dan output
 Efek agen farmakologis cairan
dyspnea (PND) menurun
(5)  Monitor tanda

 Edema anasarka hemokonsentrasi (mis. kadar

menurun (5) natrium, BUN, hematokrit,

 Edema perifer menurun (5) berat jenis urine)

 Berat badan menurun (5)  Monitor tanda peningkatan


tekanan onkotik plasma (mis.
 Distensi vena jugularis
kadar protein dan albumin
menurun (5)
meningkat)
 Suara napas tambahan
 Monitor kecepatan infus secara
menurun (5)
ketat
 Kongesti paru menurun
 Monitor efek samping diuretik
(5)
(mis. ortortostatik,
 Perasaan lemah menurun hipovolemia, hipokalemia,
(5) hiponatremia)
 Keluhan haus menurun (5) Terapeutik
 Konsentrasi urine  Timbang BB setiap hari pada
menurun (5) waktu yang sama
 Frekuensi nadi membaik  Batasi asupan cairan dan
(5) garam
 Tekanan darah membaik  Tinggikan kepala tempat tidur
(5) 30-40o

 Tekanan nadi membaik (5) Edukasi


 Membran mukosa  Anjurkan melapor jika
membaik (5) haluaran urin <0,5 mL/kg/jam
 Jugular venous pressure dalam 6 jam
(JVP) membaik (5)  Anjurkan melapor jika BB

 Kadar Hb membaik (5) bertambah >1 kg dalam sehari


 Ajarkan cara mengukur dan
 Kadar Ht membaik (5)
mencatat asupan dan haluaran
 Cental venous pressure cairan
 Ajarkan cara membatasi cairan
 membaik (5)
Kolaborasi
 Refluks hepatojugular
 Kolaborasi pemberian diuretik
membaik (5)
 Kolaborasi penggantian
 Berat badan membaik (5)
kehilangan kalium akibat
 Hepatomegali membaik diuretik
(5)
 Kolaborasi pemberian
 Oliguria membaik continuous renal replacement
membaik (5) therapy (CRRT), jika perlu
 Intake cairan membaik (5)
 Status mental membaik Pemantauan cairan
membaik (5) Observasi
 Suhu tubuh membaik  Monitor frekuensi dan
membaik (5)
kekuatan nadi
 Monitor frekuensi napas

 Monitor tekanan darah

 Monitor berat badan

 Monitor waktu pengisian


kapiler
 Monitor elastisitas atau turgor
kulit
 Monitor jumlah, warna dan
berat jenis urine
 Monitor kadar albumin dan
protein total
 Monitor hasil pemeriksaan
serum (mis. Osmolaritas
serum, hematocrit, natrium,
kalium, BUN)
 Monitor intake dan output
cairan
 Identifikasi tanda-tanda
hipovolemia (mis. Frekuensi
nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa
kering, volume urine
menurun, hematocrit
meningkat, hasu, lemah,
konsentrasi urine meningkat,
berat badan menurun dalam
waktu singkat)
 Identifikasi tanda-tanda
hypervolemia (mis. Dyspnea,
edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat,
CVP meningkat, reflex
hepatojugular positif, berat
badan menurun dalam waktur
singkat)
 Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan cairan
(mis. Prosedur pembedahan
mayor, trauma?perdarahan,
luka bakar, aferesis, obstruksi
intestinal, peradangan
pancreas, penyakit ginjal dan
kelenjar, disfungsi intestinal)
Terapeutik

 Atur interval waktu


pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil
 pemantauan, jika perlu
3. Risiko Syok Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Syok
Faktor Risiko keperawatan selama …x.... Observasi
 Hipoksemia maka diharapkan Tingkat  Monitor status
 Hipoksia Syok menurun dengan kardiopulmonal (frekuensi dan
 Hipotensi kriteria hasil : kekuatan nadi, frekuensi

 Kekurangan volume  Kekuatan nadi meningkat napas, TD, MAP)

cairan (5)  Monitor status oksigenasi

 Sepsis  Output urine meningkat (oksimetri nadi, AGD)

 Sindrom respons (5)  Monitor status cairan

inflamasi sismetik  Tingkat kesadaran (masukan dan haluan, turgor

(systemic inflamatory meningkat (5) kulit, CRT)

response syndrome  Saturasi oksigen  Monitor tingkat kesadaran dan


[SIRS]) meningkat (5) respon pupil
 Akral dingin menurun (5)  Periksa riwayat alergi
 Pucat menurun (5) Terapeutik
 Haus menurun (5)  Berikan oksigen untuk
 Konfusi menurun (5) mempertahankan saturasi

 Letargi menurun (5) oksigen >94%

 Asidosis metabolik  Persiapkan intubasi dan

menurun (5) ventilasi mekanis, jika perlu

 Tekanan darah sistolik  Pasang jalur IV, jika perlu


membaik (5)  Pasang kateter urine untuk

 Tekanan darah diastolik menilai produksi urine, jika

membaik (5) perlu

 Pengisian kapiler  Lakukan skin test untuk


membaik (5) mencegah reaksi alergi

 Frekuensi nadi membaik Edukasi


(5)  Jelaskan penyebab/faktor

 Frekuensi napas membaik risiko syok

(5)  Jelaskan tanda dan gejala awal


syok
 Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda
dan gejala awal syok
 Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari alergen

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian IV, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu

Pemantauan Cairan
Observasi
 Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
 Monitor frekuensi napas
 Monitor tekanan darah
 Monitor BB
 Monitor waktu pengisian
kapiler
 Monitor elastisitas atau turgor
kulit
 Monitor jumlah, warna, dan
berat jenis urine
 Monitor kadar albumin dan
protein total
 Monitor hasil pemeriksaan
serum (mis. Osmolaritas
serum, hematokrit, natrium,
kalium, BUN)
 Monitor intake dan output
cairan
 Identifikasi tanda-tanda
hipovolemia (mis. Frekuensi
nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit
menurun, membran mukosa
kering, volume urin menurun,
hematokrit meningkat, haus,
lemah, konsentrasi urine
meningkat, BB menurun
dalam waktu singkat)
 Identifikasi tanda-tanda
hipervolemia (mis. dispnea,
edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat,
CVP meningkat, refleks
hepatojugular positif, berat
badan menurun dalam waktu
singkat)
 Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan cairan
(mis. prosedur pembedahan
mayor, trauma/perdarahan,
luka bakar, aferesis, obstruksi
intestinal, peradangan
pankreas, penyakit ginjal dan
kelenjar, disfungsi intestinal)
Terapeutik
 Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
4. Ansietas Setelah dilakukan asuhan Reduksi Ansietas
Penyebab keperawatan selama …x.... Observasi
 Krisis situasional maka Tingkat Ansietas  Identifikasi saat tingkat
 Kebutuhan tidak menurun dengan kriteria ansietas berubah (mis.
terpenuhi hasil : kondisi, waktu, stresor)
 Krisis maturasional  Verbalisasi kebingungan  Identifikasi kemampuan
 Ancaman terhadap menurun (5) mengambil keputusan
konsep diri  Verbalisasi khawatir  Monitor tanda-tanda ansietas

 Ancaman terhadap akibat kondisi yang (verbal dan nonverbal)


kematian dihadapi menurun (5) Terapeutik

 Kekhawatiran  Perilaku gelisah menurun  Ciptakan suasana terapeutik

mengalami kegagalan (5) untuk menumbuhkan

 Disfungsi system  Perilaku tegang menurun kepercayaan

keluarga (5)  Temani pasien untuk

 Hubungan orang tua-  Konsentrasi membaik (5) mengurangi rasa kecemasan,

anak tidak memuaskan  Pola tidur membaik (5) jika memungkinkan

 Faktor keturunan  Pahami situasi yang membuat


Dukungan Sosial meningkat
(temperamen, mudah ansietas
dengan kriteria hasil :
teragitasi sejak lahir)  Dengarkan dengan penuh
 Kemampuan meminta
 Penyalahgunaan zat perhatian
bantuan pada orang lain
 Terpapar bahaya  Gunakan pendekatan yang
meningkat (5)
lingkungan (mis. Toksik, tenang dan meyakinkan
 Bantuan yang ditawarkan
polutan, dan lain-lain)  Tempatkan barang pribadi
oleh orang lain meningkat
 Kurang terpapar yang memberikan kenyamanan
informasi (5)  Motivasi mengidentifikasi
 Dukungan emosi yang situasi tentang peristiwa yang
Gejala dan Tanda Mayor disediakan oleh orang lain akan datang
Subjektif meningkat (5)  Diskusikan perencanaan
 Merasa bingung realistis tentang peristiwa yang
 Merasa khawatir dengan akan datang
akibat dari kondisi yang Edukasi
dihadapi  Jelaskan prosedur, termasuk
 Sulit berkonsentrasi sensasi yang mungkin dialami
Objektif  Informasikan secara faktual
 Tampak gelisah mengenai diagnosis,
 Tampak tegang pengobatan, dan prognosis

 Sulit tidur  Anjurkan keluarga untuk tetap


bersama pasien, jika perlu
Gejala dan Tanda Minor  Anjurkan melakukan kegiatan
Subjektif yang tidak kompetitif, sesuai
 Mengeluh pusing kebutuhan

 Anoreksia  Anjurkan mengungkapkan

 Palpitasi perasaan dan persepsi

 Merasa tidak berdaya  Latih kegiatan pengalihan

Objektif untuk mengurangi ketegangan

 Frekuensi nadi  Latih penggunaan mekanisme

meningkat pertahanan diri yang tepat

 Frekuensi napas  Latih teknik relaksasi

meningkat Kolaborasi

 Tekanan darah  Kolaborasi pemberian obat

meningkat antiansietas, jika perlu

 Diaphoresis
 Tremor
 Muka tampak pucat
 Suara bergetar
 Kontak mata buruk Terapi Relaksasi
 Sering berkemih Observasi

 Berorientasi pada masa  Identifikasi penurunan tingkat


lalu energy, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala
lain yang mengganggu
kemampuan kognitif
 Identifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif digunakan
 Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya
 Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan darah,
dan suhu sebelum dan sesudah
latihan
 Monitor respons terhadap
terapi relaksasi

Terapeutik
 Ciptakan lingkungan tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
 Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
 Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis
lain, jika sesuai

Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis. Music,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
 Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
 Anjurkan mengambil posisi
nyaman
 Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang
dipilih
 Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. Napas
dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)

5. Risiko Infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi


Faktor Resiko keperawatan selama …x.... Observasi
6 Penyakit kronis (mis. maka Tingkat Infeksi  Monitor tanda dan gejela
Diabetes militus) menurun dengan kriteria hasil infeksi local dan sitemik
7 Efek prosedur invasive : Terapeutik
 Kebersihan tangan  Batasi jumlah pengunjung
8 Malnutrisi
meningkat (5)
9 Peningkatan paparan  Berikan perawatan kulit pada
 Kebersihan badan
meningkat (5)
organisme pathogen area edema
 Nafsu makan meningkat
lingkungan  Cuci tangan sebelum dan
10 Ketidakadekuatan (5)
sesudah kontak dengan pasien
pertahanan tubuh primer  Demam menurun (5) dan lingkungan pasien
9 Gangguan peristaltic  Kemerahan menurun (5)  Pertahankan kondisi aseptik
 Nyeri menurun (5) pada pasien beresiko tinggi
10 Kerusakan integritas
 Bengkak menurun (5) Edukasi
kulit
 Vesikel menurun (5)  Jelaskan tanda dan gejala
11 Perubahan sekresi
pH  Cairan berbau busuk infeksi
menurun (5)  Ajarkan cara mencuci tangan
12 Penurunan kerja
 Sputum berwarna hijau dengan benar
silialis
menurun (5)  Ajarkan etika batuk
13 Ketuban pecah lama  Drainase purulen menurun
 Ajarkan cara memeriksa
14 Ketuban pecah (5)
kondisi luka atau luka oprasi
sebelum waktunya  Pluria menurun (5)
 Anjurkan meningkatkan
15 Merokok  Periode malaise menurun asupan nutrisi
16 Status cairan tubuh (5)  Anjurkan meningkatkan
 Periode menggigil asupan cairan
11 Ketidakadekuatan
menurun (5) Kolaborasi
pertahanan tubuh
 Letargi menurun (5)  Kolaborasi pemberian
sekunder
12 Penurunan  Gangguan kognitif imunisasi, jika perlu
hemoglobin menurun (5)

13 Imunosupresi  Kadar sel darah putih

14 Leukopenia membaik (5)

15 Supresi respon  Kultur darah membaik (5)


inflamasi  Kultur urine membaik (5)
16 Vaksinasi tidak
 Kultur sputum membaik
adekuat
(5)
 Kultur area luka membaik
(5)
 Kultur feses membaik (5)
6. Retensi Urine Setelah dilakukan asuhan Kateterisasi urin
Penyebab keperawatan selama …x.... Observasi
 Peningkatan tekanan maka diharapkan Eliminasi  Periksa kondisi pasien (mis,
uretra Urine membaik dengan kesadaran, tanda – tanda vital,
 Kerusakan arkus reflex kriteria hasil : daerah perinatal, distensi
 Blok spingter  Sensasi berkemih kandung kemih

 Disfungsi neurologis meningkat (5) Terapeutik

(mis. Trauma, penyakit  Desakan berkemih  Siapkan peralatan dan bahan –


saraf) menurun (5) bahan dan ruang tindakan

 Efek agen farmakologis  Distensi kandung kemih  Siapkan pasien : bebaskan


(mis. Atropine, menurun (5) pakaian bawah dan posisikan
belladonna, psikotropik,  Berkemih tidak tuntas dorsal rekumben (untuk
opiate, antihistamin). menurun (5) wanita)
 Volume residu urine  Pasang sarung tangan
Gejala dan Tanda Mayor menurun (5)  Bersihkan daerah perinatal
Subjektif  Urine menetes menurun atau preposium dengan cairan
 Sensasi penuh pada (5) NaCl atau aquades
kandung kemih  Nocturia menurun (5)  Lakukan insersi kateter urine
Objektif  Mengompol menurun (5) dengan menerapkan prinsip
 Disuria / anuria  Enuresis menurun (5) aseptic sambung kateter
 Distensi kandung kemih  Disuria menurun (5) dengan urine bag

 Anuria menurun (5)  Isi balon dengan Nacl 0,9%


Gejala dan Tanda Minor  Frekuensi BAK membaik  Fiksasi selang kateter di atas
Subjektif (5) simpisis atau paha
 Dribbling  Karakteristik urine  Pastikan kantung urine
Objektif membaik (5) ditempatkan lebih rendah dari
 Inkontinensia berlebihan kantong kemih

 Residu urin 150 ml atau  Berikan label waktu


lebih pemasangan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemasangan
 Anjurkan menarik napas saat
inserasi selang kateter
7. Gangguan Integritas Setelah dilakukan asuhan Perawatan Integritas Kulit
Kulit/Jaringan keperawatan selama …x… Observasi
Penyebab maka diharapkan Integritas  Identifikasi penyebab
 Perubahan sirkulasi Kulit dan Jaringan gangguan integritas kulit (mis.
 Perubahan status nutrisi meningkat dengan kriteria Perubahan sirkulasi,
(kelebihan atau hasil : perubahan status nutrisi,
kekerungan)  Elastisitas membaik penurunan kelembapan suhu
 Kekurangan/kelebihan meningkat (5) lingkungan ekstrem,
volume cairan  Kerusakan jaringan penurunan mobilitas
 Penurunan mobilitas menurun (5) Terapeutik

 Bahan kimia iritatif  Kerusakan lapisan kulit  Ubah posisi tiap 2 jam jika

 Suhu lingkungan yang menurun (5) tirah baring

ekstrem  Nyeri menurun (5)  Lakukan pemijatan pada area

 Faktor mekanis (mis.  Perdarahan menurun (5) penonjolan tulang, jika perlu

penekanan pada tonjolan  Kemerahan menurun (5)  Bersihkan perineal dengan air

tulang, gesekan) atau  Pigmenasi abnormal hangat, terutama selama

faktor elektris menurun (5) periode diare

(elektrodiatermi, energi  Jaringan parut menurun  Gunakan produk berbahan


listrik bertegangan (5) petroleum atau minyak pada
tinggi)  Nekrosis menurun (5) kulit kering

 Efek samping terapi  Gunakan produk berbahan


radiasi ringan/alami dan hipoalergik

 Kelembaban pada kulit sensitif

 Proses penuaan  Hindari produk berbahan

 Neuropati perifer dasar alkohol pada kulit


kering
 Perubahan pigmentasi
Edukasi
 Perubahan hormonal
 Anjurkan menggunakan
 Kurang terpapar
pelembab (mis. lotion, serum)
informasi tentang upaya  Anjurkan minum air yang
mempertahankan/melind cukup
ungi integritas jaringan  Anjurkan meningkatkan
Gejala dan Tanda Mayor asupan nutrisi
Subjektif  Anjurkan meningkatkan
- asupan buah dan sayur
Objektif  Anjurkan menghindari
2 Kerusakan jaringan dan/ terpapar suhu ekstrem
atau lapisan kulit  Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF minimal 30 saat
Gejala dan Tanda Minor berada diluar rumah
Subjektif  Anjurkan mandi dan
- menggunakan sabun
Objektif secukupnya
 Nyeri
 Perdarahan
 Kemerahan
 Hematoma
8. Disfungsi seksual Setelah dilakukan intervensi Edukasi Seksualitas
Penyebab keperawatan selama ...x... Observasi
 Perubahan maka diharapkan Fungsi  Identifikasi kesiapan dan
fungsi/struktur tubuh Seksual membaik dengan kemampuan menerima
(mis. kehamilan, baru kriteria hasil : informasi
melahirkan, obat-obatan, 3 Kepuasan hubungan Terapeutik
pembedahan, anomali, seksual meningkat (5)  Sediakan materi dan media
proses penyakit, trauma, 4 Mencari informasi untuk pendidikan kesehatan
radiasi) mencapai kepuasan seksual  Jadwalkan pendidikan
 Perubahan meningkat (5) kesehatan sesuai kesepakatan
biopsikososial 5 Verbalisasi aktivitas  Berikan kesempatan untuk
seksualitas seksual berubah menurun bertanya
 Ketiadaan model peran (5)  Fasilitasi kesadaran keluarga
 Model peran tidak 6 Verbalisasi eksitasi seksual terhadap anak dan remaja
mempengaruhi berubah menurun (5) serta pengaruh media
 Kurang privasi 7 Verbalisasi peran seksual Edukasi
 Ketiadaan pasangan berubah menurun (5)  Jelaskan anatomi dan fisiologi
 Kesalahan informasi 8 Verbalisasi fungsi seksual sistem reproduksi laki-laki

 Kelainan seksual (mis. berubah menurun (5) dan perempuan

hubungan penuh 9 Keluhan nyeri saat  Jelaskan perkembangan

kekerasan) berhubungan seksual sensualitas sepanjang siklus

 Konflik nilai (dispareunia) menurun (5) kehidupan


10 Keluhan hubungan seksual  Jelaskan perkembangan emosi
 Penaniayaan fisik (mis.
terbatas menurun (5) masa anak dan remaja
kekerasan dalam rumah
11 Keluhan sulit melakukan  Jelaskan pengaruh tekanan
tangga)
aktivitas seksual menurun kelompok dan sosial terhadap
 Kurang terpapar
(5) aktivitas seksual
informasi
12 Verbalisasi perilaku  Jelaskan konsekuensi negatif
seksual berubah menurun mengasuh anak pada usia dini
Gejala dan Tanda Mayor
(5) (mis. kemiskinan, kehilangan
Subjektif
13 Konflik nilai menurun (5) karir dan pendidikan)
 Mengungkapkan
14 Hasrat seksual membaik (5)  Jelaskan risiko tertular
aktivitas seksual berubah
15 Orientasi seksual membaik penyakit menular seksual dan
 Mengungkapkan eksitasi
(5) AIDS akibat seks bebas
seksual berubah
16 Ketertarikan pada pasangan
 Merasa hubungan  Anjurkan orang tua menjadi
membaik (5)
seksual tidak edukator seksualitas bagi

memuaskan anak-anaknya

 Mengungkapkan peran  Anjurkan anak/remaja tidak

seksual melakukan aktivitas seksual

 Mengeluhkan hasrat diluar nikah

seksual menurun  Ajarkan keterampilan

 Mengungkapkan fungsi komunikasi asertif untuk

seksual berubah menolak tekanan teman


sebaya dan sosial dalam
 Mengeluh nyeri saat
aktivitas seksual
berhubungan seksual
(dispareunia) Konseling Seksualitas
Objektif Observasi
-  Identifikasi tingkat
pengetahuan, masalah sistem
Gejala dan Tanda Minor reproduksi, masalah
Subjektif seksualitas dan penyakit
 Mengungkapkan menular seksual
ketertarikan pada  Identifikasi waktu disfungsi
pasangan berubah seksual dan kemungkinan
 Mengeluh hubungan penyebab
seksual terbatas  Monitor stres, kecemasan,
 Mencari informasi depresi dan penyebab
tentang kemampuan disfungsi seksual
mencapai kepuasan Terapeutik
seksual  Fasilitasi komunikasi antara
Objektif pasien dan pasangan
-  Berikan kesempatan kepada
pasangan untuk menceritakan
permasalahan seksual
 Berikan pujian terhadap
perilaku yang benar
 Berikan saran yang sesuai
kebutuhan pasangan dengan
menggunakan bahasa yang
mudah diterima, dipahami dan
tidak menghakimi
Edukasi
 Jelaskan efek pengobatan,
kesehatan dan penyakit
terhadap disfungsi seksual
 Informasikan pentingnya
modifikasi pada aktivitas
seksual
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan spesialis
ginekologi, jika perlu
9. Konstipasi (D.0149) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Eleminasi Fekal
Penyebab keperawatan selama ...x... Observasi
Fisiologis maka diharapkan Eleminasi  Identifikasi masalah usus dan
 Penurunan motilitas Fekal membaik dengan penggunaan obat pencahar
gastrointestinal kriteria hasil :  Identifikasi pengobatan yang
 Ketidakadekuatan  Kontrol pengeluaran feses berefek pada kondisi
pertumbuhan gigi meningkat (5) gastrointestinal
 Ketidakcukupan diet  Keluhan defekasi lama  Monitor buang air besar (mis.
 Ketidakcukupan asupan dan sulit menurun (5) warna, frekuensi, konsistensi,
serat  Mengejan saat defekasi volume)
 Ketidakcukupan asupan menurun (5)  Monitor tanda dan gejala
cairan  Konsistensi feses diare, konstipasi atau impaksi
 Aganglionik (mis. membaik (5) Terapeutik
Penyakit Hircsprung)  Frekuensi defekasi  Berikan air hangat setelah
 Kelemahan otot membaik (5) makan
abdomen.  Peristaltik usus membaik  Jadwalkan waktu defekasi
Psikologis (5) bersama pasien
 Konfusi  Sediakan makanan tinggi serat
 Depresi Edukasi

 Gangguan emosional  Jelaskan jenis makanan yang


Situasional membantu meningkatkan

 Perubahan kebiasaan keteraturan peristaltic usus

makan (mis. Jenis  Anjurkan mencatat warna,


makanan, jadwal makan) frekuensi, konsistensi, volume

 Ketidakadekuatan feses

toileting.  Anjurkan meningkatkan

 Aktivitas fisik harian aktifitas fisik, sesuai toleransi

kurang dari yang  Anjurkan pengurangan asupan


dianjurkan makanan yang meningkatkan
 Penyalahgunaan laksatif pembentukan gas
 Efek agen farmakologis  Anjurkan mengkonsumi
 Ketidakteraturan makanan yang mengandung
kebiasaan defekasi tinggi serat

 Kebiasaan menahan  Anjurkan meningkatkan


dorongan defekasi asupan cairan, jika tidak ada

 Perubahan lingkungan kontraindikasi


Kolaborasi

Gelaja dan tanda mayor  Kolaborasi pemberian obat


Subjektif supositoria anal, jika perlu

 Defekasi kurang dari 2


kali seminggu Manajemen konstipasi

 Pengeluaran feses lama Observasi

dan sulit  Periksa tanda dan gejala

Objektif konstipasi

 Feses keras  Periksa pergerakan usus,

 Peristaltic usus menurun karakteristik feses


(konsistensi, bentuk, volume,

Gejala dan tanda minor dan warna)

Subjektif  Identifikasi faktor resiko

 Mengejan saat defekasi konstipasi (mis. obat – obatan,


tirah baring dan diet rendah
Objektif
serat)
 Distensi abdomen
 Monitor tanda dan gejala
 Kelemahan umum
rupture usus dan atau
 Teraba massa pada
peritonitis
rektal.
Terapeutik
 Anjurkan diet tinggi serat
 Lakukan masase abdomen,
jika perlu
 Lakukan evakuasi feses secara
manual, jika perlu
 Berikan enema atau irigasi,
jika perlu
Edukasi
 Jelaskan etiologi masalah dan
alasan tindakan
 Anjurkan peningkatam asupan
cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
 Latih buang air besar secara
teratur
 Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/ impaksi
Kolaborasi
 Konsultasi dengan tim medis
tentang penurunan /
peningkatan frekuensi suara
usus
 Kolaborasi penggunaan obat
pencahar, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang sudah ditentukan dengan waktu sesuai
kebutuhan.
5. Evaluasi Keperawatan
a. Evaluasi formatif (merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien
terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan).
b. Evaluasi sumatif (merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisis
mengenai status kesehatan klien terhadap waktu).
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Y, R. 2017. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM


Nurarif, Amin, Huda & kusuma, Hardi. 2015. Asuhan keperawatan berdasarkan
diagnose medis & NANDA. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Setiati, Eni. 2009. Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indoneisa:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat PPNI
LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar, 27 Agustus 2021


Nama Mahasiswa

Putu Indah Pratiwi


NIM. P07120321063

Nama Pembimbing

Drs. IDM Ruspawan, S.Kp., M.Biomed


NIP. 196005151982121001

Anda mungkin juga menyukai